Pendidikan Rahmah El Yunusiyah

temannya ini untuk menambah ilmu agama secara mendalam di luar perguruan di antaranya di Surau Jembatan Besi. Bagi Rahmah El Yunusiyah pengajian dan pelajaran yang diterimanya di surau ini pun, juga belum memuaskan hatinya, karena banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan wanita yang ditanyakannya tidak memperoleh jawaban yang memuaskan sebagaimana yang dialaminya di Diniyah School. Karena itu Rahmah El Yunusiyah akhirnya meminta kepada Syekh Abdul Karim Amrullah untuk berkenan memberikan pengajian secara privat di rumahnya di Gatangan. Di sini ia memperdalam pengajian mengenai masalah agama dan wanita, di samping itu juga ia mempelajari bahasa Arab, fiqih dan ushul fiqih. Ia baru merasakan adanya kepuasan dan telah menemukan apa yang dicarinya selama ini. 16 Semangat Rahmah El Yunusiyah dalam mempelajari ilmu selain agama dan bahasa Arab, terus berkobar. Sekitar tahun 1931-1935, ia mengikuti kursus ilmu kebidanan di RSU Kayu Tanam dan mendapat izin praktekijazah bidan dari dokter. Dalam bidang kebidanan ini ia juga mendapat bimbingan yang mula-mula diberikan dari kakak ibunya Kudi Urai, seorang bidan yang menolong kelahiran dirinya dan Sutan Syahrir Mantan Perdana Menteri RI. Selain itu, ia belajar ilmu kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan P3K dari enam orang dokter yang juga gurunya dalam kebidanan: dokter Sofyan Rasyad dan dokter Tazar di Rumah Sakit Umum Kayu Tanam mendapat izin praktek dan ijazah dengan kedua dokter ini, dokter A. Saleh di RSU Bukittinggi, dokter Arifin dari Payakumbuh, dan dokter Rasjidin dan dokter A. Sani di Padang Panjang. Untuk 16 Aminuddin Rasyad.dkk, H.RAHMAH EL YUNUSIYYAH DAN ZAINUDDIN LABAY EL YUNUSY Dua Tokoh Bersaudara Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia Riwayat Hidup, Cita-Cita, dan Perjuangannya,Jakarta: Pengurus Perguruan Diniyyah Puteri Perwakilan Jakarta,1991h.38 mendalami praktek kebidanan dan ilmu kesehatan ini ia belajar sambil praktek di RSU Kayu Tanam. 17 Rahmah El Yunusiyah juga belajar gymnastik olahraga dan senam dari seorang guru pada Meisjes Normal School sebuah pendidikan guru di Guguk Malintang yaitu Mej. Oliver nona Olvier. Kemudian ia juga mempelajari cara bertenun tradisional, yakni: bertenun dengan menggunakan alat tenun bukan mesin yang pada masa itu banyak dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Ia mendatangi beberapa pusat pertenunan rakyat seperti Pandai Sikat, Bukittinggi dan Silungkang. Ilmu bertenun ini ia lengkapi dengan belajar jahit-menjahit. Kedua ilmu ini yakni: bertenun dan jahit-menjahit dimasukkannya kedalam kurikulum perguruannya. Mengenai ilmu–ilmu umum seperti ilmu hayat, ilmu alam, ilmu bumi dan lainnya, ia pelajari sendiri dari buku. Kemudian semua ilmu yang ia peroleh dengan kursus atau belajar sendiri ini ia ajarkan kepada murid– muridnya, kelak setelah ia mendirikan sekolah Diniyah Puteri tahun 1923. 18 Tempaan pengalaman kehidupan telah membentuk kepribadian Rahmah El Yunusiyah menjadi seorang yang tabah, penuh toleransi dan teguh pendirian, serta berkeimanan yang kuat, akidah yang tangguh dan ketakwaan yang kokoh. Untuk mewujudkan cita–citanya dan bila menghadapi kesulitan, dia semakin ber- taqarrub dan meningkatkan diri kepada Allah dengan melakukan Sholat Tahajjud dan bermunajat di kesunyian malam. Demikianlah dilihat dari usaha Rahmah El Yunusiyah menuntut ilmu, nampak bahwa hal tersebut merupakan menifestasi dari ketidakpuasannya terhadap pengetahuan yang diperolehnya dalam masalah kewanitaan. Ia juga merasa 17 Ibid.h.39 18 Ibid.h.39 kecewa melihat kaumnya tidak bisa memperoleh pendidikan yang memadai sebagaimana yang dialaminya. Padahal Rahmah El Yunusiyah meyakini pentingnya peranan pendidikan sebagai salah satu jalan untuk mengangkat derajat kaum perempuan. Hampir seluruh hidupnya ia berikan untuk mengembangkan dan membesarkan perguruan ini. Pada tanggal 26 februari 1969, Rahmah El Yunusiyah menemui Gubernur Sumatra Barat Harun Zain untuk membicarakan usaha memajukan perguruannya khususnya dan Sumatra Barat umumnya. Hari itu gubernur mengantarkannya hingga halaman kantornya, melepas Rahmah El Yunusiyah menaiki mobil yang akan membawanya kembali ke Padang Panjang. Keesokan harinya, Harun Zain menerima kabar bahwa Syeikhah Rahmah El Yunusiyah meninggal dunia. Rahmah El Yunusiyah meninggal pada hari Rabu tanggal 9 Zulhijjah 1388H atau tanggal 26 Februari 1969M pada pukul 19.30 di rumahnya sendiri di Padang Panjang, dalam usia 68 tahun lewat 2 bulan. 19 Jenazahnya dikuburkan di perkuburan keluarga disamping rumahnya yang juga di samping Perguruan yang ia dirikan. Setiap orang yang melewati rumah dan perguruannya akan dapat melihat nisan kuburannya di pinggir jalan Lubuk Mata Kucing.

C. Kiprah Rahmah El Yunusiyah di Bidang Pergerakan Sosial, Keagamaan,

dan Politik Selain mengasuh Diniyyah Puteri, Rahmah El Yunusiyah juga aktif di bidang pergerakan sosial, keagamaan, dan politik yang ada pada tahun 1930-an di Padang Panjang. Rahmah El Yunusiyah ikut dalam pergerakan Permi Persatuan 19 Ibid.h.429 Muslimin Indosesia yang berdiri pada tahun 1930-an. Ia juga dekat dengan kalangan Muhammadiyyah, serta bekerjasama dengan tokoh wanita Rasuna Said yang juga mengajar di Perguruannya. 20 Rahmah El Yunusiyah juga aktif dalam pergerakan menentang praktik-praktik penindasan ataupun pergerakan oleh penjajah Belanda. Hal itu Etek lakukan antara lain dengan mendirikan Perserikatan Guru-Guru Poetri Islam di Bukittinggi, menjadi ketua panitia penolakan Kawin Bercatat, dan ketua Penolakan Organisasi Sekolah Liar. Pada tahun 1933 Rahmah El Yunusiyah memimpin rapat umum kaum ibu di Padang Panjang, hal ini menyababkan dia didenda pemerintah Belanda 100 gulden karena dituduh membicarakan politik. 21 Rahmah El Yunusiyah juga pernah menjadi anggota pergurus Serikat Kaum Ibu Sumatra GKIS Padang Panjang, organisasi yang itu berjuang menegakkan harkat kaum wanita dengan menerbitkan majalah bulanan. Aktivitasnya yang lain adalah mendirikan Khuttub Khannah taman bacaan untuk masyarakat. Pada tahun 1935 Rahmah El Yunusiyah mewakili kaum ibu Sumatra Tengah ke kongres perempuan di Jakarta. Dalam kongres ini Rahmah El Yunusiyah bersama Ratna Sari memperjuangkan kaum wanita Indonesia memakai selendang. Sehabis kongres ia agak lama tinggal di Jakarta untuk mendirikan pendidikan untuk kaum putri di Gang Nangka, Kwitang, Kebon Kacang, Tanah Abang, Jatinegara, dan jalan Johar di Rawasari. 22 20 Hasil wawancara dengan Faridah Saleh Keponakan Rahmah El Yunusiyah. Sabtu 12 Maret 2011. 21 Aminuddin Rasyad.dkk, H.RAHMAH EL YUNUSIYYAH DAN ZAINUDDIN LABAY EL YUNUSY Dua Tokoh Bersaudara Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia Riwayat Hidup, Cita-Cita, dan Perjuangannya,Jakarta: Pengurus Perguruan Diniyyah Puteri Perwakilan Jakarta,1991h.59. 22 Hasril Chaniago.101 Orang Minang di Pentas Sejarah,Padang:Citra Budaya Indonesia, 2010 h.427. Pada zaman Jepang, selain menjalankan sekolahnya yang sudah maju, Bunda juga aktif dalam berbagai organisasi dan gerakan sosial maupun politik. Salah satunya melalui organisasi Anggota Daerah Ibu ADI yang bertujuan menetang Jepang menggunakan wanita-wanita Indonesia, khusunya Sumatra Tengah, sebagai penghibur untuk melayani tentara Jepang. ADI juga menuntut pemerintah militer Jepang menutup semua rumah kuning rumah bordil karena bertentangan dengan kebudayaan Indonesia dan agama yang dipeluk penduduknya. Gerakan ADI boleh dikatakan berhasil, sehingga Jepang terpaksa mendatangkan wanita- wanita penghibur dari Korea dan Singapura. 23 Waktu itu Bunda Rahmah juga pernah menjadi ketua Haha Nokai Organisasi Kaum Ibu di Padang Panjang dan menjadi pengurus organisasi yang sama untuk tingkat Sumatra Tengah. Menjelang akhir pendudukan Jepang, Bunda Rahmah juga menjadi anggota peninjau yang dipimpin Mohammad Sjafei. Di samping itu Etek juga menjadi anggota Mahkamah Syari’at Bukittinggi dan anggota Majelis Islam Tinggi Sumatra Tengah. 24 Karena Bunda orangnya aktif, nama Bunda Rahmah cepat dikenal secara luas dikalangan pergerakan di Jawa. Sampai-sampai setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno memasukkan nama Bunda sebagai Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP. Namun Bunda Rahmah batal pergi ke Jakarta karena tak bisa meninggalkan ibunya yang sedang sakit di Padang Panjang. 25 23 Hasil wawancara dengan Faridah Saleh Keponakan Rahmah El Yunusiyah. Sabtu 12 Maret 2011. 24 Ibid 25 ibid