Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Interaksi antar individu menjadi hal penting yang harus dikembangkan oleh setiap individu. Interaksi antar individu ini dapat disebut sebagai kemampuan individu dalam mengelola kecerdasan yang dimiliki. Tuhan sebagai pencipta alam menganugerahkan beragam jenis kecerdasan kepada manusia. Apabila kecerdasan tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal maka manusia tersebut dapat dianggap sebagai manusia yang kurang bersyukur. Gardner Dwi Siswoyo dkk, 2011: 120 mengungkapkan kecerdasan adalah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan masalah- masalah dan membuat cara penyelesaiannya dalam konteks yang beragam dan wajar. Kecerdasan mengindikasikan kemampuan individu untuk memberikan tanggapan atas jawaban permasalahan hidup yang mengalami fluktuasi. Kemampuan manusia untuk mengelola kecerdasan yang telah dianugerahkan Tuhan menjadi sebuah kewajiban. Berbagai faktor yang menggambarkan kecerdasan manusia dari berbagai lingkungan masyarakat dianalisis untuk memberi gambaran yang lebih mendalam tentang kecerdasan. Gardner Franc Andri Yanuarita, 2014:20 mengungkapkan teori kecerdasan majemuk atau multiple intelegence. Teori ini menyatakan bahwa setiap individu memiliki 9 bentuk kecerdasan yang menggambarkan keanekaragaman bentuk kecerdasan manusia, meliputi 1 kecerdasan linguistik, 2 kecerdasan matematika-logika, 3 kecerdasan spasial, 2 4 kecerdasan kinestetik-jasmani, 5 kecerdasan musikal, 6 kecerdasan interpersonal, 7 kecerdasan intrapersonal, 8 kecerdasan naturalistik dan 9 kecerdasan eksistensial. Bentuk-bentuk kecerdasan tersebut memiliki peranan dalam perkembangan hidup manusia. Kecerdasan tersebut berkesinambungan untuk memenuhi kelangsungan hidup manusia. Selama ini hanya kecerdasan yang berorientasi pada kecerdasan akademik yang lebih diutamakan misalnya kecerdasan Matematika-Logika, sedangkan kecerdasan lain yang tidak berorientasi pada akademik seperti kecerdasan interpersonal dikesampingkan. Kecerdasan interpersonal atau biasa disebut kecerdasan sosial merupakan kecerdasan yang berorientasi pada hubungan antar manusia. Menurut Dwi Siswoyo dkk 2007: 123 kecerdasan interpersonal adalah kemampuan yang dimiliki siswa untuk mempersepsikan dan menangkap perbedaan – perbedaan mood, tujuan, motivasi dan perasaan –perasaan orang lain, termasuk di dalamnya adalah kepekaan terhadap ekspresi-ekspresi wajah, suara dan sosok postur serta kemampuan untuk membedakan berbagai tanda interpersonal. Kecerdasan interpersonal mempunyai peran strategis dalam aktivitas pembelajaran maupun aktivitas di luar pembelajaran. Hal ini dikarenakan inti dari kecerdasan interpersonal berpusat pada kemampuan untuk peka terhadap perasaan orang lain. Kepekaan ini terwujud dalam kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya. Kecerdasan interpersonal tidak dapat dengan mudah dimiliki oleh setiap manusia. Kecerdasan interpersonal akan ada apabila individu tersebut berusaha 3 untuk mengembangkan. Perkembangan kecerdasan interpersonal bergantung pada interaksi yang dilakukan oleh individu terhadap lingkungan. Semakin baik interaksi yang dilakukan oleh seorang individu, semakin mudah kecerdasan interpersonal berkembang. Kehidupan di keluarga, sekolah dan masyarakat sangat menuntut seseorang untuk dapat mengelola kecerdasan interpersonal. Kehidupan keluarga yang menjadi tonggak utama dalam melanjutkan kehidupan luar harus didasarkan pada kualitas kecerdasan interpersonal yang tinggi. Hubungan antar anggota keluarga yang baik akan terpancarkan ke kehidupan luar keluarga yaitu sekolah dan masyarakat. Kehidupan di sekolah akan menjadi cabang pertama dimana seorang individu akan memulai kehidupan. Di sekolah individu akan mengenal hal baru yang berbeda ketika berada dalam lingkungan keluarga. Sekolah akan memberikan pengalaman baru, teman baru dan kehidupan sosial yang baru. Kehidupan masyarakat menuntut agar setiap individu dapat berinteraksi dengan individu lain. Kualitas interaksi yang diberikan menjadi penentu utama apakah individu akan diterima di masyarakat tersebut atau tidak. Individu sebagai bagian kecil dari masyarakat diharapkan dapat bersosialisasi, berkumpul, dan melakukan kegiatan kemasyarakatan. Kecerdasan interpersonal tidak hanya dibutuhkan oleh setiap orang dengan kondisi pada umumnya. Kecerdasan ini menjadi kebutuhan setiap orang tanpa terkecuali. Kehidupan di sekolah, kecerdasan interpersonal tidak hanya dibutuhkan bagi siswa pada umumnya. Kecerdasan ini merupakan inti dari 4 bagaimana seorang individu dapat bersosialisasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Peran sosialisasi ini menjadi syarat utama bagi seorang individu untuk diakui keberadaannya. Bagi siswa berkebutuhan khusus, kecerdasan interpersonal akan menjadi kebutuhan utama. Keistimewaan anak berkebutuhan khusus yang harus diterima dengan lapang dada tidak selamanya akan mudah diterima oleh individu lain, termasuk di dalamnya siswa sekolah dasar yang tidak akan mudah menerima siswa lain yang ternyata berbeda. Sehingga modal utama bagi siswa berkebutuhan khusus terletak pada pengembangan diri untuk dapat menjalin hubungan. Umumnya, anak berkebutuhan khusus dalam kategori slow learner memiliki karakteristik sikap yang cenderung menutup diri dari kehidupan dengan teman sekitar. Anak slow learner cenderung malu dengan kondisi yang terjadi. Keadaan tersebut mengakibatkan anak berkebutuhan khusus merasa bahwa ada yang kurang. Perasaan demikian membuat anak akan enggan untuk mengadakan hubungan dengan yang lain, sehingga akan berpengaruh terhadap kecerdasan interpersonal yang dimiliki. Siswa berkebutuhan khusus dalam kategori slow learner sering diberi label sebagai anak bodoh baik oleh teman-teman sekelas atau bahkan diragukan oleh guru dapat mengikuti pembelajaran. Anak ini cenderung sering tinggal kelas. Anak slow learner dapat mengikuti pelajaran dengan metode khusus, karena kalau sukar mengikuti, anak-anak tersebut akan mengalami frustasi. Karakteristik lain yang berhubungan dengan pengembangan dirinya adalah siswa slow learner cenderung tidak dapat menjalin sosialisasi yang baik 5 dengan yang lain. Hal ini sejalan seperti yang diungkapkan oleh Nani Triani dan Amir 2013:4 anak-anak dengan lamban belajar atau slow learner tidak hanya terbatas pada kemampuan akademik melainkan juga pada kemampuan- kemampuan yang lain seperti pada aspek bahasa atau komunikasi, emosi, sosial atau moral. Berdasarkan data pra penelitian, peneliti mengkaji hasil assesment tahun 2014 yang dilakukan SD negeri Jlaban dengan pihak terkait, terdapat dua belas siswa dengan kategori berkebutuhan khusus. Dari hasil assessment tersebut diperoleh hasil tiga orang siswa mengalami tuna laras, satu orang siswa mengalami tuna daksa, dan delapan orang lamban belajar slow learner. Berdasarkan hasil assessment dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014, anak berkebutuhan khusus dengan kategori slow learner lebih sering mendominasi. Keadaan demikian, membuat peneliti tertarik untuk mendiskripsikan tentang kecerdasan interpersonal yang dimiliki oleh siswa slow learner. Hasil observasi pra penelitian dan wawancara pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti dihasilkan gambaran awal mengenai siswa dengan kategori slow learner. Kecenderungan karakteristik hubungan interaksi dengan individu lain, siswa slow learner yang ada di kelas III SD Negeri Jlaban terbagi atas dua. Pertama, siswa slow learner yang aktif dan kedua, siswa slow learner yang kurang aktif. Kedua siswa tersebut menunjukkan karakteristik yang berbeda, siswa slow learner pertama walaupun aktif namun dijauhi oleh teman yang lain, sedangkan siswa slow learner kedua menunjukkan sikap diam. Sikap aktif namun dijauhi dan sikap diam menunjukkan siswa slow learner tersebut 6 cenderung belum memiliki karakteristik kecerdasan interpersonal yang dominan. Sikap kedua siswa slow learner tersebut menunjukkan kecenderungan kekurangmampuan untuk bersosialisasi dengan lingkungan dan warga sekolah. Walaupun terdapat guru pendamping khusus GPK namun tidak ada layanan khusus untuk menangani kecenderungan siswa slow learner yang kurang mampu dalam menjalin hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitar. Siswa slow learner tersebut kesulitan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal yang dimiliki. Kesulitan tersebut dapat mengakibatkan masalah besar apabila tidak ada upaya untuk menangani kesulitan siswa slow learner dalam mengelola kecerdasan interpersonal. Selama ini baik guru kelas maupun guru pendamping khusus hanya melakukan pendampingan yang berorientasi pendampingan akademik dan tidak mementingkan pendampingan sikap sehingga mengurangi kemampuan bersosialisasi dengan yang lain. Kemampuan bersosialisasi atau berhubungan dengan orang yang kurang seringnya ditunjukkan oleh siswa slow learner pertama dengan sikap agresif sehingga beberapa siswa merasa terganggu dengan sikap siswa Slow Learner ketika sedang berinteraksi baik pada saat pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Sikap mudah tersinggung dan ringan tangan baik kepada siswa laki-laki maupun perempuan menyulitkan siswa tersebut untuk dapat bersosialisasi. Hasil pengamatan sementara menunjukkan bahwa kategori pertama maupun kedua belum memperlihatkan memiliki kecerdasan interpersonal yang 7 dominan. Kekurangmampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, menanggapi perasaan orang lain masih ditunjukkan oleh kedua siswa slow learner tersebut. Selain itu, sikap yang ditunjukkan oleh keduanya bertolak belakang satu sama lain, siswa slow learner pertama cenderung mampu berhubungan dengan orang lain namun mudah terpancing emosi sedangkan siswa slow learner kedua cenderung diam dalam kondisi apapun. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul Kecerdasan Interpersonal siswa Slow Learner di kelas III SD Negeri Jlaban, kecamatan Sentolo, kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah