Model pengelolaan pencemaran perairan pesisir bagi keberlanjutan perikanan dan wisata pantai Kota Makassar

(1)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pantai Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan mulai bulan Juni sampai Oktober 2010. Lokasi dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa:

a). Pantai kota Makassar memiliki tingkat pemanfaatan yang telatif tinggi dan bersifat multi dimensi untuk berbagai tujuan pembangunan seperti kegiatan reklamasi untuk pemukiman dan bisnis, perikanan, pelayaran, wisata dan lainnya. b). Terdapat dinamika pencemaran perairan pantai kota akibat dari aliran limbah dan kanal yang berasal dari berbagai kegiatan yang ada di sepanjang pantai kota dan sumbangan limbah yang berasal dari berbagai aktivitas daratan

TAMALANREA BIRINGKANAYA TAMALATE TALLO MARISO WAIO UJUNGTANAH UJUNGPANDANG P. Barrang Lompo

P. Lae-lae P. Kodingareng Lompo

P. Barrang Caddi

P. Samalona P. Lae-lae Caddi P. Bonetambung

P. Kodingareng Keke

U T B S Kesesuaian Permukiman Laut Sangat Sesuai Sesuai Sesuai Bersyarat Tidak Sesuai Batas Kecamatan Jalan Sungai Pantai

Batas 4 nM Batas 12 nM 2 0 2 Km

5 °1 2 ' 12 ' 5 °8 ' 8 ' 5 °4 ' 4 ' 119°16' 119°16' 119°20' 119°20' 119°24' 119°24' 119°28' 119°28' 119°32' 119°32'

*Ket : 1. S Jenneberang 2. Muara Sungai Jenneberang 3.Kawasan Tanjung Bunga 4.Pantai Losasi/laguna 5. Kawasan pelabuhan 6. Potere 7. Sungai Tallo 8. Muara Sungai Tallo

Gambar 2 Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Makassar

1

1 2

3 4 5

6 7


(2)

40

3.1.1. Batasan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak antara 119024’17’38” bujur timur dan 508’6’9” lintang selatan yang berbatasan Kabupaten Pangkep di sebelah utara, Kabupaten Maros disebelah timur, Kabupaten Gowa di sebelah selatan dan Selat Makassar di sebelah barat. Batas wilayah penelitian meliputi DAS Jeneberang dan DAS Tallo utamanya daerah yang berada dihulu yang terkait dengan laut Batas studi ini ditentukan 4 mil dari garis pantai hal ini terkait dengan ruang penyebaran limbah diperairan pantai Kota Makassar yang dibawa oleh aliran Sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta kanal-kanal kota yang kesemuanya bermuara di pantai Kota Makassar, adapun batas wilayah darat berkaitan pada wilayah pesisir yang masih dipengaruhi oleh aktivitas laut

3.2 Metodologi Pengumpulan Data

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan pertimbangan kondisi wilayah penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan studi literatur dan metode survei. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data kerat lintang (cross section) dan data deret waktu (time series). Dasar pertimbangan penggunaan kedua jenis data adalah beberapa variabel dengan tingkat keragaman tinggi hanya terdapat pada satu jenis data, sehingga kedua jenis data dikumpulkan dan digunakan secara bersamaan saling melengkapi dan berdasarkan pencapaian tujuan dan target penelitian

3.2.1 Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap kualitas perairan. Tahap pertama dilakukan dengan menentukan stasiun pengamatan dan pengukuran. Stasiun pengukuran direncanakan terdiri dari 8 statasiun pada gambar 2, yakni 1) Sungai Jenneberang 2)Muara sungai Jenneberang 3) daerah wisata Tanjung Bunga 4) Daerah losari/ laguna 5) kawasan pelabuhan 6) kawasan Potere 7) Sungai Tallo 8) muara Sungai Tallo

Penentuan stasiun dan penetapan parameter yang diukur didasarkan terutama pada :

- Jenis limbah yang terbawa oleh aliran sungai atau kanal (effluent) yang menjadi bahan pencemar


(3)

41 - Keterwakilan wilayah dan aktivitas yang menjadi sumber pencemar

seperti rumah tangga, industry dan wisata serta perikanan

- Ketentuan jenis-jenis parameter yang ditetapkan berdasarkan dalam standar baku mutu air laut untuk wisata dan perikanan

Sementara itu untuk pengukuran faktor sosial dan ekonomi dilakukan dengan interview dengan metode deep interview secara terstruktur terhadap kelompok sampel yang telah ditentukan dari berbagai macam aktivitas yang ada di daerah pesisir dan lautan Kota Makassar. Wawancara terhadap responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang ditunjang dengan observasi langsung terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor atau pengguna lahan (stakeholders) terdiri dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan pencemaran dan aktivitas wisata pantai dan perikanan

- Data Kualitas fisik dan Kimia Perairan

Data tentang kualitas biofisik meliputi data fisik seperti suhu, kekeruhan, salinitas, kedalaman, dan data kimia seperti, Suhu,, pH, Salinitas, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), NO3

Tabel 5 Parameter kualitas air yang diukur dan metode analisisnya

-N,. Beberapa parameter kualitas air serta metode pengukurannya didasarkan pada peruntukkan untuk kegiatan perikanan dan wisata dan mengacu pada Kepmen LH No 51 tahun 2004. Metode analisis dan metode pengukurannya disajikan pada tabel

Parameter Satuan Metode /alat Lokasi

I. Fisika

Suhu oC Tetrimetri In situ

Salinitas o% Refraktometer In situ

II. Kimia

pH - pH meter In situ

DO mg/l Tetrimetri In situ

BOD mg/l Titrimetri Winkler Lab.

COD mg/l Titrimetri dengan pemanasan Lab. Nitrat mg/l Spektrometrik/spektrometer Lab. Fosfat mg/l Spektrometrik/spektrometer Lab.


(4)

42

- Data pencemaran

Pencemaran perairan pantai kota terdiri dari limbah organik dan anorganik. Data beban limbah diperoleh melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai yang kemudian dibandingkan dengan baku mutu

- Tata Guna lahan

Data berupa peta tataguna lahan dan pemanfaatan sumberdaya yang saat ini dan perkembangan pengguanaan lahan beberapa tahun sebelumnya (temporal). Untuk diperlukan beberapa jenis data diantaranya Peta Rupa Bumi, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), peta bathimetri, peta administrasi,dan Citra Landsat

- Data Sosial dan Ekonomi

Data Jumlah unit usaha, jumlah pengunjung wisata, kelembagaan perikanan dan wisata, dan sebaran penduduk di kawasan pantai

3.2.2 Data Sekunder

Metode Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan berbagai laporan dari berbagai lembaga dan instansi yang terkait serta penelusuran berbagai pustaka yang ada. Jenis-jenis data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber berkaitan dengan berbagai hal yang dikaji dalam penelitian ini

Berbagai komponen data serta peramater yang diukur dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Komponen data dan Parameter yang diukur

No. Komponen Data Parameter

Data Primer

1. Kualitas Biofisik dan kimia Perairan

Total suspended Solid (TSS), Suhu, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia(BOD), kebutuhan oksigen kima (COD) NO3-N, PO4 2.

, pH, salinitas, kecepatan arus, suhu dan kecerahan Laju pencemaran

Pantai Bahan-bahan pencemar (polutan), kecepatan arus sungai dan kanal, luas penampang sungai dan kanal, debit air


(5)

43 3 Data Peta Peta Rupa Bumi, peta Lingkungan Pantai

Indonesia (LPI), peta batimetri, peta administrasi,dan Citra Landsat

4. Kebijakan

pembangunan dan pemanfaatan pantai kota makassar

Rencana Tata uang Wilayah pantai Kota Makassar serta Berbagai kebijakan pemerintah, (dinas perikanan dan kelautan, pariwisata, dan lainnya 5 Data Sosial dan

Ekonomi

Jumlah unit usaha Perikanan dan wisata, jumlah pengunjung wisata, kelembagaan perikanan dan wisata

Data Sekunder

1. Kondisi ekologi daerah pantai Kota Makassar

Data perubahan kondisi lahan, kualitas Air dan perubahan pemanfatan lahan pesisir

2 Perikanan dan Wisata Lokasi budidaya laut, Tempat Pelelangan Ikan, Pelabuhan Pendaratan Ikan, Jumlah pengunjung di tempat wisata, retribusi dan pendapatan daerah wisata

3 Data Sosial dan Ekonomi

Tingkat keuntungan usaha budidaya dan wisata pantai

Data sekunder yang dikumpulkan berkaitan dengan data kualitas air, kondisi geografi, perubahan tataguna lahan, Rencana Tata ruang dan administrasi wilayah, iklim, pemanfaatan wilayah pesisir dan laut, kondisi penduduk, keadaan sarana dan prasarana penunjang perikanan dan perikanan, serta tentang kondisi perikanan secara umum. Komponen data tersebut diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar , Kantor Pemerintahan Daerah, Pariwisata dan Biro Pusat Statistik (BPS) serta intansi terkait lainnya

3.3. Analisis Data

3.3.1 Analisis Pencemaran 3.3.1.1 Analisis Beban Limbah

Beban limbah yang berasal dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur melalui perkalian debit sungai dan kanal (m3

Q = V.A

/det) dengan konsentrasi limbah (mg/L). Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu :

Keterangan:

V = Kecepatan aliran sungai/kanal (m/det) A = Luas penampang sungai atau kanal (m2)


(6)

44

Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink,1993): BL = Q x C

Keterangan:

BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det) Q = Debit sungai/kanal (m3

C = Konsentrasi limbah (mg/L) /det)

Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 3.3.1.2. Analisis Kapasitas Asimilasi

x 3600 x 24 x 30

Pendugaan nilai kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya ke dalam suatu grafik, yang selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi biota dan budidaya berdasarkan Kep.Men KLH No. 51/Men-KLH/2004 dari titik potong yang diperoleh melalui grafik ini kemudian diketahui waktu (tahun) terjadinya dan selanjutnya dilihat nilai beban limbahnya. Nilai beban limbah inilah yang dimaksud dengan nilai kapasitas asimilasi (Dahuri, 1999). Metode ini adalah yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Kelemahan dari metode ini adalah hanya berdasarkan pada hubungan kualitas air dan beban limbahnya, tanpa memperhatikan berbagai dinamika perairan yang ada.

Gambar 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999)

Baku mutu

Kapasitas asimilasi Beban limbah Konsentrasi


(7)

45 Pencemaran pantai Kota Makassar secara matematis ditulis sebagai berikut :

y = f (x)

Secara maematis persamaan regresi linear dapat ditulis sebagai berikut : y = a + bx

Keterangan : x = Nilai parameter di sungai/kanal y = Nilai parameter di muara/pantai a = nilai tengah/rataan umum

b = keofisien regresi untuk parameter di sungai dan kanal

Gambar 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999) Asumsi :

1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan dalam penelitian

2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan tersebut. 3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based , Kegiatan di perairan

atau di laut tidak diperhitungkan. Beban Limbah Konsentrasi Pencemar Baku mutu Kapasitas asimilasi

3.3.1.3 Analisis Tingkat Pencemaran (Indeks pencemaran)

Tingkat pencemaran ditentukan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu BOD, COD, DO, pH. Adapun persamaan yang digunakan:

IPj = f (Ci/Lij Keterangan:

)

IP

j

L

= Indeks polusi bagi peruntukan air ij

C

= konsentrasi parameter untuk baku mutu peruntukan i

Karena pengukuran dalam metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan C

= Konsentrasi parameter kualitas air


(8)

46

acuan polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus Numerow (1991)

Keterangan: (C

i/Lij )R : nilai rata-rata Ci/L (C

ij

i/Lij )M: nilai maksimum Ci/L

Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu. Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut:

ij

0 ≤ P ij 1,0 ≤ P

≤ 1,0 → memenuhi baku mutu

ij 5,0 ≤ P

≤ 5,0 → tercemar ringan

ij P

≤ 10 → tercemar sedang

ij > 10 → tercemar berat

3.3.2 Analisis Daya Dukung Lingkungan

Menurut Ortolano (1994) bahwa dalam menganalisis daya dukung, terdapat dua faktor yang penting untuk dipertimbangkan yaitu yang terkait dengan:

a) Peubah pertumbuhan (growth variable), yaitu peubah pertumbuhan dapat direpresentasikan sebagai populasi atau ukuran kegiatan manusia

b) Faktor pembatas (limiting factor), yaitu sumberdaya alam, infrastruktur fisik dan elemen – elemen lain ketersediannya tidak berada dalam jumah yang terbatas sehingga faktor ini dapat menjadi kendala untuk faktor peubah pertumbuhan .

Widigdo (2004) mengemukakan bahwa penentu daya dukung suatu wilayah adalah :

(1) Kondisi biogeofisik wilayah, dan (2) permintaan manusia akan sumberdaya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan paradigma ini maka metode penghitungan daya dukung kawasan pesisir tersebut dilakukan dengan menganalisis:


(9)

47 (1) Kondisi (variables) biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan, dan (2) Variables sosekbud yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah pesisir, tetapi berpengaruh terhadap wilayah pesisir, akan Sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir.

3.3.2.1. Analisis Daya Dukung Budidaya KJA dan Rumput Laut

- Daya Dukung KJA. Penentuan daya dukung lingkungan untuk kegiatan perikanan di Pantai Kota Makassar mengacu pada berbagai paramater yang digunakan dalam analisis kesesuaian. Berdasarkan pengukuran berbagai parameter yang menjadi acuan maka ditentukan luasan areal budidaya perikanan Karamba Jaring Apung (KJA) yang dimungkinkan. Parameter tersebut antara lain:

a. Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai. Luas lahan (areal perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan.

b. Kapasitas lahan perairan. Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya rumput laut. Yang berbeda adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000), yaitu dengan luas (12 x 12) m2 = 144 m2 = 0,00014 km2

c. Luasan unit rakit KJA. Luasan unit rakit KJA adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x3) m

.

3

d. Daya Dukung Lahan. Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial.

.

Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya KJA dapat dianalisis dengan formula sebagai berikut : DDLKJA = LLS x KL


(10)

48 dimana :

DDLKJA

LLS = Luas lahan sesuai (ha)

= Daya dukung lahan budidaya dengan KJA (ha) KL = Kapasitas lahan (ha)

Sedangkan untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana : JUBKJA

DDL = Daya dukung lahan (ha)

= Jumlah unit budidaya dengan KJA (unit) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha)

- Daya Dukung Budidaya Rumput Laut : Daya dukung lahan budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya yang sesuai (katagori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain;

a. Luas lahan budidaya rumput laut yang sesuai

Luas lahan (areal perairan) budidaya rumput laut yang sesuai dapat di peroleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan GIS.

b. Kapasitas lahan perairan

Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus dan secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut

KL = = =

Dimana : KL = Kapasitas Lahan ∆ L = L2 – L

L

1 1

LUB DDL JUBKJA =

= Luas unit budidaya

% 100 x L L ∆ % 100 x L L L 2 1 2− % 100 x l p l p l p 2 2 1 1 2 2 −


(11)

49 L2

l

= Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya 1

l

= lebar unit budidaya 2

p

= lebar yang sesuai untuk satu unit budidaya 1

p

= panjang unit budidaya 2

= panjang yang sesuai untuk satu unit budidaya c. Luasan Unit Budidaya

Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut, dimana setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang digunakan.

d. Daya Dukung Lahan

Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial.

Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

DDLRL dimana : DDL

= LLS x KL RL

LLS = Luas lahan sesuai (ha)

= Daya dukung lahan budidaya rumput laut (ha) KL = Kapasitas lahan (ha)

Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :

dimana : JUB RL

DDL = Daya dukung lahan (ha)

= Jumlah unit budidaya rumput laut (unit) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha)

3.3.2.2 Analisis Daya Dukung Wisata

Analisis daya dukung pada pengembangan wisata mengacu kepada konsep ekowisata bahari yang dikelompokkan kedalam wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olah raga dan menikmati pemandangan. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisata pantai yaitu dengan pendekatan konsep Daya Dukung

LUB DDL JUB


(12)

50

Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. DDK dapat dihitung dengan formula:

Dimana :

DDK = Daya dukung kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.

Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)

Jenis Kegiatan

K (∑

Pengunjung)

Unit

Area (Lt) Keterangan Selam

2 1000 m Setiap 2 orang dalam 100 m x 10 m

2

Snorkling 1 250 m2 Setiap 1 orang dalam 50 x 5 m

Wisata

Mangrove 1 50 m

Dihitung panjang track, setiap 1 orang sepanjang 50 m 2

Rekreasi Pantai 1 50 m2 1 orang setiap panjang pantai Wisata Olah

Raga 1 50 m

1 orang setiap 50 m panjang pantai

2

Sumber : Yulianda (2007)

Daya dukung kawasan disesuaikan karakteristik sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata selam ditentukan sebaran dan kondisi terumbu karang, daya dukung wisata pantai ditentukan panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horisontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung) lainnya. Wp Wt x Lt Lp x K DDK =


(13)

51 Tabel 8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata

No. Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Wp – (jam)

Total waktu 1 hari Wt – (jam)

1 Selam 2 8

2 Snorkling 3 6

3 Berenang 2 4

4 Berperahu 1 8

5 Berjemur 2 4

6 Rekreasi pantai 3 6

7 Olah raga air 2 4

8 Memancing 3 6

9 Wisata mangrove 2 8

10 Wisata lamun dan

ekosistem lainnya 2 4

11 Wisata satwa 2 4

Sumber: Yulianda (2007)

Khusus untuk wisata selam luas terumbu karang mempertimbangkan kondisi komunitas karang. Persen tutupan karang menggambarkan kondisi dan daya dukung karang. Jika kondisi komunitas karang disuatu kawasan baik dengan tutupan 76%, maka luas area selam di terumbu karang yang dapat dimanfaatkan adalah 76% dari luas hamparan karang (Yulianda, 2007).

3.3.3. Analisis Sistem dan Pemodelan

Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno,1999).

Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999).


(14)

52

Prosedur analisis sistem meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi (Eriyatno, 1999). Identifikasi sistem diagram lingkar sebab-akibat kemudian diinterpretasikan untuk membangun konsep kotak gelap (black box) diagram input-output. Diagram input-output merepresentasikan input lingkungan, input terkendali dan tak terkendali, output dikehendaki dan tak dikehendaki, serta manajemen pengendalian.. Pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi actual. Tujuannya adalah untuk menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat, sehingga dapat dibangun struktur modelnya. Teknik kuantitatif dan simulasi digunakan untuk mengkaji keterkaitan antar peubah dalam sebuah model (Eriyatno, 1999).

Gambar 4. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) Model Pengelolaan Wisata dan Perikanan Berkelanjutan di Pantai Kota Makassar

Income perkapita + - Pencemaran penduduk Industri Aktivitas Perikanan Limbah Pajak dan retribusi pendapatan Aktivitas Wisata pantai Kerusakan lingkungan PDB Sektor Jumlah pengunjung Daya dukung Peningkatan Kualitas lingkungan treatment Kesejahteraan meningkat Daya beli + + + + + + + + + + + + + - - - - - -


(15)

53 Dalam simulasi model pemanfaatan wilayah pantai Makassar untuk kegiatan Wisata pantai dan perikanan, optimasi ini akan dilakukan tiga skenario, yaitu :

1. Skenario laju pencemaran pantai kota (ekologi), perkembangan berbagai faktor ekonomi dan sosial serta kegiatan pemanfataan untuk wisata dan perikanan seperti kondisi sekarang.

2. Skenario pesimis, meningkatkatkan laju pencemaran (tekanan ekologi), dan tekanan sosial ekonomi terhadap kegiatan wisata pantai dan perikanan terpadu. 3. Skenario optimis, laju pencemaran dikendalikan dan faktor sosial dan ekonomi yang kondusif untuk mendukung wisata pantai dan perikanan.

Analisis model optimalisasi ini akan menggunakan alat bantu perangkat lunak stella versi 9.0.2 (High PerformanceSystem, Inc., 2007).

Tabel 9 Tujuan dan metode analisis model pengelolaan wisata pantai dan perikanan

NO Tujuan Metode analisis

1 Mengukur kondisi fisika dan kimia perairan pantai Kota Makassar

- Pengukuran data lapangan dan analisis laboratorium untuk parameter : Kecepatan arus, pH, Suhu,, salinitas, Disolved

Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD), COD, NO3,PO4 2 Mengetahui Daya dukung

untuk Wisata dan Perikanan

- Pengukuran daya dukung lahan untuk kegiatan wisata pantai dan perikanan budidaya KJA serta rumput laut

3 Mengetahui tingkat laju pencemaran

- Mengukur beban limbah, indeks pencemaran kapasitas asimilasi

4

Mengetahui pengaruh berbagai faktor sosial pada kegiatan wisata dan

perikanan

- Menghitung tingkat pendapatan, kelayakan usaha, PDB subsektor wisata dan perikanan, daya serap tenaga kerja 5 Merancang model dinamik

pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan wisata dan perikanan

- Analisis sistem dan pemodelan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi yakni ekologi, sosial dan ekonomi dengan software stella versi 9.0.2

Tahapan analisis rancangan model pengelolaan wisata pantai dan perikanan di pantai Kota Makassar dapat dilihat pada skema gambar 5 :


(16)

54

Gambar 5. Model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan

Analisis Kelayakan

Ekonomi

Industri dan Perdagangan

Perikanan Wisata Pemukiman

Penduduk

Tata ruang pantai Kota Makassar

Lingkungan Pantai

Daya Dukung (Kelayakan ekologis)

Pencemaran Wisata

Pantai

Perikanan Terpadu

Pertumbuhan penduduk

Desain Model Perikanan & Wisata

Pengelolaan Wisata pantai dan Perikanan Berkelanjutan

Perubahan Habitat

Tata ruang daratan (Up

Pencemaran dari sungai dan Kanal

Analisis daya

dukung

Analisis Sistem dan Pemodelan Pengelolaan Pantai

Kota Makassar

Analisis pencemaran, beban Limbah, Kapasitas Asimilasi

Perikanan Wisata Industri dan Bisnis


(17)

MODEL PENGELOLAAN PENCEMARAN PERAIRAN

PESISIR BAGI KEBERLANJUTAN PERIKANAN DAN

WISATA PANTAI KOTA MAKASSAR

HAMZAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(18)

(19)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Kota Makassar adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Hamzah


(20)

(21)

ABSTRACT

HAMZAH. Management Pollution Model for Sustainability Tourism and Fisheries in Coastal Areas of Makassar City. Under direction of ACHMAD FAHRUDIN, HEFNI EFFENDI, ISMUDI MUCHSIN

Coastal areas of Makassar have a rapid development growth deployed with various activities including tourism and fisheries. Such resource utilizations have impacted coastal environment particularly its water quality. This research is intended to assess bio-physical condition, water quality, pollution loading, pollution level, land suitability, land carrying capacity for tourism and fisheries activities, and to develop sustainable management model of the activities for the coastal area. Geographical information system was applied to determine land suitability, whereas computation of pollution total loading, assimilative capacity, and pollution index were applied to determine water quality. Sustainable management model was developed using Stella version 9.0.2 software. Research results showed that the coastal area of Makassar was generally suitable for tourism and fisheries activities, with exclusion in several locations. Furthermore, pollution loading from Jenneberang and Tallo rivers along with several major water channels was high. Pollution index of Jenneberang river, harbor, and Tallo river stations were low, and pollution index for Tanjung Bunga, Losari beach, Potere, downstream of Tallo river, Panampu channel, Benteng, H Bau, and Jongaya stations were moderate. Amongst measured water quality parameters, only BOD5 has value below allowed concentration standard, while values of other

parameters, specifically COD, NO3 and PO4,

Keywords:

have surpassed allowed standard, and in some stations have even surpassed assimilative capacity. Modeling result using base, pessimistic, and optimistic models showed that coastal management of Makassar City can sustain if water quality of the area was preserved through pollution loading controls.


(22)

(23)

RINGKASAN

HAMZAH. Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Kota Makassar. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN, HEFNI EFFENDI, ISMUDI MUCHSIN

Kota Makassar adalah salah satu kota yang berada di pesisir pantai dengan perkembangan pembangunan yang cepat dengan daya tarik dan potensi yang besar. Perkembangan dan pertumbuhan Kota Makassar tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai Kota yang sangat dinamis. Hampir semua aspek pemanfaatan untuk pembangunan di Kota makassar dapat kita temui di kawasan pesisir pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya perikanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi kawasan ini. Bentuk-bentuk kegiatan pemanfaatan yang telah dilakukan di lingkungan pantai Kota Makassar antara lain pembukaan kawasan wisata Tanjung Bunga, pembuatan anjungan pantai, pembangunan kawasan pemukiman, pusat perdagangan dan bisnis serta perhotelan. Kegiatan pemanfaatan ini bisa saja berdampak pada perubahan kualitas perairan pantai kota yang diakibatkan dari limbah yang dihasilkan

Pencemaran yang terjadi di sepanjang pantai Kota Makassar diduga berasal dari aktivitas pemanfaatan yang ada di sepanjang kawasan tersebut. Selain itu pencemaran yang terjadi berasal dari limbah yang terbawa aliran Sungai Tallo dan Jenneberang serta aliran kanal dan drainase kota yang kesemuanya bermuara di kawasan pantai. Jumlah dan intensitas limbah yang terbawa oleh aliran sungai dan kanal berasal dari aktivitas industri, pemukiman dan wisata di daerah daratan. Kualitas perairan juga bergantung pada berbagai faktor diantaranya daya asimilasi lingkungan yang bergantung pada berbagai faktor fisik, biologi dan kimia dari perairan tersebut. Kondisi lingkungan perairan yang baik, akan memberikan dukungan pada aktifitas wisata pantai bagi masyarakat pengunjung yang akan merasa lebih nyaman. Aktifitas perikanan dapat juga dilakukan dengan baik apabila didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang baik. Kualitas lingkungan yang kurang baik akibat dari pencemaran yang terjadi pada pesisir pantai Kota Makassar dapat memberikan pengaruh pada aktivitas wisata bahari dan perikanan.

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran dan mengukur beban limbah serta kapasitas asimilasi di perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran sungai serta kanal yang berasal dari daratan. Selain itu untuk mengetahui kondisi daya dukung lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar akibat pencemaran yang terjadi sertaMembuat model pengelolaan pencemaran yang terjadi di perairan pesisir untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar

Penelitian ini dilakukan di kawasan pesisir kota Makassar Sulawesi Selatan. Jenis dan sumber data yang digunakan yakni data primer bersumber dari pengukuran langsung (insitu) dan laboratorium, observasi dan wawancara langsung dengan contoh atau responden (wisatawan, industri, pengusaha wisata, masyarakat lokal dan staf pemerintah) di lapangan. Data sekunder diperoleh dari


(24)

studi pustaka dan dari instansi terkait. Kajian kesesuaian kawasan pesisir kota Makassar untuk pemanfaatan wisata dan perkanan menggunakan metode analisis spasial dengan pendekatan Sistim Informasi Geografis (SIG), sedangkan untuk mengetahui kualitas perairan pantai dilakukan perhitungan jumlah beban limbah, kapasitas asimilasi perairan dan mengukur indeks pencemaran dari limbah yang masuk melalui sungai dan kanal. Untuk mengetahui keberlanjutan dari pemanfaatan wisata dan perikanan dianalisi dengan membuat model dinamik dengan bantuan software stella versi 9.0.2 yang dibuat dalam 3 skenario yakni basis model, skenario pesismis dan optimis, yang selanjutnya dibuat rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan.

Hasil perhitungan daya dukung lahan untuk KJA 8,796 ha, jumlah unit KJA yang dapat di dukung adalah 3.258 unit. Dengan menggunakan metode budidaya sistem long line dengan ukuran 40 x 60 m dan kapasitas lahan yang memungkinkan 50% dari kapasitas lahan, diperoleh 231 unit pada kawasan seluas 554,25 ha. Daya dukung wisata pantai: P kayangan 15 orang;P Lae-lae 53 orang; Tanjung Bayam, Tanjung Bunga dan Akarena 162 orang; pantai Losari 137 orang; Pantai Barombong 47 orang, sedang daya dukung untuk kegiatan wisata selam pada perairan pantai kota Makassar adalah 344 org/hari.

Hasil analisis kualitas perairan menunjukkan bahwa aliran beban limbah yang berasal dari sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta beberapa kanal utama yang bermuara di pantai kota Makassar cukup tinggi. Beban limbah bulanan rata-rata (ton/bulan) adalah BOD5 25596.42, COD 146178.40, NO3 227.82, PO4 1565.28. Indeks pencemaran yang menunjukkan tingkat pencemaran menunjukkan bahwa Sungai Jenneberang, Muara Sungai Jenneberang, Pelabuhan, Sungai Tallo tercemar ringan, sedangkan stasiun Tanjung Bunga, Pantai losari, Potere, Muara Sungai Tallo, Kanal Panampu, Benteng, H Bau, Jongaya termasuk tercemar sedang.Parameter limbah yang belum melampaui kapsitas asimilasi karena mempunyai nilai konsentrasi yang belum melewati batas baku mutu air yang diperkenankan adalah BOD5. Namun untuk parameter COD, NO3 dan PO4

Hasil analisis model pengelolaan dengan penerapan 3 skenario yakni model basis, skenario pesimis dan skenario optimis menunjukkan bahwa pengelolaan pesisir pantai Kota Makassar dapat berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan perairan yang ada dengan penerapan pengendalian beban limbah. Beberapa kebijakan yang penting dilakukan agar pengelolaan di pantai kota Makassar dapat berkelanjutan diantaranya adalah pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk, tingkat kesadaran masyarakat akan lingkungan, penyediaan instalasi pengolahan air limbah untuk setiap sumber pencemar, dan peningkatan alokasi anggaran untuk konservasi lingkungan terutama terumbu karang

telah melewati batas baku mutu dan beberapa stasiun telah melampaui kapasitas asimilasinya.


(25)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(26)

(27)

MODEL PENGELOLAAN PENCEMARAN PERAIRAN

PESISIR BAGI KEBERLANJUTAN PERIKANAN DAN

WISATA PANTAI KOTA MAKASSAR

HAMZAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(28)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiyandi, M.Sc Prof. Dr. Ir. H.M. Natsir Nessa, M.S


(29)

Judu l Disertasi : Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Kota Makassar

Nama : Hamzah NRP : C261060051

Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si

Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin

Anggota Anggota

Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phill

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(30)

(31)

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan karunia dan rakhmat-Nya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Tema yang penulis kaji adalah pengelolaan pencemaran pantai dengan judul Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Kota Makassar

Tekanan terhadap ekosistem pantai kota dan kualitas perairan pesisir terjadi semakin tinggi akibat Pemanfaatan sumberdaya pesisir pantai yang dilakukan untuk kepentingan pembangunan, terutama beban pencemaran . Hal ini sering terjadi untuk wilayah pesisir yang berada dikawasan perkotaan seperti di Pantai Kota Makassar. Model pengelolaan pesisir dirasa sangat perlu untuk dijadikan sebagai acuan pembangunan dalam pengelolaan pesisir sekaligus memperkirakan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan pesisir

Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi Pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr.Ir. Achmad Fahrudin, M.Si serta Bapak Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin dan Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phill masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, arahan, dan dukungannya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Tak lupa ucapan terima kasih buat seluruh staf pengajar pada Program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Ucapan terima kasih pula penulis haturkan kepada Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPS, dan pimpinan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan izin studi. ucapan terima terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Koji Tanaka dan Prof okamoto Masaaki atas bimbingan dan izin yang diberikan kepada penulis selama menjalani Program Sandwich di Universitas Kyoto. Tak lupa ucapan terima kasih buat rekan-rekan di SPL yang terus memberikan semangat dan berbagai bantuan yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu

Ucapan terima kasih tak terhingga dan terhusus kepada istri tercinta Fatmawaty Amry dan anak-anakku tersayang Nurul Inayah Febriani, dan Anisah Jasmine Puspita yang telah memberikan cinta dan kasih sayang,pengertian, kesabaran, doa dan pengorbanannya, mulai dari awal studi sampai disertasi ini terselesaikan.

Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan perbaikannya akan sangat kami harapkan. Semoga disertasi ini bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

Bogor, Januari 2012

Hamzah


(32)

(33)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 26 Januari 1971 sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan H. Tahang Dg Passanre dan Hj Intang. Selepas lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Watampone tahun 1991, penulis melanjutkan studi di Universitas Hasanuddin Makassar pada Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan S2 pada program pascasarjana Universitas Hasanuddin dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) untuk Program Studi Ekonomi Sumberdaya Alam pada tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan studi program Doktor pada program studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006 dengan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Saat ini penulis berkerja sebagai staf pengajar pada jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar sejak tahun 2000. Bidang ilmu yang ditekuni adalah ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Selain itu penulis juga melakukan beberapa penelitian mengenai ekonomi sumberdaya diantaranya di perairan pulau Barrang Lompo serta penelitian-penelitian mengenai terumbu karang dan kaitannya dengan sosial ekonomi pada beberapa lokasi diantara kepulauan Spermonde dan Pulau-pulau Sembilan. Adapun bidang ilmu yang digeluti sejak penelitian disertasi adalah Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan terutama mengenai pencemaran perairan pesisir. Artikel yang rencananya diterbitkan adalah Beban pencemaran dan Kapasitas Asimilasi dalam Pengelolaan Pesisir Kota Makassar Sulawesi Selatan pada jurnal Mutiara universitas Muslim Indonesia Makassar, serta artikel Kesesuaian Lahan dan Daya dukung Lahan untuk Kegiatan Wisata dan Perikanan di Pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan pada jurnal Agrisains Universitas Tadulako. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis


(34)

xx

xix

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xxi DAFTAR GAMBAR ... xxiii DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6 1.4. Kerangka Pemikiran ... 7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya... 9 2.2 Pencemaran dan Dampak Terhadap Kualitas Perairan …….... 11 2.3 Konsep Kesesuain Lingkungan ... 13 2.4 Konsep Daya Dukung Lingkungan Perairan... 15 2.5 Sistem dan Pemodelan .……… 21 2.6 Pengindraan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) …... 23 2.7 Wisata Pantai ………... 27 2.8 Pemanfaatan Perikanan …...………. 31 2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...…….……… 33 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Daerah Penelitian ... 39 3.2. Metode Pengumpulan Data ..……… 40 3.2.1 Data Primer .……… 40 3.2.2 Data Sekunder .……… 42 3.3. Analisis Data ..……….. 43 3.3.1 Analisis Pencemaran .………….………. 43 3.3.2 Analisis Daya Dukung ...……….. 46 3.3.3 Analisis Sistem dan Pemodelan .………. 51 4. KARAKTERISTIK UMUM WILAYAH STUDI

4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah ……… 55 4.2 Kondisi Biofisik .……….. 55 4.3 Ekosistem Pantai ……….. 62 4.4 Demografi ……… 63 4.5 Pariwisata .……… 66 4.6 Potensi dan Permasalahan Kawasan Pantai Losari Makassar . 68 4.7 Isu-isu Pengelolaan Sepanjang Pantai Kota Makassar ……… 71 4.8 Arahan Pengendalian Saat ini .………. 72 5. PENCEMARAN PANTAI KOTA MAKASSAR

5.1 Beban Pencemaran Perairan Pantai Kota Makassar ………… 75 5.2 Tingkat Pencemaran Pantai Kota Makassar ...………. 79


(35)

xx

xix

5.3 Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai Kota Makassar ………... 80 5.4 Hubungan Pencemaran Perairan dan Perikanan ……….. 83 5.5 Pencemaran dan Daya Dukung lingkungan Pantai ..………… 95 6. MODEL PENGELOLAAN PENCEMARAN

6.1 Penyusunan Skenario Model .……….. 103 6.2 Pembangunan Model .……….. 104 6.3 Simulasi Model Pengelolaan .……….. 107 6.4 Basis Model Pengelolaan Pencemaran ..……….. 112 6.5 Skenario Pesimis ..………... 123 6.6 Skenario Optimis ..………... 133 6.7 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Pencemaran Pesisir ……… 144 7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ……….. 147 7.2 Saran ……… 148 DAFTAR PUSTAKA ……… 149 LAMPIRAN ….……….. 157


(36)

xx

xix DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Baku mutu untuk kegiatan budidaya dan wisata bahari……….……. 14 2. Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir khususnya di bidang

perikanan ………. 26 3. Nilai beberapa parameter kualitas air di muara sungai Tallo

dan Jenneberang………... 35 4. Jenis dan kelimpahan makrozoobenthos yang ditemukan di muara

Sungai Tallo dan Sungai Jenneberang………. 36 5 Parameter kualitas air yang diukur dan metode analisisnya ………... 41 6. Komponen data dan parameter yang diukur………. 42 7. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) ... 50 8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata …….. 51 9. Tujuan dan metode analisis model pengelolaan wisata pantai

dan perikanan……… 53 10. Jumlah penduduk menurut kecamatan, jenis kelamin dan sex rasio

di kota Makassar ………. 64 11. Jumlah penduduk dirinci menurut kecamatan di kota Makassar …….

65 12. Beban pencemaran Bulanan dari Sungai. Jenneberang dan Sungai

Tallo di pantai Kota Makassar ……… 77 13. Tingkat pencemaran di lingkungan pantai kota Makassar ………….. 79 14. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan ………. 86 15. Lokasi dan daya dukung untuk wisata pantai ………. 100 16. Nilai dugaan parameter pada sub-sub model pengelolaan

pengelolaan pencemamaran pantai kota Makassar .………. 104 17. Kebijkan dan program pengelolaan pesisir Kota Makassar


(37)

xx


(38)

xx

xix DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Kerangka pemikiran dinamika dan dampak pencemaran terhadap

aktivitas perikanan dan wisata di pantai Kota Makassar .………. 8 2. Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk

keberlanjutan wisata dan perikanan ... 39 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri,1999) 44 4. Diagram lingkar Sebab Akibat (causal loop) model pengelolaan

wisata dan perikanan berkelanjutan di pantai Kota Makassar ... 52 5. Model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan wisata dan

perikanan di pantai Kota Makassar..……… 54 6. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Makassar 2007 – 2009 ……… 65 7. Komposisi beban limbah BOD5

77 dan COD berdasarkan aliran sungai

dan kanal ………

8. Komposisi beban limbah NO3 dan PO4 berdasarkan aliran sungai 78

dan kanal ……….

9 . Kapasitas asimilasi BOD5 dan COD di pantai Kota Makassar ……… 81

10. Kapasitas asimilasi NO3 dan PO4 di pantai Kota Makassar………….. 82

11. Sebaran suhu pada berbagai stasiun pengamatan ………. 84 12. Sebaran pH pada berbagai stasiun pengamatan………. 85 13. Sebaran kadar salinitas pada berbagai stasiun pengamatan…………... 87 14. Sebaran kadar DO pada berbagai stasiun pengamatan ………. 89 15.Sebaran kadar BOD5 pada berbagai stasiun pengamatan ………. 91

16. Sebaran kadar COD pada berbagai stasiun pengamatan ……….. 92 17. Sebaran kadar NO3pada berbagai stasiun pengamatan ………... 94

18. Sebaran kadar PO4 pada berbagai stasiun pengamatan ……… 95

19 Model pengelolaan pencemaran perairan Makassar ……… 106 20. Sub model beban limbah BOD5 ………... ……… 108

21. Sub model beban limbah COD ……… 109 22. Sub model beban limbah NO3 ... 110

23. Sub model beban limbah PO4 ……….. 111

24. Sub Model Ekonomi dan IPAL ………... 112 25. Hasil Simulasi Beban limbah BOD5 Skenario Basis ………... 113

26. Hasil Simulasi Beban limbah COD Skenario Basis ……… 114 27. Hasil simulasi beban limbah NO3 skenario basis ……… 115

28. Hasil simulasi beban limbah PO4 skenario basis ………. 115

29. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban


(39)

xx

xix

30. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah COD skenario basis ………. 117 31. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah NO3 skenario basis ...……… 118

32. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah PO4 skenario basis ...………... 119

33. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan

wisata skenario basis ……….... 120 34. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan

dan manfaat perikanan dan wisata skenario basis ………. 122 35. Hasil simulasi beban limbah BOD5 Skenario pesimis 124

36. Hasil simulasi beban limbah COD Skenario pesimis …...………... 124 37. Hasil simulasi beban limbah NO3 Skenario pesimis 125

38. Hasil simulasi beban limbah PO4 Skenario pesimis ...……….. 126

39. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

Limbah BOD5 skenario pesimis 127

40. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

Limbah COD skenario pesimis … ……… 128 41. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah NO5 skenario pesimis 129

42. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

Limbah PO4 skenario pesimis 130

43. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan

wisata skenario pesimis ………... 131 44. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan dan

manfaat perikanan dan wisata skenario pesimis ………... 133 45. Hasil simulasi beban limbah BOD5 Skenario optimis………... 134

46. Hasil simulasi beban limbah COD Skenario optimis ……….……... 135 47. Hasil simulasi beban limbah NO3 Skenario optimis 136

48. Hasil simulasi beban limbah PO4 Skenario optimis ………. 137

49. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah BOD5 skenario optimis ………. 138

50. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah COD skenario optimis ……….. 139 51. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah NO3 skenario optimis 139

52. Status Keberlanjutan Perikanan dan wisata berdasarkan beban

limbah PO4 skenario optimis ...………. 140

53. Hasil simulasi nilai kompensasi terhadap manfaat perikanan dan

wisata skenario optimis ………... 141 54. Hasil simulasi nilai efektifitas IPAL terhadap nilai keuntungan


(40)

xx

xix

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1 Data Pengukuran Parameter Fisik di Pantai Kota Makassar ...…..

2 Data Pengukuran Parameter Kimia di Pantai Kota Makassar ..….. 159 3 Perhitungan beban Pencemaran bulanan pantai Kota Makassar … 160 4 Perhitungan Indeks Pencemaran Pantai Kota Makassar …………. 161 5 Sub Model beban Limbah BOD ………. 165 6 Sub Model beban Limbah COD ………. 167 7 Sub Model beban Limbah NO3 ……….. 168 8 Sub Model beban Limbah PO4 ………... 170 9 Sub Model Ekonomi IPAL ………. 172 10 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KepMen

LH No.51/MENLH/10/2004 tentang Baku Mutu air laut untuk

wisata Bahari ………... 174 11 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KepMen

LH No.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri ………..………..


(41)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota di dunia dengan penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa terdapat di wilayah pantai (UNESCO, 1993; Edgen, 1993; dalam Kay dan Alder, 1999). Keadaan serupa juga terjadi di Indonesia yang hampir 60% jumlah penduduk kota-kota besar (seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan dan Makassar) menyebar di kawasan pantai (Dahuri, dkk, 2001). Pertumbuhan dan konsentrasi penduduk yang tinggi seperti Kota Makassar mengakibatkan tekanan yang tinggi terhadap lingkungan pantai, sepert pencemaran perairan

Berdasarkan rencana tata ruang, wilayah pantai Kota Makassar akan menjadi berbagai kawasan yang dibagi berdasarkan kesesuaian lingkungan dan pemanfaatannya. Kawasan-kawasan tersebut diantaranya kawasan pariwisata, perikanan terpadu, pelabuhan terpadu, bisnis dan perdagangan serta kawasan pemukiman. Dalam perkembangan terakhir, pantai kota Makassar telah banyak mengalami perubahan dan perkembangan akibat dari adanya kegiatan pembangunan. Kawasan pantai Kota Makassar sendiri telah mengalami perubahan sesuai dengan laju pertumbuhan pembangunan yang mengalami kendala dalam penyediaan lahan untuk pembangunan. Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan lahan akibat pembangunan adalah dengan melakukan reklamasi.

Beberapa daerah di Indonesia juga melakukan kegiatan reklamasi untuk memenuhi kebutuhan pembangunan akan lahan seperti reklamasi pantai utara Jakarta untuk kawasan pemukiman, reklamasi laut Bali Benoa seluas 300 Ha, Pantai utara semarang serta reklamasi pantai utara Surabaya. Pada Negara-negara maju lainnya, kegiatan reklamasi merupakan salah satu alternative solusi dalam mengantisipasi kebutuhan lahan untuk pembangunan. Salah satu contoh kegiatan reklamasi pantai dan laut yang terkenal adalah Jepang yang membangun bandara internasional Kansai di tengah laut.


(42)

2

Sejak tahun 2003 pemerintah Kota Makassar menerapkan sistem manajemen pesisir dan lautan terpadu (integrated coastal zone Management) pada pantai kota dengan revitalisasi, yaitu upaya untuk memperbaiki kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya baik tetapi mengalami kemunduran atau degradasi. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra dari suatu tempat) (Danisworo, 2002). Kegiatan revitalisasi yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi perairan dan lingkungan pantai kota agar dapat mendukung aktivitas pemanfaatan. Pendekatan pembangunan pesisir secara terpadu sangat diperlukan mengingat adanya berbagai kegiatan pemanfaatan antara lain pariwisata, perikanan, bisnis dan pemukiman, sehingga diharapkan berbagai jenis kegiatan pemanfaatan pada pantai kota dapat berjalan dengan baik.

Kegiatan reklamasi di kawasan pantai kota selain memberikan manfaat ketersediaan ruang untuk pembangunan juga akan menimbulkan sisi negatif berupa perubahan habitat dan ekosistem seperti penurunan kualitas lingkungan, perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi yang akan merusak ekosistem pantai diantaranya terumbu karang dan padang lamun. Akibat-akibat negatif ini juga akan terjadi bila kegiatan pembangunan berupa revitalisasi dan reklamasi tidak dilakukan dengan bijak dan pertimbangan yang matang. Reklamasi dalam artian umum adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah/pengurukan pada suatu kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna/masih kosong dan berair menjadi lahan berguna. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Tekanan terhadap ekosistem pantai kota dan kualitas perairan pesisir terjadi semakin tinggi dengan adanya proyek Central Point of Indonesia (CPI). Proyek CPI ini sendiri telah dimulai tahun 2009, dengan membangun berbagai fasilitas di sepanjang pantai kota antara lain museum, kawasan bisnis, taman dan lapangan golf. Luas area yang dibangun dari reklamasi pantai adalah sekitar 157 ha

Pada berbagai aktivitas pemanfaatan yang ada di kawasan pantai Kota Makassar seperti kegiatan wisata pantai, pemukiman, pelabuhan, dapat memberikan dampak pada perubahan kualitas perairan. Hal ini dikarenakan


(43)

3 adanya pencemaran dari limbah yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas yang ada. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah cair maupun limbah padat. Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, dengan demikian perairan yang sudah tidak lagi berfungsi secara normal dapat dikategorikan sebagai perairan tercemar. Ketchum (1971) lebih jauh menegaskan bahwa pencemaran disebabkan oleh masuknya zat-zat asing ke dalam lingkungan, sebagai akibat dari tindakan manusia, yang merubah sifat-sifat fisik, kimia, dan biologis lingkungannya. Bahan-bahan pencemar tersebut digolongkan ke dalam tiga tipe yaitu: (1) patogenik (menyebabkan penyakit pada manusia), (2) estetik (menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak nyaman berdasarkan panca indera) dan (3) ekomorpik (bahan cemar yang menyebabkan perubahan sifat sifat fisika lingkungan).

Pencemaran pada perairan pantai Makassar diduga sangat tinggi karena terdapat 2 sungai besar yakni Jenneberang dan Tallo serta kanal dan drainase kota yang kesemuanya bermuara di Pantai Kota Makassar. Kualitas perairan dapat diperkirakan dengan membandingkan dengan standar baku mutu kualitas air. Dinamika kualitas air pantai ditentukan oleh laju beban limbah yang masuk pada perairan yang terbawa oleh aliran sungai dan kanal. Selain itu tingkat pencemaran yang ada juga berasal dari limbah yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas pemanfaatan yang ada disepanjang pantai. Apabila pencemaran berupa limbah yang masuk ke dalam perairan pantai kota tidak tertangani dengan baik, maka diperkirakan daya dukung perairan pantai akan mengalami penurunan dan tidak mampu menopang aktivitas pemanfaatan yang ada

Dalam Perda Kota Makassar No 6 tahun 2006 tentang Tata Ruang Wilayah kota Makassar mencakup kawasan wisata pantai dan perikanan. Aktivitas pada kawasan ini sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan ekologis yang ada. Selain dari faktor ekologis, aktivitas pemanfaatan pada kawasan ini juga dipengaruhi oleh faktor lain yakni kondisi sosial dan ekonomi. Berbagai faktor sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi aktivitas wisata dan perikanan diantaranya pertumbuhan penduduk, tingkat kesejahteraan dan tingkat pendapatan


(44)

4

Faktor sosial seperti jumlah penduduk misalnya selain mempangaruhi banyaknya limbah yang dihasilkan, juga mempengaruhi jumlah pengunjung serta besarnya permintaan terhadap wisata. Jumlah konsumsi ikan yang dihasilkan dari aktivitas perikanan, juga dpengaruhi oleh jumlah penduduk. Adapun faktor ekonomi misalnya tingkat pendapatan akan menentukan kemampuan konsumsi dan daya beli masyarakat yang berkaitan dengan jumlah kunjungan untuk wisata, serta jumlah konsumsi ikan yang dihasilkan dari aktivitas perikanan yang ada di pantai kota Makassar. Jadi keberadaan dan keberlanjutan aktivitas wisata pantai dan perikanan yang ada di Pantai Kota Makassar bukan saja ditentukan oleh kelayakan ekologis berupa daya dukung lingkunan, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan ekonomi

Beban limbah yang masuk ke parairan pesisir Kota Makassar saat ini sedang diusahakan untuk dapat diatasi oleh pemerintah Kota Makassar. Salah satu program yang sedang dilakukan oleh pemerintah adalah membangun sistem pengolahan air limbah (IPAL). Dengan adanya IPAL ini diharapkan beban limbah yang berasal dari penduduk dan industry kecil yang ada di Kota Makassar dapat diatasi, yakni dengan mengalirkan limbah dari rumah penduduk yang dialirkan melalui pipa-pipa limbah untuk diolah di IPAL. Setelah limbah-limbah tersebut diolah sampai memenuhi standar yang aman bagi lingkungan, kemudian akan dibuang ke perairan. Jadi dengan dibangunnya IPAL diharapkan akan membuat lingkungan perairan pesisir Kota Makassar dapat bebas dari limbah. Salah satu kendala yang dihadapi adalah bagaimana IPAL tersebut dapat dibangun oleh pemerintah mengingat biaya pembuatan IPAL yang relatif besar.

Mengacu pada uraian di atas, kegiatan pemanfaaan lingkungan pantai untuk wisata dan perikanan terpadu yang ada di pantai Kota Makassar tidak hanya didukung oleh faktor ekologis tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan ekonomi. Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara aktivitas pemanfaatan lingkungan pantai untuk wisata dan perikanan dengan kualitas perairan dan ekosistem serta kondisi sosial dan ekonomi. Kualitas air yang ada di perairan pantai yang baik, kondisi sosial dan ekonomi yang kondusif akan mendukung aktivitas perikanan dan wisata pantai, sebaliknya wisata pantai dan aktivitas perikanan yang ada juga memberikan kontribusi terhadap kualitas


(45)

5 perairan pantai dari limbah atau sampah yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang diarahkan untuk mengelola dan mengatasi beban dan dampak pencemaran terhadap lingkungan pesisir Kota Makassar. Selain itu dibutuhkan suatu model dan rancangan pengelolaan pencemaran yang baik untuk aktivitas wisata dan perikanan yang berkelanjutan di Kota Makassar.

1.2 Perumusan Masalah

Kota Makassar adalah salah satu kota yang berada di pesisir pantai dengan perkembangan pembangunan yang cepat dengan daya tarik dan potensi yang besar. Perkembangangan dan pertumbuhan Kota Makassar tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai Kota yang sangat dinamis. Hampir semua aspek pemanfaatan untuk pembangunan di Kota Makassar dapat kita temui di kawasan pesisir pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya perikanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi kawasan ini. Pengelolaan sumberdaya pesisir pantai Kota Makassar apakah dapat dilakukan dengan konsep dan tujuan pemanfaatan yang terpadu dan berkelanjutan seperti yang dikemukakan Dahuri (2001)

Pemanfaatan yang ada di pantai Kota Makassar selama ini mengalami berbagai perkembangan yang sangat dinamis. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya di sepanjang pantai kota Makassar. Bentuk-bentuk kegiatan pemanfaatan yang telah dilakukan di lingkungan pantai Kota Makassar antara lain pembukaan kawasan wisata Tanjung Bunga, pembuatan anjungan pantai, pembangunan kawasan pemukiman, pusat perdagangan dan bisnis serta perhotelan. Kegiatan pemanfaatan ini bisa saja berdampak pada perubahan kualitas perairan pantai kota yang diakibatkan dari limbah yang dihasilkan

Pencemaran di sepanjang pantai Kota Makassar diduga berasal dari aktivitas pemanfaatan yang ada di sepanjang kawasan tersebut. Selain itu pencemaran yang terjadi berasal dari limbah yang terbawa aliran Sungai Tallo dan Jenneberang serta aliran kanal dan drainase kota yang kesemuanya bermuara di kawasan pantai. Jumlah dan intensitas limbah yang terbawa oleh aliran sungai dan kanal berasal dari aktivitas industri, pemukiman dan pertanian di daerah daratan.


(46)

6

Pencemaran yang terjadi di sepanjang pantai Kota Makassar dan kontribusi limbah yang dibawa oleh aliran sungai dan kanal akan mempengaruhi kualitas perairan. Kualitas perairan juga bergantung pada berbagai faktor diantaranya daya asimilasi lingkungan yang bergantung pada berbagai faktor fisik, biologi dan kimia dari perairan tersebut. Kondisi lingkungan perairan yang baik, akan memberikan dukungan pada aktifitas wisata pantai bagi masyarakat pengunjung yang akan merasa lebih nyaman. Aktifitas perikanan dapat juga dilakukan dengan baik apabila didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang baik

Kualitas lingkungan yang kurang baik akibat dari pencemaran yang terjadi pada pesisir pantai Kota Makassar dapat memberikan pengaruh pada aktivitas wisata bahari dan perikanan. Pengaruh yang terjadi bukan saja pada penurunan daya dukung terhadap aktivitas perikanan dan wisata, akan tetapi sekaligus dapat mengancam keberlanjutannya. faktor sosial dan ekonomi diantaranya laju pertumbuhan penduduk, industri dan perhotelan serta pemukiman juga turut mempengaruhi keberlanjutan dari kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar. Dari uraian permasalahan tersebut diatas maka diperlukan suatu penelitian tentang pengelolaan pencemaran di perairan pesisir dan mengukur tingkat keberlanjutan wisata pantai dan perikanan di Kota Makassar yang dirumuskan sebagai berikut :

a) Bagaimana tingkat pencemaran dan beban limbah serta kapasitas asimilasi di perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran sungai serta kanal yang berasal dari daratan

b) Bagaimana pengaruh pencemaran terhadap kondisi daya dukung lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar c) Apakah kegiatan wisata pantai dan perikanan dapat berkelanjutan dan

bagaimana membentuk model pengelolaan pencemaran di pantai Kota Makassar

1.3 Tujuan dan manfaat

Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pantai kota terutama yang berkaitan dengan


(47)

7 pemanfaatan untuk kegiatan pembangunan di sepanjang pantai kota akibat dari pencemaran yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :

a) Mengetahui tingkat pencemaran dan mengukur beban limbah serta kapasitas asimilasi di perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran sungai serta kanal yang berasal dari daratan

b) Mengetahui kondisi daya dukung lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar akibat pencemaran yang terjadi c) Membuat model pengelolaan pencemaran yang terjadi di perairan pesisir

untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Pengembangan ilmu pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, terutama pengelolaan untuk mengatasi pencemaran di kawasan perikanan dan wisata.

2. Sumber informasi bagi pemerintah dan stakeholder lain dalam upaya pengelolaan wisata dan perikanan yang berkelanjutan di Kota Makassar. 1.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dari dinamika dan dampak pencemaran terhadap aktivitas pemanfaatan sumberdaya pantai bagi kegiatan perikanan dan wisata pantai adalah sebagai berikut :


(48)

8

Gambar 1 Kerangka pemikiran dampak Pencemaran terhadap aktivitas perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan

Pertumbuhan penduduk

Pengelolaan Pesisir Kota Makassar

Pemukiman Penduduk

Tata ruang pesisir Kota Makassar

Lingkungan Pesisir

Perikanan Wisata

Daya Dukung

(Kelayakan ekologis)

Pencemaran

Industri dan Perdagangan

Wisata Pantai

Perikanan Terpadu

Desain Model pengelolaan pencemaran

Wisata pantai dan Perikanan Berkelanjutan Perubahan Habitat

Aktivitas daratan (Up land)

Pencemaran dari sungai dan Kanal


(49)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya

Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan dari batuan pembentuk tebing pantainya. Kekuatan dari darat ini sangat beraneka. Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan (Davies, 1972 in Soetikno, 1993).

Wilayah Pesisir memiliki sumberdaya alam yang unik, dinamis, dan produktivitas yang tinggi, terdiri dari sumberdaya yang dapat pulih, sumberdaya yang tidak dapat pulih, serta jasa–jasa lingkungan (Bengen, 2002; Bengen, 2004). Beberapa ekosistim utama yang terdapat di wilayah pesisir adalah estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, pantai (berbatu, berpasir, dan berlumpur), dan pulau kecil (Bengen, 2002).

Menurut Bengen (2004) wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini juga memiliki aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti transportasi dan kepelabuhanan, industri dan permukiman. Namun demikian, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan terancam rusak.

Selanjutnya Bengen (2004) menyatakan pengalaman membangun sumberdaya pesisir masa lalu, selain telah menghasilkan berbagai keberhasilan, juga telah menimbulkan berbagai permasalahan ekologis dan sosial-ekonomis yang justru dapat mengancam kesimanbungan pembangunan nasional. Secara ekologis, banyak kawasan pesisir, terutama di Pesisir Timur Sumatera, Pantai


(50)

10

Utara Jawa, Bali dan Makasar, yang telah terancam kapasitas keberlanjutannya akbibat adanya pencemaran, degradasi fisik habitat, over-eksploitasi sumerdaya alam, dan konflik penggunaan lahan (ruang) pembangunan. Secara sosial-ekonomi, sebagian besar penduduk pesisir masih merupakan kelompok sosial termiskin di tanah air, dan kesenjangan pembangunan antar wilayah masih sangat besar.

Berbagai permasalahan yang muncul di kawasan pesisir sebagaimana dikemukakan di atas ternyata banyak diakibatkan oleh faktor eksternal yang terjadi di luar kawasan pesisir itu sendiri (baik dari daratan maupun lautan), sehingga berbagai aktivitas yang dilakukan di kedua kawasan tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak terhadap kawasan pesisir. Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau adanya abrasi pantai, sangat diperlukan pengelolaan secara terpadu dengan memperhatikan keterkaitan kawasan, bagi keberlanjutan pembangunan wilayah pesisir (Bengen, 2004).

Secara konseptual pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam skala tertentu setiap pembangunan atau pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada ekosistem pesisir dan lautan itu sendiri. Perubahan-perubahan itu tentunya akan memberikan pengaruh pada mutu lingkungan hidup. Makin tinggi laju pembangunan di wilayah pesisir dan lautan, makin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alamnya. Pemanfaatan dengan tidak mernpertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan hidup dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir (Dahuri et al, 1996).

Kegiatan pembangunan, terutama yang melakukan pembukaan atau pemanfaatan lahan dan atau mengubah suatu bentuk bentang alam secara fisik di wilayah pesisir sudah tentu harus diukur dan dilakukan penilaian untuk menentukan keberlanjutan penggunaan atau pemanfaatan lahan tersebut. Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir yang juga melakukan suatu penataan dan peletakan infrastruktur yang berfungsi untuk menunjang kegiatan pembangunan


(51)

11 seperti pengembangan kawasan untuk pemukiman, rekreasi, budidaya, serta kegiatan lainnya, apabila tidak diperhitungkan dengan baik akan mengakibatkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan yaitu terjadinya erosi tanah, menurunnya tingkat estetika lingkungan, pencemaran, menurunnya jumlah dan jenis populasi satwa, serta berbagai bentuk vandalism lainnya. Karena itu, pembangunan atau pemanfaatan di wilayah pesisir harus betul – betul dilakukan secara efisien, efektif, optimal, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan daya dukung lingkungan untuk meminimalisasi kerusakan atau membatasi penggunaan sumberdaya pesisir

2.2 Pencemaran dan Dampak Terhadap Kualitas Perairan

Menurut Dahuri et al. (1996); Dahuri (1999) untuk keberlanjutan pemanfaatan, salah satu dimensi yang harus diperhatikan adalah dimensi ekologis, dengan tiga persyaratan, yaitu: (1) keharmonisan spasial, (2) kapasitas assimilasi dan daya dukung lingkungan, dan (3) pemanfaatan sumberdaya secara berkesinambungan. Keharmonisan spasial menuntut perlunya penyusunan tata ruang pembangunan wilayah secara tepat dan akurat berdasarkan potensi sumberdaya yang ada

Dampak pembangunan terhadap lingkungan mempunyai dua arti. Pertama adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dampak setelah pembangunan, dan kedua perbedaan antara kondisi lingkungan yang diperkirakan akan ada dampak tampa adanya pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dampak setelah adanya pembangunan. Jadi dampak dapat bersifat negatif dan bisa positif. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Sorensen et.al.(1999) dalam Ismail (2000), bahwa antar sektor-sektor kegiatan pemanfaatan yang ada di wilayah pesisir dan lautan saling mempengaruhi dan menimbulkan dua jenis dampak, yaitu dampak positif dan negatif Pencemaran air merupakan akibat logis dari pemanfaatannya, sehingga tidak dapat ditiadakan, namun dapat dikurangi dengan cara-cara pengolahan tertentu (Suriawiria, 1993). Limbah yang dibuang langsung ke perairan bebas tanpa dikelola terlebih dahulu dapat menimbulkan pencemaran yang menyebabkan gangguan serius pada lingkungan, bahkan dapat mematikan hewan, tumbuhan dan manusia (Dix, 1981).


(52)

12

Dengan pertumbuhan peduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan yang sangat tinggi di wilayah pesisir untuk berbagai peruntukkan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, dan lain sebagainya), maka tekanan ekologis terhadap ekoistem dan sumberdaya pesisir akan semakin meningkat ( Bengen, 2004). Meningkatnya tekanan ini sudah tentu akan mengancam keberadaan dan kelansungan ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir baik secara langsung (misal kegiatan konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah dari berbagai kegiatan pembangunan).

Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan demikian indeks diversitas ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada ekosistem alami. Diversitas di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas.(Astirin,dkk. 2001)

Pencemaran organik merupakan limbah paling banyak di perairan yang sumbernya berasal dari pemukiman, pertanian, industri, pengolahan makanan, pengolahan material alam (tekstil). Kebanyakan limbah organik mengandung sebagian besar bahan tersuspensi. Pencemaran oleh bahan organik dapat ditelusuri dari kandungan oksigen terlarut (DO) di air dan sedimen. Persyaratan batas maksimum yang aman bagi budidaya perikanan adalah COD = 50 ppm (Poernomo, 1992)

Menurut Sastrawijaya (2000), adanya amonia merupakan indikator masuknya buangan permukiman. Alerts dan Santika (1987) menyatakan amonia dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan oksidasi zat organik secara mikrobiologis yang berasal dari buangan pemukiman penduduk. Pendapat ini didukung oleh Kumar De(1997) yang menyatakan bahwa limbah domestik mengandung amonia. Amonia tersebut berasal dari pembusukan protein tanaman/hewan dan kotoran.

Pencemaran dapat berdampak pada suplai air minum, ekosistem, ekonomi, serta kesehatan manusia dan keamanan social (social security). Sekitar 3 – 4 juta jiwa penduduk dunia meninggal setiap tahun disebabkan oleh waterborne disease,


(53)

13 termasuk didalamnya lebih dari 2 juta jiwa anak-anak meninggal karena diare. Negara-negara berkembang sangat rentan terkena dampak negatit dari pencemaran khususnya perkampungan miskin dan kotor (Andreas, et al., 2001) 2.3 Konsep Kesesuaian Lingkungan Perairan

Dalam proses penentuan pola pemanfaatan ruang, menentukan lokasi yang secara biogeofisik sesuai adalah faktor penting yang dapat menjamin kelangsungan kegiatan pada lokasi yang ditentukan. Penempatan kegiatan pembangunan di lokasi yang sesuai, tidak saja mencegah kerusakan lingkungan tetapi juga menjamin keberhasilan ekonomi kegiatan tersebut.

Tahap pertama proses perencanaan pola pemanfaatan ruang adalah penentuan kelayakan biogeofisik dari wilayah pesisir dan laut. Pendugaan kelayakan biogeofisik dilakukan dengan cara mendefinisikan persyaratan biogeofisik setiap kegiatan, kemudian dipetakan (dibandingkan dengan karakteristik biogeofisik wilayah pesisir itu sendiri). Dengan cara ini kemudian ditentukan kesesuaian penggunaan setiap unit (lokasi) peruntukan di wilayah pesisir dan laut. Penentuan kelayakan biogeofisik ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) seperti Arc View (Kapetsy et al, 1987). Informasi dasar biasanya dalam bentuk peta tematik, yang diperlukan untuk menyusun kelayakan biogeofisik ini tidak saja meliputi karakteristik daratan dan hidrometeorologi seperti kelerengan, tutupan lahan, peruntukan lahan, dan lain-lain tetapi juga oseanografi dan biologi perairan pesisir dan laut seperti pasang surut, arus, kedalaman, ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang dan lain-lain.

Berdasarkan fungsinya, ruang dapat dikelompokkan menjadi kawasan Iindung dan budidaya yang masing-masing memiliki persyaratan biogeofisik. Kawasan Iindung merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, yang tidak boleh digunakan untuk kegiatan manusia kecuali penelitian ilmiah atau seremoni keagamaan/budaya oleh masyarakat lokal dan harus dapat diterima dan didukung oleh masyarakat lokal. Sedangkan kawasan budidaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan sesuai dengan kemampuan lahannya (Dacles et al., 2000).


(1)

Lampiran 8 (lanjutan)

tumbuh_hotel = Fr_tumbuh_hotel*juml_kamar

TL_PO4(t) = TL_PO4(t - dt) + (LT_PO4) * dtINIT TL_PO4 = LT_PO4 INFLOWS:

LT_PO4 = BLBT_PO4+BLHB_PO4+BLJA_PO4+BLJN_PO4+BLPN_PO4+BLTL_PO4 debit_Jn = 1028.5

debit_PN = 39.1545 debit_TL = 387.85 debit__BT = 1.49 debit__HB = 1.90 debit__JA = 24.92 faktor_konv = 2.592 Fr_tumbuh_hotel = 0.2/12 IPAL = 0.30

juml__tamu = juml_kamar*okupansi kapasitas_Asimilasi = 503.6244444 KKPBT_PO4 = 0.000338125581 KKPHB_PO4 = 0.000172171232 KKPJA__PO4 = 0.000030967790 KKPJN_PO4 = 0.000000509296 KKPPN_PO4 = 0.000011207837 KKPTL_PO4 = 0.000000840343

klanjut_BT = BLBT_PO4-kapasitas_Asimilasi klanjut_HB = BLHB_PO4-kapasitas_Asimilasi klanjut_JA = BLJA_PO4-kapasitas_Asimilasi klanjut_JN = BLJN_PO4-kapasitas_Asimilasi klanjut_PN = BLPN_PO4-kapasitas_Asimilasi klanjut_TL = BLTL_PO4-kapasitas_Asimilasi lahir = 0.0163/12

mati = 0.0005/12 okupansi = 0.4706

TPSHB = TSP*0.001280345 TPSJA = TSP*0.016795171 TSP = Jml_pddk+juml__tamu TSPBT = TSP*0.001006915 TSPJN = TSP*0.693143663 TSPPN = TSP*0.026387646 TSPTL = TSP*0.261386261 Not in a sector


(2)

173

Lampiran 9 Sub Model Ekonomi IPAL

Jml_pddk(t) = Jml_pddk(t - dt) + (tambah__pddk - kurang__pddk) * dtINIT Jml_pddk = 1272349

INFLOWS:

tambah__pddk = Jml_pddk*lahir OUTFLOWS:

kurang__pddk = Jml_pddk*mati

juml_kamar(t) = juml_kamar(t - dt) + (tumbuh_hotel) * dtINIT juml_kamar = 5064 INFLOWS:

tumbuh_hotel = Fr_tumbuh_hotel*juml_kamar

KU_PW_total(t) = KU_PW_total(t - dt) + (KU_PW) * dtINIT KU_PW_total = KU_PW INFLOWS:

KU_PW = KBRL+KKJA+KWPt

manfaat__bersih_PW(t) = manfaat__bersih_PW(t - dt) + (manfaat__PW - Biaya_PW) * dtINIT manfaat__bersih_PW = KU_PW-Biaya_PW

INFLOWS:

manfaat__PW = KU_PW_total OUTFLOWS:

Biaya_PW = (FR_alaokasi_kompensasi*nilai__kompensasi)*TSP PAD(t) = PAD(t - dt) + (PPAD) * dtINIT PAD = PPAD

INFLOWS:

PPAD = KU_PW_total*Pajak_Retribusi biaya__operasi = 0.1

DD_KJA = 3258 DD__BRL = 554 DD__wisata = 414

efektifitas__kerja_ipal = FR_alaokasi_kompensasi FR_alaokasi_kompensasi = 0.3

Fr_tumbuh_hotel = 0.2/12

Imbangan_Insentif__manfaat = manfaat__bersih_PW/TSP juml__tamu = juml_kamar*okupansi

KBRL = DD__BRL*NKBRL*penurunan_DD KKJA = DD_KJA*NKKJA*penurunan_DD KWPt = DD__wisata*NKWPt*penurunan_DD lahir = 0.0163/12

mati = 0.0005/12

Nilai_IPAL = 407000000000 nilai__kompensasi =

(Nilai_IPAL+biaya__operasi)/Umur__IPAL/TSP*FR_alaokasi_kompensasi NKBRL = 833333

NKKJA = 1483755 NKWPt = 1500000 okupansi = 0.4706 Pajak_Retribusi = 0.15

penurunan_DD = efektifitas__kerja_ipal

Total_Nilai__Kompensasi = nilai__kompensasi*TSP TSP = Jml_pddk+juml__tamu


(3)

Lampiran 10 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KepMen LH No. 51/MENLH/10/2004 tentang Baku Mutu air laut unuk wisata Bahari


(4)

175

Lampiran 11 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.


(5)

HAMZAH. Model Pengelolaan Pencemaran Perairan Pesisir Bagi Keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Kota Makassar. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN, HEFNI EFFENDI, ISMUDI MUCHSIN

Kota Makassar adalah salah satu kota yang berada di pesisir pantai dengan perkembangan pembangunan yang cepat dengan daya tarik dan potensi yang besar. Perkembangan dan pertumbuhan Kota Makassar tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan bagian pesisir pantai Kota yang sangat dinamis. Hampir semua aspek pemanfaatan untuk pembangunan di Kota makassar dapat kita temui di kawasan pesisir pantai kota, mulai pemanfaatan sumberdaya perikanan, pemukiman, pariwisata, perdagangan, pelabuhan dan pelayaran terjadi kawasan ini. Bentuk-bentuk kegiatan pemanfaatan yang telah dilakukan di lingkungan pantai Kota Makassar antara lain pembukaan kawasan wisata Tanjung Bunga, pembuatan anjungan pantai, pembangunan kawasan pemukiman, pusat perdagangan dan bisnis serta perhotelan. Kegiatan pemanfaatan ini bisa saja berdampak pada perubahan kualitas perairan pantai kota yang diakibatkan dari limbah yang dihasilkan

Pencemaran yang terjadi di sepanjang pantai Kota Makassar diduga berasal dari aktivitas pemanfaatan yang ada di sepanjang kawasan tersebut. Selain itu pencemaran yang terjadi berasal dari limbah yang terbawa aliran Sungai Tallo dan Jenneberang serta aliran kanal dan drainase kota yang kesemuanya bermuara di kawasan pantai. Jumlah dan intensitas limbah yang terbawa oleh aliran sungai dan kanal berasal dari aktivitas industri, pemukiman dan wisata di daerah daratan. Kualitas perairan juga bergantung pada berbagai faktor diantaranya daya asimilasi lingkungan yang bergantung pada berbagai faktor fisik, biologi dan kimia dari perairan tersebut. Kondisi lingkungan perairan yang baik, akan memberikan dukungan pada aktifitas wisata pantai bagi masyarakat pengunjung yang akan merasa lebih nyaman. Aktifitas perikanan dapat juga dilakukan dengan baik apabila didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang baik. Kualitas lingkungan yang kurang baik akibat dari pencemaran yang terjadi pada pesisir pantai Kota Makassar dapat memberikan pengaruh pada aktivitas wisata bahari dan perikanan.

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran dan mengukur beban limbah serta kapasitas asimilasi di perairan pantai Kota Makassar akibat limbah yang berasal aliran sungai serta kanal yang berasal dari daratan. Selain itu untuk mengetahui kondisi daya dukung lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan wisata dan perikanan di Pantai Kota Makassar akibat pencemaran yang terjadi sertaMembuat model pengelolaan pencemaran yang terjadi di perairan pesisir untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di Pantai Kota Makassar

Penelitian ini dilakukan di kawasan pesisir kota Makassar Sulawesi Selatan. Jenis dan sumber data yang digunakan yakni data primer bersumber dari pengukuran langsung (insitu) dan laboratorium, observasi dan wawancara langsung dengan contoh atau responden (wisatawan, industri, pengusaha wisata, masyarakat lokal dan staf pemerintah) di lapangan. Data sekunder diperoleh dari


(6)

studi pustaka dan dari instansi terkait. Kajian kesesuaian kawasan pesisir kota Makassar untuk pemanfaatan wisata dan perkanan menggunakan metode analisis spasial dengan pendekatan Sistim Informasi Geografis (SIG), sedangkan untuk mengetahui kualitas perairan pantai dilakukan perhitungan jumlah beban limbah, kapasitas asimilasi perairan dan mengukur indeks pencemaran dari limbah yang masuk melalui sungai dan kanal. Untuk mengetahui keberlanjutan dari pemanfaatan wisata dan perikanan dianalisi dengan membuat model dinamik dengan bantuan software stella versi 9.0.2 yang dibuat dalam 3 skenario yakni basis model, skenario pesismis dan optimis, yang selanjutnya dibuat rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan.

Hasil perhitungan daya dukung lahan untuk KJA 8,796 ha, jumlah unit KJA yang dapat di dukung adalah 3.258 unit. Dengan menggunakan metode budidaya sistem long line dengan ukuran 40 x 60 m dan kapasitas lahan yang memungkinkan 50% dari kapasitas lahan, diperoleh 231 unit pada kawasan seluas 554,25 ha. Daya dukung wisata pantai: P kayangan 15 orang;P Lae-lae 53 orang; Tanjung Bayam, Tanjung Bunga dan Akarena 162 orang; pantai Losari 137 orang; Pantai Barombong 47 orang, sedang daya dukung untuk kegiatan wisata selam pada perairan pantai kota Makassar adalah 344 org/hari.

Hasil analisis kualitas perairan menunjukkan bahwa aliran beban limbah yang berasal dari sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta beberapa kanal utama yang bermuara di pantai kota Makassar cukup tinggi. Beban limbah bulanan rata-rata (ton/bulan) adalah BOD5 25596.42, COD 146178.40, NO3 227.82, PO4 1565.28. Indeks pencemaran yang menunjukkan tingkat pencemaran menunjukkan bahwa Sungai Jenneberang, Muara Sungai Jenneberang, Pelabuhan, Sungai Tallo tercemar ringan, sedangkan stasiun Tanjung Bunga, Pantai losari, Potere, Muara Sungai Tallo, Kanal Panampu, Benteng, H Bau, Jongaya termasuk tercemar sedang.Parameter limbah yang belum melampaui kapsitas asimilasi karena mempunyai nilai konsentrasi yang belum melewati batas baku mutu air yang diperkenankan adalah BOD5. Namun untuk parameter COD, NO3 dan PO4

Hasil analisis model pengelolaan dengan penerapan 3 skenario yakni model basis, skenario pesimis dan skenario optimis menunjukkan bahwa pengelolaan pesisir pantai Kota Makassar dapat berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan perairan yang ada dengan penerapan pengendalian beban limbah. Beberapa kebijakan yang penting dilakukan agar pengelolaan di pantai kota Makassar dapat berkelanjutan diantaranya adalah pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk, tingkat kesadaran masyarakat akan lingkungan, penyediaan instalasi pengolahan air limbah untuk setiap sumber pencemar, dan peningkatan alokasi anggaran untuk konservasi lingkungan terutama terumbu karang

telah melewati batas baku mutu dan beberapa stasiun telah melampaui kapasitas asimilasinya.