Jenis Penggunaan Lahan dan Pola Tanam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Jenis Penggunaan Lahan dan Pola Tanam

Luas lahan kering di Kecamatan Sungai Raya sekitar 88.389 ha Dinas Pertanian, 2004. Hutan negara mempunyai penyebaran terluas sebesar 45.567 ha 51,55 , sedangkan yang terkecil adalah pekarangan sebesar 3.694 ha 4,18 . Luas lahan kering yang digunakan untuk tegalkebunladanghuma sebesar 13.407 ha 15,17 lebih kecil jika dibandingkan dengan lahan yang sementara tidak digunakan sebesar 19.638 ha 15,17 . Lahan yang sementara tidak digunakan tersebut didominasi oleh semak belukar. Berdasarkan hasil verifikasi di lapangan dan wawancara dengan masyarakat setempat, umumnya semak belukar berasal dari lahan pertanian yang pernah diusahakan dan kemudian ditinggalkan untuk beberapa tahun. Jenis dan luas penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Kering di Kecamatan Sungai Raya No. Jenis Penggunaan Lahan Luas ha Persen 1. Pekarangan 3.694 4,18 2. Tegalankebunladanghuma 13.407 15,17 3. Sementara tidak digunakan rumput, alang-alang, semak belukar 19.638 22,22 4. Hutan Negara 45.567 51,55 5 Lainnya kawasan terbangun 6.083 6,88 Jumlah 88.389 100 Sumber : Dinas Pertanian Kecamatan Sngai Raya 2004 Luas semak belukar ini mencirikan belum optimalnya pemanfaatan lahan usahatani di lokasi penelitian. Hal ini terbukti dengan masih luasnya lahan ladang dan semak belukar yang belum diusahakan. Hal ini dapat berakibat terhadap rendahnya produksi tanaman pertanian terutama tanaman pangan dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Rata-rata produksi pertanian di 4 desa penelitian tertera pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata Produksi Pertanian di 4 Desa Penelitian Rata-rataProduksi Tonha No. Desa Padi Jagung Ubi Kayu 1 Sungai Raya 1080 12 510 2 Kuala Dua 1242 80 465 3 Tebang Kacang 480.6 348 900 4 Sungai Asam 1881.9 44 675 Sumber : Dinas Pertanian Kecamatan Sungai Raya 2005 Belum optimalnya pemanfaatan lahan usahatani tersebut juga menyebabkan rendahnya pendapatan petani yang pada akhirnya mengurangi keinginan masyarakat setempat untuk mengusahakan lahan pertaniannya dan membiarkan lahannya menjadi lahan tidur yang pada akhirnya menjadi semak belukar. Oleh karena itu perlu dicari alternatif pengelolaan lahan yang lebih baik yang diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan usahatani di lokasi penelitian, sehingga petani tertarik mengusahakan lahannya, memperoleh penghasilan yang relatif tinggi untuk jangka waktu yang tidak terbatas sustainable dan disertai teknik pengelolaan tanah dan tanaman yang menghasilkan erosi lebih kecil dari erosi yang diperbolehkan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan umumnya lahan pertanian di daerah penelitian sebagian besar terdiri dari lahan kering. Rata-rata luas lahan kering yang diusahakan oleh setiap keluarga petani adalah 0,87 hektar. Lahan kering yang dimiliki petani umumnya berbentuk datar dan terletak di daerah aliran sungai. Tanaman pangan yang banyak di usahakan di lahan kering oleh petani terbatas pada tanaman padi gogo, jagung dan ubi kayu. Pada umumnya pemilihan jenis tanaman di lahan kering yang dilakukan petani dalam hal ini berkaitan dengan karakteristik pola kosumsi masyarakat Indonesia yang menempatkan padi sebagai sumber makanan pokok sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga petani. Jenis tanaman pangan yang umumnya diusahakan petani di lahan kering ini adalah padi gogo, jagung dan ubi kayu. Jenis tanaman ini umumnya ditanam petani di tegalan atau kebun. Sedangkan lahan kering yang berupa pekarangan, petani menanam dengan tanaman buah-buahan atau tanaman perdagangan kelapa dengan jarak yang tidak teratur. Tanaman buah-buahan, terutama pisang atau tanaman perdagangan jarang sekali diusahakan petani tegalan. Penanam tanaman tersebut hanya dilakukan petani di pinggir-pinggir lahan yang mereka miliki dan digunakan petani sebagai pagar atau pembatas. Tanaman pangan yang diusahakan petani di lahan kering ini diusahakan secara monokultur atau tumpangsari dengan tanaman pangan lainnya. Dari hasil penelitian, ada suatu kecenderungan bahwa petani yang memiliki lahan relatif luas 2 ha menanami lahan usahanya tersebut dengan cara monokultur. Hal ini disebabkan pengusahaan tanaman ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi petani dan keluarganya, terutama tanaman padi gogo, karena pola konsumsi masyarakat Indonesia yang menempatkan nasi sebagai bahan makanan pokok sehari-hari. Pemilihan jenis komoditi dan kombinasi tanaman oleh petani didasari oleh pertimbangan harga pasar, walaupun sesungguhnya pasaran untuk semua jenis komoditi pangan dan hortikultura di Pontianak relatif tinggi. Sifat pertanian yang demikian dapat dikatakan sebagai pertanian subsisten. Pada umumnya petani di Kecamatan Sungai Raya melakukan penanaman komoditi tanaman pangan di lahan kering secara monokultur dan tumpangsari. Pola tanam yang khas disini mencakup dua pertanaman atau musim tanam secara berurutan sepanjang tahun. Musim tanam pertama dimulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan Februari tahun berikutnya awal musim hujan dan musim kedua dimulai bulan April sampai dengan bulan Agustus akhir musim hujan. Jadi masa istrahat lahan bera kurang lebih dua bulan yaitu bulan Maret dan September. Masa bera ini sebenarnya dapat digunakan petani untuk menanam tanaman sayuran, untuk menambah pendapatan petani. Pola pergiliran tanaman di lahan kering di Kecamatan Sungai Raya ada tiga pola pergiliran tanaman yang kini digunakan petani, yaitu ; 1 padi gogo-padi gogo, 2 padi gogo-padi.jagung dan 3 padi gogo-padi gogo.ubi kayu. Dalam pola 1, 2 dan 3 musim tanam pertama padi gogo ditanam secara monokultur ditanam pada bulan Oktober dan dipanen pada bulan Februari. Untuk musim tanam kedua, pola 1 petani tetap menanam padi gogo secara monokultur, pada pola 2 petani menanam padi gogo secara tumpangsari dengan jagung, dan pada pola 3 menanam padi gogo tumpangsari dengan ubi kayu. Penanaman jagung biasanya dilakukan bersamaan dengan penanaman padi gogo, sedangkan tanaman ubi kayu penanamannya dilakukan satu sampai dua minggu setelah penanaman padi gogo. Suatu sistim pergiliran tanaman yang tersusun baik, dari selain mempertahankan kesuburan tanah dan menghindari kerusakan tanah, akan mempertinggi produksi per satuan luas per musim per tahun Arsyad, 1976 Teknik bercocok tanam yang digunakan umumnya masih tradisional. Kebanyakan petani menggunakan varietas lokal. Penanaman,penyiangan dan pasca panen masih dilakukan secara tradisional. Pemupukan sudah dilakukan walaupun dalam jumlah yang masih terbatas dan belum sesuai dengan rekomendasi pemupukan. Persiapan tanam, pembuatan persemaian dan penyiangan masih dlakukan secara tradisional. Pengolahan tanah dilakukan pada bulan Oktober yaitu 7 – 15 hari sebelum tanam. Perencanaan pola tanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air terutama di lahan kering. Menurut FAO 1982, musim tanam adalah selang waktu dalam setahun dengan curah hujan lebih besar dari setengah evapotranspirasi ditambah waktu yang dibutuhkan untuk mengevapotranspirasi air setinggi 100 mm yang dianggap masih tersimpan dalam profil tanah pada akhir musim hujan setelah hujan sama atau mendekati setengah evapotranspirasi. Beberapa pola tanam yang dilaksanakan petani disesuaikan dengan curah hujan seperti pada Gambar 5, menunjukkan padi gogo merupakan tanaman pertama yang ditanam, sedangkan tanaman palawija ditanam berikutnya. Curah Hujan Bulanan 50 100 150 200 250 300 350 400 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Bulan R a ta -ra ta C u ra h H u ja n m m Curah Hujan Bulanan POLA TANAM I Padi Bera Padi Bera Monokultur Monokultur II Padi Bera Padi + Jagung Bera Monokultur Tumpangsari III Padi Bera Padi + Ubi Kayu Bera Monokultur Tumpangsari MUSIM TANAM I MUSIM TANAM II Gambar 5. Pola Tanam Dihubungkan dengan Curah Hujan dan Evapotranspirasi

5.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan