Pengaruh Pelatihan Membaca Cepat Terhadap Pemahaman Bacaan
PENGARUH PELATIHAN MEMBACA CEPAT
TERHADAP PEMAHAMAN BACAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
YESSY LIANA PUTRI
051301035
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
PENGARUH PELATIHAN MEMBACA CEPAT
TERHADAP PEMAHAMAN BACAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
YESSY LIANA PUTRI
051301035
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
SKRIPSI
PENGARUH PELATIHAN MEMBACA CEPAT TERHADAP
PEMAHAMAN BACAAN
Dipersiapkan dan disusun oleh :
YESSY LIANA PUTRI 051301035
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 7 Juli 2011
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi
Prof. Dr. Dra. Irmawati Soeprapto, Psikolog, M.Si. NIP: 195301311980032001
Tim Penguji
1. Tarmidi, S.Psi., M.Psi., Psikolog Penguji/Pembimbing ________
NIP: 198006072005011003
2. Sri Supriyantini, S.Psi., M.Psi., Psikolog Penguji II ________
NIP: 196204092000122001
3. Dra. Lili Garliah, M.Si., Psikolog Penguji III ________
(4)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :
Pengaruh Pelatihan Membaca Cepat Terhadap Pemahaman Bacaan
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penelitian skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Juli 2011
YESSY LIANA PUTRI NIM 051301035
(5)
Pengaruh Pelatihan Membaca Cepat Terhadap Pemahaman Bacaan
Yessy Liana Putri dan Tarmidi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan. Membaca cepat merupakan suatu teknik untuk meningkatkan kecepatan membaca dan pemahaman terhadap bacaan. Peningkatan kecepatan dapat dilakukan melalui pelatihan. Pemahaman bacaan merupakan proses simultan menyarikan dan mengkonstruksi makna melalui interaksi dan keterlibatan dengan bahasa tertulis (Snow, 2002).
Pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan suatu teks bacaan diukur menggunakan alat ukur yang mencakup enam tingkatan kognitif Bloom. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen murni pretest-posttest
control group design dengan satu macam perlakuan. Subjek penelitian adalah 16
orang mahasiswa FK UMSU yang dipilih secara random. Analisa data menggunakan Uji-T. Perbandingan nilai pretest dan posttest kelompok eksperimen diperoleh nilai t = -4,150 dan p = 0,004. Perbandingan nilai posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh nilai t = 2,814 dan p = 0,014. Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa ada pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan.
(6)
Speed Reading TrainingEffect Against ReadingCom prehension
Yessy Liana Putri and Tarmidi
ABSTRACT
This research is aimed to determine the effect of speed reading training on reading comprehension. Speed reading is a technique to improve reading speed and comprehension of reading. Increased speed can be done through training. Reading comprehension is a process of simultaneously extracting and constructing meaning through interaction and involvement with written language (Snow, 2002).
Effect of speed reading training on reading comprehension of a text was measured using a test that includes Bloom's six cognitive levels. This research uses experimental design of pretest-posttest pure control group design with one kind of treatment. Research subjects were 16 students of FK UMSU chosen randomly. Data Analysis using Test-T. Comparison of pretest and posttest experimental group obtained the value t = -4.150 and p = 0.004. Comparison of posttest control group and experimental group obtained the value t = 2.814 and p = 0.014. Based on the results of data analysis known that there is influence of speed-reading training on reading comprehension.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas nikmat dan karunianya berupa kekuatan kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi serta pengambilan data. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Dra. Irmawati Soeprapto, Psikolog, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Tarmidi, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing saya dengan penuh kesabaran dan pengertian.
3. Ibu Sri Supriyantini, S.Psi., M.Psi., Psikolog dan Ibu Dra. Lili Garliah, M.Si., Psikolog selaku penguji ujian skripsi atas waktu dan pikirannya dalam memberikan umpan balik mengenai skripsi ini.
(8)
4. Ibu Desvi Yanti Mukhtar, S.Psi., M.Si., Psikolog selaku ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan seluruh dosen Departemen Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi., Psikolog, M.Kes., selaku dosen penasehat akademik dan Ibu Fasti Rola, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi saya sebelumnya, atas bimbingan dan kesabarannya. 6. Seluruh dosen dan staff Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 7. Bapak Dr. Ade Taufiq, SpOG selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah mengizinkan saya melaksanakan penelitian di FK UMSU.
8. Bapak Dr. Ahmad Handayani, yang telah bersedia menjadi professional
jugdement dalam penyusunan alat ukur penelitian saya.
9. Kedua orangtua saya beserta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan dukungan kepada saya.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudari semua. Penulis menyadari bahwa seluruh isi skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis. Penulis juga berharap adanya kritikan dan saran dari berbagai pihak terkait skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, 5 Juli 2011 Penulis.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1
B. RUMUSAN MASALAH... 8
C. TUJUAN PENELITIAN... 9
D. MANFAAT PENELITIAN... 9
1. Manfaat Teoritis... 9
2. Manfaat Praktis... 9
E. SISTEMATIKA PENULISAN... 10
BAB II LANDASAN TEORI... 12
A. MEMBACA CEPAT... 12
1. Definisi Membaca Cepat... 12
(10)
3. Tingkatan Kecepatan Membaca... 15
4. Cara Mengukur Kecepatan Membaca... 16
5. Fleksibelitas Kecepatan Membaca... 17
6. Hambatan Membaca Cepat... 18
B. PEMAHAMAN BACAAN... 23
1. Definisi Pemahaman Bacaan... 23
2. Elemen Pemahaman Bacaan... 25
3. Unit Pemahaman... 27
4. Tingkatan Pemahaman... 28
5. Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Bacaan... 30
6. Pengukuran Pemahaman bacaan... 35
C. PENGARUH PELATIHAN MEMBACA CEPAT TERHADAP PEMAHAMAN BACAAN…………... 39
D. HIPOTESA... 44
BAB III METODE PENELITIAN... 45
A. IDENTIFIKASI VARIABEL... 46
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL... 49
C. RANCANGAN PENELITIAN... 53
D. TEKNIK KONTROL... 56
E. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL... 60
1. Populasi... 60
(11)
F. ALAT UKUR DAN INSTRUMEN YANG DIGUNAKAN... 66
1. Alat Ukur... 66
2. Instrumen... 66
G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS... 67
1. Validitas... 67
2. Reliabilitas... 70
H. PROSEDUR EKSPERIMEN... 71
I. METODE ANALISA DATA... 77
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN... 79
A. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN... 79
1. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Kategori Intelegensi... 79
2. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Kecepatan Membaca... 80
3. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Latar Belakang Sosial Ekonomi... 80
4. Deskripsi Subjek Penelitan Berdasarkan Latar Belakang Pengalaman Membaca... 81
B. HASIL UTAMA PENELITIAN... 81
1. Uji Normalitas... 81
2. Uji Homogenitas Varians... 82
3. Analisa Data... 83
(12)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 93
A. KESIMPULAN... 93
B. SARAN... 93
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Blueprint Distribusi Aitem Alat Ukur... 72
Tabel 2 Hasil Analisa Data Uji Coba Alat Ukur... 73
Tabel 3 Blueprint Distribusi Aitem Hasil Uji Coba Alat Ukur... 74
Tabel 4 Gambaran Sebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kategori Intelegensi... 79
Tabel 5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kecepatan Membaca... 80
Tabel 6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Latar Belakang Sosial Ekonomi Keluarga...80
Tabel 7 Gambaran Sebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pengalaman Membaca... 81
Tabel 8 Hasil Uji Normalitas... 82
Tabel 9 Hasil Uji Homogenitas Varians... 83
Tabel 10 Hasil Uji Paired-Samples T Test Kelompok Kontrol... 84
Tabel 11 Hasil Uji Paired-Samples T Test Kelompok Eksperimen... 84
Tabel 12 Hasil Uji Independent-Samples T Test... 85
Tabel 13 Nilai Pretest dan Posttest Tes Pemahaman Bacaan (Kemampuan Membaca)………... 85
Tabel 14 Distribusi Nilai Tes Pemahaman Bacaan (Kemampuan Membaca) Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 86
(14)
Tabel 15 Norma Skor Standar... 86 Tabel 16 Kategorisasi Nilai Tes Pemahaman Bacaan
(Kemampuan Membaca) Berdasarkan Norma... 86 Tabel 17 Gambaran Kategorisasi Nilai Pretest dan Posttest Tes
Pemahaman Bacaan (Kemampuan Membaca) ... 87 Tabel 18 Distribusi Persentase Subjek Penelitian Berdasarkan
Kategorisasi Nilai Pretest Tes Pemahaman Bacaan
(Kemampuan Membaca) ... 87 Tabel 19 Distribusi Persentase Subjek Penelitian Berdasarkan
Kategorisasi Nilai Posttest Tes Pemahaman Bacaan
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Desain Eksperimen Pretest Posttest Control Group Design
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A... xv - Teks Bacaan... xvi - Tes Pemahaman Bacaan (Kemampuan Membaca) Uji Coba... xl
- Lembar Jawaban Tes Pemahaman Bacaan
(Kemampuan Membaca) Uji Coba... lviii - Daftar Hadir Responden Uji Coba... lx - Tes Pemahaman Bacaan (Kemampuan Membaca)... lxi
- Lembar Jawaban Tes Pemahaman Bacaan (Kemampuan Membaca)….... lxviii
- Formulir Data Pribadi Calon Peserta... lxix - Daftar Hadir Peserta Pelatihan Membaca Cepat... lxx - Bahan Bacaan untuk Pengukuran Kecepatan Membaca... lxxi - Modul Pelatihan Membaca Cepat... lxxv LAMPIRAN B... xcviii - Data penelitian... xcix - Hasil penelitian... ci LAMPIRAN C... cii - Surat izin pengambilan data... ciii
(17)
Pengaruh Pelatihan Membaca Cepat Terhadap Pemahaman Bacaan
Yessy Liana Putri dan Tarmidi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan. Membaca cepat merupakan suatu teknik untuk meningkatkan kecepatan membaca dan pemahaman terhadap bacaan. Peningkatan kecepatan dapat dilakukan melalui pelatihan. Pemahaman bacaan merupakan proses simultan menyarikan dan mengkonstruksi makna melalui interaksi dan keterlibatan dengan bahasa tertulis (Snow, 2002).
Pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan suatu teks bacaan diukur menggunakan alat ukur yang mencakup enam tingkatan kognitif Bloom. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen murni pretest-posttest
control group design dengan satu macam perlakuan. Subjek penelitian adalah 16
orang mahasiswa FK UMSU yang dipilih secara random. Analisa data menggunakan Uji-T. Perbandingan nilai pretest dan posttest kelompok eksperimen diperoleh nilai t = -4,150 dan p = 0,004. Perbandingan nilai posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh nilai t = 2,814 dan p = 0,014. Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa ada pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan.
(18)
Speed Reading TrainingEffect Against ReadingCom prehension
Yessy Liana Putri and Tarmidi
ABSTRACT
This research is aimed to determine the effect of speed reading training on reading comprehension. Speed reading is a technique to improve reading speed and comprehension of reading. Increased speed can be done through training. Reading comprehension is a process of simultaneously extracting and constructing meaning through interaction and involvement with written language (Snow, 2002).
Effect of speed reading training on reading comprehension of a text was measured using a test that includes Bloom's six cognitive levels. This research uses experimental design of pretest-posttest pure control group design with one kind of treatment. Research subjects were 16 students of FK UMSU chosen randomly. Data Analysis using Test-T. Comparison of pretest and posttest experimental group obtained the value t = -4.150 and p = 0.004. Comparison of posttest control group and experimental group obtained the value t = 2.814 and p = 0.014. Based on the results of data analysis known that there is influence of speed-reading training on reading comprehension.
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
F. Latar Belakang Masalah
Menapaki milenium ketiga ini, Djamarah (dalam Solikah, 2008) menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia tidaklah sedikit. Realita ini menuntut sumber daya manusia (SDM) yang handal untuk menghadapinya. Pendidikan tidak dipungkiri lagi merupakan salah satu faktor
pendukung untuk meningkatkan kualitas SDM. Berdasarkan Laporan
Pembangunan Manusia Badan Program Pembangunan PBB, Indonesia menempati peringkat ke 108 dari 194 negara (Klugman, 2010). Kualitas SDM yang rendah tersebut antara lain disebabkan oleh rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang dan satuan pendidikan (Irawan, 2005).
Pembaharuan pendidikan dan pembelajaran selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu dan tak pernah berhenti. Pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan contoh hasil perubahan dimaksud dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, model kurikulum untuk meningkatkan mutu pendidikan yang diterapkan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah berbasis kompetensi (Tantra, 2009).
(20)
Menurut Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, secara umum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Sedangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai pembelajar, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum. Ranah kompetensi yang terdapat dalam KBK antara lain: kompetensi akademik (academic competency), kompetensi kehidupan (life
competency), dan kompetensi karakter nasional (national character competency).
Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka pembelajaran ditekankan pada bagaimana belajar tentang belajar (learning how to learn), bukan pada apa yang harus dipelajari (learning what to be learn) (Tantra, 2009).
Salah satu instansi perguruan tinggi yang menerapkan KBK adalah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FK UMSU). FK UMSU yang didirikan pada tahun 2008 menyesuaikan tujuan pendidikannya dengan kurikulum lokal fakultas dan Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) III tentang KBK (Taufiq dkk, 2010).
Program pendidikan sarjana kedokteran FK UMSU dalam pelaksanaannya menggunakan metode pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dengan kriteria SPICES (Student centred, Problem based, Integrated, Community
oriented, Early clinical exposure dan Self directed learning). Proses pendidikan
melalui metode ini bertujuan menyiapkan mahasiswa sebagai lifelong learner atau pembelajar sepanjang hayat sehingga di masa mendatang menjadi dokter yang
(21)
terlatih menghadapi permasalahan dan memecahkannya. Adapun dalam metode PBL, kegiatan belajar mengajarnya meliputi tutorial, kuliah, praktikum, keterampilan klinik (Skill’s laboratorium atau Skill’s lab), belajar mandiri, dan diskusi panel (Taufiq dkk, 2010).
Proses pendidikan di FK UMSU bergerak dari visi dan misi yang telah ditetapkan. Tujuan akhir proses pendidikannya adalah menghasilkan dokter yang islami dan memegang teguh etika kedokteran, menghasilkan dokter yang berkompeten dan profesional sesuai dengan standar kompetensi dokter Indonesia, menghasilkan dokter yang selalu mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan menjalankan praktik kedokteran berbasis data, menghasilkan dokter yang memiliki kesadaran terhadap kebutuhan kesehatan masyarakat, mampu mengayomi masyarakat dalam bidang kesehatan dan punya orientasi pencegahan. Untuk mencapai tujuan akhir seperti tersebut di atas dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap general education, tahap integrasi pada program sarjana kedokteran dan tahap klinik atau profesi pada program pendidikan profesi (Taufiq dkk, 2010).
Tahap general education pada periode awal pendidikan adalah tahap transisi dimana mahasiswa beralih dari teacher centered di pendidikan menengah atas ke
student centred di perguruan tinggi. Tahap integrasi adalah tahap dimana
mahasiswa belajar ilmu kedokteran secara terintegrasi baik vertikal maupun horizontal dalam setiap blok. Tahap ini menggunakan laboratorium biomedik, laboratorium keterampilan klinik, rumah sakit dan lapangan untuk tempat praktiknya. Tahap terakhir yaitu tahap klinik atau profesi adalah tahap dimana
(22)
mahasiswa belajar dan berinteraksi dengan pasien secara langsung di rumah sakit (Taufiq dkk, 2010).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang mahasiswa FK UMSU, peneliti memperoleh keterangan bahwa perkuliahan sangat padat dan menuntut mahasiswa untuk belajar mandiri.
“Tutorial aja dua kali seminggu, skills lab lagi. Jadi sebenarnya gak bisa
gak belajar tiap malam. Bahan banyak kali dari dosen. Harus dicicil tiap hari sebenarnya.”
Hutabarat (dalam Sukadji dan Salim, 2001) mengemukakan bahwa dalam proses belajar, agar mahasiswa dapat berhasil dalam menempuh studinya, ada beberapa keterampilan dasar yang perlu dimiliki. Keterampilan-keterampilan dasar itu antara lain adalah membaca, menulis, berhitung, dan mendengar. Saat ini telah dikembangkan berbagai strategi belajar yang sangat membantu. Strategi tersebut meliputi strategi mengingat, membaca, menulis, dan membuat catatan dalam bentuk peta pikiran (Khoo, 2008). Banyak mahasiswa tidak berhasil di perguruan tinggi karena tidak memiliki strategi belajar yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Niest dan Diehl (1994) yang menunjang hal tersebut; mahasiswa yang menggunakan strategi belajar yang tepat performansinya cenderung lebih baik dibandingkan mahasiswa yang tidak menggunakan strategi yang tepat. Pengalaman mengajarkan bahwa orang yang gagal di sekolah biasanya karena gagal dalam membaca (Ahuja dan Ahuja, 2007).
(23)
Dewasa ini, ilmu dan teknologi berkembang semakin pesat dan tak dapat dibendung lagi kehadirannya (Pramuki, 2006). Pesatnya kemajuan mesin cetak saat ini telah memungkinkan penyebaran informasi secara cepat. Hasil-hasil penelitian dan kemajuan sains dan teknologi begitu cepat dilipatgandakan dan disebar (Soedarso, 2010). Seiring dengan hal tersebut, setiap orang dituntut untuk selalu cepat dan tepat dalam menafsirkan dan menyerap berbagai informasi bila tidak ingin ketinggalan. Informasi yang berkaitan dengan peristiwa dunia serta pertumbuhan dan perkembangan ilmu dan teknologi tidak cukup hanya diperoleh dari sumber lisan, tetapi juga dari sumber tertulis (Pramuki, 2006).
Kegiatan membaca merupakan satu-satunya cara untuk menyerap dan menafsirkan informasi tertulis. Itulah sebabnya setiap orang dituntut memiliki keterampilan membaca yang tinggi agar dapat mengikuti laju perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan memiliki keterampilan membaca, seseorang dapat memaparkan kembali peristiwa masa lalu untuk diambil manfaatnya dalam usaha memperbaiki kehidupan masa kini dan masa yang akan datang. Hal tersebut berarti bahwa keterampilan membaca harus dikembangkan dan dikuasai sehingga akan menjadi modal utama dalam kehidupan. Dengan modal tersebut seseorang dapat membuka pintu gerbang ilmu pengetahuan (Pramuki, 2006).
Ilmu pengetahuan sebagai sumber kekuatan para intelektual berasal dari buku. Oleh sebab itu, siapa yang ingin memiliki kekuatan tersebut harus membaca buku. Pernyataan ini mengarahkan bahwa hanya bangsa yang banyak membaca buku yang akan mempunyai SDM berkualitas dan handal sehingga dapat
(24)
mempertahankan eksistensinya serta mampu tampil sebagai pemenang dalam persaingan (Pelenkahu, 2006).
Buku teks merupakan sumber utama dalam dunia pendidikan, baik tingkat sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Sebelum dapat memulai membuat catatan, mengingat atau memperbaikinya, langkah pertama tentu membaca buku teks dan mencari informasi materi yang dibutuhkan. Namun sangat disayangkan, kebanyakan mahasiswa tidak membaca buku teks atau mencari bahan-bahan dari sumber lain untuk mengumpulkan informasi. Mereka berpendapat membaca hanya untuk memahami atau mendapatkan pengetahuan. Mereka akan membaca bahan yang sama berulang-ulang dan berusaha mengingatnya. Jika terus melakukan hal ini, mahasiswa akan merasa waktu ujian terlalu dekat, terlalu banyak yang harus dibaca, terlalu banyak yang harus dilakukan, dan mereka akan kekurangan waktu untuk melakukan semua itu. Untuk itu, diperlukan keterampilan membaca yang akan membantu mahasiswa mendapatkan “sesuatu” seoptimal mungkin. Dengan demikian, keterampilan membaca pemahaman bagi mahasiswa sebagai calon ilmuwan amat diperlukan. Agar dapat membaca buku teks secara efektif dan mengumpulkan informasi, mahasiswa harus belajar bagaimana agar memiliki kekuatan membaca. Membaca cepat adalah sebuah teknik membaca yang dirancang untuk meningkatkan konsentrasi saat membaca dengan pemahaman (Khoo, 2008).
Kebiasaan membaca cepat sangat besar manfaatnya bagi seorang pembaca. Dengan bidang pengetahuan manusia yang berkembang pesat, muncul tuntutan untuk banyak dan lebih banyak membaca dalam waktu semakin pendek (Ahuja
(25)
dan Ahuja, 2007). Menurut para ahli pengajaran, teknik membaca cepat merupakan salah satu teknik pengajaran yang dapat membuat mahasiswa lebih cepat memahami teks yang dibaca dan dapat mengurangi kesalahan. Hal senada juga dikemukakan oleh Mikulecky dan Jeffries (dalam Marhamah, 2004):
“Reading faster helps you understand more. This may seem surprising to
you, but infact, your brain works better when you read faster. If you read slowly, you read one word at a time, and you must remember many separate words. Soon you get tired or bored.”
Nurhadi (1987) mengemukakan bahwa membaca cepat artinya membaca yang mengutamakan kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahamannya. Mendukung pernyataan tersebut, Soedarso (2010) mengemukakan bahwa dalam membaca cepat terkandung di dalamnya pemahaman yang cepat pula.
Theodore Roosevelt membaca tiga buku dalam sehari selama di Gedung Putih. John F. Kennedy mempunyai kecepatan membaca 1.000 kpm (kata per menit). Sementara Jimmy Carter, Indira Gandhi, Marshal Mc. Luhan, dan Burt Lancaster hanyalah sedikit dari nama-nama terkenal yang mengakui manfaat membaca cepat bagi kemajuan karier mereka (Soedarso, 2010).
Banyak orang menghindari membaca cepat karena berpikir akan mengurangi kemampuan konsentrasi, serta mengurangi pemahaman tentang hal-hal yang dibaca. Pada kenyataannya, alasan konsentrasi yang buruk adalah karena membaca terlalu lambat. Kurangnya konsentrasi adalah akibat membayangkan dan memikirkan hal lain. Hal itu terjadi (terutama pada otak kanan) karena otak tidak sepenuhnya digunakan dan menjadi bosan. Penelitian menunjukkan, mata dan otak mempunyai kemampuan untuk menyerap lebih dari 20.000 kata per
(26)
menit, tetapi kebanyakan orang membaca hanya dengan kecepatan 200 kata per menit, kurang dari satu persen kemampuan manusia sebenarnya (Khoo, 2008).
Membaca pada kecepatan sangat tinggi bernilai kurang jika tidak memahami apa yang dibaca. Di sisi lain, membaca dengan tingkat pemahaman tinggi tanpa hirau pada waktu yang digunakan juga kurang bermanfaat. Sedikit yang akan memperselisihkan fakta bahwa pemahaman adalah faktor penting, jika bukan pokok, dalam membaca. Membaca tanpa pemahaman sama artinya dengan tidak membaca. Tetapi ironisnya, membaca dengan pemahaman kurang diperhatikan dan kurang dipahami oleh para peneliti bahkan hingga kini (Ahuja dan Ahuja, 2007).
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik dan berpikir perlu melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen pretest-posttest control group design dengan satu macam perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah pelatihan membaca cepat dan kemudian dilihat dengan menggunakan alat ukur bagaimana pengaruhnya terhadap pemahaman bacaan.
G.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan.
(27)
H.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan.
I. Manfaat Penelitian 3. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi pendidikan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wacana dalam ilmu psikologi sendiri mengenai membaca cepat dan pemahaman bacaan.
4. Manfaat Praktis a. Bagi mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana pengaruh membaca cepat terhadap pemahaman bacaan, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan teknik membaca cepat sebagai salah satu strategi belajar untuk meningkatkan prestasi akademis. b. Bagi pendidik dan pihak-pihak yang berkaitan dengan pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bagaimana pengaruh membaca cepat terhadap pemahaman bacaan, sehingga dapat
(28)
menjadi bahan pertimbangan untuk menerapkan teknik membaca cepat dalam setting pembelajaran.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan membaca cepat dan pemahaman bacaan.
J. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan
Berisikan uraian singkat mengenai gambaran latar belakang
permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
Bab II : Landasan Teori
Berisikan teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, yaitu membaca cepat, pemahaman bacaan, dan pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan, serta hipotesa.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini terdiri dari identifikasi variabel, defenisi operasional variabel, rancangan penelitian, teknik kontrol, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur dan instrumen yang digunakan, validitas dan reliabilitas, prosedur eksperimen, dan metode analisa data.
(29)
Bab IV: Analisa Data dan Hasil Pembahasan
Berisikan deskripsi subjek penelitian, hasil utama penelitian dan pembahasan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
(30)
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Membaca Cepat
7. Definisi Membaca Cepat
Bloomfield dan Barnhart (1961) mengemukakan bahwa membaca tidak melibatkan apa-apa selain korelasi kesan bunyi dengan citra visual yang berkesesuaian. Secara berbeda, Bennette (1997) menyatakan bahwa membaca adalah proses visual - visi adalah proses simbolis melihat aitem atau simbol dan menerjemahkannya menjadi sebuah gagasan atau gambar. Gambar diproses menjadi konsep dan dimensi keseluruhan pemikiran.
Ahuja dan Ahuja (2007) mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu keterampilan kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Dengan kata lain, proses membaca adalah proses ganda, meliputi proses penglihatan dan proses tanggapan. Sebagai proses penglihatan, membaca bergantung pada kemampuan melihat simbol-simbol. Proses membaca merentang dari yang paling sederhana, yaitu men-dekode kata-kata hingga perluasan dan pengembangan interpretatif di luar pesan penulis berangkat dari latar belakang pengalaman pembaca. Pen-dekode-an adalah proses mengubah simbol-simbol visual ke dalam pola-pola auditori, sedangkan perluasan dan pengembangan interpretatif melibatkan membaca kritis atau terkadang kreatif. Ternyata membaca bukanlah suatu kemampuan tunggal. Membaca juga menggabungkan banyak komponen kecil yang jika dipadukan bersama memungkinkan membaca
(31)
berlangsung. Membaca adalah sekelompok keterampilan yang memasukkan di dalamnya keterampilan pengenalan kata, kosakata, membaca untuk menemukan makna utuh, membaca untuk mencari gagasan pokok, memahami informasi faktual spesifik, mengikuti petunjuk, pengajaran dan arahan.
Smith dan Dechant (1961) berpendapat bahwa, untuk mendiskusikan perihal kecepatan membaca, sudah seharusnya kecepatan memahami bahan bacaan dimasukkan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Nurhadi (1987) mendefinisikan membaca cepat sebagai membaca yang mengutamakan kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahaman. Dua aspek yang menjadi kunci dalam definisi tersebut adalah kecepatan yang memadai dan persentase pemahaman yang tinggi. Hal senada juga dikemukakan oleh Soedarso (2010) bahwa dalam membaca cepat terkandung di dalamnya pemahaman yang cepat pula. Bahkan pemahaman inilah yang menjadi pangkal tolak pembahasan, bukan kecepatannya.
Berdasarkan beberapa definisi dan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah membaca dengan kecepatan yang memadai sesuai dengan tujuan membaca sehingga diperoleh persentase pemahaman yang tinggi.
8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Membaca
Dechant (1973) berpendapat bahwa kecepatan membaca akan selalu bergantung pada tujuan, kecerdasan, pengalaman, pengetahuan pembaca dan tingkat kesulitan bahan bacaan. Kecepatan selalu bergantung pada motivasi,
(32)
keadaan psikologis dan fisik pembaca, penguasaan keterampilan dasar membaca, dan format bahan bacaan.
Secara spesifik, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca dan pemahaman bacaan dikemukakan oleh Shores (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007), antara lain: ukuran huruf, model huruf, kehitaman dan ketajaman cetakan, mutu dan sifat kertas, ukuran halaman, organisasi bahan, banyaknya ruang kosong, jenis dan penempatan ilustrasi (gambar/foto), judul dan sub judul, kejelasan tulisan, bidang pengetahuan, kompleksitas gagasan, gaya menulis pengarang, jenis tulisan (puisi, narasi, atau deskriptif/paparan), kepribadian penulis, perasaan pembaca (mengantuk, waspada, tenang, gelisah), kemampuan mental pembaca, keterampilan membaca, lingkungan tempat membaca, latar pengalaman membaca, tujuan dan minat pada bidang atau ranah karya bahan yang sedang dibaca, dan keakrabannya dengan kekhasan gaya pengarang dan pengalimatannya.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi membaca cepat adalah sebagai berikut:
a. Tujuan membaca
b. Kecerdasan
c. Latar belakang pengalaman dan pengetahuan pembaca d. Kondisi psikologis pembaca saat membaca
e. Kondisi fisik pembaca saat membaca f. Penguasaan keterampilan dasar membaca
(33)
g. Format bahan bacaan, meliputi ukuran huruf, model huruf, tingkat kehitaman, ukuran kertas, organisasi bahan, banyaknya ruang kosong, jenis dan penempatan ilustrasi (gambar/foto), judul dan sub judul
h. Tingkat kesulitan bahan bacaan, meliputi kompleksitas gagasan bahan bacaan, jenis bahan bacaan, dan gaya penulisan pengarang
i. Lingkungan tempat membaca.
9. Tingkatan Kecepatan Membaca
Bond dan Tinker (1967) menyatakan bahwa:
“Definisi kecepatan membaca harus diredefinisikan sebagai kecepatan memahami bahan-bahan tercetak dan tertulis.”
Menurut Hafner dan Jolly (1972), angka kecepatan membaca yang efisien adalah kecepatan wajar maksimum yang dapat diterapkan oleh pembaca untuk mendapatkan makna yang diharapkan dari kandungan bacaan. Hafner dan Jolly selanjutnya menjelaskan bahwa kata wajar (tidak dipaksakan) didefinisikan sebagai peringatan bahwa ketika seorang pembaca terlalu mementingkan pada mekanika, maka ia tidak mungkin tiba pada makna. Definisi itu menyiratkan bahwa kecepatan membaca efisien setiap pembaca kemungkinan berbeda.
Nurhadi (1987) membagi kecepatan membaca menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Rendah : 175-250 kata per menit
b. Sedang atau cukup memadai : 250-350 kata per menit
(34)
Kecepatan membaca yang memadai untuk setiap jenjang pendidikan berbeda-beda. Kecepatan membaca siswa kelas akhir sekolah dasar atau siswa setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama dianggap memadai bila berkisar sekitar 200 kata per menit. Siswa sekolah lanjutan atas dianggap memiliki kecepatan membaca yang memadai bila mampu membaca sekitar 250 kata per menit. Untuk mahasiswa sekitar 325 kata per menit, sedangkan mahasiswa pascasarjana dan program doktor sekitar 400 kata per menit. Bagi orang dewasa (tidak bersekolah), kecepatan itu bisa turun kembali dan dianggap memadai pada kecepatan 200 kata per menit. Kecepatan membaca tersebut harus diikuti oleh tingkat pemahaman terhadap bacaan 50% atau 40-60% (Nurhadi, 1987).
10. Cara Mengukur Kecepatan Membaca
Kecepatan membaca biasanya diukur dengan berapa banyak kata atau yang terbaca setiap menitnya, dengan pemahaman rata-rata 50%, atau dengan kata lain berkisar antara 40% sampai 60%. Pada taraf pemahaman sekian, kecepatan membaca dianggap memadai (Nurhadi, 1987).
Menurut Nurhadi (1987), cara mengukur kecepatan membaca adalah sebagai berikut:
a. Mencatat waktu mulai membaca (jam …, menit …, detik ….).
b. Menandai di mana awal membaca (lebih mudah bila dimulai dari judul bacaan).
(35)
d. Menandai di mana akhir membaca (pada kalimat akhir, jika bacaannya pendek).
e. Mencatat waktu berakhirnya membaca (jam …, menit …, detik …). f. Menghitung berapa waktu yang diperlukan (dalam detik).
g. Menghitung jumlah kata dalam teks yang dibaca (termasuk tanda baca). h. Mengalikan jumlah kata dengan bilangan 60 (1 menit = 60 detik). Hasil
perkalian merupakan jumlah total kata.
i. Membagi hasil perkalian dengan jumlah waktu yang diperlukan untuk membaca. Hasilnya adalah “jumlah kata per menit”.
Bila digambarkan proses di atas adalah seperti di bawah ini:
a. Saat akhir membaca : jam …, menit …, detik …
Saat mulai membaca : jam …, menit …, detik …
Waktu yang diperlukan : ……… detik
b. Jumlah kata x 60 menit = jumlah total kata
Jumlah total kata : waktu yang diperlukan = jumlah kata per menit.
Secara lebih sederhana, Soedarso (2010) mengemukakan rumus untuk mengukur kecepatan membaca sebagai berikut:
Jumlah kata yang dibaca x 60 = jumlah kata per menit (kpm) Jumlah detik untuk membaca
11. Fleksibelitas Kecepatan Membaca
Fleksibelitas dalam membaca adalah keterampilan membaca setiap bahan bacaan tidak dengan cara yang sama (Ahuja & Ahuja, 2007). Kecepatan membaca sangat tergantung pada bahan dan tujuan membaca, dan sejauh mana keakraban
(36)
dengan bahan tersebut. Kecepatan membaca harus seiring dengan kecepatan memahami bahan bacaan (Soedarso, 2010).
Temuan riset memperlihatkan bahwa kebanyakan pembaca tidak memiliki fleksibelitas dalam membaca. Harris (dalam Ahuja & Ahuja, 2007) melaporkan bahwa kebanyakan pembaca tidak fleksibel dalam kecepatan membaca. Kebanyakan pembaca cenderung mempertahankan satu pendekatan karakteristik dan menggunakan satu kecepatan yang relatif tetap untuk setiap jenis bahan bacaan. McDonald (dalam Ahuja & Ahuja, 2007) meneliti lebih dari 8.000 pembaca tingkat sekolah dasar, lanjutan, perguruan tinggi dan orang dewasa. Dia menemukan bahwa lebih dari 90% dari mereka cenderung mempertahankan pendekatan karakteristik dan relatif tidak mengubah kecepatan membaca mereka untuk semua jenis bacaan yang diujicobakan, kendatipun ada perbedaan tujuan dan variasi tingkat kesulitannya, serta gaya dan isi bacaan.
12. Hambatan Membaca Cepat
Ahuja dan Ahuja (2007) mengemukakan, ada beberapa penghalang membaca cepat yang mempengaruhi efisiensi membaca. Penghalang-penghalang itu antara lain vokalisasi, gerakan bibir, berbicara atau mendengar dalam hati, goyangan kepala, tunjuk jari, membaca kata per kata, analisis kata, pemblokan mata, mundur ke belakang dan membaca ulang. Tingkat kesulitan bahan bacaan dan kekurangan motivasi. Tingkat kesulitan bahan bacaan dan kekurangan motivasi di pihak pembaca juga mempengaruhi efisiensi membaca.
(37)
Soedarso (2010) mengemukakan ada enam penghambat seseorang untuk membaca cepat, yaitu:
a. Vokalisasi
Vokalisasi atau membaca dengan bersuara berarti mengucapkan kata demi kata dengan lengkap. Hal ini memperlambat membaca. Menggumam, sekalipun dengan mulut terkatup dan suara tidak terdengar, termasuk membaca dengan bersuara.
Cara mengidentifikasi vokalisasi yaitu dengan meletakkan tangan di leher saat membaca. Apabila terasa getaran di jakun, hal tersebut berarti membaca dengan bersuara atau vokalisasi. Adapun cara untuk menghilangkan kebiasaan ini adalah dengan meniup atau membentuk bibir seperti bersiul saat membaca sembari meletakkan tangan di leher untuk memastikan tidak ada getaran di jakun.
b. Gerakan bibir
Orang dewasa ada yang meneruskan kebiasaan di waktu kecil, yaitu mengucapkan kata demi kata apa yang dibaca dengan menggerakkan bibir. Menggerakkan bibir atau komat-kamit sewaktu membaca, sekalipun tidak mengeluarkan suara, sama lambatnya dengan membaca bersuara. Kecepatan membaca bersuara ataupun dengan gerakan bibir hanya seperempat dari kecepatan membaca secara diam. Dengan menggerakkan bibir, seseorang lebih sering regresi (kembali ke belakang), sebab ketika mata dapat dengan cepat bergerak maju, suara masih di belakang.
(38)
Cara menghilangkan kebiasaan membaca dengan gerakan bibir, berikut merupakan beberapa alternatif pilihan cara mengatasinya:
1)Merapatkan bibir kuat-kuat, tekankan lidah ke langit-langit mulut. 2)Mengunyah permen karet.
3)Menggunakan pensil atau sesuatu yang lain yang cukup ringan, lalu dijepit dengan kedua bibir (bukan gigi), usahakan agar pensil tidak bergerak. 4)Mengucapkan berulang-ulang, “satu, dua, tiga.”
5)Membuat gerakan bibir bersiul, tetapi tanpa suara. c. Gerakan kepala
Sewaktu kanak-kanak, penglihatan sukar menguasai seluruh penampang bacaan. Akibatnya adalah menggerakkan kepala dari kiri ke kanan untuk dapat membaca baris-baris bacaan secara lengkap. Setelah dewasa, penglihatan telah mampu secara optimal, sehingga seharusnya cukup mata saja yang bergerak. Cara menghilangkan kebiasaan menggerakkan kepala, berikut merupakan beberapa alternatif pilihan cara mengatasinya:
1)Meletakkan telunjuk jari ke pipi dan menyandarkan siku tangan ke meja selama membaca, apabila terasa tangan terdesak oleh gerakan kepala, sadarlah dan hentikan gerakan tersebut.
2)Tangan memegang dagu seperti membelai-belai jenggot dan apabila kepala bergerak, sadarlah dan hentikan gerakan tersebut.
3)Meletakkan ujung telunjuk jari di hidung, bila kepala bergerak akan segera disadari dan hentikan gerakan tersebut.
(39)
d. Menunjuk dengan jari
Sewaktu baru belajar membaca, individu harus mengucapkan kata demi kata yang dibaca dengan bantuan jari atau pensil yang menunjuk kata demi kata tersebut. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada kata yang terlewati. Oleh karena cara tersebut dipraktikkan terus-menerus dan tidak ada yang memberikan petunjuk lebih lanjut bahwa hal tersebut tidak perlu lagi dilakukan apabila telah pandai membaca, akhirnya cara itu menjadi kebiasaan dan dilakukan sampai dewasa.
Cara membaca menunjuk dengan jari atau benda lain sangat menghambat, sebab gerakan tangan lebih lambat daripada gerakan mata. Kebiasaan tersebut dapat dihilangkan dengan cara yang mudah sebagai berikut:
1)Kedua tangan memegang buku yang dibaca. 2)Memasukkan tangan ke saku selama membaca. e. Regresi
Selama membaca, mata bergerak ke kanan untuk menangkap kata-kata yang terletak berikutnya. Akan tetapi, mata sering bergerak kembali ke belakang untuk membaca ulang suatu kata atau beberapa kata sebelumnya. Kebiasaan selalu kembali (regresi) ke belakang untuk melihat kata atau beberapa kata yang baru dibaca merupakan hambatan yang serius dalam membaca.
Keinginan untuk melihat ke belakang antara lain terdorong karena kurang percaya diri, merasa kurang tepat menangkap arti, merasa kehilangan sesuatu, atau salah membaca sebuah kata. Kebiasaan regresi disebabkan melamun. Secara mental individu mengerjakan hal lain di tempat lain sementara
(40)
membaca. Regresi dapat dikurangi dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1)menanamkan kepercayaan diri. Tidak berusaha mengerti setiap kata atau kalimat di paragraf dan tidak terpaku pada detail. Terus membaca, tidak mengikuti godaan untuk kembali ke belakang.
2)menghadapi bahan bacaan. Tetap memperhatikan bahan bacaan yang dibaca.
3)meneruskan membaca sampai akhir kalimat. Apa yang dipikir tertinggal akan muncul kembali. Terus membaca, seiring membaca selanjutnya individu akan menemukan apa yang dipikirnya hilang. Kemampuan otak dan mata jauh melampaui perkiraan. Oleh karena itu, terus paksakan membaca. Dengan demikian, individu akan mengganti kebiasaan lama dengan yang baru.
f. Subvokalisasi
Subvokalisasi atau melafalkan dalam batin/pikiran kata-kata yang dibaca juga dilakukan oleh pembaca yang kecepatannya telah tinggi. Subvokalisasi juga menghambat karena individu menjadi lebih memperhatikan bagaimana melafalkan secara benar daripada berusaha memahami ide yang dikandung dalam kata-kata yang dibaca.
Menghilangkan sama sekali cara membaca dengan melafalkan dalam batin apa yang dibaca memang tidak mungkin, tetapi masih dapat diusahakan dengan cara melebarkan jangkauan mata sehingga satu fiksasi (pandangan mata) dapat
(41)
menangkap beberapa kata sekaligus dan langsung menyerap idenya daripada melafalkannya.
B.Pemahaman Bacaan
7. Definisi Pemahaman Bacaan
Sebelum 1915, ketika membaca ditekankan pada aspek lisan, pelajaran membaca tidak memiliki sisi pemahaman. Istilah pemahaman jarang ditemukan dalam literatur. Pengajaran membaca pada 1915 sampai 1925 ditekankan pada pengenalan kata. Ketika seorang anak telah belajar dan mampu melafalkan dengan baik kata-kata, maka tujuan membaca dianggap telah tercapai. Selama tahun-tahun terakhir abad ke 19, Romanes (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menyatakan istilah pemahaman dengan “kekuatan asimilasi”. Gray (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menggunakan istilah “kualitas membaca” untuk menunjukkan makna pemahaman.
Yoakam (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menggambarkan pemahaman bacaan sebagai memahami materi bacaan yang melibatkan asosiasi yang benar antara makna dan simbol kata, penilaian konteks makna yang diduga ada, pemilihan makna yang benar, organisasi gagasan ketika materi bacaan dibaca, penyimpanan gagasan dan pemakaiannya dalam berbagai aktivitas sekarang atau mendatang.
(42)
Definisi Macmillan (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) boleh jadi lebih tepat dan jelas. Ia mendefinisikan pemahaman bacaan sebagai memahami apa yang tertulis di dalam, di antara dan di luar baris-baris tulisan atau dengan kata lain penafsiran cerdas, yang meliputi:
a. membaca untuk mendapatkan gagasan-gagasan utama; b. membaca untuk mendapatkan detail-detail penting;
c. membaca untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik;
d. membaca untuk mengikuti urutan logis dan pengembangan gagasan; e. membaca untuk menerapkan apa yang dibaca;
f. membaca untuk menemukan deduksi dan implikasi; dan g. membaca untuk menilai.
Secara singkat, Snow (2002) mendefinisikan pemahaman bacaan sebagai proses simultan menyarikan dan mengkonstruksi makna melalui interaksi dan keterlibatan dengan bahasa tertulis.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan
bahwa pemahaman bacaan adalah proses simultan menyarikan dan
mengkonstruksi makna dari materi bacaan meliputi asosiasi yang benar antara makna dan simbol kata, penilaian konteks makna yang diduga ada, pemilihan makna yang benar, dan organisasi gagasan ketika materi bacaan dibaca, yang semua hal tersebut digunakan untuk mendapatkan gagasan-gagasan utama, mendapatkan detail-detail penting, menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik, mengikuti urutan logis dan pengembangan gagasan, menerapkan apa yang dibaca, menemukan deduksi dan implikasi, dan membaca untuk menilai.
(43)
8. Elemen Pemahaman Bacaan
Pemahaman bacaan terdiri dari tiga elemen, yaitu the reader (pembaca), the
text (teks atau bahan bacaan) dan the activity or purpose for reading (aktifitas atau
tujuan membaca) (Snow, 2002). a. The Reader (Pembaca)
Untuk memahami, pembaca harus memiliki berbagai kapasitas dan kemampuan. Kapasitas dan kemampuan tersebut meliputi kapasitas kognitif (misalnya, perhatian, memori, kemampuan analitis kritis, penelusuran, kemampuan visualisasi), motivasi (tujuan membaca, minat terhadap konten/isi yang sedang dibaca, self efficacy sebagai pembaca), dan berbagai jenis pengetahuan (kosakata, pengetahuan mengenai topik dan domain/bidang, pengetahuan tentang wacana dan linguistik, pengetahuan tentang strategi pemahaman spesifik).
Kapasitas kognitif, motivasi, kapasitas bahasa dan pengetahuan dasar yang disebut dalam berbagai tindakan pemahaman bacaan bergantung pada teks yang digunakan dan aktivitas spesifik di mana seorang pembaca terlibat. b. The Text (Teks atau Bahan Bacaan)
Fitur teks memiliki dampak yang besar terhadap pemahaman. Pemahaman tidak terjadi hanya dengan penggalian makna secara sederhana dari teks. Selama membaca, pembaca mengkonstruksi representasi yang berbeda dari teks yang mana penting bagi pemahaman. Representasi tersebut meliputi,
(44)
merepresentasikan makna), dan representasi dari mental model yang terdapat dalam teks.
Perkembangan komputer dan teks elektronik telah membawa para ahli untuk memperluas definisi teks untuk memasukkan teks elektronik dan dokumen multimedia di samping cetakan konvensional.
Teks bisa sulit atau mudah, tergantung pada faktor-faktor yang melekat dalam teks, pada hubungan antara teks dan pengetahuan dan kemampuan pembaca, dan pada kegiatan yang pembaca terlibat.
c. The Activity or Purpose for Reading (Aktifitas atau Tujuan Membaca)
Membaca dilakukan untuk suatu tujuan. Suatu kegiatan membaca melibatkan satu atau lebih tujuan, beberapa operasi untuk mengolah teks, dan konsekuensi melakukan kegiatan membaca tersebut. Sebelum membaca, pembaca memiliki tujuan yang berasal dari dalam diri maupun luar. Tujuan dipengaruhi oleh variabel motivasi, meliputi minat dan prior knowledge.
Aktifitas membaca meliputi satu atau lebih tujuan atau tugas, beberapa operasi untuk memproses teks, dan hasil dari melakukan kegiatan, semua yang terjadi dalam beberapa konteks tertentu. Tujuan awal membaca dapat berubah selama membaca. Hal ini berarti, selama membaca, pembaca mungkin menghadapi berbagai informasi yang menimbulkan pertanyaan baru dan membuat tujuan awal tidak cukup atau tidak relevan lagi. Mengolah teks melibatkan pengkodean teks, tingkat pengolahan linguistik dan semantik yang lebih tinggi, dan self monitoring untuk pemahaman, yang semuanya tergantung pada kemampuan pembaca menghadapi berbagai fitur teks.
(45)
Akhirnya, konsekuensi dari membaca adalah bagian dari kegiatan tersebut. Beberapa kegiatan membaca menyebabkan peningkatan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca. Konsekuensi lain dari kegiatan membaca adalah mengetahui bagaimana melakukan sesuatu. Aplikasi dari
konsekuensi-konsekuensi tersebut sering berhubungan dengan tujuan pembaca.
Pengetahuan, aplikasi, dan keterlibatan merupakan konsekuensi langsung dari kegiatan membaca.
9. Unit Pemahaman
Burns, Roe dan Ross (1984) menyatakan bahwa unit-unit dasar pemahaman dalam membaca adalah kata, kalimat, paragraf, dan whole selection.
a. Kata
Kosakata harus dibangun dari kata-kata yang telah dipahami. Perkembangan kosakata merupakan perkembangan skemata. Untuk memahami sesuatu, individu harus memanggil skemata yang telah dimiliki. Oleh karena itu, perkembangan kosakata merupakan komponen penting keterampilan pemahaman.
b. Kalimat
Individu mungkin menemukan kalimat kompleks yang sulit dipahami untuk itu individu harus menemukan cara untuk menemukan maknanya. Penelitian telah menunjukkan bahwa instruksi yang sistematis dalam pemahaman kalimat meningkatkan pemahaman membaca. Pendekatan lain menyatakan bahwa
(46)
untuk menemukan bagian penting dari kalimat adalah dengan menuliskannya dalam format telegram.
c. Paragraf
Paragraf merupakan kelompok kalimat yang menyajikan suatu fungsi keterangan dalam suatu bagian. Paragraf dibangun oleh suatu ide utama atau topik. Memahami fungsi, organisasi umum, dan hubungan antar kalimat dalam suatu paragraf merupakan hal yang penting dalam pemahaman membaca. d. Whole Selection
Keseluruhan bagian terdiri dari kata, kalimat, dan paragraf. Pemahaman keseluruhan bagian tergantung pada pemahaman unit-unit yang lebih kecil.
10. Tingkatan Pemahaman
Burns dkk. (1984) menyatakan bahwa ada empat tingkatan pemahaman dan pembaca mampu memahami bacaan pada sejumlah tingkatan yang berbeda. Empat tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman Literal
Membaca pada tingkatan pemahaman literal meliputi memperoleh informasi dalam suatu bagian yang dinyatakan secara langsung. Pemahaman pada tingkatan ini merupakan prasyarat untuk tingkatan pemahaman yang lebih tinggi. Menemukan ide utama yang telah dinyatakan, detail-detail, sebab-akibat, dan runtutan (sequence) merupakan dasar pemahaman tingkat literal. Contoh keterampilan pemahaman pada tingkat ini meliputi kemampuan untuk mengikuti petunjuk dan kemampuan untuk menyatakan kembali suatu ide
(47)
dengan menggunakan kata-kata yang berbeda. Pemahaman pada tingkat literal didefinisikan sebagai pengertian secara eksplisit informasi yang dinyatakan dengan mengenyampingkan medium yang menghadirkannya. Contohnya, simbol-simbol bahasa lisan atau tulisan. Ini merupakan fokus utama pada tingkat pemahaman literal. Tujuan khusus dari pemahaman tingkat literal adalah sebagai berikut: (1) rinci; (2) runtut kejadian-kejadian; (3) ciri-ciri karakter; dan (4) hubungan sebab akibat.
b. Pemahaman Interpretatif
Pemahaman tingkat interpretatif didefinisikan sebagai pengertian dari pernyataan informasi yang dinyatakan secara implisit. Membaca interpretatif meliputi membaca antara baris atau menarik kesimpulan, merupakan proses memperoleh ide yang dinyatakan secara tidak langsung daripada yang dinyatakan secara langsung.
Keterampilan membaca interpretatif meliputi menyimpulkan ide utama dimana ide tersebut tidak secara langsung dinyatakan, menyimpulkan hubungan sebab-akibat yang tidak dinyatakan secara langsung, menyimpulkan keterangan atau penjelasan dari kata ganti, menyimpulkan keterangan atau penjelasan dari kata keterangan, menyimpulkan kata-kata yang diabaikan, mendeteksi mood, mendeteksi tujuan pengarang dalam menulis, dan menarik kesimpulan.
c. Pemahaman Kritis
Membaca kritis adalah mengevaluasi materi tertulis, membandingkan ide yang ditemukan dalam materi dengan standar-standar yang diketahui dan menarik kesimpulan mengenai keakuratan, ketepatan, dan waktu yang tepat. Pembaca
(48)
kritis pasti merupakan pembaca yang aktif, mempertanyakan, mencari fakta, dan menunda penilaian sampai mereka telah mempertimbangkan semua materi. Membaca kritis tergantung pada pemahaman literal dan interpretatif, dan memahami ide yang tidak dinyatakan secara langsung merupakan hal yang penting. Pemahaman pada tingkat kritikal dijelaskan sebagai pengertian dari informasi yang akan membuat seseorang mampu menentukan nilai tentang informasi yang diterimanya.
d. Pemahaman Kreatif
Membaca kreatif meliputi memahami materi melebihi yang disampaikan oleh pengarang. Hal ini menuntut pembaca untuk berpikir selama membaca, sama seperti membaca kritis, dan hal ini juga menuntut pembaca untuk menggunakan imajinasi mereka. Pemahaman tingkat kreatif melibatkan membuat respon secara personal terhadap pengertian yang kompleks dari penerimaan pesan. Personal response, didasari pada suatu pengertian penuh dari pesan yang diekspresikan, hal ini merupakan jantung dari pemahaman tingkat kreatif.
11. Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Bacaan
Nurhadi (1987) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses yang kompleks dan rumit karena dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal dan eksternal pembaca. Faktor internal berupa intelegensi, minat, sikap, motivasi dan tujuan membaca. Faktor eksternal dalam bentuk sarana membaca,
(49)
tingkat kesulitan teks bacaan, faktor lingkungan, faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan dan tradisi membaca.
Membaca pada hakikatnya adalah proses berpikir. Dalam proses membaca terlibat aspek-aspek berpikir seperti mengingat, memahami, membeda-bedakan, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasi, dan pada akhirnya menerapkan apa-apa yang terkandung dalam bacaan. Aspek-aspek tersebut melibatkan tipe-tipe berpikir divergen (induktif), berpikir konvergen (deduktif), dan tipe berpikir abstrak. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam membaca diperlukan kemampuan intelektual. Hasil dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara minat terhadap bacaan dan kemampuan membacanya. Demikian pula penelitian hubungan antara tujuan membaca dan perubahan gerak mata pada waktu membaca. Dalam penelitian terlihat bahwa perubahan tujuan membaca berakibat terjadinya perubahan dalam gerak mata berlangsung. Di sini terbukti bahwa ada faktor tujuan membaca yang mempengaruhi proses membaca. Faktor eksternal penerangan atau pencahayaan yang kurang baik akan mempengaruhi hasil membaca. Demikian juga faktor sosial ekonomi dimana status sosial ekonomi yang tinggi cenderung dilimpahi kemudahan sarana membaca yang memadai, sehingga terbentuk tradisi atau kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca ini yang akan mempengaruhi kemampuan dan latihan membaca. Kebiasaan membaca akan berpengaruh pada kecepatan dan keefektifan membaca seseorang. Faktor internal dan eksternal tersebut saling berhubungan membentuk semacam koordinasi untuk menunjang pemahaman bacaan (Nurhadi, 1987).
(50)
Secara spesifik, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca dan pemahaman bacaan dikemukakan oleh Shores (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007), antara lain ukuran huruf, model huruf, kehitaman dan ketajaman cetakan, mutu dan sifat kertas, ukuran halaman, organisasi bahan, banyaknya ruang kosong, jenis dan penempatan ilustrasi (gambar/foto), judul dan sub judul, kejelasan tulisan, bidang pengetahuan, kompleksitas gagasan, gaya menulis pengarang, jenis tulisan (puisi, narasi, atau deskriptif/paparan), kepribadian penulis, perasaan pembaca (mengantuk, waspada, tenang, gelisah), kemampuan mental pembaca, keterampilan membaca, lingkungan tempat membaca, latar pengalaman membaca, tujuan dan minat pada bidang atau ranah karya bahan yang sedang dibaca, dan keakrabannya dengan kekhasan gaya pengarang dan pengalimatannya.
Teori Chomsky (dalam Matlin, 2005) tentang transformational grammar telah menimbulkan ketertarikan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman kalimat. Para psikolog telah melakukan penelitian terhadap hal ini. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman terhadap kalimat adalah sebagai berikut:
a. Kata Negatif
Williams (dalam Matlin, 2005) mengemukakan bahwa kalimat yang memuat kata negatif, seperti tidak dan bukan, atau kata negatif yang tersirat (seperti ditolak), hampir selalu membutuhkan lebih banyak waktu pemrosesan dibandingkan kalimat afirmatif.
(51)
b. Bentuk Pasif
Chomsky (dalam Matlin, 2005) menunjukkan bahwa bentuk kalimat aktif dan kalimat pasif mungkin memiliki surface structure yang berbeda, meskipun memiliki deep structure yang sama. Transformasi dari bentuk aktif ke bentuk pasif membutuhkan tambahan kata.
c. Nested Structure (Struktur Bertingkat)
Struktur bertingkat adalah frase yang melekat di dalam kalimat lain. Pembaca mengalami "cost memory" ketika membaca kalimat yang memuat struktur bertingkat. Memory cost menjadi berlebihan jika suatu kalimat memuat lebih dari satu struktur bertingkat.
d. Ambiguitas
Kalimat menjadi lebih sulit untuk dipahami jika memuat kata yang ambigu atau memiliki struktur kalimat yang ambigu. Pembaca secara khusus berhenti lebih lama ketika mereka memproses kata yang ambigu. Rueckl (dalam Matlin, 2005) menyatakan bahwa pembaca dapat memahami kalimat yang ambigu, sama seperti pembaca dapat memahami kalimat negatif, kalimat yang menggunakan bentuk pasif, dan kalimat dengan struktur bertingkat yang kompleks. Meskipun demikian, pembaca merespon lebih cepat dan lebih akurat jika bahasa yang dihadapi lebih mudah.
(52)
Wainwright (2006) mengemukakan bahwa faktor terpenting yang bisa mempengaruhi pemahaman terhadap materi bacaan adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan membaca
Kecepatan membaca jika melampaui batas-batas tertentu, bisa memberikan efek merugikan terhadap pemahaman. Batas-batas tersebut sangat bervariasi, tergantung orang dan waktunya.
b. Tujuan membaca
Tujuan berkaitan erat dengan motivasi dalam membaca dan minat terhadap materi bacaan. Menetapkan tujuan membaca dapat membantu meningkatkan motivasi dan minat membaca.
c. Sifat materi bacaan d. Tata letak materi bacaan
e. Lingkungan tempat membaca
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman bacaan terbagi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Adapun faktor internal pembaca yang mempengaruhi pemahaman bacaan adalah sebagai berikut:
a. Intelegensi
b. Tujuan membaca
c. Kecepatan membaca
d. Perasaan pembaca
(53)
f. Latar pengalaman membaca
Adapun faktor eksternal pembaca yang mempengaruhi pemahaman bacaan adalah sebagai berikut:
a. Tingkat kesulitan teks bacaan b. Lingkungan
c. Latar belakang sosial ekonomi d. Format bahan bacaan
e. Gaya penulisan f. Jenis tulisan
6. Pengukuran Pemahaman bacaan
Ivor Davies (dalam Nurgiyantoro, 2001) mengemukakan bahwa Bloom membedakan keluaran belajar ke dalam tiga kategori atau biasa dikenal dengan ranah atau domain, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Taksonomi bloom untuk tugas membaca juga mencakup ketiga ranah tersebut. Tugas kognitif berupa aktivitas kognitif memahami bacaan secara tepat dan kritis, atau berupa kemampuan membaca. Tugas afektif berhubungan dengan sikap dan kemauan siswa untuk membaca, sedangkan tugas psikomotor berupa aktivitas fisik siswa sewaktu membaca (Nurgiyantoro, 2001).
Pemahaman bacaan yang merupakan ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, dari aspek kognitif yang hanya menuntut aktivitas intelektual sederhana ke yang menuntut kerja intelektual tingkat tinggi. Keenam tingkatan yang dimaksud adalah ingatan, pemahaman,
(54)
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Oleh karena itu, penilaian yang dilakukan untuk mengukur keberhasilannya juga mencakup enam tingkatan tersebut melalui tes kemampuan membaca. Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa memahami isi atau informasi yang terdapat dalam bacaan (Nurgiyantoro, 2001).
Bahan bacaan untuk tes kemampuan membaca hendaklah yang mengandung informasi yang menuntut untuk dipahami. Menurut Nurgiyantoro (2001), pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi:
a. Tingkat Kesulitan
Tingkat kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekompleksan kosa kata dan struktur. Secara umum, wacana yang baik untuk bahan tes kemampuan membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau sesuai dengan tingkat kemampuan individu yang dites.
Salah satu prosedur memperkirakan tingkat kesulitan wacana adalah dengan teknik cloze. Wacana yang akan diketahui tingkat kesulitannya, diteskan dalam bentuk cloze test. Jika rata-rata jawaban betul lebih dari 75%, wacana yang bersangkutan dinyatakan mudah. Sebaliknya, jika rata-rata betul kurang dari 20%, wacana tersebut tergolong sulit.
b. Isi Wacana
Bacaan yang baik adalah yang sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa, minat, kebutuhan atau menarik perhatian siswa. Walaupun demikian, tidak mudah untuk mengoperasionalkan pengertian-pengertian abstrak tersebut. Tujuan kegiatan membaca, khususnya yang berkaitan dengan pemahaman
(55)
bacaan, adalah untuk memperluas dunia dan horizon individu. Di pihak lain, pemilihan isi wacana perlu selektif untuk menghindari bacaan yang bersifat kontra atau masih bersifat kontroversial.
c. Panjang Pendek Wacana
Wacana yang diteskan sebaiknya tidak terlalu panjang. d. Jenis atau Bentuk Wacana
Wacana yang digunakan sebagai bahan tes kemampuan membaca dapat berbentuk prosa, dialog, ataupun puisi. Pada umumnya, yang banyak dipergunakan adalah wacana yang berbentuk prosa.
Bentuk tes kemampuan membaca secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes subjektif dan tes objektif. Bentuk tes yang pertama sering juga disebut tes bentuk esai. Tes objektif disebut juga sebagai tes jawaban singkat. Ada empat macam tes objektif, yaitu tes jawaban benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple choice), isian (completion), dan penjodohan (matching) (Nurgiyantoro, 2001).
Tes pilihan ganda merupakan suatu bentuk tes yang paling banyak dipergunakan dalam dunia pendidikan. Tes pilihan ganda terdiri dari sebuah pernyataan atau kalimat yang belum lengkap yang kemudian diikuti oleh sejumlah pernyataan atau bentuk yang dapat untuk melengkapinya. Dari sejumlah “pelengkap” tersebut, hanya satu yang tepat sedang yang lain merupakan pengecoh (distractors) (Nurgiyantoro, 2001).
(56)
Tes bentuk pilihan ganda tepat sekali untuk mengukur hasil belajar aspek kognitif dalam tingkatan sederhana, seperti ingatan, pemahaman, dan penerapan. Untuk mengukur tingkatan yang lebih kompleks, tes bentuk pilihan ganda disusun secara bervariasi, misalnya tes yang berupa tinjauan kasus, analisis hubungan sebab-akibat, melengkapi berganda, dan membaca diagram atau tabel. Butir soal yang berupa melengkapi berganda, merupakan tingkat analisis. Butir soal yang berupa analisis hubungan sebab akibat menuntut siswa untuk menghubungkan dua hal, merupakan tingkatan sintesis. Butir soal yang berupa tinjauan kasus menuntut siswa untuk mampu menilai, merupakan tingkatan evaluasi (Nurgiyantoro, 2001).
Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti dan dikotomis, hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Cara menentukan skor dapat dilakukan dengan menggunakan dua rumus, yaitu rumus tanpa tebakan dan rumus dengan tebakan (Nurgiyantoro, 2001).
a. Rumus Tanpa Tebakan
Rumus: S = R Keterangan: S : skor
R : jawaban yang benar
b. Rumus dengan Tebakan
Rumus: S = R x (W / n-1) Keterangan
S : Skor
(57)
W : Jawaban yang salah n : Jumlah alternatif jawaban
C.Pengaruh Pelatihan Membaca Cepat Terhadap Pemahaman Bacaan Stauffer (1969), meninjau banyak sekali deskripsi tentang proses membaca dan melaporkan bahwa hanya ada satu butir kesepakatan umum di kalangan para pakar bahwa pemahaman bacaan adalah syarat mutlak bagi proses membaca. Membaca adalah kecakapan memaknai dan menemukan arti. Proses pen-dekode-an (memaknai atau menemukpen-dekode-an arti) ini berfungsi sebagai alat atau sarpen-dekode-ana bagi proses mental ketika pembaca mencoba memperoleh makna dari bahan bacaan. Membaca melibatkan pemahaman tidak hanya pendekodean dan interpretasi tingkat harfiah dari simbol-simbol tertulis. Membaca efektif dan bertujuan selalu berarti membaca konseptual yang bekerja pada dua tingkat. Pertama adalah memecahkan kode (dekode), dan kedua adalah memahami sesuatu dengan tujuan dalam pikiran pembaca (Ahuja dan Ahuja, 2007).
Keterampilan membaca pemahaman amat diperlukan. Menurut para ahli pengajaran, teknik membaca cepat merupakan salah satu teknik pengajaran yang dapat membantu memahami teks yang dibaca dengan lebih cepat dan dapat mengurangi kesalahan (Nurhadi, 1987). Mickulecky dan Jeffries (dalam Marhamah, 2004) menyatakan bahwa kecepatan membaca mempengaruhi kerja otak dalam memproses informasi. Semakin tinggi kecepatan membaca, semakin cepat kerja otak dan semakin baik pula pemahaman bacaannya. Sebaliknya, semakin rendah kecepatan membaca, semakin banyak informasi yang harus
(58)
diolah, sehingga secara otomatis otak bekerja lebih lamban dalam memahami bacaan.
Program-program membaca cepat mempunyai tujuan memecahkan tempo membaca yang sudah menjadi kebiasaan. Kecepatan membaca dapat ditingkatkan daripada kecepatan yang dimiliki semula tanpa kehilangan pemahaman (Ahuja dan Ahuja, 2007).
Bukti yang pernah ada adalah apa yang dilakukan oleh John A. Broyson dari Universitas Florida. Ia melatih 111 orang untuk ditingkatkan kecepatan membacanya. Pada awal latihan, kecepatan membaca berkisar antara 115-210 kata per menit (sama dengan kecepatan yang memadai untuk anak sekolah dasar), tetapi tiga bulan kemudian, dengan latihan yang intensif, 52 orang mampu meningkatkan kecepatan membacanya menjadi 295-325 kata per menit atau dua sampai tiga kali lipat dari kecepatan awal (Nurhadi, 1987).
Norman Lewis dalam bukunya How to Read Better and Faster mengemukakan fakta yang terdapat dibeberapa kursus membaca cepat di Amerika: (1) Di Reading Clinic, Dartmouth College, peserta kursus pada umumnya mempunyai kecepatan membaca 230 kpm, dan pada pertengahan kursus telah mencapai 500 kpm. (2) University of Florida yang mengelola kursus membaca cepat dengan peserta yang beragam seperti guru, wartawan, pengacara, ibu rumah tangga melaporkan bahwa kecepatan rata-rata peserta adalah 115-210 kpm dan dalam dua minggu telah mencapai 325 kpm. (3) Di Purdue University, kecepatan rata-rata naik dari 245 kpm menjadi 470 kpm. Sementara Harry Shefter dari New York University dalam bukunya Faster Reading Selftaught mengatakan
(59)
bahwa pada umumnya orang dapat mencapai kecepatan membaca 350-500 kpm (Soedarso, 2010).
Spache (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) berpendapat bahwa pertumbuhan kecepatan yang nyata dan permanen dapat dilakukan dengan mengajarkan siswa bagaimana dan kapan harus membaca cepat dan dengan mengajar langsung membaca untuk menemukan gagasan, scanning untuk fakta-fakta tunggal tanpa harus membaca, dan skimming dengan hanya membaca tajuk, judul, topik atau kalimat rangkuman. Siswa memperoleh fleksibelitas membaca (yang merupakan tujuan pelatihan meningkatkan kecepatan membaca) hanya dengan belajar memvariasikan kecepatan dan teknik membaca berdasarkan tujuannya, kesulitan dan gaya bahan bacaan, dan keakrabannya dengan materi bacaan.
Harris (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) berpendapat bahwa kecepatan membaca yang relatif tak berubah mungkin karena “dibiasakan” atau kebiasaan, atau mungkin akibat dari pelatihan yang kurang tepat. Braam (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) dalam sebuah studi terhadap siswa sekolah menengah, menunjukkan bahwa fleksibelitas dapat diajarkan dalam perkuliahan musim panas selama enam pekan. Perbedaan antara kecepatan yang tertinggi dan yang terendah hanya 19 kata per menit sebelum pelatihan, dan setelah pelatihan menjadi 159 kata per menit.
Spache (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) dalam evaluasinya menyatakan bahwa perangkat pelatihan agaknya memberikan kontribusi pada peningkatan kecepatan membaca. Namun, dalam percobaan yang dikontrol dengan seksama, kontribusi ini acapkali terkait dengan keragaman guru dan motivasi karena ini
(60)
merupakan hasil intrinsik metodenya. Penelitian yang dilakukan oleh Freeburne dan Glock (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menyarankan bahwa perbedaan guru lebih signifikan daripada perbedaan metode. Adapun Schick (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menekankan bahwa perangkat pelatihan adalah membantu guru, bukan mengganti guru.
Tinker (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) memperoleh korelasi yang tinggi antara kecepatan dan pemahaman ketika pemahaman dan kecepatan dites untuk bahan bacaan yang sama. Ketika kecepatan sudah ditentukan pada satu tes dan pemahaman pada tes lainnya, dilaporkan bahwa korelasinya mendekati 0,30.
Perbedaan isi materi subjek bahan bacaan mempengaruhi hubungan antara kecepatan membaca dan pemahaman. Thurstone (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) mendapatkan korelasi antara kecepatan dan pemahaman sebesar 0,11 pada bahan bacaan fisika, 0,42 pada sastra, dan 0,44 pada ilmu sosial. Anderson dan Dearborn (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menyimpulkan bahwa hubungan negatif terjadi antara kecepatan membaca dan pemahaman dalam bidang sains dan matematika.
Carlson (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) melaporkan temuan serupa. Carlson meyimpulkan bahwa korelasi antara kecepatan membaca dan pemahaman bacaan atas bahan-bahan bacaan yang sulit dapat diabaikan. Carlson menemukan bahwa, pada tingkat kecerdasan tinggi, para pembaca cepat ternyata paling baik dalam memahami bacaan, sedangkan pada tingkat kecerdasan rata-rata dan rendah, para pembaca lambat paling baik dalam memahami bahan bacaan.
(61)
Berdasarkan beberapa penelitian mengenai kecepatan dan pemahaman, Shores dan Husbands (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menyimpulkan bahwa para pembaca cepat mencapai skor paling efisien hanya pada jenis-jenis bahan tertentu dan untuk tujuan tertentu pula. Pembaca cepat biasanya memahami lebih baik daripada pembaca lambat pada bahan-bahan yang mudah dan pada tes-tes standar kemampuan membaca. Pada studi terhadap anak-anak tingkat enam, peneliti tersebut tidak menemukan korelasi antara kecepatan membaca dan pemahaman bacaan ketika siswa-siswa membaca bahan-bahan bacaan ilmiah untuk memecahkan masalah, memperoleh gagasan utama, atau menyimpan serangkaian gagasan.
Stroud (dalam Farr, 1969) menyatakan bahwa kebanyakan studi terdahulu yang menghubungkan kecepatan membaca dengan pemahaman bacaan tidak valid karena didasarkan pada skor-skor pemahaman bacaan yang didapat dan dijabarkan dari tes-tes yang dibatasi waktu, dan, karena itu, skor pemahaman bacaan tersebut dipengaruhi oleh faktor kecepatan.
Studi Flanagan (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menekankan pada masalah ini. Ia mengumpulkan dua skor untuk subjek-subjek pada tes pemahaman bacaan, level skor pemahaman didasarkan pada jumlah rata-rata soal pemahaman yang dijawab dengan benar pada empat skala 20 soal. Angka skor pemahaman adalah jumlah total soal-soal yang dijawab dengan benar pada ke-80 soal dikurangi suatu pembetulan untuk menebak. Flanagan menghitung korelasi positif 0,77 antara kedua skor ini, yang menunjukkan banyak sekali kesamaan ciri. Tetapi, ketika ia mengkorelasikan angka skor membaca (ditentukan oleh jumlah total soal yang
(62)
diselesaikan dalam suatu batas waktu) dengan level skor pemahaman, korelasinya hanya 0,17.
E.Hipotesa
Kerlinger (2002) menyatakan bahwa suatu hipotesa adalah pernyataan dugaan. Suatu hipotesa tentatif (sementara) mengenai hubungan atau relasi antara dua fenomena ataupun variabel atau lebih. Adapun hipotesa penelitian ini adalah: “ada pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan.”
(63)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan penelitian, serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Adapun metode penelitian ini adalah eksperimen.
Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku yang diamati. Manipulasi yang dilakukan dapat berupa situasi atau tindakan tertentu yang diberikan kepada individu atau kelompok, dan setelah itu dilihat pengaruhnya (Latipun, 2008).
Latipun (2008) mengemukakan, secara umum, tujuan penelitian eksperimen adalah: (1) Menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat antara perlakuan dengan efeknya; (2) memprediksi efek suatu perlakuan pada variabel yang diamati; dan (3) mempelajari seberapa besar hubungan sebab akibat tersebut. Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di bab satu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen lapangan. Kerlinger (2002) mengemukakan bahwa eksperimen lapangan adalah kajian penelitian dalam situasi nyata (realitas) dengan memanipulasi satu variabel bebas atau lebih dalam
(64)
kondisi yang dikontrol dengan cermat oleh pembuat eksperimen sejauh yang dimungkinkan oleh situasinya. Tujuan eksperimen lapangan adalah untuk menguji hipotesis yang diturunkan dari teori, mengkaji interrelasi variabel-variabel, menentukan jawaban terhadap masalah-masalah praktis, dan sedapat mungkin mengontrol kondisi eksperimen yang dimungkinkan.
A.Identifikasi Variabel
Variabel merupakan konsep yang mempunyai variabilitas. Suatu konstruk yang bervariasi atau yang dapat memiliki bermacam nilai tertentu disebut variabel. Variabel adalah simbol yang padanya diberikan nilai atau bilangan (Latipun, 2008). Latipun (2008) membedakan variabel penelitian eksperimen menjadi tiga macam, yaitu variabel eksperimental, variabel terikat, dan variabel non-eksperimental.
Variabel eksperimental disebut pula variabel bebas (independent variable), variabel pengaruh, variabel perlakuan, dan variabel kuasa. Variabel eksperimental merupakan variabel yang dimanipulasi untuk dipelajari efeknya pada variabel lain, yaitu variabel terikat. Variabel eksperimental merupakan perlakuan situasi atau stimulus yang dimanipulasi, sengaja dilakukan, dan kekhasan bentuk atau prosedurnya ditentukan dan direncanakan oleh peneliti, sebagai variabel yang (diharapkan) akan mempengaruhi variabel terikat (Latipun, 2008).
Variabel terikat disebut pula variabel terpengaruh, variabel tak-bebas, variabel efek dan variabel tergantung (dependent variable, criterion variable). Variabel terikat merupakan variabel yang berubah jika berhubungan dengan
(65)
variabel bebas. Variabel ini merupakan variabel yang dipelajari perubahan performansinya setelah diberikan pemaparan (manipulasi, variabel bebas). Variabel terikat adalah variabel yang diobservasi dan dicatat oleh peneliti. Bentuknya adalah perilaku pada subjek sebagaimana yang hendak diukur. Variabel terikat harus terukur atau teramati (observed). Latipun (2008) mengemukakan ketentuan dalam menetapkan variabel terikat adalah sebagai berikut:
1. Perilaku yang akan dipelajari adalah terukur.
2. Perilaku yang dipelajari dapat berubah karena pemaparan (bukan variabel statis).
3. Variabel terikat adalah reliabel, yaitu memperoleh skor yang sama jika variabel bebas diberikan dengan level yang sama dan pada subjek yang sama.
Variabel non-eksperimental disebut pula variabel luar, variabel pengacau, atau variabel ekstra. Variabel non-eksperimental merupakan variabel yang diketahui atau secara teoritis mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat, tetapi tidak diinginkan pengaruhnya. Variabel non-eksperimental ini dapat berupa variabel bebas jenis variabel statis, yaitu variabel subjek yang tidak dapat dimanipulasi. Variabel non-eksperimental dapat pula berupa variabel luar yang mempengaruhi perilaku yang diamati. Latipun (2008) mengemukakan bahwa suatu variabel disebut sebagai variabel non-eksperimental jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(66)
1. Variabel tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku yang diamati. 2. Variabel tersebut harus berhubungan dengan pemaparan atau perlakuan yang
sedang diteliti atau diberikan dalam penelitian tersebut.
3. Variabel tersebut tidak boleh merupakan variabel perantara (intervening
variable) yang menjadi jalur kausalitas antara perlakuan dan perubahan
perilaku.
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel eksperimental : pelatihan membaca cepat
2. Variabel terikat : pemahaman bacaan
3. Variabel non-eksperimental :
a. Intelegensi
b. Tujuan membaca
c. Kecepatan membaca
d. Perasaan pembaca
e. Keterampilan dasar membaca f. Latar pengalaman membaca g. Tingkat kesulitan teks bacaan h. Lingkungan
i. Latar belakang sosial ekonomi j. Format bahan bacaan
(67)
F. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasikannya. Definisi operasional memberikan batasan arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2002).
Definisi operasional berarti meletakkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur variabel tersebut. Definisi operasional demikian disebut secara langsung dengan mengekspresikan cara pengukuran variabel (measured operation definition). Pengertian demikian berhubungan dengan definisi operasional variabel yang sedang diamati (variabel terikat). Penyusunan definisi operasional berimplikasi kepada metode dan alat ukur yang dipilih, serta kerangka teori yang digunakan (Latipun, 2008).
Cara membuat definisi operasional untuk variabel perlakuan (experimental
operational definition) adalah menjelaskan spesifikasi kegiatan peneliti dalam
memanipulasi suatu variabel. Biasanya, pada definisi operasional dijelaskan kriteria manipulasi terhadap variabel, prosedur-prosedurnya, intensitas kegiatan yang hendak dilakukan, dan cara mengukur efek dari manipulasi tersebut (Latipun, 2008).
(68)
Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel eksperimental: Pelatihan membaca cepat
Pelatihan membaca cepat adalah pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan kecepatan membaca. Peningkatan kecepatan membaca tersebut disertai persentase pemahaman bacaan minimal 50%. Pelatihan diberikan satu kali dengan durasi selama 6 jam dipandu oleh pelatih, dalam hal ini peneliti sendiri. Pelatihan berupa pemberian teori dan praktek membaca cepat dengan perbandingan 1:2. Bahan pelatihan berupa modul yang disusun oleh peneliti. 2. Variabel terikat: Pemahaman bacaan
Pemahaman bacaan adalah proses simultan menyarikan dan mengkonstruksi makna dari materi bacaan, meliputi asosiasi yang benar antara makna dan simbol kata, penilaian konteks makna yang diduga ada, pemilihan makna yang benar, dan organisasi gagasan ketika materi bacaan dibaca, yang semua hal tersebut digunakan untuk mendapatkan gagasan-gagasan utama, mendapatkan detail-detail penting, menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik, mengikuti urutan logis dan pengembangan gagasan, menerapkan apa yang dibaca, menemukan deduksi dan implikasi, dan membaca untuk menilai. Pemahaman bacaan yang akan diukur adalah pemahaman bacaan tingkat pemahaman kreatif, dimana pemahaman pembaca pada tingkatan ini sudah melebihi apa yang disampaikan secara tersurat oleh teks bacaan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes pemahaman bacaan (kemampuan membaca) yang dirancang oleh dr. Ahmad Handayani, staf pengajar FK UMSU. Tes berupa 21
(69)
butir soal yang mengungkap pemahaman tingkat kognitif subjek penelitian terhadap teks bacaan, meliputi tingkatan ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Tes berbentuk objektif pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban (A, B, C, D dan E). Aitem disusun berdasarkan tabel blue
print yang telah dirancang oleh peneliti bersama dengan perancang tes. Skor
menggunakan rumus soal bentuk pilihan ganda tanpa tebakan. Teks bacaan dalam penelitian ini adalah artikel dengan tingkat kesulitan sedang yang berjudul “Demam Chikungunya” oleh dr. Eppy dari Bagian Penyakit Dalam, Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, yang dimuat dalam Jurnal Kedokteran Medicinus Volume 21 Nomor 2 April-Juni tahun 2008 Hal 22-28.
3. Variabel non-eksperimental: a. Intelegensi
Wechsler (dalam Azwar, 2004) mendefinisikan intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif. Intelegensi dalam penelitian ini berarti bagian kecerdasan umum hasil psikotes ujian saringan masuk mahasiswa FK UMSU angkatan 2010 yang dilaksanakan oleh Permata Psycho Consultant.
b. Tujuan membaca
Tujuan membaca adalah apa yang diharapkan oleh pembaca dari kegiatan membaca.
c. Kecepatan membaca
(1)
LAMPIRAN B
- Data penelitian - Hasil penelitian
(2)
(3)
(4)
(5)
LAMPIRAN C
(6)