Memorandum of Understanding MoU

51 melaksanakan hubungan luar negeri negaranya, berupa dokumen-dokumen tertulis dalam bentuk aturan hukum yang dipublikasikan secara umum. Upaya pemerintah Indonesia dan Arab Saudi untuk mewujudkan adanya perjanjian bilateral dalam bidang ketenagakerjaan khususnya bidang informal. Hal yang sulit dalam penyelesaian kasus tenaga kerja antara PRT dan majikan pada sektor Informal, khususnya PLRT adalah dikarenakan tidak ada hukum perburuhan atau ketenagakerjaan nasional pada negara tujuan penempatan tersebut dikarenakan sifatnya yang dipandang informal. Di Arab Saudi, konsep PLRT sebagai bagian dari keluarga, membuat profesi PLRT tersebut tidak dapat digolongkan sebagai suatu pekerjaan professional yang diatur secara resmi dalam Dekrit Kerajaan Nomor M51, tahun 2005, bagian VI yang merupakan dasar hukum perburuhan Arab Saudi. Akibatnya, selain tidak adanya standarisasi perlindungan bagi PRT, sengketa antara PRT dengan majikan pun menjadi sulit untuk dibawa ke ranah hukum ketenagakerjaan Teguh 2010. Untuk menyelesaikan masalah kekosongan hukum ini dan dalam rangka memenuhi mandat Pasal 11 UU No. 39 Tahun 2004 yang mensyaratkan penempatan PRT di luar negeri oleh Pemerintah hanya dapat dilakukan atas dasar perjanjian tertulis antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara pengguna PRT atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Luar Negeri RI terus mendorong terbentuknya perjanjian bilateral di bidang penempatan atau perlindungan PRT antara Indonesia dengan negara-negara tujuan, salah satunya 52 Arab Saudi Teguh 2010. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari diplomasi perlindungan PRT yang terus diupayakan oleh Pemerintah.

E. Peran Perwakilan Republik Indonesia RI Di Luar Negeri Dalam

Melindungi PRT Di Luar Negeri Akar permasalahan PRT sebenarnya disebabkan oleh pengelola negara yang bersifat swasta. Regulasi mengenai PRT itu rumusannya adalah peraturan penempatan dan perlindungan, dimana seolah-olah perlindungan PRT itu menjadi sub ordinat dari penempatan PRT. Menjadi prioritas itu adalah perlindungan terhadap PRT sejak dari calon PRT direkrut, diberangkatkan, ditempatkan, hingga pemulangan kembali ke keluarganya di tanah air. Harus ada pemilahan yang jelas antara peran dan tanggung jawab negara pengirim, negara penempatan dan individu PRT itu sendiri. Adapun yang menjadi hambatan dalam perlindungan PRT di Arab Saudi, antara lain yaitu BNP2TKI 2013: 24 : 1. Pengawasan yang sangat sulit dilakukan baik oleh pihak kepolisian Arab Saudi maupun perwakilan Indonesia terhadap pekerja sektor domestik yang bekerja di rumah tangga-rumah tangga serta luasnya wilayah sebaran PRT di Arab Saudi. 2. Belum ditandatanganinya kesepakatan Mandatory Consuler Notifikation MCN di antara pemerintah Arab Saudi dan Indonesia sehingga perwakilan Indonesia di Arab Saudi sulit untuk mendapat akses kekonsuleran terhadap kasus yang menimpa PRT. 53 3. Masih besarnya minat PRT untuk bekerja di Arab Saudi dan besarnya permintaan PRT dari Arab Saudi. 4. Budaya dikalangan sebagian mayarakat Arab yang memposisikan tenaga kerja PRT sebagai budak yang bisa diperlakukan sewenang-wenang. 5. Masih besarnya jumlah WNIPRT overstayer di Arab Saudi yang memerlukan penanganan khusus untuk menyelesaikan permasalahan kerja dan pemulangannya. 6. Jumlah SDM yang masih sangat terbatas di perwakilan Indonesia di Riyadh dan Jeddah sehingga upaya pengawasan dan kontrol terhadap permasalahan PRT di seluruh wilayah Arab Saudi kurang memadai. Sudah menjadi kewajiban internasional bahwa setiap warga negara asing harus menghormati hukum dan kebiasaan setempat. Demikian juga telah menjadi kewajiban secara internasional pula sebagaimana yang diatur dalam Vienna Convention On Consular Relations 1963 tentang kewajiban Negara untuk melindungi warganya. Secara internal, kewajiban Pemerintah Indonesia lewat perwakilan di luar negeri untuk memberikan perlindungan kepada WNI secara umum di luar negeri diatur dalam UU Hubungan Luar Negeri pada bab V pasal 19 yang menyatakan Teguh 2007: 62-63 : 54 Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban Teguh 2007: 63 :  Memupuk persatuan dan kerukunan antara sesame warga Negara Indonesia di luar negeri.  Memberikan pengayoman, perlindungan dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya permasalahan yang dialami PRT adalah dengan mengeluarkan kebijakan pendaftaran Perjanjian Kerja PK. Menurut prosedur yang legal, calon majikan yang ingin memperkerjakan PRT harus mendatangi PJTKA. Instansi inilah yang kemudian akan menghubungi PPPRTS yang ada di Indonesia dalam proses berikutnya. Adapun langkah awal yang dilakukan PPPRTS adalah mendaftarkan PK ke KBRI dengan membawa visa kerja untuk calon PRT yang sudah diurus dan dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri Depdagri negara setempat dengan segala ketentuan yang berlaku, mengisi formulir pendaftaran PK Teguh 2007: 64. 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Permasalahan yang dialami oleh PRT khususnya di kawasan Timur Tengah, merupakan bagian dari masalah PRT secara keseluruhan. Penanganan terhadap masalah di Timur Tengah pun tidak bisa dipisahkan dengan proses penanganan yang terjadi di dalam negeri Indonesia sendiri terkait dengan instansi-instansi pemerintah dan pihak lainnya serta kebijakan komperhensif ketenagakerjaan dan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Perlindungan terhadap PRT khususnya di kawasan Timur Tengah, merupakan perlindungan hakiki warga negara Indonesia yang memiliki hak-hak yang sama dengan warga negara lainnya ketika mereka mengalami masalah di luar negeri. Penempatan dan perlindungan TKI pada umumnya khususnya pengiriman TKI ke luar negeri yang tidak mendukung terhadap PRT, padahal pengiriman TKI telah diatur dalam undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 yaitu penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yaitu terdapat pada pasal 92 ayat 2 pemerintah berkewajiban untuk melindungi TKI yang berada di luar negeri. Perekrutan yang dilakukan lembaga BNP2TKI ataupun lembaga PJTKI yang bekerja sama dengan pihak-pihak swasta yang tidak sesuai dengan prosedur bahkan tidak bertanggungjawab terhadap PRT tersebut. Selain itu, aturan-aturan BNP2TKI yang masih banyak masalah seperti individu PRT, Pemerintah dan negara tempatan. Proses penempatan di negara tujuan penempatan PRT harus melapor ke Perwakilan RI. Laporan ini dimaksudkan agar para PRT diketahui keberadaannya 56 di luar negeri, sehingga berhak mendapatkan perlindungan yang akan dilakukan oleh Perwakilan RI sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait dengan adanya permasalahan-permasalahan yang timbul dan kerap kali terjadi pelanggaran HAM terhadap PRT Indonesia di Arab Saudi, Pemerintah haruslah lebih serius dalam menangani permasalahan tersebut dengan memberikan perlindungan terhadap PRT Indonesia di Arab Saudi dengan jalur diplomasi. Diplomasi pada dasarnya mengacu pada pelaksanaan hubungan antar pihak yang terkait dalam menyelesaikan permasalahan suatu negara dengan negara lain. Kebijakan yang diambil dalam memberikan perlindungan PRT Indonesia di luar negeri harus diupayakan dalam suatu sistem dan mekanisme yang terpadu melalui koordinasi tersebut dibentuk dalam suatu satuan tugas yang khusus menangani berbagai masalah di lapangan. Pendekatan politik dan hubungan luar negeri harus diarahkan kepada pendekatan integratif, sehingga lebih memudahkan penanganan berbagai kasusmasalah yang berkembang di beberapa kawasan yang dapat langsung dipantau dan dimonitor perkembangannya oleh direktorat- direktorat terkait di lingkungan Deplu.