Riwayat Hidup Rahmah El Yunusiyah

rumah orang tuanya berdekatan dengan rumah orang tua Rahmah, juga dibidani oleh Ibu Hajjah Khadijah Kudi Urai. 4 2. Kepribadian Rahmah El Yunusiyah Rahmah El Yunusiyah yang dari hari ke hari tumbuh menjadi gadis remaja, mempunyai sifat sangat pemalu. Sifatnya inilah yang membawa dirinya jarang bergaul sesama kawan-kawannya. Tapi rupanya sifat pemalunya ini pulalah yang membawanya menjadi insan yang berwibawa di kemudian hari dan dapat menguasai berbagai masalah yang ditanganinya, sehingga ia berlapang hati dalam kerumitan dan kesukaran yang menimpa dirinya. Tempaan pengalaman hidup telah membentuk kepribadian Rahmah El Yunusiyah menjadi seorang yang tabah, penuh toleransi dan teguh pendirian, serta berkeimanan yang kuat, akidah yang tanguh dan ketakwaan yang kokoh. Untuk mewujudkan cita-citanya dan bila menghadapi kesulitan, dia mungkin ber-taqarrub dan mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan salat tahajjud dan bermunajad di kesunyian malam. Sifat penyayang yang dimiliki Rahmah El Yunusiyah tidak terbatas hanya sesama manusia saja, akan tetapi juga kepada berbagai macam hewan. Pekerjaan apapun yang dihadapinya, dilakukannya dengan rasa tanggung jawab, tanpa mengenal mundur dan putus asa. 4 Ibid.h.37 3. Sifat Rahmah El Yunusiyah yang Pengasih dan Penyayang Ada pribahasa Inggris mengatakan : “what is in a name?” akan tetapi “RAHMAH” yang berarti “kasih sayang” benar-benar merupakan cermin yang menlantunkan sifat dan kepribadian beliau yang penuh dengan rasa kasih, hiba dan sayang. Kepada apa sajakah tertumpah cinta dan rasa kasih sayang beliau? a. Kasih Sayang Kepada Sesama Umat 1 Ketika rakyat kelaparan dan kekurangan bahan makanan pada masa penjajahan Jepang 1942–1945, beliau bangun menggerakkan pengumpulan beras gengaman yang dibebankan kapada setiap keluarga agar memisahkan dan mengumpulkan segenggam beras tiap kali mereka akan masak nasi, yang kemudian beras-beras yang terkumpul ini dibagi- bagikan kepada fakir miskin yang menderita kelaparan. 5 2 Untuk mengatasi dan meringankan penderitaan orang-orang yang tidak punya pakaian lagi, dan tidak mampu membeli, ibu Rahmah El Yunusiyah bertindak : kain-kain putih taplak meja makan asrama, kain- kain rak buku yang berderet sepanjang asrama dan kain layar belacu yang dipergunakan setiap Jum’at subuh pendinding kolam besar di hadapan asrama waktu pelajar-pelajar Diniyyah mandi berenang: semuanya disuruh gunting menjadi baju dan celana, dan kemudian dibagi-bagikan kepada mereka yang sudah hampir separuh telanjang, bahkan ada yang sudah membajukan kulit kayu tarok. 6 3 Merasakan betapa perasaan anak-anak yang jauh dari orang tuanya, dan pada liburan puasa tidak dapat pulang ke kampungnya, maka pada pagi 5 Ibid.h.91 6 Ibid.h.91 Idul Fitri 1 Syawal yang penuh berkah itu, pemuda-pemuda pelajar S.Thawalib dan Diniyyah School bahkan dari madrasah-madrasah yang lain juga, adalah merupakan tamu-tamu yang pertama yang dipersilahkan menikmati hidangan ‘Idul Fitri’ di rumah beliau. 7 b. Kasih Sayang Kepada Binatang 1 Seseorang yang pernah berkunjung ke Diniyyah Puteri sekitar tahun 30- an barangkali tidak akan lupa bahwa di rumah Rahmah El Yunusiyah pada masa itu terdapat bermacam piaraan, mainan dan kesayangan beliau. Tiga ekor Burung Nuri merah dan hijau, seekor Beo dan Kakak Tua, sudah pandai berbicara dan sering menegur orang yang liwat, ada Kera Siamang dan Simpai, tiga bangsa Monyet dengan tiga macam warna bukunya. Itik dan Angsa serta Ayam Kalkun pun beliau pelihara. 8 2 Lima ekor Kucing yang siang malam tidur bersama-sama di tempat tidur, setelah Rahmah El Yunusiyah meninggal dunia, beberapa hari lamanya berbuat seolah mencari sesuatu yang hilang, sebentar masuk, lalu keluar, kemudian masuk dan keluar lagi sambil mengeong terus seolah menanyakan : . . . . . “kemana . . . . . kemana beliau ibu yang selalu memanjakan kami itu . . . ?” dan seekor dari kucing-kucing itu beberapa hari lamanya dilihat oleh orang-orang yang di atas makam ibu Rahmah. Meloncat ke sana, meloncat ke mari, seolah-olah dia bermain dan melompat-lompat di atas tempat tidur almarhumah dimana beliau sedang berbaring. 7 Ibid.h 92 8 Ibid.h.92 Hewan yang tak berakalpun dianugerahi Tuhan naluri untuk mengingat jasa orang yang pernah berbuat baik kepadanya. 9 c. Rahmah El Yunusiyah adalah seorang guru dan pendidik, di samping itu beliau juga seorang “bidan”. Banyak sudah ibu-ibu yang mendapat pertolongan beliau ketika melahirkan anaknya. Ketika ada seekor sapi akan melahirkan “bayi”nya, karena posisi anak yang kurang baik, maka akan terjadi kelahiran sungsang yang amat menyulitkan sang induk. Melihat keadaan yang cukup gawat bagi induk sapi itu, Rahmah El Yunusiyah tidak dapat menahan rasa hiba dan kekasihnya, naluri kebidanannya bergerak cepat dalam jiwanya, maka tanpa ragu-ragu dan dengan hati-hati sekali beliau tampil membidani sapi yang sudah kesakitan dan keletihan itu, sebagai “bidan hewan”. Dan alhamdulillah akhirnya lahirlah “bayi” sapi itu dengan selamat dan induknyapun selamat. 10 d. Cinta Kasihnya Kepada Alam Semesta Alam semesta dengan segala isinya adalah rahmat Allah untuk hamba- Nya, oleh karena itu seyogyanya umat manusia itu memikirkan dan memperhatikan alam ciptaan Tuhan itu, serta memelihara dan menjaga kelestarian alam itu. Dengan demikian manusia dapat mengenal dan mencintai Tuhan. Untuk menanamkan pendidikan mencintai alam ini Rahmah El Yunusiyah sering mengajak murid-muridnya bertamasya ke luar kota, mendaki bukit, menyeruak semak dan belukar, berdarmawisata ke tepi Danau Maninjau dan Singkarak, Panorama dan Ngarai Sianok yang terkenal, serta ke tempat-tempat bersejarah di daerah Sumatra Barat. 9 Ibid.h.92 10 Ibid.h.92 Bila sesekali beliau mengajak murid-miridnya mendaki Gunung Singgalang atau Bukit Tui, beliau mengatakan kepada murid-muridnya: “Bertapapun tingginya gunung, akan dapat kita capai puncaknya yang tertinggi asal kita mau mendakinya dengan tekun dan tabah, dan akhirnya puncak gunung itu akan berada di bawah telapak kaki kita. Demikian pula cita-cita yang tinggi, akan dapat dicapai dengan kamauan keras dan usaha yang sungguh-sungguh”. 11 Rahmah El Yunusiyah berasal dari keluarga taat dalam masalah keagamaan. Kondisi inilah yang mempengaruhi pada pembentukan pribadi Rahmah El Yunusiyah. Ia menjadi orang yang cinta mendalami ajaran-ajaran agama serta memiliki perhatian sangat besar terhadap kondisi masyarakat pada masanya khususnya kalangan kaum wanita. Karena itu pendidikan yang diperoleh Rahmah El Yunusiyah pada prinsipnya banyak dari keluarganya sendiri yang memang sangat menaruh perhatian pada masalah-masalah keagamaan. Dalam usia enam belas tahun ia menikah dengan seorang alim dan mubaligh bernama Haji Bahauddin Lathif dari Sumpur Padang Panjang. Perkawinan ini tidak berlangsung lama, hanya enam tahun, pada tahun 1922 keduanya bercerai atas kehendak kedua belah pihak dan selanjutnya menganggap sebagai dua orang bersaudara. 12 Dari perkawinan ini Rahmah El Yunusiyah tidak mempunyai anak. Sejak perceraian tersebut, ia tidak bersuami lagi. Rupanya hal ini memberi faedah kepadanya sendiri, sehingga ia dapat menempatkan seluruh hidupnya kepada perguruan yang didirikannya. 11 Ibid.h.93 12 Aminuddin Rasyad.dkk, H.RAHMAH EL YUNUSIYYAH DAN ZAINUDDIN LABAY EL YUNUSY Dua Tokoh Bersaudara Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia Riwayat Hidup, Cita-Cita, dan Perjuangannya,Jakarta: Pengurus Perguruan Diniyyah Puteri Perwakilan Jakarta,1991h.39

B. Pendidikan Rahmah El Yunusiyah

Ayah Rahmah El Yunusiyah, Syekh Haji Muhammad Yunus meninggal dunia pada tahun 1906M, ketika itu Rahmah El Yunusiyah masih kanak–kanak sehingga ia tidak banyak mendapatkan pendidikan dari ayahnya. Ia dibesarkan oleh ibu dan diasuh oleh kakaknya yang telah berumah tangga. Sejak kecil, Rahmah El Yunusiyah tidak pernah bersekolah di Sekolah Dasar Sekolah Desa, Sekolah Gubernemen yang memang telah ada juga di Minangkabau pada masa kanak- kanaknya dulu. Meskipun begitu, ia banyak belajar dari lingkungannya. Pada usia enam tahun beliau mulai belajar membaca Al-Qur’an kepada Engku Uzair gelar Malim Batuah, salah seorang dari murid Syekh Haji Muhammad Yunus. 13 Rahmah El Yunusiyah dituntun tulis–baca huruf latin oleh kakaknya Zainuddin Labay dan Muhammad Rasyad yang pernah belajar di Sekolah Desa. Umi Rafi’ah, ibunya juga ikut mengajari Rahmah El Yunusiyah berhitung dengan angka–angka Arab angka Melayu. Kepandaian membaca dan menulis ini, kemudian hari sangat menolongnya dalam menambah ilmu pengetahuannya, karena ia termasuk salah seorang anak yang senang membaca. Sejak 10 tahun Rahmah El Yunusiyah aktif mengunjungi pengajian–pengajian yang sangat banyak diadakan di lingkungan masyarakat sekitarnya. Pada saat itu telah ada di lingkungan masyarakat Minangkabau sekitar delapan surau yang melakukan kegiatan pengajian secara bergiliran dari satu surau ke surau yang lain. Dengan cara demikian ia banyak memperoleh pengetahuan agama dan memilih guru-guru yang dapat memuaskan hatinya. Walaupun usianya masih sangat muda untuk mengikuti pengajian tersebut, namun bagi Rahmah El Yunusiyah 13 Panitia penerbitan buku Peringatan 55 tahun Diniyyah Puteri,Peringatan 55 tahun Diniyyah Puteri Padang Panjang ,Jakarta: CV Ghalia Indonesia,1978h.177 mengunjungi pengajian ini nampaknya merupakan kesenangan tersendiri pula bagi dirinya. 14 Setelah Diniyah School yang didirikan kakaknya pada tanggal 10 Oktober 1915 berdiri, ia ikut belajar di Perguruan ini. Ia banyak memperoleh pengetahuan praktis yang berkenaan dengan pergaulan, terutama pergaulan antara murid-murid perempuan dan laki-laki serta watak manusia yang berbagai ragam. Dahulunya ia jarang atau tidak diperkenankan bergaul dengan anak laki-laki, tapi setelah ia bersekolah di Perguruan ini, ia dapat bergaul dengan murid laki-laki. Ia dapat bertukar fikiran dengan mereka baik mengenai hukum Islam, sosial, budaya dan pergaulan muamalah. Dari pengenalan berbagai macam watak manusia ini ia mulai menyadari dirinya dan keadaan masyarakat lingkungannya, terutama masyarakat wanita, yaitu mereka yang tidak memperoleh kesempatan menuntut ilmu sebagaimana yang dialaminya. 15 Selama ia menjadi siswa Diniyah School, ia dapat menuntut ilmu dengan baik dan dengan kecerdasannya Rahmah El Yunusiyah mendorong dirinya untuk bersikap kritis, tidak puas dengan sistem koedukasi pada Diniyah School yang kurang memberikan penjelasan terbuka kepada siswa puteri mengenai persoalan khusus perempuan. Rasa ketidak-puasannya ini dibicarakan dengan tiga temannya sesama wanita, yaitu Rasuna Said dari Maninjau, yang kemudian hari namanya diabadikan sebagai Pahlawan Nasional, Nanisah dari Bulaan Gadang Banuhampu, dan Jawana Basyir Upik Japang dari Lubuk Alung. Mereka berempat bersepakat untuk membentuk kelompok belajar. Rahmah El Yunusiyah mengajak ketiga 14 Ibid.h.177 15 Ibid.h.177 temannya ini untuk menambah ilmu agama secara mendalam di luar perguruan di antaranya di Surau Jembatan Besi. Bagi Rahmah El Yunusiyah pengajian dan pelajaran yang diterimanya di surau ini pun, juga belum memuaskan hatinya, karena banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan wanita yang ditanyakannya tidak memperoleh jawaban yang memuaskan sebagaimana yang dialaminya di Diniyah School. Karena itu Rahmah El Yunusiyah akhirnya meminta kepada Syekh Abdul Karim Amrullah untuk berkenan memberikan pengajian secara privat di rumahnya di Gatangan. Di sini ia memperdalam pengajian mengenai masalah agama dan wanita, di samping itu juga ia mempelajari bahasa Arab, fiqih dan ushul fiqih. Ia baru merasakan adanya kepuasan dan telah menemukan apa yang dicarinya selama ini. 16 Semangat Rahmah El Yunusiyah dalam mempelajari ilmu selain agama dan bahasa Arab, terus berkobar. Sekitar tahun 1931-1935, ia mengikuti kursus ilmu kebidanan di RSU Kayu Tanam dan mendapat izin praktekijazah bidan dari dokter. Dalam bidang kebidanan ini ia juga mendapat bimbingan yang mula-mula diberikan dari kakak ibunya Kudi Urai, seorang bidan yang menolong kelahiran dirinya dan Sutan Syahrir Mantan Perdana Menteri RI. Selain itu, ia belajar ilmu kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan P3K dari enam orang dokter yang juga gurunya dalam kebidanan: dokter Sofyan Rasyad dan dokter Tazar di Rumah Sakit Umum Kayu Tanam mendapat izin praktek dan ijazah dengan kedua dokter ini, dokter A. Saleh di RSU Bukittinggi, dokter Arifin dari Payakumbuh, dan dokter Rasjidin dan dokter A. Sani di Padang Panjang. Untuk 16 Aminuddin Rasyad.dkk, H.RAHMAH EL YUNUSIYYAH DAN ZAINUDDIN LABAY EL YUNUSY Dua Tokoh Bersaudara Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia Riwayat Hidup, Cita-Cita, dan Perjuangannya,Jakarta: Pengurus Perguruan Diniyyah Puteri Perwakilan Jakarta,1991h.38