Pengaruh Pelatihan Membaca Cepat Terhadap Pemahaman Bacaan

W : Jawaban yang salah n : Jumlah alternatif jawaban

C. Pengaruh Pelatihan Membaca Cepat Terhadap Pemahaman Bacaan

Stauffer 1969, meninjau banyak sekali deskripsi tentang proses membaca dan melaporkan bahwa hanya ada satu butir kesepakatan umum di kalangan para pakar bahwa pemahaman bacaan adalah syarat mutlak bagi proses membaca. Membaca adalah kecakapan memaknai dan menemukan arti. Proses pen-dekode- an memaknai atau menemukan arti ini berfungsi sebagai alat atau sarana bagi proses mental ketika pembaca mencoba memperoleh makna dari bahan bacaan. Membaca melibatkan pemahaman tidak hanya pendekodean dan interpretasi tingkat harfiah dari simbol-simbol tertulis. Membaca efektif dan bertujuan selalu berarti membaca konseptual yang bekerja pada dua tingkat. Pertama adalah memecahkan kode dekode, dan kedua adalah memahami sesuatu dengan tujuan dalam pikiran pembaca Ahuja dan Ahuja, 2007. Keterampilan membaca pemahaman amat diperlukan. Menurut para ahli pengajaran, teknik membaca cepat merupakan salah satu teknik pengajaran yang dapat membantu memahami teks yang dibaca dengan lebih cepat dan dapat mengurangi kesalahan Nurhadi, 1987. Mickulecky dan Jeffries dalam Marhamah, 2004 menyatakan bahwa kecepatan membaca mempengaruhi kerja otak dalam memproses informasi. Semakin tinggi kecepatan membaca, semakin cepat kerja otak dan semakin baik pula pemahaman bacaannya. Sebaliknya, semakin rendah kecepatan membaca, semakin banyak informasi yang harus Universitas Sumatera Utara diolah, sehingga secara otomatis otak bekerja lebih lamban dalam memahami bacaan. Program-program membaca cepat mempunyai tujuan memecahkan tempo membaca yang sudah menjadi kebiasaan. Kecepatan membaca dapat ditingkatkan daripada kecepatan yang dimiliki semula tanpa kehilangan pemahaman Ahuja dan Ahuja, 2007. Bukti yang pernah ada adalah apa yang dilakukan oleh John A. Broyson dari Universitas Florida. Ia melatih 111 orang untuk ditingkatkan kecepatan membacanya. Pada awal latihan, kecepatan membaca berkisar antara 115-210 kata per menit sama dengan kecepatan yang memadai untuk anak sekolah dasar, tetapi tiga bulan kemudian, dengan latihan yang intensif, 52 orang mampu meningkatkan kecepatan membacanya menjadi 295-325 kata per menit atau dua sampai tiga kali lipat dari kecepatan awal Nurhadi, 1987. Norman Lewis dalam bukunya How to Read Better and Faster mengemukakan fakta yang terdapat dibeberapa kursus membaca cepat di Amerika: 1 Di Reading Clinic, Dartmouth College, peserta kursus pada umumnya mempunyai kecepatan membaca 230 kpm, dan pada pertengahan kursus telah mencapai 500 kpm. 2 University of Florida yang mengelola kursus membaca cepat dengan peserta yang beragam seperti guru, wartawan, pengacara, ibu rumah tangga melaporkan bahwa kecepatan rata-rata peserta adalah 115-210 kpm dan dalam dua minggu telah mencapai 325 kpm. 3 Di Purdue University, kecepatan rata-rata naik dari 245 kpm menjadi 470 kpm. Sementara Harry Shefter dari New York University dalam bukunya Faster Reading Selftaught mengatakan Universitas Sumatera Utara bahwa pada umumnya orang dapat mencapai kecepatan membaca 350-500 kpm Soedarso, 2010. Spache dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 berpendapat bahwa pertumbuhan kecepatan yang nyata dan permanen dapat dilakukan dengan mengajarkan siswa bagaimana dan kapan harus membaca cepat dan dengan mengajar langsung membaca untuk menemukan gagasan, scanning untuk fakta-fakta tunggal tanpa harus membaca, dan skimming dengan hanya membaca tajuk, judul, topik atau kalimat rangkuman. Siswa memperoleh fleksibelitas membaca yang merupakan tujuan pelatihan meningkatkan kecepatan membaca hanya dengan belajar memvariasikan kecepatan dan teknik membaca berdasarkan tujuannya, kesulitan dan gaya bahan bacaan, dan keakrabannya dengan materi bacaan. Harris dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 berpendapat bahwa kecepatan membaca yang relatif tak berubah mungkin karena “dibiasakan” atau kebiasaan, atau mungkin akibat dari pelatihan yang kurang tepat. Braam dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 dalam sebuah studi terhadap siswa sekolah menengah, menunjukkan bahwa fleksibelitas dapat diajarkan dalam perkuliahan musim panas selama enam pekan. Perbedaan antara kecepatan yang tertinggi dan yang terendah hanya 19 kata per menit sebelum pelatihan, dan setelah pelatihan menjadi 159 kata per menit. Spache dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 dalam evaluasinya menyatakan bahwa perangkat pelatihan agaknya memberikan kontribusi pada peningkatan kecepatan membaca. Namun, dalam percobaan yang dikontrol dengan seksama, kontribusi ini acapkali terkait dengan keragaman guru dan motivasi karena ini Universitas Sumatera Utara merupakan hasil intrinsik metodenya. Penelitian yang dilakukan oleh Freeburne dan Glock dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 menyarankan bahwa perbedaan guru lebih signifikan daripada perbedaan metode. Adapun Schick dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 menekankan bahwa perangkat pelatihan adalah membantu guru, bukan mengganti guru. Tinker dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 memperoleh korelasi yang tinggi antara kecepatan dan pemahaman ketika pemahaman dan kecepatan dites untuk bahan bacaan yang sama. Ketika kecepatan sudah ditentukan pada satu tes dan pemahaman pada tes lainnya, dilaporkan bahwa korelasinya mendekati 0,30. Perbedaan isi materi subjek bahan bacaan mempengaruhi hubungan antara kecepatan membaca dan pemahaman. Thurstone dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 mendapatkan korelasi antara kecepatan dan pemahaman sebesar 0,11 pada bahan bacaan fisika, 0,42 pada sastra, dan 0,44 pada ilmu sosial. Anderson dan Dearborn dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 menyimpulkan bahwa hubungan negatif terjadi antara kecepatan membaca dan pemahaman dalam bidang sains dan matematika. Carlson dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 melaporkan temuan serupa. Carlson meyimpulkan bahwa korelasi antara kecepatan membaca dan pemahaman bacaan atas bahan-bahan bacaan yang sulit dapat diabaikan. Carlson menemukan bahwa, pada tingkat kecerdasan tinggi, para pembaca cepat ternyata paling baik dalam memahami bacaan, sedangkan pada tingkat kecerdasan rata-rata dan rendah, para pembaca lambat paling baik dalam memahami bahan bacaan. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan beberapa penelitian mengenai kecepatan dan pemahaman, Shores dan Husbands dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 menyimpulkan bahwa para pembaca cepat mencapai skor paling efisien hanya pada jenis-jenis bahan tertentu dan untuk tujuan tertentu pula. Pembaca cepat biasanya memahami lebih baik daripada pembaca lambat pada bahan-bahan yang mudah dan pada tes-tes standar kemampuan membaca. Pada studi terhadap anak-anak tingkat enam, peneliti tersebut tidak menemukan korelasi antara kecepatan membaca dan pemahaman bacaan ketika siswa-siswa membaca bahan-bahan bacaan ilmiah untuk memecahkan masalah, memperoleh gagasan utama, atau menyimpan serangkaian gagasan. Stroud dalam Farr, 1969 menyatakan bahwa kebanyakan studi terdahulu yang menghubungkan kecepatan membaca dengan pemahaman bacaan tidak valid karena didasarkan pada skor-skor pemahaman bacaan yang didapat dan dijabarkan dari tes-tes yang dibatasi waktu, dan, karena itu, skor pemahaman bacaan tersebut dipengaruhi oleh faktor kecepatan. Studi Flanagan dalam Ahuja dan Ahuja, 2007 menekankan pada masalah ini. Ia mengumpulkan dua skor untuk subjek-subjek pada tes pemahaman bacaan, level skor pemahaman didasarkan pada jumlah rata-rata soal pemahaman yang dijawab dengan benar pada empat skala 20 soal. Angka skor pemahaman adalah jumlah total soal-soal yang dijawab dengan benar pada ke-80 soal dikurangi suatu pembetulan untuk menebak. Flanagan menghitung korelasi positif 0,77 antara kedua skor ini, yang menunjukkan banyak sekali kesamaan ciri. Tetapi, ketika ia mengkorelasikan angka skor membaca ditentukan oleh jumlah total soal yang Universitas Sumatera Utara diselesaikan dalam suatu batas waktu dengan level skor pemahaman, korelasinya hanya 0,17.

E. Hipotesa