53 industri makanan dan industri kayu, bambu, rotan sebanyak 55 industri dan 33
industri. Dari analisis terhadap data tersebut dapat dijelaskan bahwa di wilayah
Kota Makassar terdapat industri yang cukup besar pada daerah aliran Sungai Tallo terutama industri makanan dan dan industri kayu, bambu, rotan. Jumlah
industri ini erat kaitannya dengan beban pencemaran dari industri.
D. Pariwisata
Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar beberapa wilayah pantai di Kota Makassar masih dapat digunakan secara bebas oleh
mayarakat seperti pantai Losari. Daerah pantai yang dikuasai dan dikelola oleh swasta dan masyarakat adalah Pantai Tanjung Bunga dan Tanjung Merdeka.
Tanjung Bunga dikuasai oleh GMTD Gowa Makassar Tourism Development sebagai daerah pemukiman modern, bisnis dan wisata renang. Sedangkan di
pantai Tanjung Medeka dan Barombong dikelola oleh masyarakat sebagai daerah wisata renang dan penginapan.
Beberapa lokasi yang berpotensi menjadi tujuan wiasata di wilayah pesisir pantai Kota Makassar adalah Benteng Roterdam, Museum Lagaligo,
Makam Raja-raja Tallo, Pelabuhan rakyat Panampu dan Benteng Sumba Opu. Tempat-tempat lain yang terletak di pulau-pulau kecil Kepulauan
Spermonde seperti Pulau Lumu-lumu, Pulau Bonetambung, Pulau Barrang Lompo, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Samalona,
Pulau Kayangan dan Pulau Lae-lae, memiliki kekayaan alam bahari seperti pasir putih, terumbu karang, ikan dan beragam biota laut yang dapat dimanfaatkan
untuk wisata dan olah raga bahari.
4.2. Kebijakan Publik Pengendalian Pencemaran Pantai Kota
Dalam upaya menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan publik, namun seringkali yang terjadi adalah
kesenjangan antara kejadian aktual dengan kejadian yang diinginkan. Kesenjangan ini merupakan masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan.
Pemerintah Kota Makassar mengeluarkan kebijakan pengendalian pencemaran pantai berupa Peraturan Daerah Perda. Perda nomor 14 tahun
1999 berisi tentang larangan membuang sampah ke pantai. Perda ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1993. Peraturan daerah
ini diharapkan mampu mengendalikan tingkat pencemaran pantai, namun pada
54 kenyataannya pencemaran pantai masih terjadi. Pencemaran pantai merupakan
proses dinamis bekerja dalam dimensi waktu. Hal ini dipengaruhi oleh sumber pencemar yang jumlahnya meningkat seiring bertambahnya waktu. Untuk
mencapai keselarasan antara kejadian aktual dan harapan yang diinginkan diperlukan suatu strategi. Strategi yang merupakan rumusan mekanisme
interaksi dinamis menyeluruh dan dapat dipertanggungjawabkan. Strategi yang berbentuk alternatif dari satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi baik
bersifat struktural atau fungsional.
4.3. Kondisi Eksisting 4.3.1. Parameter Fisik Kimia Perairan
Parameter fisik kimia merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan kondisi suatu perairan pantai. Dari hasil pengukuran parameter fisik
kimia perairan pantai Kota Makassar diperoleh data yang disajikan pada Lampiran 3.
A. pH
pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui aktivitas ion hidrogen. Nilai pH pada perairan laut cenderung bersifat basa. Sedangkan pH
air limbah buangan rumah tangga dan industri bersifat asam karena mengandung asam-asam organik dan asam-asam mineral, sehingga dapat
menyebabkan nilai pH rendah. Nilai pH perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 7,75 – 8,14 dengan
rata-rata 7,94. Berdasarkan baku mutu air laut pH yang sesuai untuk kehidupan biota laut adalah 6 – 9, dengan demikian pH perairan pantai Kota Makassar
masih pada keadaan yang mendukung kehidupan biota laut. Gambar 10 memperlihatkan pH sumber limbah yang lebih rendah dari pH perairan pantai.
Keadaan ini disebabkan oleh kandungan asam yang tinggi pada sumber limbah.
B. Oksigen Terlarut Dissolve Oxygen, DO
Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang dikandung di dalam air laut. Konsentrasi oksigen dalam air laut bisa dijadikan sebagai tanda tingkat
pengotoran limbah yang ada. Semakin besar konsentrasi oksigen, maka semakin kecil tingkat pengotoran.
55 Hasil pengukuran terhadap kandungan oksigen terlarut pada perairan pantai
Kota Makassar diperoleh nilai berkisar antara 3,8 – 5,1 mgL, dengan rata-rata 4,7 mgL. Nilai ini menunjukkan kandungan oksigen terlarut yang masih berada
pada nilai yang diharapkan baku mutu air laut 4 mgL. Nilai rata-rata DO memberikan gambaran bahwa perairan pantai Kota Makassar secara umum
belum memperlihatkan terjadinya pencemaran bahan organik yang mudah terurai. Namun pada stasiun Sungai Jeneberang diperoleh nilai DO yang rendah
3,8 mgL. Hal ini menunjukkan bahwa pada muara Sungai Jeneberang proses
fotosintesis terhambat oleh tingginya padatan tersuspensi. Gambar 10
menyajikan konsentrasi oksigen terlarut sumber limbah yang lebih rendah dari pada perairan pantai. Konsentrasi yang rendah umumnya terdapat pada sumber
limbah dari kanal.
7.35 6.92
7.31 6.93
7.16 7.23
8 7.75
7.8 8
7.95 8.14
6.2 6.4
6.6 6.8
7 7.2
7.4 7.6
7.8 8
8.2 8.4
Sungai Tallo Kanal Panampu
Kanal Benteng Kanal Hajibau
Kanal Jongaya Sungai Jeneberang
pH
Sungai Pantai
4.4 4.0
3.9 4.7
3.1 4.0
5.1 5.1
5.0 4.7
4.2 3.8
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
Sungai Tallo Kanal Panampu
Kanal Benteng Kanal Hajibau
Kanal Jongaya Sungai Jeneberang
Ok s
ige n t
e rl
a rut
m g
L
Sungai Pantai
Gambar 10. Sebaran pH dan oksigen terlarut pada tiap stasiun pengamatan.
C. Total Padatan Tersuspensi Total Suspended Solid, TSS
TSS merupakan jumlah berat dalam mgL kering lumpur yang ada dalam air setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
Padatan tersuspensi seperti tanah liat, kuarsa. Gambar 11 memperlihatkan nilai parameter TSS pada outlet beban
limbah dan perairan pantai. Nilai tertinggi ditemukan pada lokasi muara Kanal Haji Bau sebesar 397,5 mgL dan terendah di muara Kanal Panampu sebesar
54 mgL.
56
86.3 64.6
12.5 30.0
87.5 48.8
140 54
127.7 397.5
135 58.2
10.0 30.0
50.0 70.0
90.0 110.0
130.0 150.0
170.0 190.0
210.0 230.0
250.0 270.0
290.0 310.0
330.0 350.0
370.0 390.0
410.0
Sungai Tallo Kanal Panampu
Kanal Benteng Kanal Hajibau
Kanal Jongaya Sungai Jeneberang
K o
n s
en tr
asi T
S S m
g L
Sungai Pantai
BAKU MUTU =80 mgL
2.4 2.5
2.4 2.7
2.4 2.7
2.5 2.4
2.3 2.5
2.5 2.7
1 1.5
2 2.5
3
Sungai Tallo Kanal Panampu
Kanal Benteng Kanal Hajibau
Kanal Jongaya Sungai Jeneberang
K O
nsen tr
asi B
O D
5 m
g L
Sungai Pantai
BAKU MUTU =3 mgL
Gambar 11. Sebaran TSS dan BOD
5
pada tiap stasiun pengamatan Berdasarkan baku mutu air laut, nilai tersebut telah melebihi dari yang
diinginkan yaitu sebesar 35 mgL. Hal ini menunjukkan perairan pantai Kota Makassar telah tercemar oleh padatan tersuspensi. Pada daerah muara Kanal
Haji Bau dan muara kanal Benteng merupakan stasiun-stasiun yang mempunyai nilai TSS yang tinggi. Hal ini disebabkan tingginya tingkat erosi tanah yang
ditimbulkan oleh kegiatan konstruksi.
D. Kebutuhan Oksigen Secara Biologi Biological Oxygen Demand, BOD
Nilai BOD
5
menggambarkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik carboneous demand.
Parameter ini merupakan salah satu parameter kunci dalam pemantauan pencemaran laut, khususnya pencemaran bahan organik mudah urai.
Nilai parameter BOD
5
di perairan pantai Kota Makassar Gambar 11 memperlihatkan bahwa pada aliran limbah kota nilai BOD
5
berkisar antara 2,3 – 2,7 mgL dengan rata-rata 2,5 mgL. Hal ini menggambarkan kondisi perairan
pantai Kota Makassar, khususnya pada perairan yang terkena beban limbah tidak mengalami pencemaran bahan organik mudah urai. Berdasarkan baku
mutu air laut nilai yang diharapkan tidak melebihi 3 mgL.
E. Kebutuhan Oksigen Secara Kimia Chemical Oxygen Demand,COD
Parameter ini menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang sulit
terurai. Bahan organik mudah urai umumnya berasal dari limbah domestik atau pemukiman, sedangkan yang sukar terurai umumnya berasal dari dari limbah
industri, pertambangan dan pertanian. Nilai COD pada perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 98 – 156
mgL dengan rata-rata 119,1 mgL. Nilai yang tinggi ditemukan pada perairan di
57 sekitar muara kanal. Berdasarkan baku mutu air laut, nilai yang disyaratkan
adalah sebesar 80 mgL. Hal menunjukkan perairan pantai Kota Makassar telah mengalami pencemaran bahan organik yang sulit terurai. Gambar 12
memperlihatkan bahwa pada stasiun kanal Paotere, Haji bau dan Benteng terjadi akumulasi bahan organik yang sulit terurai di perairan pantai. Nilai COD pada
sumber limbah lebih rendah dari perairan pantai.
F. Amoniak NH
3
Senyawa amoniak yang terdapat pada air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat oleh mikroorganisme. Meningkatnya konsentrasi amoniak dalam
air laut erat kaitannya dengan masukknya bahan organik yang mudah urai. Konsentrasi amoniak di perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 0,01 –
0,04 mgL dengan nilai rata-rata 0,018 mgL. Berdasarkan baku mutu air laut nilai yang diinginkan tidak melebihi 0,1 mgL. Dengan demikian secara umum
perairan pantai Kota Makassar tidak tercemar amoniak. Perairan pantai Kota Makassar masih mampu mengoksidasi amoniak. Hal ini diperlihatkan pada
Gambar 12 bahwa konsentrasi amoniak tinggi pada sumber limbah dan rendah di perairan
164 154
98 98
164 144
112.4 117.8
112.4 118
98 156
20 40
60 80
100 120
140 160
180
Tallo Panampu
Benteng Hajibau
Jongaya Jeneberang
K o
n s
en tr
as i C
O D
m g
L
sungai pantai
BAKU MUTU =25 mgL 0.004
0.007 0.004
0.003 0.003
0.002 0.001
0.003 0.001
0.001 0.004
0.001 0.001
0.002 0.003
0.004 0.005
0.006 0.007
0.008
Sungai Tallo Kanal Panampu
Kanal Benteng Kanal Hajibau
Kanal Jongaya Sungai Jeneberang
K onsn
tr a
si N
H 3
mgL
Sungai Pantai
Gambar 12. Sebaran COD dan NH
3
pada tiap stasiun pengamatan
G. Nitrat
Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang stabil dengan adanya oksigen bebas dalam air laut. Nitrat merupakan senyawa pengontrol produktivitas
primer pada permukaan perairan. Peningkatan konsentrasi nitrat dalam air laut disebabkan oleh masuknya limbah domestik dan pertanian. Pada perairan
pantai Kota Makassar konsentrasi nitrat berkisar antara 0,01 – 1,326 mgL dengan rata-rata 0,258 mgL. Secara umum konsentrasi nitrat pada tiap stasiun
pengamatan telah melebihi baku mutu air laut yaitu sebesar 0,008 mgL. Sumber
58 nitrat terbesar berasal dari Sungai Tallo dan pada aliran ini terdapat budidaya
dalam tambak dan kegiatan pertanian Gambar 13.
H. Fosfat
Fosfat merupakan salah satu senyawa hara yang penting. Fosfat dalam air atau air limbah ditemukan dalam bentuk senyawa ortofosfat, polifosfat dan
fosfat organik. Dalam air limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian yang masuk ke laut melalui sungai atau kanal.
Perairan pantai Kota Makassar yang terkena beban limbah kota mengandung fosfat antara 0,09 – 0,224 mgL dengan rata-rata 0,135 mgL. Nilai
ini telah melebihi baku mutu air laut yaitu sebesar 0,016 mgL. Keadaan ini menunjukkan bahwa fosfat telah mencemari perairan pantai Kota Makassar.
Gambar 13 memperlihatkan stasiun pengamatan sebagai sumber limbah fosfat adalah daerah Kanal Jongaya, Haji Bau dan Panampu.
Konsentrasi fosfat pada perairan pantai lebih rendah dari sumber limbah. Hal ini menunjukkan perairan masih mampu mengasimilasi fosfat, namun karena
konsentrasi beban yang besar maka sebagian terakumulasi di perairan dan melebihi baku mutu yang diharapkan.
1.934
0.304 0.417
0.451 0.204
0.411 0.01
0.184 0.01
0.01 1.326
0.01 0.5
1 1.5
2 2.5
Sungai Tallo Kanal Panampu
Kanal Benteng Kanal Hajibau
Kanal Jongaya Sungai Jeneberang
K o
ns ent
a s
i N O
3 m
g L
Sungai Pantai
BAKU MUTU =0,008 mgL
0.166 0.377
0.434 0.281
0.663
0.186 0.09
0.205 0.09
0.09 0.224
0.109 0.1
0.2 0.3
0.4 0.5
0.6 0.7
Sungai Tallo Kanal Panampu
Kanal Benteng Kanal Hajibau
Kanal Jongaya Sungai Jeneberang
K o
nse nt
ra s
i P O4
m g
L
Sungai Pantai
BAKU MUTU =0,015 mgL
Gambar 13. Sebaran nitrat dan fosfat pada tiap stasiun pengamatan
I. Logam Timbal Plumbum, Pb