nyata dengan perlakuan dosis NPK 150 gram A
2
. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa perlakuan dosis NPK 100 gram A
1
memberikan peningkatan terhadap kontrol tertinggi dibandingkan dengan kedua dosis NPK lainnya yaitu sebesar
22,04 sedangkan pemberian pupuk NPK sebesar 150 gram A
2
hanya memberikan peningkatan terhadap kontrol sebesar 5,02 .
Gambar 9 menyajikan pertumbuhan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Rata-rata diameter jabon perlakuan A
, A
1
, dan A
2
pada awal pengukuran berturut-turut adalah 6,58 cm; n = 30, 7,78 cm; n = 30, dan 6,64 cm; n = 30. Rata-rata diameter jabon A
, A
1
, dan A
2
pada akhir pengukuran berturut-turut adalah 6,74 cm; n = 30, 8,45 cm; n = 30, dan 7,36
cm; n = 30. Dari Gambar 9 dapat diketahui besarnya peningkatan pertumbuhan diameter jabon untuk perlakuan A
, A
1
, dan A
2
berturut-turut pada minggu ke-4 yaitu 0,06 cm, 0,35 cm, dan 0,34 cm. Dan peningkatan diameter tanaman
perlakuan A , A
1
, dan A
2
berturut-turut pada minggu ke-8 yaitu 0,16 cm, 0,67 cm, dan 0,72 cm.
Gambar 9 Diagram Pertumbuhan Diameter Tanaman Jabon Anthocephalus cadamba pada Kondisi Drainase Buruk n = 30.
5.1.4 Pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk
Pengaruh pemberian pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk ditunjukkan pada Tabel 5.
Pengamatan pertumbuhan jumlah ruas dilakukan setiap 1 bulan sekali, sehingga pengukuran pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon yang dilakukan selama 8
minggu sebanyak 3 kali pengukuran.
Tabel 5 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon Anthocephalus cadamba pada kondisi drainase
buruk
Keterangan: ns = Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05.
Hasil sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk lanjutan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman
jabon pada kondisi drainase buruk pada taraf uji 0,05.
Gambar 10 Diagram Pertumbuhan Jumlah Ruas Tanaman Jabon Anthocephalus cadamba pada Kondisi Drainase Buruk n = 30.
Gambar 10 menunjukkan pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Jumlah ruas tanaman jabon perlakuan
A , A
1
, dan A
2
pada awal pengukuran berturut-turut adalah 23; n = 30, 22; n = 30, dan 23; n = 30. Sedangkan jumlah ruas tanaman perlakuan A
, A
1
, dan A
2
Sumber Keragaman
Db Jk
KT F-Hit
Pr F
Model 2
7,2913580 3,6456790
0,50
ns
0,6093 Error
87 636,5555557
7,3167305 Total
89 643,8469137
pada akhir pengukuran berturut-turut adalah 25; n = 30, 25; n = 30, dan 25; n = 30. Dari Gambar 10 dapat diketahui besarnya rata-rata pertumbuhan jumlah
ruas pada minggu ke-4 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-4 peningkatan jumlah ruas pada tanaman A
adalah sebesar 1, begitu juga dengan tanaman A
1
dan A
2
. Dan pada minggu ke-8 terjadi peningkatan jumlah ruas pada tanaman A
0,
A
1
, dan A
2
sebesar 2.
5.1.5 Pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk
Pengaruh pemberian pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon ditunjukkan pada Tabel 6. Pengamatan pertumbuhan
jumlah cabang dilakukan setiap 1 bulan sekali, sehingga pengukuran pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon yang dilakukan selama 8 minggu sebanyak 3 kali
pengukuran.
Tabel 6 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon Anthocephalus cadamba pada kondisi drainase
buruk
Sumber Keragaman
Db Jk
KT F-Hit
Pr F
Model 2
116,780247 58,390123
1,75ns 0,1797
Error 87
2901,788889 33,353895
Total 89
3018,569136
Keterangan: ns = tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05.
Hasil sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk lanjutan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman
jabon pada kondisi drainase buruk pada taraf uji 0,05.
Gambar 11 Diagram Pertumbuhan Jumlah Cabang Tanaman Jabon Anthocephalus cadamba pada Kondisi Drainase Buruk n = 30.
Gambar 11 menunjukkan pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Jumlah cabang tanaman perlakuan A
, A
1
, dan A
2
pada awal pengukuran berturut-turut adalah 16; n = 30, 17; n = 30, dan 16; n = 30. Dan pada akhir pengukuran, jumlah cabang tanaman perlakuan
A
0,
A
1
, dan A
2
berturut-turut adalah 16; n = 30, 17; n = 30, dan 16; n = 30. Dari Gambar 11 dapat diketahui besarnya peningkatan jumlah cabang tanaman
jabon pada minggu ke-4 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-4 terjadi peningkatan jumlah cabang pada tanaman A
, A
1
, dan A
2
masing-masing sebesar 1; 2; dan 1. Sedangkan pada minggu ke-8 peningkatan jumlah cabang yang terjadi pada
tanaman A , A
1
, dan A
2
berturut-turut adalah 0; 2; dan 0. Pada minggu ke-8 jumlah cabang tidak mengalami peningkatan jumlah tetapi mengalami penurunan
jumlah cabang. Penurunan jumlah cabang terjadi dengan sendirinya pada tanaman jabon karena tanaman jabon memiliki keunikan dapat melakukan pemangkasan
sendiri secara alami self pruning.
Gambar 12 Kondisi Tanaman Jabon Sebelum Pemupukan A, Serangan Kepik pada Pucuk Jabon B, dan Serangan Ulat pada Daun Jabon C pada
Lahan dengan Kondisi Drainase Buruk.
Gambar 13 Pohon Jabon Anthocephalus cadamba pada Kondisi Drainase Baik A dan Pohon Jabon di bawah Naungan B.
Gambar 13 adalah perbandingan pohon jabon pada kondisi drainase baik dan pohon jabon di bawah naungan. Jabon pada kondisi drainase baik memiliki
rata-rata tinggi sebesar 980 cm; n = 5 sedangkan pohon jabon di bawah naungan rata-rata tingginya hanya mencapai 193 cm; n = 5. Tanaman jabon pada kondisi
drainase baik ditanam dengan sistem tumpang sari dengan jarak tanam 3 x 3, tanaman tumpang sari yang ditanam adalah talas dan singkong. Kedalaman air
tanah pada kondisi drainase baik adalah ± 100 cm dari permukaan tanah. Beberapa tanaman jabon tumbuh di bawah naungan pohon salam Eugenia
A B
C
A B
polyantha, nangka
Artocarpus heterophyllus,
rambutan Nephelium
lappaceum, menteng Baccaurea racemosa dan melinjo Gnetum gnemon,
yang sudah ada pada saat jabon belum ditanam, namun jumlahnya tidak banyak. Tabel 7 merupakan hasil pengukuran kedalaman air tanah pada kondisi
drainase buruk yang diukur pada empat sumur di setiap sudut lokasi penelitian. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui kedalaman air tanah pada lubang ke-1 adalah
15 cm, kedalaman air tanah pada lubang ke-2 adalah 20 cm, kedalaman air tanah pada lubang ke-3 adalah 30 cm, dan kedalaman air tanah pada lubang ke-4 adalah
20 cm. Sehingga diperoleh rata-rata kedalaman air tanah pada kondisi drainase buruk sebesar 21,25 cm; n = 4.
Tabel 7 Kedalaman air pada kondisi drainase buruk kebun I
5.2 Pembahasan