Pemahaman terhadap Bencana Alam Kemampuan Berpikir Kritis

mengungkapkan bahwa pemahaman pengetahuan sebagai tindakan yang menyeluruh, pendidikan STSE Science Technology Society and Environment tidak hanya menyelidiki etika dalam konsep issu STSE tetapi juga praktiknya dalam kehidupan nyata. Teksoz et al 2010: 208 dalam penelitiannya menemukan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan tentang lingkungan pada tingkat yang memuaskan, mereka juga memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjaga sikap baik, penggunaan lingkungan, dan perhatian yang lebih tinggi terhadap isu lingkungan.

2.3 Pemahaman terhadap Bencana Alam

Memahami yaitu membangun makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan, memberikan contoh, mengklasifikasikan, meringkas, menarik inferensi, membandingkan, dan menjelaskan Widodo, 2006: 4-5. Kenyataan sekarang, fenomena alam terjadi di luar keteraturan. Hal ini disebabkan ulah makhluk yang memiliki budaya budaya material maupun nonmaterial, yaitu manusia. Karena berbudaya itulah manusia melakukan aktivitas yang pada akhirnya menyebabkan bencana alam Siregar, 2007: 186. Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menyebutkan bahwa bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Kegiatan pencegahan bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan mengurangi ancaman bencana. Kegiatan pencegahan bencana alam dapat berupa pemberian pemahaman bencana kepada masyarakat.

2.4 Kemampuan Berpikir Kritis

Glaser dalam Fisher 2009 mendefinisikan berpikir kritis sebagai: 1 suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; 2 pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan 3 semacam suatu kemampuan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. Definisi berpikir kritis menurut Ennis dalam Fisher 2009 adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Jadi pengambilan keputusan adalah bagian dari berpikir kritis dalam konsepsi Ennis. Scriven dalam Fisher 2009 mendefinisikan berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi, dan argumentasi. Lipman dalam Sezer juga mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah ketermpilan, pemikiran bertanggungjawab yang menghasilkan pertimbangan yang baik karena 1 sesuai dengan kriteria; 2 ada pengoreksian diri, peka terhadap situasi. Inti dari kemampuan berpikir kritis menurut Asosiasi Filsafat Amerika dalam Ernst Monroe 2004: 508 adalah meliputi kemampuan-kemampuan kognitif 1 interpretasi, 2 analisis, 3 evaluasi, 4 inferensi, 5 kemampuan menjelaskan, dan 6 Self regulation. Kemampuan berpikir kritis menurut Norris Ennis dalam Fisher 2009 meliputi kemampuan mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, mengevaluasi, menganalisis, menghasilkan penjelasan- penjelasan, membuat keputusan-keputusan, menarik inferensi-inferensi, dan menghasilkan argumen-argumen. Indikator berpikir kritis tersebut yang digunakan peneliti dalam penelitian meliputi enam indikator yaitu mengidentifikasi, menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menyimpulkan, dan berargumen.

2.5 Materi Bencana Alam dan Keterkaitannya dengan SETS