Untuk menjamin tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan perlu menggunakan berbagai pola pengembangan sebagai berikut : 1 pola insus
pendekatan kelompok dengan program Bimas, 2 pola sekolah lapang belajar sendiri dalam kelompok tani dengan bimbingan penyuluh lapangan, 3 pola
sentra komoditi yang dipilih disesuaikan dengan agroklimat serta menguntungkan petani, 4 pola kemitraan kerjasama petani dengan pengusaha
Kahar, 1995 .
Karakteristik pertanian lahan kering, terutama usahatani tanaman pangan dan hortikultura, sangat berbeda dengan pertanian lahan sawah. Misalnya,
keadaan yang sangat tergantung iklim atau curah hujan, biasanya hanya ditanami sekali setahun, serangan hama dan penyakit tanaman jauh lebih sukar dikontrol,
produktivitas per hektar sangat rendah, dan sebagainya. Lebih parah lagi, jika pada lahan yang memang tidak subur dan berproduktivitas rendah itu dilakukan
kegiatan intensifikasi yang berlebihan, maka fenomena degradasi lahan akan senantiasa mengancam keberlanjutan pertanian lahan kering Amien, 1999.
Menurut Hikmatullah et al. 2001 dalam rangka pengembangan lahan kering menuju pembangunan berkelanjutan berbagai rakitan teknologi usahatani
telah berhasil ditemukan, pola usahatani tersebut antara lain : 1 pola usahatani berorientasi pangan, 2 pola usahatani konservasi dan 3 pola usahatani terpadu.
2.5. Kendala Usahatani Lahan Kering
Sumber-sumber alam yang terbatas dan jumlah penduduk yang semakin bertambah besar dengan tingkat pendapatan yang belum memadai, dapat
menimbulkan masalah-masalah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Tekanan kepadatan penduduk yang terjalin erat dengan
kemiskinan, telah mendorong penduduk untuk mengolah tanah dengan cara-cara yang merusak kelestarian dan kesuburannya Haeruman, 1979.
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaan lahan kering antara lain : 1 sumber air yang sangat terbatas dan hanya tergantung dari curah hujan,
2 umumnya merupakan tanah marginal, dan 3 sangat peka terhadap erosi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 1983.Selanjutnya Tohir 1983
mengemukakan bahwa masalah pokok yang dihadapi dalam penanganan lahan
kering adalah rumitnya penataan pertanaman yang beraneka ragam di samping rendahnya kesuburan tanah. Dengan penataan pertanaman diharapkan dapat
meningkatakan kualitas dan kuantitas hasil panen secara rasional, efisien dan ekonomis.
Apabila diperhatikan secara seksama, ternyata kemunduran kesuburan tanah, timbulnya hama penyakit, timbulnya tanah bera dan sebagainya sering
disebabkan karena kesalahan dalam penataan tanaman. Untuk memahami penataan pola pertanaman ini berbagai aspek perlu diperhatikan, baik secara
teknis, biologis maupun sosial ekonominya. Selain itu, kendala utama yang dihadapi dalam pengelolaan usahatani lahan kering adalah terbatasnya pemilikan
modal dan tenaga kerja keluarga yang tersedia, sempitnya lahan usahatani, dan menurunnya tingkat kesuburan tanah lahan kering.
Data keragaan tanah di Kalimantan Barat menunjukan bahwa, lahan Podsolik Merah Kuning PMK mendominasi jenis tanah di Kalimantan Barat
yang luasnya mencapai 67,783 Km
2
. Jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang bermasalah, sehingga perlu masukan teknologi tinggi dan khusus untuk daerah
lahan kering. Jenis-jenis tanah yang lain dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis Tanah Tiap Kabupaten dan Kota di Kalimantan Barat
No. Kabupaten Organosol,
Gley dan Humus
ha Aluvial
ha Regosol
ha PMK
ha Podsolik
ha Litosol
ha 1 Sambas
1.280 3.600 -
546 432 1.520 2 Pontianak
6.187 3.934 - 6.176 1.408
416 3 Ketapang
7.360 4.336 448 21.953 1.712
- 4 Sanggau
1.056 144 - 15.296 992
192 5 Sintang
480 912 - 15.296
- -
6 Kapuas Hulu
3.968 2.064 - 3.584
- -
7 Kota Pontianak
36 72
- -
- -
Keseluruhan 19.935
15.112 448 67.783 4.544 2.128
Sumber : Kalimantan Barat dalam Angka 2000 Keterangan : PMK = Podsolik Merah Kuning
Pada umumnya kondisi petani lahan kering memiliki sumberdaya yang terbatas. Mereka harus membuat keputusan dengan menggunakan sumberdaya
tanah, tenaga kerja dan modal yang terbatas untuk memperoleh hasil yang setinggi-tingginya sesuai dengan kondisi usahataninya. Keterbatasan sumberdaya
tersebut terutama adalah terbatasnya modal dan rendahnya tingkat kesuburan tanah. Padahal modal merupakan unsur yang esensial dalam mendukung
peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan itu sendiri. Menurut Hardwood 1982 faktor modal merupakan faktor pembatas dalam pengembangan
pertanian. Hal ini membuat semakin sulitnya usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan dengan cepat.
2.6. Struktur Klasifikasi Lahan