TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

mungkin bahasa ajaran ketiga B4, bahasa ajaran keempat B5, dan seterusnya. Bahasa Indonesia ada kalanya sebagai B1 dan adakalanya sebagai B2. Ketika satu keluarga yang berlatar belakang bahasa Betawi ingin menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi, maka bahasa Betawi adalah B1 bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai B2 bahasa ajaran. Lain halnya ketika orang Indonesia yang menetap di Negara Inggris, ketika ia ingin menggunakan bahasa Inggris saat bertutur, kedudukan bahasa Indonesia sebagai B1 bahasa ibu dan bahasa Inggris sebagai B2 bahasa ajaran. Seseorang yang memiliki dua bahasa bilingual dan banyak bahasa multilingual berkesempatan untuk memilih bahasa dalam bertutur. Pemilihan bahasa mereka lakukan atas dasar psikologis diri mereka masing-masing. Sedangkan penutur yang memiliki satu bahasa saja monolingual tidak memiliki kesempatan untuk memilih bahasa dalam bertutur. Contoh penyebab terjadinya multilingual pada Kalala yang disebabkan karena faktor lingkungan. Kalala berumur 16 tahun. Dia tinggal di Bukavu, sebuah kota di Afrika di Timur Zaire dengan populasi 220.000 jiwa. Itu adalah suatu Negara dengan banyak budaya dan bahasa dan lebih banyak orang yang datang dan pergi untuk bekerja dan alasan bisnis dari pada orang-orang yang tinggal menetap di sana. Lebih dari empat puluh kelompok berbicara dengan bahasa yang berbeda dapat ditemukan di kota ini. Kalala seperti teman-temannya yang lain adalah pengangguran. Dia menghabiskan hari-harinya berkelana di jalan, kadang kala singgah di tempat-tempat yang biasa orang temui seperti di pasar, di taman, atau di tempat temannya. Selama dalam kesehariannya ia menggunakan sedikitnya tiga jenis atau kode bahasa yang berbeda-beda bahkan terkadang lebih. 2 Berdasarkan contoh di atas, pemakaian bahasa penutur yang multilingual ataupun bilingual terjadi secara bergantian, karena mereka memiliki pilihan bahasa. Pemilihan bahasa dapat ia sesuaikan dengan situasi peristiwa tutur. Pemakaian bahasa secara bergantian itulah yang dapat memicu terjadinya interferensi pada penutur. Masyarakat bilingual ataupun multilingual akan sulit menghindari interferensi dari bahasa yang satu kepada bahasa yang lain. Pendapat yang sama diungkapkan pula oleh Jendra: Interferensi merupakan sebuah bentuk situasi atas penggunaan bahasa kedua atau bahasa lain dengan para penggunanya yang dianggap tidak tepat untuk mempengaruhi bahasa tuturan si pengguna. 3 Berdasarkan pendapat Jendra di atas, memperjelas hakikat interferensi sesungguhnya, bahwa interferensi hanya dapat dilakukan oleh penutur bilingual dan multilingual. Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. 4 Bahasa memiliki sistem. Perubahan sistem yang terjadi pada suatu bahasa dianggap menyalahi kaidah gramatika bahasa itu sendiri. Suatu unsur bahasa lain yang berdiri sendiri pada struktur 2 Janet Holmes. An Introduction to Sosiolinguistics. London and New York: Longman, 1994, h. 21 3 Made Iwan Indrawan Jendra. Sosiolinguistics The Study of Societies’ Languages. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, h. 189 4 Abdul Chaer dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 120 sebuah bahasa dianggap sebagai pengacauan. Interferensi dapat terjadi ketika penutur bilingual maupun multilingual tersebut memasukkan dua bahasa sekaligus dalam suatu ujaran, baik dari segi fonem, morfem, kata, frase, klausa, maupun kalimat. Interferensi yang terjadi dapat dilihat pada tataran fonologis, morfologis, sintaksis, leksikon, dan semantik. Hartmann Stork dalam Chaer, mengungkapkan bahwa interferensi juga dimaknai sebagai kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan- kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua. 5 Interferensi bersifat merusak bahasa yang terinterferensi, baik bahasa ibu B1, maupun bahasa ajaran B2. Interferensi muncul bukan karena penutur mahir dalam menggunakan kode-kode dalam bertutur. Sebaliknya, interferensi muncul karena kurang dikuasainya kode-kode tersebut dalam bertutur. 6 Penguasaan bahasa yang dimiliki penutur bilingual ataupun multilingual tidak seimbang atau tidak sama baiknya. Penguasaan bahasa yang tidak seimbang dapat terjadi ketika bahasa ibu B1 lebih dikuasai dari pada bahasa ajaran B2, ataupun sebaliknya. Sesungguhnya, interferensi berlaku bolak balik, bisa dengan bahasa ajaran B2 tercampur pada struktur bahasa ibu B1, bisa juga dengan bahasa ibu B1 tercampur pada struktur bahasa ajaran B2. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa interferensi adalah kekeliruan dalam berbahasa dengan 5 A. Chaedar Alwasilah. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa, 1993 h. 114 6 R. Kunjana Rahardi. Kajian Sosiolinguistik. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h. 125