63
Di samping pendidikan formal seperti yang disebutkan di atas terdapat juga tempat-tempat kursus atau latihan yang bersifat non formal seperti kursus
menjahit dan mengetik.
4.3.5 Sarana Komunikasi
Dengan adanya sarana listrik sangat menunjang adanya kepemilikan alat komunikasi seperti radio, televisi dan telepon. Sebagian besar penduduk
Kelurahan Mabar umumnya sudah mempunyai pesawat televisi, dalam penggunaan komunikasi kebanyakan penduduk telah menggunakan handphone.
4.3.6 Prasarana Hiburan dan Rekreasi
Di kelurahan Mabar tidak terdapat sarana dan prasana hiburan yang mampu menghilangkan kebosanan dan kepenatan masyarakat untuk mencari
suasana baru seperti ke bioskop, diskotek dan karaoke.
4.4 Sistem Pemerintahan
Di setiap Kelurahan sistem pemerintahan dijalankan oleh seorang Lurah. Lurah sebagai kepala wilayah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan guna memberikan pelayanan kepada warga masyarkat. Untuk mempelancar pelaksanaan tugas-tugasnya maka Lurah dibantu oleh beberapa staf
kelurahan yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil termasuk Lurah sendiri. Di kantor Kelurahan Mabar terdapat 7 orang pegawai negeri sipil yang bertugas lima
hari setiap minggunya guna memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
64
Ketika penulis melakukan pengambilan data ke kantor Lurah penulis melihat bahwa para pegawai kantor umumnya hadir semua ini disebabkan karena
banyak pekerjaan yang harus mereka kerjakan, banyak buruh yang mengurus surat pindah atau KTP maupun ijin untuk urusan PBB dan kesehatan. Kantor Kelurahan
mabar biasanya dibuka di atas pukul 08.30 Wib dan ditutup pukul 16.00 Wib sedangkan jam istirahat makan siang dimulai pukul 13.00-14.00. para pegawai
kelurahan berdomisili tidak jauh dari kantor kelurahan. Lurah dari Kelurahan Mabar itu sendiri adalah Amri S.Sos. Guna
memperlancar jalannya pemerintahan maka didalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintah maka dilakukan pembagian ke dalam berbagai seksi. Seksi tersebut
dimaksudkan untuk membagi tugas-tugas yang tujuannya supaya dalam pelaksanaannya lebih mudah untuk dikoordinasikan dan diawasi.
Kegiatan yang paling menonjol di kantor kelurahan ini adalah pengurusan KTP oleh warga yang mana dalam setiap pengurusan KTP warga dikenakan biaya
administarsi. Menurut Sekeretaris Lurah hal ini disebabkan untuk melakukanpenertiban administrasi kependudukan di Kleurhan Mabar.
Tujuan dari pendataan tersebut guna membedakan status kependudukan antara warga dan penduduk di Kelurahan Mabar. Warga yang dimaksud adalah
masyarakat Kelurahan Mabar yang tinggal di wilayah tersebut namun tidak dilengkapi dengan administrasi kependudukan seperti kartu Keluarga dan Kartu
Tanda Penduduk
Universitas Sumatera Utara
65
Sementara itu penduduk yang dimaksud adalah masyarakat yang sudah melengkapi admintrasi kependudukan di kantor Kelurahan Mabar. Pendataan
tersebut dilakukan melalui kepala lingkungan, hal ini dilaksanakan karena banyaknya pendatang yang tinggal do Kelurahan Mbar tidak melengkapi
admintrasinya sebagai penduduk. Lurah juga dibantu oleh unsur-unsur dari masyarkat yang tergabung dalam
kelompok jabatan fungsional seperti, LMD, PKK dan Dewan kelurahana dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan di Kelurahan Mabar. Kelompok jabatan
fungsional ini diisi oleh tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh sehingga dapat memobilisasi masyarakat dalam menggerakkan roda pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
66
BAB V ANALISA DATA
KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN STRATEGI ADAPTASI RUMAH TANGGA KORBAN PHK
KASUS INFORMAN I 5.1 Identitas Informan I
Nama : Jarmin
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 48 Tahun
Pendidikan Trakhir : Tidak tamat SD Alamat Rumah
: Jl. Rumah potong hewan Gg Abadi Kel Mabar Kec Medan Deli
Agama : Islam
Suku : Jawa
Jumlah Angota keluarga : 5 Orang beserta 1 Orang tua 5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Informan I
Pertemuan dengan informan diawali pada bulan April 2013. Pada waktu itu penulis sedang melihat kondisi Kelurahan Mabar, sekitar 30 menit penulis
Universitas Sumatera Utara
67
keliling di daerah kelurahan Mabar. Setelah selesai keliling Kelurahan tersebut Penulis mampir ke warung kopi dan gorengan yang mana warung tersebut di
depannya terdapat pabrik tahu. Penulis mencoba berkenalan dengan pemilik warung tersebut, pemilik warung tersebut memberikan respon baik dengan
memperkenalkan dirinya kepada penulis. Pemilik warung tersebut bernama ibu Ernawati biasa masyarakat disana memanggilnya mbak wati. Ibu wati mencoba
membuka percakapan dengan penulis:
“ .....adek dari mana?”,
penulis menjelaskan kepada ibu Wati tentang tugas yang sedang dikerjakan yaitu melaksanakan penelitian untuk data skripsi penulis mengenai buruh korban PHK
Ibu Wati berkata:
“enak lah ya dek kalian mahasiswa nanti udah tamat bisa mendapat pekerjaan yang enak”.
penulis pun hanya menanggapi dengan senyuman dan mengaminkan kata-kata Ibu Wati.
“Tidak seperti anak saya ga bisa kuliah karena ga ada duit”, kata Ibu Wati.
Kemudian pertemuan penulis dilanjutkan di bulan Juli 2013, pada saat itu penulis sengaja berkunjung ke rumah Ibu Wati untuk menanyakan bagaimana
dampak krisis ekonomi, apakah perusahaan– perusahaan di Kawasan Industri Medan banyak yang melakukan PHK? Ibu Wati pun menjawab:
Universitas Sumatera Utara
68
“ wah disini banyak sekali yang di PHK, dulu asal sore sudah banyak anak gadis di warung ibu yang membeli gorengan tetapi sekarang mereka
sudah banyak yang di PHK dan pulang kampung, dulu kos-kosan disini penuh semua tapi semenjak PHK sekarang sudah sepi dan suami saya juga
korban PHK”
Penulis pun meminta kesediaan Ibu Wati agar keluarganya bisa dijadikan sebagai informan dalam memperoleh informasi tentang kondisi kehidupan sosial
ekonomi Ibu Wati, kemudian ia bertanya.
“memang ini untuk apa?”
Penulis menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan dan membutuhkan rumah tangga korban PHK, karena penulis ingin menulis skripsi
tentang strategi adaptasi rumah tangga korban PHK dalam mempertahankan sosial ekonomi keluarga.
Raut wajah Ibu Wati menandakan bahwa ia mengerti tentang apa yang sedang dikerjakan penulis, ia menuturkan bahwa suaminya di siang hari biasanya
jarang berada dirumah karena suaminya bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan suaminya yang tidak menetap, jika ada proyek maka ia bekerja. Penulis
meminta Ibu Wati yang akan diwawancarai sebagai informan karena Ibu Watilah yang lebih tahu tentang keadaan keuangan keluarga tersebut.
Dalam melakukan wawancara penulis melakukan wawancara tidak berstruktur untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, kemudian Ibu Wati
mengatakan:
Universitas Sumatera Utara
69
“wah disini banyak kali yang di PHK dek abang ipar saya juga di PHK”.
Ibu Wati pun menunjukkan beberapa rumah tetangganya yang jadi korban PHK. Saya semakin tertarik menanyakan keadaan para tetangganya yang jadi
korban PHK karena dari pengamatan penulis Ibu Wati termasuk orang yang disenangi di lingkungannya. Hal ini terbukti ketika berlangsungnya wawancara
dengan informan, banyak tetangganya yang berkumpul di warungnya. Seorang tukang angkot yang mendengar pembicaraan kami berkata:
” sebelum ada PHK di sini dek, anak gadis disini banyak kali. Enaklah buka pintu belakang dan buka pintu depan selalu ada anak gadis”
hal ini menandakan bahwa di Kota Mabar sebelum terjadi PHK banyak buruh yang kost di lingkungan I sehingga dapat menambah pendapatan warga
setempat, mereka juga dapat membuka usaha kecil seperti warung kopi, jualan gorengan dan sebagainya. Tetapi terjadinya PHK semuanya berubah banyak kos-
kosan yang ditinggalkan penghuninya, warung yang biasanya dipenuhi pembeli sekarang sudah sepi.
Keesokan harinya pertemuan dengan informan terasa berbeda karena informan menawarkan makanan kepada penulis, dari makanan yang ditawarkan
oleh informan penulis menyadari makanan yang ditawarkan bisa dikatakan makanan mahal, pada saat itu lauknya adalah ayam rendang. Informan
menuturkan biasanya keluarga mereka mengkonsumsi daging 2 kali seminggu
Universitas Sumatera Utara
70
selainnya ikan basah, ikan gembung. Ternyata setelah dan sesudah PHK tidak ada perbedaan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga informan.
Seminggu kemudian penulis berkunjung kerumah informan dengan tujuan observasi, saat itu anak bungsunya sedang makan siang. Menu makanannya
adalah ikan gembung gulai dengan sayur wortel dicampur dengan kentang, cukup lezat ini menandakan bahwa keluarga ini tidak melakukan pengontrolan konsumsi
keluarga. Proses pendekatan penulis dengan informan tidak sulit karena sifat
informan yang terbuka. Akhirnya penulis dapat bertemu dengan suami informan yaitu Pak Jarmin sekilas dilihat Pak Jarmin orangnya seram tetapi ketika informan
memperkenalkan diri kepada penulis Pak Jarmin adalah orang yang baik walaupun ngomongnya agak ketus. Wawancara ini dilakukan pada bulan Agustus
2013, proses wawancara terjadi selama 3 jam. Ini adalah pertemuan pertama penulis dengan suami informan, setelah itu beberapa kali penulis bertemu dengan
suami informan. Sering juga penulis membantu informan dalam membuat gorengan seperti memotong pisang dan mencampurnya kedalam tepung. Penulis
masih sering berkunjung kerumah informan walaupun hanya untuk menikmati secangkir teh manis dingin, es dewer dan goreng pisang panas buatan informan.
Obeservasi yang penulis lakukan terhadap keluarga informan, dapat dikatakan keluarga ini adalah keluarga yang harmonis mereka dikarunia 5 orang anak. Anak
pertama bernama Rijal Fahlepi yang berumur 21 Tahun, anak kedua bernama Susi Hertati berumur 19 Tahun, sementara anak ketiga bernama Novita Sari berumur
Universitas Sumatera Utara
71
15 Tahun dan anak keempat bernama Elda madani berumur 9 Tahun sementara yang paling bungsu berumur 6 Tahun.
Latar belakang pendidikan Pak Jarmin tidaklah tinggi. Dia tidak tamat dari sekolah dasar SD sedangkan informan lulusan dari sekolah menengah atas
SMA. Suami informan awalnya bekerja di perusahan pembuat panel listrik dan istrinya sebagai ibu rumah tangga, suami informan bekerja sebagai buruh di
perusahaan panel listrik mulai dari masa mudanya, sehingga dia memperoleh skill meskipun dia tidak tamat sekolah dasar dengan skill yang dimiliki suami informan
akhirnya dipercaya perusahaan menjadi mandor dan menjadi salah satu karyawan kepercayaan.
Informan menceritakan bahwa suaminya pernah dibawa perusahaan ke Myanmar dalam proyek merakit panel listrik. Pada tahun 2000 upah minimum
buruh hanya mencapai Rp 700.000,- tetapi suami informan sudah mendapat gaji pokok sebesar Rp 1.500.000,-. Gaji ini belum termasuk tunjangan dan upah
lemburnya sehingga kehidupan perekonomian keluarga dapat terpenuhi. Merekapun dapat membangun rumah permanen dengan lantai keramik, dinding
beton dan juga dapat membeli sebidang tanah yang kemudian dijadikan sebagai rumah kontrakan.
Jatuhnya nilai rupiah terhadap nilai mata uang dolar menyebabkan terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian dan
melakukan PHK. Perusahaan tempat suami informan juga menjadi salah satu yang
Universitas Sumatera Utara
72
mengalami krisis ekonomi dan suami informanpun menjadi salah satu korban PHK.
Suami informan di PHK pada akhir 2002 dan mendapat pesangon sebanyak Rp 5.400.000,- karena melihat kondisi suaminya yang telah di PHK
informan memanfaatkan uang pesangon tersebut. Pada awal tahun 2003 informan membuka warung kecil-kecilan seperti gorengan dan es dewer. Informan
mengharapkan dari usaha ini dapat membantu perekonomian keluarga karena suami informan tidak bekerja lagi.
Setelah di PHK suami informanpun membuka usaha botot, dia menampung bahan bekas dan menjualnya kepada perusahaan. Awalnya usaha ini
berjalan lancar namun lama kelamaan usaha ini pun tidak dapat mengatasi perekonomian rumah tangga sehingga usaha yang dirintis oleh suami informan
pun ditutup. Perekonomian keluarga pun dibantu oleh anak sulung dan anak keduanya, dari gaji yang diperoleh oleh anaknya informan memperoleh tambahan
pendapatan. Pada tahun 2007 anak informan yang paling besar ingin merubah nasip
dari buruh menjadi lebih baik, anaknya ingin menjadi anggota tentara nasional Indonesia TNI, kontrakan yang dipunyai keluarga akhirnya dijual. Malang tak
dapat tolak untung tak dapat diraih sebuah pepatah yang menggambarkan situasi yang dihadapi keluarga informan karena hari terakhir anaknya bekerja di pabrik,
ia mendapat kecelakaan dalam menjalankan pekerjaannya, padahal besok harinya ia harus berangkat ke Aceh karena disanalah tempat tujuannya melamar TNI,
Universitas Sumatera Utara
73
tetapi karena kecelakaan tersebut semuanya jadi tertunda, uang yang telah disediakan akhirnya dipergunakan untuk berobat. Meskipun uang berobat anaknya
ditanggung perusahaan tetapi pelayanannya sangat buruk mengakibatkan kaki anak informan hampir diamputasi. Keluarga informan memilih berobat
menggunakan biaya sendiri, uang yang disedikan untuk kebutuhan melamar TNI sudah berkurang karena pekerjaan suami informan yang tidak tetap lagi, jika ada
proyek bekerja dan jika tidak ada proyek ia memilih untuk menarik ojek. Kehidupan keluarga informan berjalan normal kembali suami informan
menuturkan jika dia ingin masuk pabrik dia masih diterima bahkan dia diminta untuk bekerja di pabrik kembali. Tapi dia tidak menerimanya karena gaji sebagai
buruh di pabrik hanya pas–pasan dan harus mengejar target perusahaan. Suami informan bercerita setelah di-PHK, dia dapat bebas memilih pekerjaannya karena
tawaran untuknya silih berganti dengan skill yang dia miliki dan bekerja dengan jujur sehingga orang percaya dengannya. Suami informan menceritakan ketika
terjadi Tsunami pada tahun 2005 ia menjadi relawan untuk memasang listrik kerumah warga. Suami informan mempunyai relasi yang cukup banyak dengan
orang Cina, ketika pengusaha membutuhkan teknisi, maka suaminyalah yang pertama dipanggil. Suami informan bercerita ketika itu ada orang Cina yang
menawarkan pekerjaan di Pekanbaru disana dia mendapat posisi sebagai pengawas dan diberikan fasilitas – fasilitas seperti rumah. Tetapi ia menolak
karena tidak bisa jauh dengan keluarga, dari penuturan suami informan banyak juga proyek – proyek borongan yang memintanya dijadikan sebagai kepala teknisi
ia juga menolak dengan alasan yang sama, suami informan berkata
Universitas Sumatera Utara
74
“ngapain ngambil proyek di luar kota kalau gajinya tidak sama dengan di medan”.
Suami informan juga mempunyai kebiasaan buruk dimana 2 kali dalam seminggu ia memancing, dalam 1 hari ia dapat menghabiskan Rp 75.000 ,- mulai
dari uang masuk, makan siang, rokok, dan taruhan, jadi jika dikalkulasi dalam 1 bulan dia dapat menghabiskan Rp 400.000 – 600.000 ,- padahal pengeluarannya
tersebut dapat digunakan membayar cicilan sepeda bermotor karena mereka juga masih membayar kredit sepeda motor. Penghasilan suami informan dapat
mencapai rata-rata 1,5 jt bulan tapi jika dikurangin dengan pengeluarannya, maka sisanya hanya tinggal sedikit, lain lagi dengan biaya kebutuhan sekolah.
Informan mengatakan uang jajan dan ongkos anaknya yang masih duduk di bangku SMP rata – rata Rp 10.000 hari. Sementara informan hanya membiarkan
kebiasaan buruk suaminya hal ini mungkin disebabkan karena suami informan selalu memberikan biaya rumah tangga mereka dan uang sekolah, mereka
mempunyai prinsip orang dibawah tetap saja dibawah dan pemerintah tidak peduli. Suami informan berkata:
“ Dari pada awak mabuk – mabukan dan maen perempuan lebih baik awak memancing karena bisa menghilangkan stress”.
Masalah konsumsi keluarga, informan jarang melakukan suatu upaya penghematan. Keluarga ini pun tidak dapat menabung karena pendapatan hasil
jualan dari warung hanya mendapat untung Rp 20.000,- hari, hanya cukup untuk uang jajan anaknya. Mereka pun tidak dapat menyekolahkan anak mereka ke
Universitas Sumatera Utara
75
perguruan tinggi karena biaya pendidikan untuk perguruan tinggi membutuhkan dana yang cukup tinggi. Jadi apa yang didapatkan hari ini cukup untuk
dikonsumsi hari ini.
Universitas Sumatera Utara
76
KASUS INFORMAN II 5.2.1 Identitas Informan
Nama : Ayuf Efendi
Jenis kelamin : Laki – laki
Usia : 47 Tahun
Pendidikan terakhir : SMEA N 1 Medan Alamat rumah
: Jl. Rumah potong hewan Gg Abadi Kel Mabar Kec Medan Deli
Agama : Islam
Suku : Sunda
Jumlah anggota keluarga : 4 Orang 5.2.2 Kondisi Sosial Ekonomi Informan II
Penulis mengenal informan II melalui informan I yaitu pada Juli 2013. Pertemuan dengan informan II di awali ketika penulis sedang melakukan
wawancara dengan informan I, pada saat melakukan wawancara penulis bertemu dengan anak informan ke-II yang bernama Ade Yunita, mendengar wawancara
yang penulis lakukan dengan informan informan I. Ade yunita bertanya masalah apa yang sedang penulis bicarakan, penulis menjelaskan bahwa penulis sedang
mengumpulkan data tentang korban PHK, bagaimana strategi keluarga informan
Universitas Sumatera Utara
77
dalam mempertahankan sosial ekonomi keluarga karena keluarga informan merupakan korban PHK, kemudian Ade Yunita berkata
“ Bapak kami dirumah juga korban PHK tapi bapak masih diluar, bentar lagi datang kalau mau nanya bentar lagi saja, baiknya bapak itu” .
Sementara menunggu penulispun memulai pembicaraan dengan Ade Yunita, dari cerita yang penulis dapatkan Ade sudah berkeluarga dan mempunyai
2 orang anak dan suaminya bekerja sebagai supir truk di Kawasan Industri Medan. Tidak lama berselang akhirnya bapak saudari Ade datang dan langsung
menuju ke rumah, Ade pun bergegas meninggalkan kami untuk menemui ayahnya untuk memberitahukan bahwa penulis ingin melakukan wawancara dengan
ayahnya. Kurang lebih 10 menit Ade pun kembali dan berkata:
“ bang kalau mau wawancara sekarang aja mumpung lagi jam makan siang dan jam seginilah ayah biasa dirumah”.
penulis meminta Ade untuk mengantar ke rumahnya. Ade langsung memperkenalkan saya:
“ pak ini yang mau melakukan wawancara tadi’.
Seperti biasanya adat timur ketika bertemu orang tua sayapun langsung menjabat tangan dan menunjukkan rasa hormat kemudian memperkenalkan diri saya:
“Petrus Tobing kata saya dan di balas bapak itu dengan menyebutkan namanya Ayuf”
Universitas Sumatera Utara
78
Kemudian ia mempersilahkan saya duduk dan bertanya :
“Adik dari survey mana?”
Penulis menyadari bahwa anaknya belum memberitahukan identitas saya. Penulispun menjelaskan bahwa ingin melakukan penelitian di Kelurahan Kota
Mabar Kecamatan Medan Deli, tepatnya di lingkungan I tentang suka dukanya Korban PHK. Penulis meminta kesediaan bapak Ayuf agar bersedia menjadi
informan penulis dan ia bersedia menjadi informan penulis. Pembicaraan awalnya sangat kaku, karena pembicaraan terjadi hanya satu
arah. Penulis menyadari belum ada ikatan emosional antara informan dengan penulis karena merupakan pertemuan pertama, dengan menyodorkan 1 bungkus
rokok, diharapankan suasana lebih rileks. Pembicaraanpun kembali dilanjutkan dengan menggunakan catatan kecil. Dia bercerita sekarang dia hanya penarik ojek
dan istrinya membuka warung kopi di depan PT. Pusri Observasi yang penulis lihat ketika melakukan wawancara ada banyak
anak kecil yang berkumpul di rumahnya, informan menceritakan bahwa mereka sebagian adalah keponakannya, ia juga berkata bahwa deretan rumahnya adalah
kebanyakan keluarganya mulai dari mertuanya, adik ipar dan abang ipar, sehingga suasana rumahnya sangat ramai.
Penulis kemudian membuat janji dengan informan dikeesokan harinya untuk bertemu dipangkalan ojek dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada
informan dan teman sepergaulannya. Wawancarapun berikutnya tidak membahas
Universitas Sumatera Utara
79
masalah judul penulis tetapi masalah negara Indonesia, penulis sering berkunjung kerumah informan karena sebelumnya telah mendapat ijin dari informan.
Informan adalah seorang kepala rumah tangga yang baik, informan di karunia 4 orang putri yang manis-manis. Kehidupan pun berjalan baik – baik saja
walaupun duri-duri kecil melanda hal yang biasa dalam sebuah rumah tangga. Informan adalah anak ke 3 dari 9 orang bersaudara, ketika masih muda informan
tinggal di jalan M. Yamin Pasar 2 Medan. Informan bercerita ketika duduk dibangku SMEA informan merupakan salah satu murid yang berprestasi informan
mengambil jurusan Tata Niaga. Karena pintar akhirnya informan cukup dikenal oleh guru karena dia
sering menjawab pertanyaan. Dari penuturan informan keluarganya termasuk keluarga yang berkecukupan karena saudaranya semuanya menganyam
pendidikan SMA dan pekerjaan orang tua informan adalah mandor di perusahaan PT Cipta jaya. Setelah lulus dari SMEA, informan bekerja di bank BRI posisinya
adalah sebagai cleaning services tetapi karena malas akhinya informan di PHK karena sering tidak masuk kerja dan dia berkata:
“kalau dulu sabar aja bapak, sekarang sudah pegawai tetaplah bapak di kantor kan adanya jenjang kariernya kalau baik awak kan dipertimbangkan
orang itunya, untuk naik jabatan mungkin ga kayak sekarang inilah bapak serba susah”
Informanpun mulai menganggur, akhirnya ayahnya memasukkannya keperusahaan PT Cipta jaya sebuah perusahaan triplek tempat ayahnya bekerja.
Universitas Sumatera Utara
80
Informan memulai hari kerjanya di perusahaan PT Cipta jaya. Besarnya arus permiintaan tenaga kerja di Kawasan Industri Medan menyebabkan terjadinya
migrasi dari desa ke kota, ada ribuan buruh yang tinggal di Lingkungan I. Banyak diantara buruh menemukan jodohnya ditempat kerja, salah satunya adalah
informan. Diperusahaan yang sama informan bertemu dengan seorang gadis manis dan dia jatuh hati, untungnya cinta informan tidak bertepuk sebelah tangan,
gayung pun bersambut hubungan itu pun semakin serius sehingga lamaran di layangkan oleh keluarga informan kepada keluarga ibu rosmini istri informan,
akhirnya merekapun sah menjadi suami istri yang bahagia. Saat baru menikah istri informan masih bekerja sebagai buruh dengan
informan tetapi ketika anak pertama mereka lahir istri informan tidak bekerja lagi, demi kebaikan bersama, istrinya cukup sebagai ibu rumah tangga saja untuk
mengurus rumah dan anak-anaknya. Kini mereka mempunyai 4 orang anak I bernama Ade Yunita berumur 24 tahun dan sudah mempunyai 2 orang anak, anak
II bernama Fitria berumur 22 Tahun juga telah berkeluarga mempunyai 1 orang, anak III bernama Ratika naik kelas 3 SMP sedangkan anak IV belum bersekolah
bernama Halimatusadiah. Pada saat itu gaji dari kepala rumah tangga dirasakan masih cukup
sehingga mereka dapat menabung. Informan menuturkan kepada penulis sebelum di PHK kehidupan keluarganya masih berkecukupan informan berkata:
“dulu masih kerja awak masih enak, gaji pokok diperusahaan sampai 1 juta itupun sebelum bapak di PHK tahun 2005, lain lagi jika awak ikut lembur
Universitas Sumatera Utara
81
bisa sampai 2 juta. Sebelum krismon gaji bapak sudah termasuk besar makanya istri bapak dulu suruh berhenti aja “
dari penuturan informan sebelum di PHK makanan yang keluarga informan konsumsi masih tergolong makanan yang enak, ia berkata paling tidak 2 kali
seminggu mereka pasti makan daging yang lainnya ikan laut. Uang sekolah anaknyapun jarang menungggak. sebelum PHK kehidupan informan
berkecukupan mereka pun dapat memMabar sebuah rumah tempat berteduh walaupun semi permanen, lantainya masih disemen, dinding dari papan dan tidak
terlalu besar. Informan sudah 21 tahun bekerja di perusahaan tersebut, posisinya sebagai
operator mesin. Krisis ekonomi yang masih melanda Indonesia pada Tahun 2005 menjadi penyebab informan di PHK. Informanpun bercerita bagaimana
keluarganya tetap bertahan, parahnya lagi ketika di PHK dia tidak mendapat pesangon sehingga uang tambahan modal untuk membuka usaha pun tidak ada.
Istrinya pun mengambil inisiatif untuk membuka usaha dengan berjualan di pajak Brayan untuk menyokong pendapatan keluarga awalnya usaha itu
berjalan dengan baik tetapi karena manejemen yang tidak baik mengakibatkan usaha yang dimulai istrinya perlahan – lahan mengalami kebangkrutan, cara yang
ditempuh istrinya adalah dengan meminjam uang agar usahanya tetap bisa berjalan dengan bantuan pinjaman yang ia dapat usahanya dapat kembali berjalan.
Tetapi tetap saja istri informan rugi karena meminjam uang kepada kreditur bukan membawa dampak yang baik bagi proses usahanya tetapi menjadi masalah yang
Universitas Sumatera Utara
82
buruk, dimana utang yang sedikit demi sedikit kini sudah berubah menjadi banyak. Istri informanpun dicari penagih utang mengakibatkan istrinya tidak
dapat berjualan lagi dan mencoba bersembunyi dari para penagih utang terkadang ia dapat menyembunyikan diri tapi terkadang ketahuan. Dari penuturan informan
istrinya berhasil meminjam uang dari saudaranya. Istri informan memulai usaha baru yaitu membuka warung kopi di dekat
PT. Pusri yang tidak jauh dari rumah informan. Usahanya pun tetap dapat berjalan karena lokasi dia berjualan merupakan tempat istrahat para supir-supir PT. Pusri.
Dari observasi penulis istri informan merupakan seorang wanita yang cantik untuk seumuran dia, mulai dari gaya berpakainnya juga kulitnya yang putih. Berbeda
dengan informan yang kelihatan sudah tua. Informan menuturkan bahwa kondisi keluarga mereka baik – baik saja dan seperti tidak ada masalah. Wawancara yang
dilakukan penulis belum mampu untuk mendapatkan informasi rahasia keluarga informan.
Penulis kembali lagi kepada informan I, kedekatan Penulis dengan informan I yang sudah sangat dekat dimanfaatkan untuk mengupas tentang
kehidupan keluar informan karena penulis menemukan hambatan mengupas tuntas tentang kehidupan informan, informan hanya mau menceritakan tentang
kehidupan luar rumah tangganya. Penulis melihat ada suatu masalah yang disembunyikan oleh informan dan
ia tidak mau ceritakannya. Penulis bertanya kepada Key informan I karena ia teman dekat dari istri informan dan merupakan tempat curhat istri dari informan,
Universitas Sumatera Utara
83
informan I berkata bahwa anak ke 4 dari informan merupakan hasil dari selingkuhan istrinya dengan supir truk PUSRI, tetapi informan tidak mengetahui
hal tersebut hanya informan I dan istrinya yang mengetahui hal tersebut. Sebelum anak ke 4 mereka lahir ibu Ani istri informan sering berangkat dari rumah pagi
dan pulang di larut malam dengan berbagai alasan dan informan tidak berani marah karena menurut cerita informan I, informan merupakan seorang suami yang
takut akan istri dan informan sering dimarahi dan dibentak oleh istrinya sehingga informan merasa tertekan batin dan tidak dapat berbuat apa–apa. Dari observasi
yang dilakukan jika bukan penulis yang memulai pembicaraan informan hanya diam dengan tatapan kosong. Kemudian informan I juga bercerita istri informan
berpacaran kembali dengan seorang supir truk. Akhirnya utang–utang ibu Ani dapat terlunaskan berkat bantuan dari
pacarnya, dari penuturan informan I istri informan akhirnya menjadi simpanan supir truk dan terkadang istri informan melakukan dengan orang lain. Sementara
penghasilan informan setelah di PHK tidak menetap ia hanya menjadi penarik ojek dengan penghasilan Rp 30.000 – 40.000,- hari, dan penghasilan rata –
ratanya keluarga informan perbulan mencapai 1,3 juta, uang inilah dibagi untuk kehidupan keluarganya. Sementara biaya pendidikan anaknya yang bersekolah di
SMA Hang Tuah lumayan mahal yaitu Rp 120.000,- bulan, ditambah dengan ongkos, uang jajan dan buku–bukunya mencapai kurang lebih Rp 500.000,-
sisanya untuk kebutuhannya dan untuk kebutuhan keluarga misalnya untuk membili beras dan sebagainya. informan berkata :
Universitas Sumatera Utara
84
“ beli rokok sekarang tidak bisa lagi perbungkus, sekarang sudah ketenggan itupun terkadang ngutang di warung, beda waktu masih kerja dulu rokok
bapak perbungkus itu pun Dji Sam Soe“
Informan juga bercerita ingin menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi agar nasipnya tidak sama dengan dirinya tapi dengan keadaan yang sekarang dia
tidak dapat berbuat apa–apa, dia hanya pasrah dengan kehidupannya yang sekarang. Dari observasi penulis keluarga informan tidak melakukan
penghematan dimana ketika penulis berkunjung dan bertanya menu makanan mereka tidak berbeda sebelum mereka di PHK dan masih mengkonsumsi daging 2
kali seminggu dan penggunaan listrik pun tak ada penghematan dimana anak- anaknya hanya menonton dirumah sehingga uang tagihan listrik mencapai ratusan
ribu perbulan sedangkan air yang mereka gunakan mereka dapatkan gratis karena perusahaan PT. Glofindo memberikan saluran air bersih kepada warga disekitar
pabrik ini merupakan syarat karena rumah warga sekitar terkena dampak pencemaran dari pabrik sarung tangan tersebut.
Pengakuan informanpun mengejutkan penulis karena dia mengatakan lebih menikmati masa setelah PHK, bebas istrahat kapan dia mau, bisa makan
kapan dia mau, intinya di mengatakan tidak terikat lagi dengan rutinitas kerja yang harus berangkat pagi dan pulang sore. Itulah alasannya mengapa ia tetap
memilih menjadi tukang ojek. Untuk masalah kesehatan informan berkata tidak menyediakan alokasi
dana, ketika ada anggota kelurganya yang sakit maka mereka akan meminjam
Universitas Sumatera Utara
85
uang dari sanak keluarganya karena dengan penghasilan yang sedikit tidak banyak yang dapat disisihkan untuk ditabung, sementara hasil dari warung istrinya juga
hanya untuk kebutuhan dapur dan merawat anaknya untuk menambahi uang sekolah anaknya, sampai saat ini kata informan belum ada anggota keluarganya
yang mengalami penyakit yang mengkhawatirkan kalau ada anggota rumah yang sakit hanya berobat ke Puskesmas dengan menggunakan jamkesmas cuma
menunjukkan kartu jamskesmas dan membayar Rp 3000,-. Terkadang anaknya yang sudah berkeluarga memberikan bantuan biaya kepada mereka. Beruntung
keluarga ini sudah memiliki rumah sendiri sehingga tidak memerlukan biaya pengeluaran lagi.
Universitas Sumatera Utara
86
KASUS INFORMAN III 5.3.1 Identitas Informan
Nama : Ida Simamora
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 34 Tahun
Pendidikan terakhir : SMP Alamat rumah
: Jl. Rumah potong hewan Kel Mabar Kec. Medan Deli Agama
: Kristen Protestan Suku
: Batak Toba Jumlah anggota keluarga : 6 Orang
5.3.2 Kondisi Sosial Ekonomi Informan III
Penulis bertemu dengan informan III pada awal bulan September 2013. Ketika itu penulis sedang berkunjung ke rumah salah seorang teman penulis
dimana teman penulis adalalah sorang guru pendidikan anak usia dini PAUD di lingkungan I Kelurahan Mabar. Sambil menikmati hidangan, teman penulis
bercerita bahwa tetangganya merupakan salah satu korban PHK, dari observasi terlihat jelas bagaimana kondisi rumahnya yang sangat sederhana, penulis
meminta tolong untuk di perkenalkan kepadanya. Kemudian penulis menceritakan tujuan kedatang kerumahnya, dari pertemuan pertama penulis hanya bertemu
dengan ibu dari rumah tangga tersebut, hal ini disebabkan karena suaminya bekerja di pabrik. Dia sepertinya tidak bersedia di jadikan sebagai informan tetapi
penulis menceritakan bahwa wawancara yang diceritakannya akan dijaga kerahasiaannya oleh penulis. Akhirnya ibu tersebut bersedia menjadi informan III
Universitas Sumatera Utara
87
yang kemudian penulis ketahui namanya adalah ibu Lundu. Pada kunjungan berikutnya penulis hanya melakukan observasi ke rumah informan dan melakukan
wawancara tidak berstruktur dari wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kondisi yang dialami oleh informan I, II berbeda dengan yang dialami oleh
informan III.
Penulis melakukan kunjungan kembali kerumah informan III tetapi pada saat itu informan tidak berada dirumah, penulis mendapat informasi bahwa
informan sedang menggunting sendal jepit swallow dirumah tetangganya, kemudian penulis menemuinya dan membuat janji untuk melakukan wawancara
di keesokan harinya karena informan sedang bekerja. Pada saat itu ada 5 orang ibu bersama informan sedang menggunting sendal jepit swallow salah satunya adalah
ibu Br Siallagan, bercerita bahwa mereka adalah korban PHK juga. Dikeesokan harinya penulis bertemu dengan informan pada pukul 12.00
Penulis mengalami hambatan bertemu dengan suami informan karena pekerjaanya harus berangkat pagi dan pulang di sore hari. Ia juga sering mengambil jatah
lembur untuk menambah pendapatannya. Pertemuan ke 5 yaitu pada tanggal 11 September 2013 penulis bertemu kembali dengan informan saat itu informan
sedang menggunting sandal jepit swallow dan penulis pun melakukan wawancara dengan informan yang disaksikan oleh teman – teman informan, dari kondisi ini
penulis semakin mendapatkan data tentang keluarga informan karena temannya terkadang membuka rahasia keluarga mereka masing – masing sehingga memicu
informan untuk bercerita lebih jauh lagi. Wawancara ini pun menarik karena ibu Br. Siallagan teman informan sering membuat lawakan.
Universitas Sumatera Utara
88
Pada wawancara terakhir penulis dengan informan dari wawancara tersebut penulis dapat memahami bahwa kemiskinan di lingkungan buruh
perkotaan sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari kemiskinan yang terjadi dipedesaan atau ditempat lain, karena kemiskinan yang terjadi dipedesaan adalah
salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi masyarakat desa ke kota demi kehidupan yang lebih baik.
Menurut informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan informan, latar belakang informan berasal dari pedesaan yaitu Sidikalang. Alasan informan
melakukan urbanisasi ialah untuk mencoba memperbaiki kondisi hidup dengan cara mencari pekerjaan ke kota. Buruh diperkotaan terutama di Kawasan Industri
Medan KIM pada umumnya bukan penduduk asli. Penduduk tersebut berasal dari desa-desa disekitar kawasan tersebut. Kualitas sumber daya manusia ditandai
dengan kamampuan dan keterampilan untuk memanfaatkan teknologi. Teknologi adalah perangkatalat yang tidak netral, artinya bahwa teknologi
adalah memihak pada yang menguasai informasi dan mempuyai kemampuan dan keterampilan. Penguasaan akan ilmu dan keterampilan adalah syarat yang tidak
bisa ditawar lagi. Seandainya buruh bisa memilih orang yang pandai dan yang terampil situasi dan kondisi dimana dilahirkan tidak memberikan pilihan bagi
dirinya sendiri sementara industrialisasi dan pilihan – pilihan teknologi yang diterapkan di Indonesia menerapkan mensyaratkan standar ilmu dan keterampilan
yang relatif tinggi.Anwar, 1995:193 Rendahnya kapabilitas buruh dan tingginya kuantitas buruh membawa
dampak langsung terhadap upah yang diterimanya. Tetapi tingkat kenaikan upah
Universitas Sumatera Utara
89
buruh merupakan pengaruh dari demonstrasi dan pemogokan yang dilakukan. Sedangkan harga biaya hidup dan juga inflasi terjadi dengan pasti, maka hal ini
bisa dibayangkan kira – kira bagaimana kualitas hidup tenaga kerja tersebut kemiskinan buruh tidak hanya akan dirasakan oleh buruh tersebut tetapi akan
dirasakan oleh generasi keturunanya karena industri hanya akan memperoleh tenaga yang kurang terampil, kurang berpendidikan dan kurang bergiji. Akhirnya
kondisi tersebut akan menghambat kemajuan dari industri itu sendiri. contahnya saja ibu lundu Informan
Ibu Lundu adalah seorang ibu rumah tangga yang di PHK pada tahun 2005 dari pabrik kue Unibis. Pada saat itu jabatannya hanya sebagai karyawan biasa
sedangkan suaminya bekerja di pabrik PT. Putra Bandar. Keluarga informan dikarunia 4 tahun orang anak I bernama Lundu berumur 10 tahun dan duduk
dikelas 4 SD yang kedua bernama Ciska berumur 8 tahun sekarang masih kelas 2 SD sementara yang III bernama Eko Jaya 6 tahun dan sebentar lagi masuk sekolah
dasar sementara yang paling kecil bernama Nurasima berumur 4 tahun. Informan berasal dari Sidikalang begitu juga dengan suaminya ia mendapat pekerjaan di
Kawasan Industri Medan KIM ini dari temannya yang sudah duluan bekerja di KIM informan berkata :
“Jaman dulu masih enak dek Orang kampung kalau merantau ke kota pas tahun baru kalau pulang membawa banyak uang, tapi kalau sekarang
orang kota kalau pulang kampung pasti mau minjam uang”
Universitas Sumatera Utara
90
Informan menuturkan ketika masih bekerja di pabrik dia bekerja sebagai karyawan tetap dan mendapat gaji pokok sebesar Rp 600.000,- dan mendapat
tunjangan makan sebesar Rp 2.500,- informan menuturkan
“ kalau dulu awak masih kerja dan suami juga masih kerja masih enaklah gaji awak bisa beli makanan enak sekali – sekali kalau sekarang
tarhona mangallang daging ,beli sabun cuci aja sudah payah “
Dengan gaji Rp 600.000,- keluarga informan hanya dapat menabung dengan jumlah kecil informan menuturkan :
“ kalau ada pesta uang yang di tabung itu pun habis. Memang susah yang maradat ini”
. Keluarga informan sangat terpuruk dengan krisis ekonomi global, apalagi
anaknya masih kecil-kecil, anak informan membutuhkan biaya yang besar untuk biaya pendidikan. Dari informasi yang diperoleh dari informan, kebutuhan biaya
pendidikan untuk kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar SD tidak terlalu tinggi karena mereka bersekolah di sekolah negeri. Ketakutan
informan adalah ketika kedua anaknya tersebut melanjutkan pendidikannya ke tingkat SLTP dan dan anak ke-III, IV telah bersekolah. Ia tentunya memerlukan
biaya yang lebih besar lagi dan menuntut pendapatan yang besar pula seperti penuturan informan berikut ini:
“ga tahu lah dek Orang ini bisa kusekolahkan maunya kadang stress otakku kalau kupikirkan itu, yah kayak gini lah di ulaon na boi siulaon kalua ada
Harlep harian lepas awak ikutan“
Universitas Sumatera Utara
91
Bila melihat kondisi informan yang sudah berusia 34 tahun sudah sangat sulit mendapatkan pekerjaan, sementara pada saat ini perusahaan hanya
membutuhkan tenaga yang muda. Faktor lainnya juga karena latar belakang pendidikan informan yang hanya berijazasahkan SMP. Informan menuturkan:
“ kalau jaman kami dulu masih gadis di KIM ini, syarat untuk melamar kerja di pabrik masih banyak diterima tamat SD, yang ga tamat pun masih banyak
yang diterima, kalau sekarang sudah ada langsung di tulis minimal tamat SMA ada lagi syaratnya maksimal umur segini jadi awakpun gagal karena syarat”
Informan pun tidak dapat berbuat banyak dengan situasi seperti ini, apalagi kondisi rumah tangga keluarga informan yang rumahnya masih menyewa
dengan harga 3 jttahun. Dari pengamatan penulis, rumah informan sangat sederhana dengan ukuran 4 x 6 meter dan hanya mempunyai 1 kamar dengan
dinding rumah yang masih terbuat dari bambu dan lantainya masih dari semen dan air yang menggunakan air sumur keluarga ini terpaksa menggunakan air sumur
karena tidak ada biaya untuk memasukkan air perusahaan daerah air minum PDAM.
Dari hasil wawancara penulis dengan informan, tahun ajaran baru dia akan meminjam uang karena anak pertamanya akan naik kelas dan butuh buku baru.
Begitu juga dengan anak keduanya akan membutuhkan biaya yang sama dengan abangnya sementara yang paling banyak membutuhakan biaya adalah anak ke 3
nya yang akan memasuki kelas 1 SD karena anaknya akan membutuhkan seragam sekolah dan alat perlengkapan sekolah seperti tas, sepatu, buku, pensil dan lain
sebagainya. Jadi, informan akan meminjam uang kepada tatangga atau saudaranya
Universitas Sumatera Utara
92
dengan jaminan pada waktu gajian akan dibayarkannya dengan gaji pokok suami informan yang hanya Rp 800.000,- mungkin gaji pokok akan bertambah jika
suami informan mengambil jatah lembur. Suatu hal ironis dengan gaji Rp 800.000,- dapat menghidupi keluarga informan.
Kehidupan keluarga informan PHK mengalami kondisi yang memprihatinkan. Karena informan tidak dapat memberikan makanan yang bergiji
kepada anaknya, ini sangat penting karena anaknya membutuhkan giji yang cukup untuk masa pertumbuhannya. Menurut informan ketika masih era orde baru
perekonomian Indonesia masih baik, kebutuhan ekonomi dengan gaji yang diperoleh masih seimbang karena harga bahan kebutuhan rumah tangga masih
murah, tetapi semenjak krisis global yang melanda Indonesia keadaan ini pun jauh berubah harga kebutuhan melonjak tinggi.
Universitas Sumatera Utara
93
5.4 ANALISA KASUS Strategi Adaptasi Rumah Tangga Korban PHK dalam Mempertahankan