Pertumbuhan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.Miq.) pada kondisi lingkungan kurang optimum dan respon terhadap pemupukan lanjutan

(1)

PERTUMBUHAN TANAMAN JABON (Anthocephalus cadamba

Roxb.

Miq.) PADA KONDISI LINGKUNGAN KURANG OPTIMUM DAN

RESPON TERHADAP PEMUPUKAN LANJUTAN

SURAHMAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERTUMBUHAN TANAMAN JABON (Anthocephalus cadamba

Roxb.

Miq.) PADA KONDISI LINGKUNGAN KURANG OPTIMUM DAN

RESPON TERHADAP PEMUPUKAN LANJUTAN

SURAHMAN

skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pertumbuhan Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) pada Kondisi Lingkungan Kurang Optimum dan Respon terhadap Pemupukan Lanjutan

Nama Mahasiswa : Surahman

NRP : E44060960

Departemen : Silvikultur

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. NIP. 19660523 199002 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr. NIP. 19641110 199002 1 001


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) pada Kondisi Lingkungan Kurang Optimum dan Respon terhadap Pemupukan Lanjutan adalah benar – benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Surahman


(5)

Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) merupakan salah satu jenis pohon industri cepat tumbuh (fast growing species), sebagai penghasil kayu untuk pemenuhan kebutuhan kayu Indonesia yang terus meningkat. Pada era 70-an 100% industri kayu di Indonesia hanya mengandalkan hutan alam sebagai sumber pasokan. Laju kerusakan hutan alam yang terus meningkat menyebabkan pasokan kayu berkurang tajam. Jabon adalah salah satu jenis unggulan yang dapat dikembangkan melalui Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun Hutan Rakyat (HR). Akan tetapi, informasi silvikultur dalam pengembangannya masih terbatas khususnya manfaat pemberian pupuk lanjutan dan pemilihan lahan yang sesuai untuk budidaya jabon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan pohon jabon pada kondisi lingkungan kurang optimum, mengetahui pengaruh pemupukan lanjutan terhadap pertumbuhan jabon pada kondisi drainase buruk dan untuk mendapatkan dosis pupuk lanjutan yang optimum.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengukuran pohon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan, serta pemberian pupuk lanjutan. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan. Perlakuan berupa pemberian dosis pupuk NPK (A0 = 0 gram), (A1 = 100 gram), dan (A2 = 150 gram). Tiap perlakuan terdiri dari 30 kali ulangan. Analisis sidik ragam data yang diperoleh dilakukan menggunakan Software SAS 9.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi drainase buruk dan di bawah naungan menyebabkan pertumbuhan tinggi dan diameter jabon menurun sebesar 41 % dan 32 % pada kondisi drainase buruk, 80 % dan 88 % pada kondisi di bawah naungan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter jabon pada kondisi drainase baik. Pada kondisi drainase buruk terjadi peningkatan pertumbuhan jumlah cabang dan ruas jabon sebesar 44% dan 13 % terhadap pertumbuhan jumlah cabang dan ruas jabon pada kondisi drainase baik. Sedangkan pada kondisi di bawah naungan terjadi penurunan pertumbuhan jumlah cabang dan ruas jabon sebesar 89 % dan 7 % terhadap pertumbuhan jumlah cabang dan ruas jabon pada kondisi drainase yang baik. Pemberian pupuk lanjutan secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan diameter jabon pada kondisi drainase buruk. Dosis pupuk lanjutan yang baik dan dapat meningkatkan pertumbuhan diameter jabon adalah NPK dosis 100 gram dengan peningkatan sebesar 22,04 % terhadap kontrol. Sedangkan pemberian pupuk lanjutan pada jabon tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tinggi, pertumbuhan jumlah ruas dan cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk.

Kata kunci:Anthocephalus cadamba, pertumbuhan, lingkungan, kurang optimum, pemupukan lanjutan.

Pertumbuhan Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) pada Kondisi Lingkungan Kurang Optimum dan

Respon terhadap Pemupukan Lanjutan

Oleh:

Surahman dan Irdika Mansur

ABSTRAK


(6)

Jabon (Anthocephalus cadambaRoxb. Miq.) is one kind of industrial tree that grows fast (fast growing species), as a producers of wood to meet the demands of Indonesian timber which continues to increase. In the 70's 100% wood industry in Indonesia only rely on natural forests as a source of supply. The rate of degradation natural forests continues to increase causing sharply reduced timber supply. Jabon is one kind of superior wood that can be developed through Industrial Plantation Forest and the Community Forest. However, the silviculture information in its development is still limited, especially the profit of advanced fertilization and selection area. The aim of this study was to determine the growth of jabon in less optimum environment (poor drainage and under shade conditions), to determine the influence of fertilizer application on the growth of jabon and to get the optimum dose of fertilizer application.

The methods undertaken in this study include the measurement of trees in a good drainage, poor drainage and under shade conditions, and the effects of fertilizer application. Parameters measured were height, diameter, the number of branches and length of segments. The experimental design that used is Randomized Complete Design (CRD) within 3 treatments. The treatments are extending the NPK dose (A0 = 0 gram), (A1 = 100 gram), and (A2 = 150 gram). Each treatment was consisted of 30 times repetitions. The SAS 9.0 statistical software was used to conduct the analysis of variance data.

The results showed that the poor drainage and under shade conditions of causes growth of high and diameter jabon decreased by 41% and 32% in poor drainage, 80% and 88% at under shade conditions of the growth of height and diameter in good drainage conditions. In the poor drainage was increased growth of the number of branches and length of segments jabon by 44% and 13% of growth in the number of branches and segments jabon in good drainage. While in under shade condition was decline in growth the number of branches and segments by 89% and 7 % on the growth of the number of brances and segment jabon in good drainage. The fertilizer application had significant effect on diameter growth of jabon in poor drainage conditions. A good dose of fertilizer application which can increase the growth of diameter is NPK dose of 100 grams, with an increase of 22.04% against the control. While the fertilizer application had no significant effect on growth of height, and growth in the number of branches and segment of jabon.

Key words: Anthocephalus cadamba, growth, fertilizer application, environment, less optimum.

The Growth of Jabon (Anthocephalus cadambaRoxb. Miq.) in Less Optimum Environment and Its Respons to Fertilizer

Application

By:

Surahman and Irdika Mansur

ABSTRACT


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Siak Sri Indrapura, Riau pada tanggal 10 Agustus 1987 sebagai anak ke empat dari lima bersaudara pasangan H. Mashuri dan Hj. Lasiyem. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1994 di SD Negeri 034 Jayapura (Kabupaten Siak) dan pada tahun 2000 melanjutkan di SMP Negeri 1 Bungaraya (Kabupaten Siak). Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bungaraya, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis diterima di Program Studi Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai staff divisi kaderisasi dan advokasi Pengurus Cabang Silva Indonesia (PCSI-IPB) tahun 2007/2008, sebagai sekertaris umum dalam kegiatan Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional PIKNAS IV oleh PCSI – IPB tahun 2008, staff Project Division di HIMPRO Tree Grower Community (TGC) 2009. Disamping kuliah, penulis juga aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau (IKPMR –Bogor) dan ISTANA MAS (Ikatan Silaturahmi Anak Negeri Agung Mahasiswa Siak). Penulis pernah menjabat sebagai ketua

Kelompok Pecinta Alam (KPA) ”Tuanku Tambusai” IKPMR – Bogor periode 2007/2008. Penulis pernah mengikuti Rakernas Silva Indonesia di Universitas Lampung (UNILA) tahun 2009 sebagai delegasi perwakilan PCSI-IPB, Seminar Jabon, Seminar Jalak Bali, dan kegiatan Go Green Bekasi Planting (TGC). Penulis juga pernah melakukan kegiatan Magang di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) di Sukabumi, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang – Sancang, Prakek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di bidang reklamasi lahan bekas tambang di PT. Antang Gunung Meratus, Kalimantan Selatan.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pertumbuhan Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) pada Kondisi Lingkungan Kurang Optimum dan Respon terhadap Pemupukan Lanjutan”dibawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “Pertumbuhan Tanaman Jabon (Anthocephalus cadambaRoxb. Miq.) pada Kondisi Lingkungan Kurang Optimum dan Respon terhadap Pemupukan Lanjutan”. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

2. PEMDA Kabupaten Siak Sri Indrapura (Dinas Pendidikan Kabupaten Siak) atas bantuannya berupa beasiswa kepada penulis.

3. Ayah dan Ibu tercinta yaitu H. Mashuri dan Hj. Lasiyem atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.

4. Kakak tersayang (Mas Hidayat, Mbak Murtinah Dewi, Mbak Lilis Sugiarti) dan adikku tercinta Andi Sugianto atas doa, kasih sayang, dukungan dan semangat yang diberikankepada penulis.

5. Bapak H. Padri Rachman, Ibu Hj. Yuliana dan Yulni Pedriyana yang memberikan motivasi dan dukungannya.

6. Teman –teman satu bimbingan dan seperjuangan yang selalu berbagi semangat, bantuan serta dukungan: Anggin Indira Syamsi, Helga Emon, dan Reytha.

7. Teman-teman Mahasiswa Silvikultur Angkatan 43 (Randhi Fauzi Kiswantara, Niechi Valentino, Riri, Lika Aulia Indina, Desi, Dwita, Belinda Bunganegara, Thea Catleya dan lainnya) dan seluruh tenaga kependidikan di Departemen Silvikultur yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang banyak memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

8. Teman-teman Asrama Riau Dang Merdu-IKPMR Bogor, teman-teman Istana Mas, dan teman-teman mahasiswa BUD Kab. Siak Angkatan 43 atas dukungan serta semangat yang diberikan kepada penulis.


(9)

9. Keluarga besar SemeruBase Camp(Adly Lubis, Redi Satriawan, Wisanggara, Yudistira Resang, Amri Saaddudin, Djalu Muslim, Atsenk Hasibuan, Dicky Sinaga, Dadunk Kurnia, Lemenk dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu) atas dukungan dan motivasinya kepada penulis.

10. Seluruh Mahasiswa Fahutan IPB 43 yang selama ini berbagi kebersamaan dalam keluarga Fahutan.

11. Teman-teman kelompok PPEH dan PPH yang telah banyak membantu selama pelaksanaan praktek.

12. Keluarga besar Silvikultur dan keluarga besar Fahutan atas kekeluargaannya selama ini.

13. Dosen-dosen dan staf pengajar Fakultas Kehutanan, keluarga besar KPAP Departemen Silvikultur atas segala petunjuk dan bimbingan dalam administrasi pendidikan selama di kampus.

14. Dan semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan dan dukungannya dicatat sebagai pahala dari Allah SWT.

Bogor, Februari 2011


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudulPertumbuhan Tanaman Jabon(Anthocephalus cadambaRoxb. Miq.) pada Kondisi Lingkungan Kurang Optimum dan Respon terhadap Pemupukan Lanjutandibawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada segenap pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis dalam proses penyelesaian tulisan ini. Penulis berharap karya ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiahnya dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Februari 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI ……….……….. ii

DAFTARTABEL………... v

DAFTAR GAMBAR………... vi

DAFTAR LAMPIRAN………... vii

BAB I PENDAHULUAN……….….... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Tujuan ……….……...… 2

1.3 Manfaat……….……….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Tinjauan umum jabon(Anthocephalus cadamba)... 3

2.1.1 Taksonomi jabon(Anthocephalus cadamba)... 3

2.1.2 Sifat botani... 4

2.1.3 Penyebaran alami dan syarat tumbuh jabon... 6

2.1.4 Kegunaan... 7

2.1.5 Silvikultur... 9

2.1.5.1 Benih dan bibit... 9

2.1.5.2 Penanaman... 10

2.1.5.3 Pemeliharaan... 11

2.1.6 Hama dan penyakit... 11

2.2 Pemupukan... 12

2.2.1 Pupuk NPK... 16

2.2.2 Pemupukan lanjutan... 20

2.3 Pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan... 20


(12)

BAB III METODOLOGI... 24

3.1 Tempat dan waktu penelitian... 24

3.2 Bahan dan alat... 24

3.3 Metode penelitian... 24

3.3.1 Metode pemupukan lanjutan... 24

3.3.1.2 Persiapan pupuk NPK... 25

5.1.3 Pertumbuhan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase buruk... 35

3.3.1.1 Survei lapang... 24

3.3.1.3 Pemberian pupuk di lapangan………... 26

3.3.1.4 Pengukuran dan pengamatan……….. 26

3.3.2 Metode pengukuran pertumbuhan jabon pada kondisi drainase baik, pada kondisi drainase buruk, dan pada kondisi di bawah naungan… 27 3.3.2.1 Pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase buruk…………. 27

3.3.2.2 Pengukuran pohon terjelek pada kondisi drainase buruk... 27

3.3.2.3 Pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase baik... 28

3.3.2.4 Pengukuran pohon di bawah naungan... 28

3.3.2.5 Pengukuran kedalaman air tanah pada kondisi drainase buruk... 28

3.4 Rancangan percobaan... 28

3.5 Analisis data... 29

BAB IV KONDISI UMUM... 30

4.1 Letak geografis... 30

4.2 Wilayah administrasi... 30

4.3 Iklim dan topografi... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

5.1 Hasil penelitian... 31

5.1.1 Pertumbuhan tanaman jabon pada lahan dengan kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan... 31

5.1.2 Pertumbuhan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase buruk... 34 Halaman


(13)

5.1.4 Pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk... 37

5.1.5 Pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk. 39

5.2 Pembahasan... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 50

6.1 Kesimpulan... 50

6.2 Saran... 50

BAB VII DAFTAR PUSTAKA... 51


(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan... 21

2. Hasil sidik ragam pengaruh dosis pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman jabon(Anthocephalus cadamba)pada kondisi drainase buruk……….. 34 3. Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan diameter

tanaman jabon(Anthocephalus cadamba)pada kondisi drainase buruk……….. 36 4. Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan

diameter tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) pada kondisi drainase

buruk……… 36

5. Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon(Anthocephalus cadamba)pada kondisi drainase buruk………. 38 6. Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah

cabang tanaman jabon(Anthocephalus cadamba)pada kondisi drainase buruk.. 39


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Denah Lokasi Penelitian……….

25 2 Penimbangan Pupuk (A) dan Persiapan Pemupukan (B)………..

25 3. Cara Penandaan Pohon (A) dan Pengukuran Diameter Batang (B)………. 27 4. Diagram Perbandingan Pertumbuhan Tinggi Jabon (Anthocephalus cadamba)

pada Kondisi Drainase Baik, pada Kondisi Drainase Buruk, dan di Bawah

Naungan………. 31

5. Diagram Perbandingan Pertumbuhan Diameter Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik, pada Kondisi Drainase Buruk, dan di

Bawah Naungan……… 32

6. Diagram Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Cabang Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik, pada Kondisi Drainase Buruk, dan di

Bawah Naungan……… 33

7. Diagram Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Ruas Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik, pada Kondisi Drainase Buruk, dan di

Bawah Naungan……… 34

8. Diagram Pertumbuhan Tinggi Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) pada

Kondisi Drainase Buruk (n = 30)………...

35 9. Diagram Pertumbuhan Diameter Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)

pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30)……….. 37

10. Diagram Pertumbuhan Jumlah Ruas Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)

pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30)……….. 38 11. Diagram Pertumbuhan Jumlah Cabang Tanaman Jabon (Anthocephalus

cadamba) pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30)……… 40 12. Kondisi Tanaman Jabon sebelum pemupukan (A), Serangan Kepik pada Pucuk

Jabon (B), dan Serangan Ulat pada Daun Jabon (C) pada Lahan dengan

Kondisi Drainase Buruk………..………. 41

13. Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik (A) dan


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data pertumbuhan tinggi jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan 56

2. Pengaruh pupuk NPK terhadap pertumbuhan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan setelah pemupukan (n = 30).…….. 58 3. Data pertumbuhan diameter jabon pada kondisi drainase buruk setiap

pengamatan……… 59

4. Pengaruh pupuk NPK terhadap diameter tanaman jabon pada kondisi drainase

buruk (n = 30)……… 61

5. Jumlah cabang jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan………… 62 6. Pengaruh pupuk NPK terhadap jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi

drainase buruk (n = 30)………. 64

7. Jumlah ruas jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan……… 65 8. Pengaruh pupuk NPK terhadap jumlah ruas jabon pada kondisi drainase buruk

(n = 30)……….. 67

9. Rata-rata tinggi (n = 5), diameter (n = 3), jumlah cabang (n = 3), jumlah ruas (n = 3) jabon pada kondisi drainase buruk pada setiap pengamatan………. 68 10. Pertumbuhan pohon terbaik pada kondisi drainase buruk (kebun I)……..…….. 71 11. Data pohon terbaik pada kondisi drainase buruk (kebun I) (n = 5)……….. 72 12. Data pohon terbaik pada kondisi drainasebaik (kebun II) (n = 5)……….…… 72 13. Data pohon terburuk pada kondisi drainase buruk (kebun I) (n = 5)…………. 72 14. Data Pohon di bawah naungan (kebun II) (n = 5)……… 73 15. Data kedalaman air tanah pada kondisi drainase buruk (kebun I) (n = 5)……… 73 16. Hasil sidik ragam setiap perlakuan dan hasil uji Duncan pada perlakuan yang


(17)

No Halaman 17. Layout pemupukan lanjutan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.

Miq.) pada lahan dengan kondisi drainase buruk... 80

18. Layout pemupukan tanaman jabon(Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.)pada


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kebutuhan kayu di Indonesia setiap tahun meningkat. Hampir setengahnya masuk ke industri pembuatan kayu lapis atau plywood. Pada era 70-an 100% industri kayu mengandalkan hutan alam sebagai sumber pasokan. Namun, laju kerusakan hutan alam yang mencapai 2,87–juta ha per tahun membuat pasokan kayu berkurang tajam (Redaksi Trubus 2010). Tiada pilihan lain industri kayu harus berpaling pada kayu hasil budidaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industrinya. Hutan tanaman dan hutan rakyat merupakan program pengelolaan hutan yang sangat penting sebagai salah satu pemasok kayu sebagai bahan baku industri dan rumah tangga. Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) adalah satu jenis unggulan yang dapat dikembangkan melalui hutan tanaman maupun hutan rakyat akan tetapi, informasi silvikultur dalam pengembangannya masih terbatas khususnya manfaat pemberian pupuk lanjutan dan pemilihan lahan yang sesuai untuk budidaya jabon.

Jabon merupakan jenis pohon industri yang cepat tumbuh dari famili Rubiaceae memiliki banyak kegunaan. Karena tergolong tumbuhan yang cepat tumbuh maka jabon memiliki daur lebih pendek, sehingga menguntungkan dari segi produksi yang tinggi dalam waktu yang singkat. Jabon juga tergolong jenis pohon cahaya (light-demanding) dan cepat tumbuh pada usia yang masih muda. Di alam, pohon jabon dapat tumbuh tinggi mencapai 45 m dengan tinggi bebas cabang 30 m, serta dapat mencapai diameter 160 cm. Pohon jabon memiliki batang lurus dan silindris, penanamannya mudah dikerjakan, dan mudah mendapatkan benih dalam jumlah yang banyak serta tidak ada hambatan dalam pengadaan bibit secara besar-besaran (Martawijaya et al. 2005).

Peningkatan pertumbuhan tanaman jabon dapat dilakukan dengan pemberian pupuk lanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara yang diserap tanaman untuk pertumbuhan yang optimum. Pupuk lanjutan merupakan kegiatan pemberian pupuk lebih lanjut pada tanaman pada


(19)

usia tertentu untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Pemupukan pada lahan dengan kondisi dranase buruk dilakukan dengan memanfaatkan tanah yang tidak tergenang. Pada kondisi di bawah naungan, untuk meningkatkan produktivitas tanaman dilakukan pemangkasan atau penjarangan dengan menebang pohon yang pertumbuhannya terganggu.

Pada saat ini banyak masyarakat yang tertarik untuk menanam jabon. Agar pertumbuhannya optimum, maka pemilihan lahan yang baik perlu diperhatikan. Kondisi lingkungan kurang optimum adalah lahan dengan kondisi drainase buruk dan kondisi di bawah naungan. Lahan dengan kondisi drainase buruk memiliki kedalaman air tanah yang dangkal dan tergenang dalam waktu yang lama sebagai akibat kurang berfungsinya saluran irigasi. Pada kondisi di bawah naungan, tanaman berada pada jarak 1 – 2 meter dari tanaman lain yang lebih besar tajuknya sehingga tanaman tidak mendapatkan sinar matahari secara penuh.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pertumbuhan pohon jabon pada kondisi lingkungan kurang optimum (kondisi drainase buruk dan kondisi di bawah naungan).

2. Mengetahui pengaruh pemupukan lanjutan terhadap pertumbuhan jabon di lahan dengan drainase buruk.

3. Mendapatkan dosis pupuk lanjutan yang optimum untuk jenis pohon jabon.

1.3 Manfaat

1. Memberikan informasi kepada pengusaha kehutanan yang ingin menanam jabon mengenai kondisi lingkungan yang optimum untuk budidaya jabon. 2. Sebagai informasi awal untuk penelitian lebih lanjut.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum jabon (Anthocephalus cadamba) 2.1.1 Taksonomi jabon (Anthocephalus cadamba)

Menurut Pratiwi (2003) nama botani jabon adalah Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) atau sinonim dengan Anthocephalus indicus Rich (Helingga 1950) dan Anthocephalus chinensis Lamk. (Madamba 1975). Jabon tergolong suku Rubiaceae. Nama daerah jabon lainnya antara lain jabun, hanja, kelampeyan, kelampaian (Jawa); galupai, galupai bengkal, harapean, johan, kelempi, kiuna, selapaian, serebunaik (Sumatera); ilan, taloh, tawa telan, tuak, tuneh, tuwak (Kalimantan); bance pute, pontua, suge manai, pekaung, toa (Sulawesi); gumpayan, kelapan, mugawe, sencari (NTB); aparabire, masarambi (Irian Jaya). Nama Jabon di daerah lain yaitu kadam, cadamba, common bur-flower tree (Inggris), kadam (Perancis), bangkal, kaatoan bangkal (Brunei), kelempayan (Peninsular), laran (Sabah), selimpoh (Serawak), labula (Papua New Guinea), kaaton bangkal (Philippina), mau-lettan-she, maukadon, yeman (Burma), thkoow (Kamboja), koo-somz, sako (Laos), krathum, krathum bok, takko (Thailand), caay gaso, caftom, gao trawsng (Vietnam).

Berdasarkan taksonominya jabon digolongkan sebagai berikut (Mansur dan Tuheteru 2010):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub-kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Familia : Rubiaceae (suku kopi-kopian) Genus :Anthocephalus


(21)

2.1.2 Sifat Botani

Menurut Martawidjaya et al. (2005) tinggi jabon di alam dapat mencapai 45 m dengan panjang bebas cabang 30 m dan diameternya dapat mencapai 160 cm. Batang silindris, bertajuk tinggi, dengan cabang mendatar, berbanir sampai ketinggian 1,5 m, kulit luar berwarna kelabu-coklat sampai coklat, sedikit beralur dangkal. Tajuk pohon jabon meninggi, tidak lebat dan agak gepeng dengan system percabangan melingkar yang mengambil ruang secara teratur, sehingga baik sekali pada pelingkarannya, cabang-cabang primernya biasanya agak mendatar dan gugur daun di dalam hutan musim (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980).

Tanaman jabon sudah di kenal masyarakat sejak lama. Namun popularitasnya semakin menanjak karena adanya serangan penyakit yang terjadi pada tanaman sengon (Falcataria moluccana). Adanya kasus ini menyebabkan petani mencari alternatif tanaman lain yang pertumbuhannya cepat dengan kualitas kayu yang bagus dan tahan terhadap serangan hama penyakit. Tanaman jabon berasal dari daerah beriklim muson tropika. Tanaman ini lebih menyukai tempat yang lembab, misalnya di tepi sungai dan rawa. Pohon jabon terbilang bongsor karena tinggi tanaman bisa mencapai 45 m dengan diameter 100-160 cm (Mansur dan Tuheteru 2010).

Daun jabon merupakan daun tunggal, bertangkai panjang 1,5 – 4 cm dengan helaian daun agak besar (panjang 15–30 cm dan lebar 7–8 cm). Di awal pertumbuhannya, yakni 2 – 3 bulan setelah tanam, pada tanah yang subur dan cukup air daun jabon dapat berkembang hingga berukuran panjang 68 cm dan lebar 38 cm. Permukaan daun jabon tidak berbulu atau kadang-kadang di sebelah bawah pada tulang daun terdapat rambut halus yang mudah lepas dan bertulang daun sekunder jelas (10– 12 pasang). Secara fisiologi, daun tanaman jabon umur 12 hari mulai memiliki kemampuan untuk melakukan fotosintesis, yakni melalui perluasan daun secara penuh (full leaf expansion =FLE), 15% FLE daun yang masih muda berwarna merah, 56% FLE daun berwarna hijau kemerahan, 100% FLE berwarna hijau cerah dan pada daun tua berwarna hijau. Pada daun jabon mengandung total klorofil 7, 92 mg/g berat kering daun (Mansur dan Tuheteru 2010).


(22)

Jabon memiliki daun yang saling berhadapan, tumpul, kira-kira duduk hingga bertangkai. Bentuk daun bulat telur hingga lonjong dengan ukuran panjang 15 – 50 cm dan lebar 8 – 25 cm. Bagian pangkal berbentuk agak menyerupai jantung, bagian ujung lancip (Sutisna et al. 1998). Pada pohon muda yang diberi pupuk kadang-kadang sangat lebih besar ukurannya, dibagian pangkal agak berbentuk jantung dan lancip di ujungnya. Penumpu antar tangkai berbentuk segitiga sempit dan mudah rontok. Perkembangbiakan jabon dimungkinkan dengan regenerasi alam dari biji, dengan semai yang ditumbuhkan di tempat pembibitan, dengan tunggul dan stek batang. Diperlukan teknik-teknik khusus untuk memperoleh biji jabon yang sangat kecil (Soerianegara dan Lemmens 1994).

Perbungaan jabon terdiri atas kepala-kepala bulat, menyendiri di ujung tanpa daun gagang. Bunga agak duduk pada penyangga lokus, berkelamin dua, aktinomorf, terbagi menjadi 5 bagian. Tabung kelopak berbentuk corong, mahkota gamopetal, jumlah benang sari 5 yang menisip pada tabung mahkota, tangkai sari pendek dan kepala sari melekat dipangkal (Soerianegara dan Lemmens 1994). Pohon jabon mulai berbunga dan berbuah pada umur 5 – 7 tahun, terutama tampak berbunga pada bulan Januari-Februari dengan bunga yang warnanya kuning. Bunga menjadi buah dan masak antara bulan Juni-September (Team Fakultas Kehutanan IPB 1975).

Jabon memiliki bakal buah inferior, beruang 2 dan terkadang beruang 4 di bagian atas, tangkai putik terjulur, kepala putik berbentuk gelendong. Buah kecil, banyak sekali, agak berdaging, bagian atas memuat 4 struktur yang berlubang atau padat (Soerianegara dan Lemmens 1994). Panjang biji 0,5 mm, biji agak segitiga atau berbentuk tidak teratur dan tidak bersayap (Sutisna et al. 1998). Satu buah berisi 30-40 butir benih yang sangat halus. Benih dapat diambil dari buah dengan membuka bagian yang lunak. Jumlah benih kering 26.800.000 butir per kilogram atau 23.700 butir per liternya atau bisa dikatakan dalam 1 kilogram benih jabon kering setera dengan 1.130 liter benih jabon kering. Daya berkecambah benih segar rata-rata 25%, benih mulai berkecambah setelah 3 – 4 minggu (Team Fakultas Kehutanan IPB 1975).


(23)

Menurut Mansur dan Tuheteru (2010) jabon berbuah setahun sekali saat musim berbunganya, yakni pada bulan Januari –Juni dan akan masak pada bulan Maret–Juni dengan jumlah buah majemuk 33 buah per kg. Buah jabon berbentuk bulat dengan ukuran 4,5 – 6 cm, memiliki ruang-ruang biji yang sangat banyak layaknya buah majemuk seperti keluwih/nangka yang berukuran kecil dengan bagian tengah padat dikelilingi oleh ruang-ruang biji. Setiap ruang biji tersebut berisi banyak biji. Ukuran biji jabon kecil sekali. Jumlah biji kering per kg sekitar 26.182.000 biji dan per liternya sekitar 23.707.000. Ukurannya yang kecil tersebut menyebabkan benih jabon mudah terbawa oleh angin dan air.

2.1.3 Penyebaran Alami dan Syarat Tumbuh Jabon

Anthocephalus terdiri atas dua jenis yaitu Anthocephalus cadamba atau disebut juga Anthocephalus chinensis dan Anthocephalus macrophylla. Pohon jabon tumbuh secara alami di India, Nepal dan Bangladesh ke arah timur melalui Malaysia hingga Papua Nugini. Jenis ini telah ditanam sebagai pohon hias dan pohon perkebunan dan telah berhasil diperkenalkan ke Afrika Selatan, Puerto Rico, Suriname, Taiwan dan negara-negara lainnya dikawasan tropika dan subtropika (Soerianegara dan Lemmens 1994). Sebaran tumbuh di Indonesia sebagian besar di Jawa Barat dan Jawa Timur, seluruh Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, NTB dan Irian Jaya. Jabon dapat tumbuh pada kondisi lahan marginal dengan drainase yang cukup baik. Jenis ini tumbuh di hutan primer dan banyak terdapat di hutan sekunder. Anakan berasal dari biji, banyak dijumpai di tanah-tanah terbuka seperti tanah-tanah bekas traktor. Jenis ini menyukai tanah-tanah liat atau tanah-tanah berpasir yang kering atau selalu basah, selain itu juga jenis ini tahan terhadap kekeringan (Lembaga Biologi Nasional 1980).

Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) jabon dapat tumbuh mulai dari dataran rendah pinggir laut sampai ke daerah pengunungan rendah dengan ketinggian 0-1.000 m dpl, di Jawa pada umumnya jabon tumbuh di bawah 1.000 m dpl. Jabon dapat tumbuh pada tanah dengan drainase cukup baik, seperti pada tanah-tanah yang periodik kering atau selalu basah yang secara tidak teratur tergenang air dan mengering. Tumbuhan jabon yang masih muda, perakarannya dapat tahan terhadap kekurangan zat asam (O2) selama 27 hari. Jabon pada


(24)

umumnya tumbuh di tanah aluvial rendah di pinggir sungai dan daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang digenangi air. Jabon juga dapat tumbuh dengan baik di tanah liat, tanah lempung podsolik coklat, tanah tuft halus atau tanah berbatu yang tidak sarang.

Ketinggian optimal yang menunjang produktivitas jabon adalah kurang dari 500 m dpl. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah tanah lempung, podsolik cokelat, dan aluvial lembab yang biasanya terpenuhi di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa, dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi air. Umumnya, jabon di temukan di daerah sekunder dataran rendah dan dijumpai di dasar lembah, sepanjang sungai dan punggung-punggung bukit (Mansur dan Tuheteru 2010).

Sistem perakaran jabon tidak banyak diketahui, pada tempat-tempat basah diduga perakarannya dangkal dan banyak mempunyai akar permukaan. Daun-daun yang lebar baik sekali untuk menguapkan air (transpirasi), oleh karena itu jabon baik ditanam untuk mengeringkan tanah-tanah yang basah (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980).

2.1.4 Kegunaan

Jabon merupakan jenis tumbuhan lokal yang dapat direkomendasikan untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman karena pemanfaatan kayunya sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jabon merupakan jenis kayu yang mempunyai berat jenis rata-rata 0,42 (0,29-0,56), kelas kuat III-IV dan kelas awet V. Kayu jabon banyak digunakan untuk korek api, kayu lapis, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, pulp dan kertas, kelompen dan kontruksi darurat yang ringan. Kayunya mudah dibuat venir tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92º untuk tebal 1,5 mm. Perekatan venir kayu jabon dengan urea-formaldehida menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standard Indonesia, Jepang, dan Jerman (Martawijayaet al. 2005).

Jabon memiliki riap yang besar dengan daur pendek. Di Indonesia daur maksimal jabon adalah 30 tahun yang menghasilkan riap kayu pertukangan rata-rata 24 m³/ha/tahun. Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) untuk


(25)

menghasilkan venir dan kayu lapis diperkirakan daur pada umur 20 tahun. Sedangkan untuk keperluan pulp dan kertas hanya diperlukan daur 10 tahun.

Jika dikeringkan dengan baik, kayu jabon dapat digunakan untuk membuat sampan atau perabot. Kayu jabon baik digunakan sebagai lapisan permukaan maupun lapisan inti dalam industri kayu lapis dan sesuai untuk membuat papan partikel, papan bersemen, dan papan kertas. Kegunaan kayu jabon yang terpenting ialah untuk membuat kertas bermutu rendah hingga sedang. Jabon juga berfungsi sebagai pohon peneduh yang digunakan untuk reboisasi dan rehabilitasi lahan. Papagan (kulit batang) yang sudah dikeringkan digunakan untuk mengurangi demam dan sebagai tonik (Soerianegara dan Lemmens 1994). Daun tanaman jabon dapat dijadikan sebagai obat kumur dan makanan ternak sedangkan buahnya dapat dikonsumsi (Lembaga Biologi Nasional 1980).

Di India jabon dari mulai bunga, buah, daun, kulit, kayu, dan akarnya ternyata sudah dimanfaatkan secara komersial. Daun jabon dapat digunakan sebagai obat pelangsing dan obat kumur. Ekstrak daun jabon dipercaya mengandung senyawa yang bersifat antimikroba. Selain itu daun jabon digunakan juga sebagai alas makanan dan pakan ternak. Bunga dan buah jabon dimakan atau dikonsumsi sebagai bahan obat-obatan. Bunga jabon dapat digunakan sebagai

sumber bahan parfum khas india yang disebut ‘attar’.Selain itu, pohon jabon juga menjadi salah satu jenis yang bunganya dikembangkan untuk mendukung usaha lebah madu. Getah kuning dari kulit akar dapat digunakan sebagai bahan celupan pewarna kuning yang dapat dimanfaatkan dalam usaha kerajinan tangan. Kulit kayu yang telah kering dapat dimanfaatkan untuk mengobati demam dan sebagai obat kuat. Campuran bubuk kulit kayu jabon dengan kulit mangga (Mangifera indica) dan tanaman meranti (Shorea robusta) dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kolera dan stroke, sedangkan seduhan kulit batangnya dipercaya dapat menyembuhkan penyakit disentri (Mansur dan Tuheteru 2010).

Menurut Mulyanaet al.(2010) beberapa keunggulan tanaman jabon dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Diameter batang dapat tumbuh hingga 10 cm/tahun. 2. Pemanenan kayu jabon relatif singkat (5–6 tahun).


(26)

4. Tidak memerlukan pemangkasan karena cabang akan rontok sendiri saat tumbuh (self pruning).

5. Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sengon.

6. Jabon termasuk tumbuhan pionir dan dapat tumbuh dilahan terbuka atau kritis, seperti tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, dan tanah berbatu.

7. Tanaman jabon relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit bila dibandingkan dengan sengon.

2.1.5 Silvikultur

Bibit jabon dapat diperoleh dari permudaan alam maupun buatan (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Permudaan alam dijumpai di tempat-tempat terbuka terutama di hutan bekas tebangan, jalan sarad atau bekas perladangan. Sedangkan permudaan buatan dilakukan dengan menyemaikan biji. Perbanyakan jabon dapat dilakukan dengan stumpmaupun stek pucuk dan relatif mudah dilakukan. Jarak tanam yang dapat digunakan adalah 3 x 2 m dapat digunakan untuk penanaman jabon (Martawidjayaet al.2005).

2.1.5.1 Benih dan bibit

Pada umumnya jabon berbuah dalam bulan Juli-Agustus (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Cara untuk mengumpulkan biji jabon adalah buahnya yang sudah masak diperam menggunakan saringan halus dan membiarkan daging buah lunak dalam wadah yang berisi air selama 5-7 hari kemudian diremas dengan kedua tangan sampai hancur, biji-biji yang baik akan berkumpul didasar baskom kemudian dibuang bagian yang terapung, kemudian biji-biji dikumpulkan dan disaring untuk menghilangkan airnya. Pengeringan dilakukan kering udara selama 2 hari dan dibersihkan dengan saringan halus. Biji dimasukkan ke dalam kaleng atau botol yang tertutup rapat. Penyimpanan benih dilakukan di tempat yang sejuk agar daya kecambahnya dapat bertahan selama 1 tahun 25-35% sedangkan biji yang disimpan selama 2,5 bulan mempunyai daya kecambah 70%.

Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) penyemaian benih dilakukan dalam bak penaburan. Pada bagian bawah bak diberi lubang halus yang


(27)

cukup banyak agar air yang berlebihan dapat mengalir keluar dan untuk memasukkan air waktu perendaman. Bak penaburan dapat dibuat dari papan dan bagian bawahnya anyaman bambu. Bak kecambah diberi naungan atap yang dapat dibuka agar bak kecambah mendapat sinar matahari langsung dan terlindungi dari hujan deras. Penyiraman dilakukan pada pagi hari antara pukul 06.00-08.00 dan sore hari antara pukul 16.00-18.00 dengan cara merendam bak kecambah ke dalam bak air atau menggunakan semprotan halus. Bibit jabon dapat disapih setelah berumur 1-1,5 bulan atau setelah tingginya mencapai 3-5 cm dan telah berdaun empat lebar.

2.1.5.2 Penanaman

Sistem penanaman jabon ada beberapa macam yaitu tumpangsari, cemplongan dan jalur yang pemilihannya ditentukan oleh ketersediaan biaya, tenaga kerja, keadaan tanah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Pada sistem penanaman tumpangsari, dapat menanam tanaman pangan (palawija) yang berumur semusim diantara tanaman pokok dan tanaman sela. Cara cemplongan tanaman pokok ditanam pada lubang piringan di dalam larikan yang sudah disiapkan, pembersihan lapangan hanya terbatas pada piringan tanaman masing-masing lubang tanam. Cara cemplongan diterapkan pada lapangan yang ditumbuhi rumput-rumput dengan tinggi rata-rata 50 cm. Penanaman dengan sistem jalur yaitu membuat tanaman pada sistem jalur, pelaksanaannya sama seperti sistem cemplongan hanya saja pada sistem jalur pembersihan lapangan dilakukan sepanjang larikan.

Bibit jabon yang siap ditanam di lapangan adalah bibit yang berumur 3 bulan (Pollard 1969). Waktu penanaman bibit jabon di lapangan yang baik dilakukan pada permulaan musim hujan dan curah hujan sudah cukup banyak sehingga tanah telah cukup lembab agar pertumbuhan bibit dapat lebih tahan pada permulaannya. Jabon tidak menuntut persyaratan tumbuh yang tinggi, akan tetapi untuk investasi sebaiknya dilakukan pada tanah yang subur dan drainase baik. Jarak tanam 3 x 2 m atau 5 x 5 m tergantung tujuan penanaman, murni atau tumpang sari. Lubang tanam 30 x 30 x 30 cm atau 40 x 40 x 40 cm tergantung kondisi tanah (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980).


(28)

2.1.5.3 Pemeliharaan

Menurut Direktorat Jenderal (1980) kegiatan pemeliharaan yang dapat dilakukan adalah penyiangan dan penyulaman tujuannya untuk membebaskan tanaman pokok dari tumbuhan semak belukar, rumput, penjalangan yang melilit, dan tumbuhan pengganggu lain sehingga memberikan kesempatan kepada tanaman pokok untuk tumbuh dengan baik dan dapat terbebaskan dari persaingan terutama persaingan tajuk. Penyulaman adalah kegiatan mengganti bibit atau tanaman yang telah mati dengan bibit atau tanaman yang berada di persemaian. Kegiatan penyulaman dilakukan dalam musim hujan. Penyiangan dilakukan 3-4 kali dalam satu tahun dengan membersihkan secara jalur. Penjarangan dilakukan jika tajuk telah bersentuhan secara rapat.

2.1.6 Hama dan Penyakit

Jenis hama pada tanaman jabon yang pernah ditemukan antara lain hama yang menyerang bagian daun, cabang, dan menyerang bagian akar. Kajian ilmiah yang pernah dilakukan oleh Pribadi (2010) dalam Haneda (2010) hama mayor yang menyerang tanaman jabon antara lain Cosmoleptrus sumatranus, Arthroschista hilaralis, Zeuzera sp., Coptotermes sp., dan Daphnis hypothous. Hama minor yang menyerang jabon adalah Melanura pterolophia, Dysdercus cingulatus, Hypomeces squamossus, Lawana sp., dan Cicadulina sp. Studi ini dilakukan di 3 lokasi yang berbeda yaitu HTI PT RAPP sektor Baserah dan Pelalawan, Hutan Rakyat (HR) di Pantai Cermin kabupaten Kampar, dan persemaian Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Kouk, Riau. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan. Arthroschista hilaralis memiliki rata-rata tingkat merusak pada lokasi HTI sektor Baserah sebesar 92,88%, sedangkan Daphnis hypothous pernah menyebabkan kerusakan hebat pada kebun pangkas milik BPHPS Kouk.

Menurut Haneda (2010) penyakit yang sering menghinggapi jabon adalah serangan nematoda. Penyakit dari keluarga filum atau cacing-cacingan ini diketahui menyerang akar jabon dan menyebabkan tanaman yang terserang mati. Istilah untuk penyakit yang memang sangat umum menyerang bermacam-macam tanaman ini adalah puru akar (root-knot nematode). Pada tanaman jabon,


(29)

nematoda penyebab di identifikasi adalah Meloidogyne incognita. Serangan menyebabkan daun menguning dan merapuhkan akar. Penyakit yang kemungkinan menyerang jabon adalah damping off pada persemaian, anthracnose, root rot, dan dieback. Penyakit damping off (lodoh) diketahui sebagai penyakit yang memiliki serangan cukup berbahaya pada semai tanaman. Gejala yang timbul dari penyakit lodoh adalah bibit menjadi layu, batang atau leher akan tampak gosong dan busuk. Penyakit damping off disebabkan oleh adanya serangan sejumlah cendawan seperti Phytium, Phytoptora, dan Rhizoktoniaspp.

Penyakit pada tanaman jabon(Anthocephalus cadamba) belum ditemukan laporan yang lengkap mengenai jenis penyakitnya. Akan tetapi ada beberapa kasus serangan penyakit pada jabon tetapi bukan di Indonesia. Penyakit tersebut menyerang tanaman jabon pada saat di persemaian atau nursery. Penyakit tersebut diketahui berupadamping off yang berasal dari jamurFusariumdanPhytiumspp. di Malaysia. Jenis penyakit lain yang pernah ditemukan di India adalahleaf blight atau hawar daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. Beberapa serangan penyakit pada persemaian jabon bisa dikendalikan dengan penanganan nursery, karena belum ada ancaman yang serius dari penyakit-penyakit tersebut.

Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) hama yang menyerang bibit jabon pada saat di persemaian antara lain semut (dari family Formicidae), dan bekicot. Penyakit yang sering menyerang bibit jabon di persemaian adalah dumping off yang disebabkan oleh cendawan Fusarium spp., Rhizoctonia spp., dan Phytium spp. Sedangkan hama yang menyerang jabon setelah di lapangan adalah rayap batang dan ulat kukuk (di akar). Sumber penyakit yang berasal dari cendawan Gloosperium anthocephali dapat menyebabkan daun tanaman jabon gugur.

2.2 Pemupukan

Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Di dalam tanah unsur hara tersebut saling berinteraksi. Keragaman reaksi dan interaksi unsur-unsur tersebut berpengaruh pada efisiensi pemberian pupuk. Faktor-faktor


(30)

yang mempengaruhi efektivitas pemupukan antara lain kondisi tanah, karakter tanaman dan tingkat pertumbuhannya, jenis dan harga pupuk, dosis pupuk serta waktu dan cara penempatan pupuk. Cara pemupukan dapat dilakukan berbagai cara, salah satu cara pemberian pupuk dengan cara dibenamkan di dalam tanah. Cara tersebut lebih efektif dan efisien, karena dapat menghindari kehilangan hara akibat tercuci atau menguap. Arti luas pemupukan adalah penambahan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah misalnya pemberian pasir dalam tanah liat, penambahan bahan mineral pada tanah organik, pengapuran dan sebagainya (Hardjowigeno 2007).

Pemupukan untuk tanaman kehutanan diperlukan untuk dua tujuan, yaitu mempercepat waktu panen (untuk mencapai ukuran diameter tertentu) dan meningkatkan produksi (m3) pada waktu panen yang telah ditentukan, misalnya 5, 7, atau 10 tahun. Pemupukan diberikan beberapa kali. Pemupukan pertama dilakukan saat penanaman, yakni diberi pupuk kandang sebanyak 5 kg per lubang tanam dan pupuk NPK dosis 50 gram per tanaman. Pemberian pupuk diaplikasikan dengan cara membenamkannya di media tanam. Setiap 6 bulan, tanaman juga perlu dipupuk dengan urea dosis 50 gram per tanaman, lalu pada tahun ketiga dosis pupuk urea ditingkatkan menjadi 80 gram per tanaman (Mansur dan Tuheteru 2010).

Pengertian klasifikasi pupuk dapat dilihat dari beberapa segi yaitu atas dasar pembentukannya yaitu yang terdiri dari pupuk alam dan pupuk buatan, atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya yang terdiri dari pupuk tunggal dan pupuk majemuk, dan atas susunan kimiawi yang mempunyai hubungan penting dengan perubahan-perubahan di dalam tanah. Pupuk alam diantaranya terdiri dari pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan guano (Marsono dan Sigit 2002). Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat di pabrik-pabrik yang mengandung unsur hara tertentu, yang pada umumnya mengandung kadar unsur hara tinggi (Soepardi 1983).

Dalam proses pertumbuhannya pohon memerlukan unsur hara. Unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah banyak disebut unsur hara makro yaitu Nitrogen (N), Fosfor (F), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Unsur hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit disebut hara mikro yaitu


(31)

Besi (Fe), Tembaga (Cu), Klorin (Cl), Mangan (Mn), Boron (B), Seng (Zn), dan Molibdenum (Mo). Pemupukan dilakukan apabila terjadi defisiensi hara pada pohon karena tumbuh pada tanah yang kritis, siklus nutrisi kurang baik, adanya pencucian oleh air hujan, dan tidak adanya cendawan mikoriza atau rhizobium. Waktu pemberian pupuk sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan pohon seperti pupuk diberikan beberapa saat setelah penanaman, setelah penanaman sampai penutupan kanopi dan menunjukkan tanda-tanda defisiensi, saat awal penjarangan, dan 3-10 tahun sebelum rotasi tebang (Mansuret al.2004).

Menurut Marsono (1992) cara yang paling umum untuk meningkatkan produkivitas adalah melalui pemupukan yang dapat meningkatkan modal hara tempat tumbuh dengan menambahkan sumber hara yang langsung tersedia. Alasan perlunya pemupupukan di daerah tropis antara lain pertumbuhan pohon sangat cepat sehingga kebutuhan nutrisi juga tinggi, rotasi pendek sehingga pemupukan akan lebih ekonomis, meningkatkan proyek rehabilitasi dan penghutanan kembali, penggunaan satu atau dua jenis saja untuk mempermudah pengelolaan dan lebih seragam produk akhirnya, pada beberapa tapak penambahan sedikit nutrisi dapat memperlihatkan perbaikan pertumbuhan yang luar biasa (Mansur et al. 2004). Jenis yang berbeda mempunyai persyaratan hara yang berbeda, dan konsekuensinya jenis dapat sangat berbeda kemampuannya untuk merespon perlakuan pemupukan.

Produktivitas lahan hutan tanaman merupakan gatra penting yang harus diperhatikan oleh para pengelola, karena hal ini terkait langsung dengan kelestarian produksi dan kesehatan perusahaannya. Peningkatan produktivitas lahan hutan tanaman perlu terus diusahakan. Berbagai teknologi sebenarnya telah tersedia untuk membantu pengusaha hutan tanaman meningkatkan produktivitas hutan tanamannya. Namun tampaknya para pengambil keputusan cenderung bertahan pada konsepsi kuno, yang mengandalkan produksi kayu pada kemampuan alami sumber daya lahan hutannya. Perbaikan loka melalui tindakan pemupukan sudah merupakan kebutuhan di bidang pertanian, karena terbukti mampu memperbaiki pertumbuhan dan produksi (Poerwowidodo 1991).


(32)

Menurut Novizan (2002) pemupukan yang efektif melibatkan persyaratan kuantitatif dan kualitatif. Persyaratan kuantitatif adalah dosis pupuk yang digunakan sedangkan persyaratan kualitatif paling tidak meliputi 4 hal yaitu:

1. Unsur hara yang diberikan dalam pemupukan relevan dengan masalah nutrisi yang ada.

2. Waktu dan tempat pemupukan harus tepat.

3. Unsur hara yang diberikan berada pada waktu yang tepat untuk dapat di gunakan oleh tanaman.

4. Unsur hara yang diserap harus dapat digunakan tanaman untuk meningkatkan produktivitasnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pemupukan antara lain kondisi tanah, karakter tanaman dan tingkat pertumbuhannya, jenis dan harga pupuk, dosis pupuk serta waktu dan cara penempatan pupuk. Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu caranya adalah dengan membenamkan di dalam tanah. Cara tersebut lebih efektif dan efisien karena dapat menghindari kehilangan hara akibat pencucian atau penguapan (Agromedia 2007).

Menurut Hardjowigeno (2007) pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain sinar matahari, suhu, udara, air, dan unsur-unsur hara dalam tanah (N, P, K dan lain-lain). Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi keterdiaan unsur hara tanah adalah pemupukan. Melalui pemupukan tanaman dapat tumbuh optimal dan berproduksi maksimal (Agromedia 2007).

Unsur hara merupakan unsur mineral organik yang diperoleh dari tanah melalui proses penyerapan oleh sistem perakaran untuk digunakan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan tanaman. Secara umum peranan unsur hara menurut Kramer dan Kozlowsky (1960)dalamPribadi (2002) adalah:

a. Sebagai komponen jaringan penyusun jaringan makanan b. Sebagai katalisator dalam berbagai reaksi

c. Sebagai alat pengatur tekanan osmosis d. Sebagai komponen penyangga


(33)

Penanaman tanaman pertanian atau kehutanan dapat menyebabkan hilangnya unsur hara esensial melalui panen, apalagi kalau diusahakan secara terus-menerus. Untuk mempertahankan keadaan tanah agar tetap mampu menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman, penambahan unsur melalui pupuk menjadi bahan pertimbangan. Di dalam mempelajari masalah kebutuhan pupuk untuk tanaman dapat dicapai dengan berbagai pendekatan yaitu salah satu faktor yang membatasi produksi tanaman adalah hara yang terdapat relatif kurang di dalam tanah dan pupuk dapat digunakan untuk mendapatkan hara tanaman yang seimbang dalam keperluan tumbuh tanaman sehingga dicapai produksi yang optimal (Hakimet al.1986).

Secara umum pohon yang kekuangan nutrisi mempunyai tanda-tanda diantaranya pertumbuhan tanaman stagnant dan vigornya rendah, terjadi perubahan warna daun, terjadi perubahan anatomi, keguguran pucuk dan mata tunas, serta keriting (Mansuret al.2004).

Menurut Leiwakabessyet al.(2003) ketersediaan unsur hara bagi tanaman ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menyerap/memanfaatkan unsur hara yang telah disediakan oleh tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah menyediakan unsur hara bagi tanaman adalah sumber ion hara (mineral primer, bahan organik, pupuk, udara, rembesan/air irigasi) dan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan, pengendapan, pergerakan ion ke akar, pencucian maupun imobilitas dari unsur-unsur (pH, redoks potensial, tekstur, KTK, kejenuhan, ion tersebut pada kompleks jerapan). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menyerap/memanfaatkan unsur hara yang telah disediakan oleh tanah antara lain kadar oksigen dalam udara, tanah, kelembaban dan suhu tanah, zat beracun, kesehatan tanaman, sifat genetik dan juga reaksi-reaksi antagonistik antar unsur.

2.2.1 Pupuk NPK

Murbandono (1993) menyatakan bahwa unsur hara yang diperlukan tanaman dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Ketiga golongan tersebut yaitu sebagai berikut:


(34)

1. Unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, seperti Nitrogen (N), Fosfor (F), dan Potasium atau Kalium (K).

2. Unsur hara sedang (sekunder) yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti Sulfur/belerang (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg).

3. Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), Khlor (Cl), boron (B), mangan (Mg), dan molibdenum (MO).

Atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya pupuk tediri dari pupuk tunggal dan mejemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu jenis hara tanaman seperti N, P, dan K saja, sedangkan pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara tanaman, seperti gabungan dari N dan P, N dan K, atau N dan P dan K (Sabiham et al, 1989). Pupuk NPK (Nitrogen-Phosphate-Kalium) merupakan pupuk majemuk cepat tersedia yang paling dikenal saat ini. Kadar NPK yang sering beredar adalah 15-15-15, 16-16-16, dan 8-20-15. Tipe pupuk NPK tersebut juga sangat populer karena kadarnya cukup tinggi dan memadai untuk menunjang pertumbuhan tanaman (Marsono dan Sigit 2002).

Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau tiga unsur hara primer. Jika unsur hara makro primer (N, P, K), unsur hara makro sekunder (Mg, Ca, dan S), dan dilengkapi dengan unsur hara mikro, pupuk tersebut dikategorikan sebagai pupuk majemuk lengkap. Menurut Novizan (2002) unsur hara makro diperlukan tanaman dalam jumlah yang lebih besar. Unsur hara makro terdiri dari Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S).

1. Nitrogen (N)

Menurut Lewakabessy et al. (2003) nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat dan ion amonium. Nitrogen tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara lainnya. Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang karena terjadinya peguapan, pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman pada saat panen. Fungsi nitrogen di dalam tanah antara lain:


(35)

b. Merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri

c. Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman d. Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau) seperti daun

Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya mengakibatkan pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati (Dwidjoseputro 1984).

2. Fosfor (P)

Menurut Lewakabessy et al. (2003) fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber fosfor pada tanah mineral cukup banyak, tanaman masih dapat mengalami kekurangan fosfor. Ketersediaan P di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor yaitu pH tanah, aerasi, temperature, bahan organik, dan unsur hara lain. Fungsi Fosfor di dalam tanah antara lain (Hardjowigeno 2007):

a. Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman b. Merangsang pembungaan dan pembuahan

c. Merangsang pertumbuhan akar d. Merangsang pembentukan biji

e. Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel

Tanaman yang kekurangan unsur P gejalanya antara lain pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan (kurang sehat), dan perkembangan akar lambat.

3. Kalium (K)

Menurut Lewakabessy et al. (2003) persediaan kalium di dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal yaitu pencucian kalium oleh air, pengambilan kalium oleh tanaman dan erosi tanah. Fungsi kalium antara lain:

a. Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air.


(36)

Gejala tanaman yang kekurangan unsur K adalah batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun.

Menurut Novizan (2002) kalium mempunyai peranan yang penting dalam proses-proses fisiologis seperti: (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3) mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) mengaktifkan berbagai enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air. Kalium disini tidak terlibat sebagai komponen penyusun tetapi hanya sebagai bentuk anorganik saja (Hakimet al.1986).

Tanaman menyerap kalium lebih banyak dari pada unsur hara lainnya kecuali nitrogen. Kalium di dalam jaringan tanaman tetap berbentuk ion K+. Tidak ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium bersifat mudah bergerak sehingga siap dipindahkan dari satu organ ke organ lain yang membutuhkan. Secara umum peran kalium berhubungan dengan proses metabolisme seperti fotosintesis dan respirasi. Peran kalium antara lain translokasi (pemindahan) gula pada pembentukan pati dan protein, membantu proses membuka dan menutup stomata (mulut daun), efisiensi penggunaan air (ketahanan terhadap kekeringan), memperluas pertumbuahan akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama penyakit, memperkuat tubuh tanaman (Novizan 2002).

Menurut Leiwakabeesy (2003) pengaruh kekurangan kalium secara keseluruhan baik terhadap pertumbuhan maupun terhadap kualitasnya merupakan akibat pengaruhnya terhadap proses-proses fisiologis. Proses fotosintesis dapat berkurang bila kandungan kaliumnya rendah dan pada saat respirasi bertambah besar. Hal ini akan menekan persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi pertumbuhan tanaman. Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air dalam tanaman adalah penting dalam mempertahankan turgor tanaman itu yang sangat diperlukan agar proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme lainnya dapat berkurang dengan baik.


(37)

2.2.2 Pemupukan lanjutan

Pemupukan lanjutan pada tanaman jabon merupakan pemupukan yang bertujuan untuk mempercepat waktu panen dan meningkatkan produksi jabon. Pemupukan lanjutan dilakukan pada awal dan akhir musim hujan sebanyak 100-200 gram per tanaman sampai satu tahun sebelum pohon akan ditebang. Cara pemupukan lanjutan adalah dengan membuat parit melingkar di bawah proyeksi tajuk terluar sedalam 10 cm, kemudian pupuk ditabur di parit tersebut, setelah itu ditutup kembali dengan tanah (Mansur dan Tuheteru 2010).

Menurut Mulyana et al. (2010) jenis pupuk yang digunakan dalam budidaya jabon diantaranya adalah pupuk kandang, TSP, Urea, NPK, dan KCL. Pemupukan dilakukan mulai dari satu bulan setelah bibit di tanam hingga tanaman jabon berumur satu tahun. Waktu pemupukan dilakukan pada pagi hari (06.30-09.30) atau sore hari (16.00-18.30).

2.3 Pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan

Kegiatan pemupukan dalam budidaya tanaman kehutanan merupakan kegiatan yang penting untuk dilakukan. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman kehutanan yang akan dibudidayakan. Menurut Poerwowidodo (1991) pemupukan merupakan suatu tindakan menambahkan sejumlah anasir hara yang dibutuhkan tanaman ke dalam tubuh tanah atau tanaman, karena keadaan anasir hara di tempat tumbuhnya tidak mampu merangsang pertumbuhan tanaman dengan memadai. Jika keadaan kesuburan tanah memuaskan, tindakan pemupukan tentu merupakan hal yang sia-sia. Tindakan pemupukan tanah berarti meningkatkan kemampuan tanah memasok hara untuk tanaman.

Mengingat teknologi pemupukan pada bidang kehutanan termasuk teknologi mahal, keefesienannya harus tinggi. Takaran bahan pupuk, jenis pupuk, bentuk pupuk, cara pemupukan, intensitas pemupukan, dan waktu pemupukan, merupakan gatra pupuk yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan keefesienannya. Tanggapan tanah terhadap pemupukan dan tanggapan pertumbuhan tanaman akibat pemupukan, perlu ditelaah tuntas. Jika keadaan tidak mendukung tercapainya keefesienan pemupukan, tujuan pemupukan tidak akan


(38)

tercapai. Toleransi tanaman hutan, khususnya pada tahapan semai terhadap pemupukan juga perlu dikaji, sehingga pengaruh negatifnya dapat dicegah (Poerwidodo 1991). Tabel 1 merupakan pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan yang pernah di teliti oleh mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Tabel 1 Pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan Judul penelitian Peneliti Hasil penelitian

Pengaruh Pemupukan Bokasi dan NPK Terhadap

Pertumbuhan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.)

Ajeng Pristyaningrum

(2009)

Pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi

tanaman, pertumbuhan diameter, jumlah ruas, dan jumlah cabang. Dosis pupuk NPK yang baik dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jabon adalah 100 gram per tanaman. Dosis pupuk NPK 100 gram per tanaman meningkatkan pertumbuhan tinggi sebesar 23,59% terhadap kontrol, peningkatan diameter sebesar 18,7%, peningkatan jumlah cabang sebesar 33%, peningkatan jumlah ruas sebesar 69,7%. Kombinasi antara pupuk NPK (100 gram) dan Bokasi (1 kg) meningkatkan pertumbuhan diameter sebesar 19,36%.


(39)

Sedangkan pemberian pupuk bokasi tidak

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman jabon.

Respon Pertumbuhan Tanaman Jabon(Anthocephalus

cadambaRoxb. Miq) dengan Perlakuan Pupuk Polimer Terabuster dan Kompos Aktif Teraremed

Luqman Noor Hakim Fadillah

(2010)

Pupuk polimer Terabuster dengan kompos aktif Teraremed merupakan kombinasi yang terbaik untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman jabon di lapangan. Hal ini

dikarenakan peranan bahan organik yang terkandung dalam pupuk tersebut dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam (Eugenia polyanthaWight)

Mutia Handayani

(2009)

Pemberian pupuk NPK memberikan pengaruh nyata terhadap diameter, berat kering pucuk, berat kering akar, berat kering total, kadar air pucuk, kadar air akar dan vigor semai.


(40)

Pengaruh Pemberian Pupuk NPK dan Kompos Pada Media Tailing Tambang Emas

Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon Buto(Enterolobium cylocarpum Griseb)

Tina Maretina (2010)

Penambahan pupuk NPK 5 gram dan kompos 10 gram menghasilkan pertumbuhan tinggi terbaik.

Pengaruh Pemberian Pupuk NPK dan Kompos terhadap Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba) Pada Media Tanah Bekas Tambang Emas (Tailing)

Dwita Noviani

(2010)

Dosis NPK 15 gram memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan semai jabon.


(41)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat penelitian (Kebun I dan Kebun II) di Dusun Tawakal, Jalan Cifor Kelurahan Bubulak RT 01/RW 05 selama 2 bulan mulai dari tanggal 12 Februari 2010 sampai tanggal 12 Mei 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) yang berumur 13 bulan, pupuk NPK. Alat yang diperlukan adalah cangkul, golok, kantong plastik, timbangan, alat tulis, spidol, penggaris, tali rafia, tali, kertas label, kaliper, galah bambu, cat, kamera digital.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pemupukan lanjutan dan pengukuran pertumbuhan jabon pada kondisi optimum dan kurang optimum.

3.3.1 Metode pemupukan lanjutan 3.3.1.1 Survei lapang

Survei lapang dilakukan untuk menentukan peralatan yang akan digunakan dalam proses pengumpulan data dan pembuatan layout penelitian. Tegakan Jabon ditanam pada tanggal 1 Januari 2009 dengan jarak tanam 3 x 3 m pada lahan seluas 2.025 m² sebelumnya pernah dilakukan pemberian pupuk NPK dan Bokasi dengan dosis masing-masing untuk NPK (A0 = 0 gram), (A1 = 50 gram), dan (A2= 100 gram) untuk Bokasi (B0= 0 kg), (B2=1 kg) dan (B2= 2 kg) saat penanaman (Pristyaningrum 2009).

Penelitian dilakukan pada dua lokasi di dusun Tawakal, terdiri dari kebun I dan kebun II. Kebun I terletak ± 300 meter dari kebun II. Kebun I merupakan lahan dengan kondisi drainase buruk yang memiliki kedalaman air tanah yang dangkal dan tergenang dalam waktu yang lama saat musim hujan. Kebun II


(42)

merupakan lahan dengan drainase yang baik, kedalaman air ±100 cm dari permukaan tanah dan terdapat sungai yang mengalir dengan lancar di dekatnya.

Gambar 1 Denah Lokasi Penelitian

3.3.1.2 Persiapan pupuk NPK

Pupuk NPK yang digunakan adalah pupuk NPK 15-15-15 dengan dosis masing-masing 0 gram, 100 gram, dan 150 gram. Pupuk NPK ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik lalu dikemas satu persatu.

Gambar 2 Penimbangan Pupuk (A) dan Persiapan Pemupukan (B).


(43)

3.3.1.3 Pemberian pupuk di lapangan

Pupuk NPK diberikan pada 90 tanaman jabon yang telah berumur 13 bulan. Sebelum pemberian pupuk dilapangan dilakukan kegiatan penyiangan, pendangiran dan pengukuran. Penyiangan dilakukan dengan cara membersihkan gulma disekitar tanaman dengan diameter 100 cm. Tujuan dari penyiangan ini adalah untuk mempermudah pemupukan yang akan dilakukan. Setelah penyiangan dilakukan pendangiran. Pendangiran dilakukan didaerah pangkal batang dengan menggemburkan tanah. Pengukuran dilakukan 1 hari sebelum pemberian pupuk, hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi awal tanaman jabon di lapangan sebelum pemupukan lanjutan dilakukan.

Satu hari sebelum pemupukan pupuk NPK yang telah ditimbang diletakkan disekitar tanaman jabon sesuai dengan layout tanaman jabon. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara membenamkan pupuk NPK pada kedalaman 5-10 cm disekeliling tanaman kemudian ditutup dengan tanah secukupnya. Pemberian pupuk dilakukan pada sore hari untuk mencegah penguapan yang berlebihan dibandingkan jika dilakukan pada siang hari.

3.3.1.4 Pengukuran dan pengamatan

Parameter yang diukur adalah tinggi tanaman, diameter tanaman, jumlah cabang dan jumlah ruas pada setiap tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan galah bambu yang panjangnya 10 meter dan tali plastik sepanjang 8 meter, hal ini dilakukan karena tinggi tanaman sudah mencapai 5 meter pada saat dilakukan survei. Tinggi tanaman diukur dari 5 cm diatas permukaan tanah hingga pucuk tanaman. Pengukuran diameter tanaman dilakukan setiap 1 bulan sekali dengan menggunakan kaliper. Diameter tanaman diukur pada batang dengan jarak 10 cm diatas permukaan tanah. Untuk mempermudah pengukuran tinggi dan diameter digunakan cat berwarna merah untuk menandai batas pengukuran pada pangkal batang. Pengukuran jumlah cabang dan jumlah ruas yang tumbuh dilakukan pada setiap 1 bulan sekali. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pengaruh atau respon tanaman jabon terhadap pemberian pupuk lanjutan, kemudian hasil dari pengamatan dibandingkan dengan hasil pemupukan sebelumnya yang pernah


(44)

dilakukan. Cara penandaan pohon dan pengukuran diameter batang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3 Cara Penandaan Pohon (A) dan Pengukuran Diameter Batang (B).

3.3.2 Metode Pengukuran pertumbuhan jabon pada kondisi drainase baik, pada kondisi drainase buruk, dan pada kondisi di bawah naungan 3.3.2.1 Pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase buruk

Pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase buruk dilakukan dengan memilih lima pohon terbaik dari 90 pohon pada kebun I. Kebun I terletak di dusun Tawakal kelurahan Bubulak, memiliki drainase yang buruk. Pohon terbaik yang dipilih adalah pohon yang memiliki tinggi dan diameter terbaik diantara 90 pohon yang ada. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter batang, jumlah cabang, jumlah ruas, dan panjang tiap ruas tanaman. Pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase buruk ini dilakukan pada akhir kegiatan penelitian.

3.3.2.2 Pengukuran pohon terjelek pada kondisi drainase buruk

Pengukuran pohon terjelek pada kondisi drainase buruk dilakukan dengan memilih lima pohon paling jelek dari 90 pohon pada kebun I. Pengukuran


(45)

di lakukan pada akhir kegiatan penelitian. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas.

3.3.2.3 Pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase baik

Pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase baik dilakukan di kebun II. Kebun II berjarak ±500 m dari kebun I, dan keduanya terletak di dusun Tawakal kelurahan Bubulak. Pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase baik dilakukan dengan memilih lima pohon terbaik pada tegakan jabon di kebun II. Tegakan jabon pada kebun I dan kebun II memiliki umur yang sama. Parameter yang diamati dalam pengukuran pohon terbaik pada kondisi drainase baik adalah tinggi, diameter batang, jumlah cabang, dan jumlah ruas. Pengukuran dilakukan pada akhir kegiatan penelitian.

3.3.2.4 Pengukuran pohon di bawah naungan

Pengukuran pohon di bawah naungan di lakukan dengan memilih lima pohon yang berada di bawah naungan (berjarak 1 –2 meter dari pohon naungan). Pengukuran ini dilakukan di kebun II yang berjarak ±500 meter dari kebun I di dusun Tawakal kelurahan Bubulak. Parameter yang diamati adalah tinggi, diameter batang, jumlah cabang, dan jumlah ruas. Pengukuran dilakukan pada akhir kegiatan penelitian.

3.3.2.5 Pengukuran kedalaman air tanah pada kondisi drainase buruk

Pengukuran kedalaman air tanah dilakukan pada empat sumur yang berdiameter 60 cm dengan kedalaman ±150 cm di empat sudut lokasi penelitian pada kebun I (pada kondisi drainase buruk). Pengukuran kedalaman air tanah dilakukan dengan menggunakan pengaris dan dilakukan diakhir kegiatan penelitian.

3.4 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 30 kali ulangan.


(46)

Sehingga keseluruhannya terdapat 90 tanaman percobaan. Perlakuannya adalah sebagai berikut:

A0 = Pupuk NPK 0 gram (kontrol) A1 = Pupuk NPK 100 gram

A2 = Pupuk NPK 150 gram

Pupuk dikemas kedalam bungkus plastik transparan yang telah ditimbang menggunakan timbangan analitik, masing-masing perlakuan berjumlah 30 bungkus.

Model persamaan linier yang digunakan adalah (Mattjik 2006) :

Keterangan :

i = 1,2,3 dan j =1,2,…30

Yi = Nilai pengamatan pada faktor perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh acak/galat atau nilai kesalahan percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

3.5 Analisis Data

Data hasil pengukuran dianalisis menggunakan Microsoft Office Excel, software SAS 9.0 dan Minitab 15. Analisis sidik ragam dengan uji F terhadap variabel yang diamati dilakukan dengan mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan yang diberikan, dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Tidak signifikan: Pemberian pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jabon, dimana [Pr-value > 0,05 (α)]

b) Signifikan: Paling sedikit ada 1 dimana τi ≠ 0, dimana [Pr-value < 0,05

(α)]

Jika hasil analisis sidik ragam berpengaruh signifikan, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji Duncan karena perlakuan tidak hanya membandingkan dengan kontrol saja, tetapi juga antar perlakuan dosis pupuk yang berbeda untuk mengetahui apakah ada perbedaan diantara keduanya.


(47)

BAB IV

KONDISI UMUM

4.1 Letak Geografis

Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48 BT dan 6’ 26’ LS,

kedudukan geografis Kota Bogor ditengah-tengah wilayah kabupaten Bogor serta lokasinya dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, pariwisata (Bappeda 2009).

4.2 Wilayah Administrasi

Menurut Bappeda (2009) luas wilayah Kota Bogor adalah 11.850 ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Secara administrasi kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 32 desa, 210 dusun, 623 RW, 2,712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Bogor Barat, Dusun Tawakal, Jalan Cifor Kelurahan Bubulak RT 01/RW 05.

4.3 Iklim dan Topografi

Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dpl dan maksimum 330 m dpl. Curah hujan rata-rata di wilayah kota bogor berkisar antara 3.000 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250-335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober sekitar 346 mm. Temperatur rata-rata wilayah kota Bogor 260C. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah Bogor adalah Latosol cokelat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus dan bersifat agak peka terhadap erosi (Bappeda 2009).


(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Pertumbuhan tanaman jabon pada lahan dengan kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan

Pertumbuhan jabon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas jabon pada tiga kondisi lingkungan tersebut. Gambar 4 menyajikan perbandingan pertumbuhan tinggi jabon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tinggi rata-rata jabon pada kondisi drainase baik adalah sebesar 980 cm; (n = 5), dan pada kondisi drainase buruk tinggi rata-rata jabon sebesar 578 cm; (n = 5), sedangkan pada kondisi di bawah naungan tinggi rata-rata jabon hanya mencapai 193 cm; (n = 5). Diperoleh hasil pertumbuhan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase buruk 59 %, dan pada kondisi di bawah naungan hanya 20 % terhadap pertumbuhan tingi jabon pada kondisi drainase baik.

Gambar 4 Diagram Perbandingan Pertumbuhan Tinggi Jabon (Anthocephalus cadamba)pada Kondisi Drainase Baik, Kondisi Drainase Buruk, dan Kondisi di Bawah Naungan dengan (n = 5).

Gambar 5 menyajikan perbandingan pertumbuhan diameter jabon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan.


(49)

Pada kondisi drainase baik, pertumbuhan rata-rata diameter jabon sebesar 20 cm; (n = 5), pada kondisi drainase buruk pertumbuhan rata-rata diameter jabon adalah sebesar 13,65 cm; (n = 5), sedangkan pada kondisi di bawah naungan pertumbuhan rata-rata diameter jabon hanya mencapai 2, 43 cm; (n = 5). Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa pertumbuhan rata-rata diameter jabon pada kondisi lahan dengan drainase baik lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata diameter jabon pada kondisi drainase buruk dan kondisi di bawah naungan. Pertumbuhan diameter jabon pada kondisi drainase buruk 68 %, dan pada kondisi dibawah naungan 12 % terhadap pertumbuhan diameter jabon pada kondisi drainase baik.

Gambar 5 Diagram Perbandingan Pertumbuhan Diameter Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik, Kondisi Drainase Buruk, dan Kondisi di Bawah Naungan dengan (n = 5).

Perbandingan pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi lahan dengan drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan dapat dilihat pada Gambar 6. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa pertumbuhan rata-rata jumlah cabang jabon pada kondisi drainase baik adalah sebesar 34; (n = 5), sedangkan pada kondisi drainase buruk besarnya pertumbuhan rata-rata jumlah cabang jabon mencapai 38; (n = 5), dan pada kondisi di bawah naungan besar pertumbuhan rata-rata jumlah cabang jabon hanya mencapai 4; (n = 5). Pada kondisi drainase baik pertumbuhan jumlah cabang jabon mencapai 113


(1)

c. Sidik ragam rata-rata jumlah cabang

Pengaruh terhadap RJC: The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values

perlakuan 3 A0 A1 A2

Number of Observations Read 90

Number of Observations Used 90

The GLM Procedure Dependent Variable: rjc

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 2 116.780247 58.390123 1.75 0.1797

Error 87 2901.788889 33.353895

Corrected Total 89 3018.569136

R-Square Coeff Var Root MSE rjc Mean

0.038687 33.80287 5.775283 17.08519

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 2 116.7802469 58.3901234 1.75 0.1797

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 2 116.7802469 58.3901234 1.75 0.1797

Dari output SAS di atas dapat disimpulkan bahwa pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang. hal ini dapat dilihat dari p-value > alpha (0.05) . selain itu juga keragaman jumlah cabang hanya dapat dijelaskan sebesar 1,16 % oleh faktor pemupukan.


(2)

d. Sidik ragam rata-rata jumlah ruas

Pengaruh terhadap RJR: The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values

perlakuan 3 A0 A1 A2

Number of Observations Read 90

Number of Observations Used 90

The GLM Procedure Dependent Variable: rjr

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 2 7.2913580 3.6456790 0.50 0.6093

Error 87 636.5555557 7.3167305

Corrected Total 89 643.8469137

R-Square Coeff Var Root MSE rjr Mean

0.011325 11.39013 2.704946 23.74815

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 2 7.29135802 3.64567901 0.50 0.6093

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 2 7.29135802 3.64567901 0.50 0.6093

Dari output SAS di atas dapat disimpulkan bahwa pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah ruas. hal ini dapat dilihat dari p-value > alpha (0.05) . selain itu juga keragaman jumlah ruas hanya dapat dijelaskan sebesar 1,13 % oleh faktor pemupukan.


(3)

e. Hasil uji Duncan pertumbuhan diameter jabon

Pengaruh terhadap RD 00:48Friday, July6,2010 1

The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values perlakuan 3 A0 A1 A2 Number of Observations Read 90

Number of Observations Used 90

Pengaruh terhadap RD 00:48Friday, July6,2010 2

The GLM Procedure Dependent Variable: rd

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 2 35.4985383 17.7492691 3.28 0.0424

Error 87 471.1952121 5.4160369

Corrected Total 89 506.6937504

R-Square Coeff Var Root MSE rd Mean

0.070059 32.06109 2.327238 7.258761

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan2 35.49853829 17.74926914 3.28 0.0424

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan2 35.49853829 17.74926914 3.28 0.0424


(4)

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for rd

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 87 Error Mean Square 5.416037 Number of Means 2 3 Critical Range 1.194 1.257 Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan A 8.1257 30 A1 A

B A 6.9926 30 A2 B


(5)

Lampiran 17. Layout pemupukan lanjutan tanaman jabon (

Anthocephalus cadamba

Roxb. Miq.)

pada lahan dengan kondisi drainase buruk

Keterangan:A0= NPK 0 g; A1= NPK 100 g; A2= NPK 150 g

U

Jenis tanaman : Jabon (Anthocephalus cadamba) Umur : 13 bulan

Lokasi : Dusun Tawakal, Jl. Cifor, Kelurahan Bubulak RT01/RW05

1 A

0

16 A

2

31 A

0

46 A

2

61 A

2

76 A

1

2 A

0

17 A

2

32 A

1

47 A

2

62 A

1

77 A

0

3 A

2

18 A

1

33 A

0

48 A

0

63 A

2

78 A

2

4 A

0

19 A

0

34 A

2

49 A

0

64 A

2

79 A

1

5 A

1

20 A

2

35 A

1

50 A

2

65 A

0

80 A

1

6 A

0

21 A

0

36 A

2

51 A

2

66 A

1

81 A

1

7 A

0

22 A

1

37 A

2

52 A

1

67 A

1

82 A

2

8 A

2

23 A

1

38 A

1

53 A

1

68 A

2

83 A

0

9 A

0

24 A

2

39 A

2

54 A

1

69 A

0

84 A

2

10 A

0

25 A

0

40 A

0

55 A

2

70 A

1

85 A

1

11 A

0

26 A

2

41 A

2

56 A

0

71 A

1

86 A

2

12 A

2

27 A

0

42 A

2

57 A

0

72 A

1

87 A

2

13 A

1

28 A

0

43 A

1

58 A

1

73 A

2

88 A

0

14 A

1

29 A

0

44 A

1

59 A

2

74 A

1

89 A

1


(6)

Lampiran 18. Layout pemupukan tanaman jabon

(Anthocephalus cadamba

Roxb. Miq.

)

pada awal

penanaman pada lahan dengan kondisi drainase buruk

Sumber: Ajeng Pristyaningrum 2009

Keterangan: A0: NPK 0 g; A1: NPK 50 g; A2: NPK 100 g; B1: Bokasi 0 g; B2: Bokasi 1 kg; B3: Bokasi 2 kg.

U

Jenis tanaman : Jabon (Anthocephalus cadamba) Waktu tanam : 1 Januari 2009

Lokasi : Dusun Tawakal, Jl. Cifor, Kelurahan Bubulak RT01/RW05

1 A0B1 10

16 A2B2 7

31 A0B0 4

46 A2B0 5 61 A2B1 10 76 A1B0 10

2 A0B1 4

17 A2B1 8

32 A1B2 6

47 A2B0 8

62 A1B1 2

77 A0B0 2

3 A2B2 10

18 A1B0 6

33 A0B0 7

48 A0B2 2 63 A2B0 10

78 A2B0 6

4 A0B2 9

19 A0B2 1

34 A2B2 5

49 A0B2 4

64 A2B2 3

79 A1B0 7

5 A1B0 5

20 A2B2 2

35 A1B1 10 50 A2B1 2

65 A0B2 6

80 A1B0 1

6 A0B0 6

21 A0B1 2

36 A2B1 1

51 A2B0 7

66 A1B2 2

81 A1B1 8

7 A0B0 8

22 A1B2 3

37 A2B0 2

52 A1B2 9

67 A1B0 4

82 A2B0 3

8 A2B0 1

23 A1B1 5

38 A1B0 3

53 A1B0 8

68 A2B1 3

83 A0B2 10

9 A0B0 5

24 A2B2 1

39 A2B2 4

54 A1B2 8

69 A0B1 7

84 A2B1 4

10 A0B1 8

25 A0B0 10

40 A0B1 1

55 A2B1 7

70 A1B2 4

85 A1B1 9

11 A0B2 8

26 A2B1 6

41 A2B2 8

56 A0B2 7

71 A1B0 2

86 A2B1 5

12 A2B2 9

27 A0B0 9

42 A2B1 9

57 A0B1 3

72 A1B1 3

87 A2B0 9

13 A1B2 7

28 A0B1 9

43 A1B1 4

58 A1B2 1

73 A2B2 6

88 A0B1 5

14 A1B2 5

29 A0B2 3

44 A1B0 9

59 A2B0 4

74 A1B1 1

89 A1B1 6