Kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan PRT di Arab Saudi tahun 2006-2012

(1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM

MENANGANI PERMASALAHAN PRT DI ARAB SAUDI

TAHUN 2006-2012

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

oleh:

Desty Purwanti

106083003626

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013


(2)

KEBIJAKAN

PEMERINTAH INDONESIA

DALAM

MENANGANI PERMASALAHAN

PRT

DI ARAB

SAUDI

TAIIUN

2006.2012

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh: Desty Purwanti

106083003626

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing

7-_:, /,

<--r/b

/'*

/

Agus Nilmada Azmi" M.Si

NIP: I 97808042009121002 NIP: 1 965 1 2121992031004

PROGRAM

STUDI

ILMU

HUBUNGAN

INTERNASIONAL

FAKULTAS

ILMU

SOSIAL DAN

ILMU POLITTK

UNIVERSITAS ISLAM

NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul :

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN

1.

PRT DI ARAB SAUDI TAHI.IN 2006.2012

Merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UnD Syarif Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil asli karya saya atau merupakan hasil jipalakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

J akarta, 6 Desember 20 1 3

Desty Purwanti 2.


(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi Menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama

: Desty Purwanti

Nirn

: 106083003626

Program Studi : Hubungan Intemasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN

PRT DI ARAB SAUDI TAHTIN 2006-2012 dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

J akarta, 6 Desember 20 I 3

Mengetahui,

Ketua/Sekretaris Program Studi

Menyetujui, Pembimbing

Agus Nilmada Azmi, M.Si

NIP: 1 97808042009121002

+q

Agus Nilmada Azmi, M.Si


(5)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONBSIA DAI,AM MENANGANI

MASALAH PRT DI ARAB SAUDI TAHUN 2006.2012

oleh Desty Purwanti

106083003626

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal tanggal 20 Desember 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Intemasional.

Ketua, Sekretaris,

Agus Nilmada Azmi, M.si NIP : 1 9780 80 42009 121002

Penguji I,

Agus Nilmada Azmi, M.Si

MP: 1 97808042009121002 Penguji II,

W

\--Febri Dirgantara Hasibuan, S.8., M.M

NIP:

t.l

/

ZAZ,t/^,4

Drs. Aiyub Mochsin, M.A

NIP:020021540

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal20 Desember 2013 Ketua Program Studi Hubungan Internasional

FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta AL\ ,

Kiky Rizky, M.Si


(6)

v

ABSTRAK

Kondisi perekonomian di Indonesia yang tidak memadai membuat banyak warga Indonesia bekerja menjadi PRT di Arab Saudi demi memenuhi kebutuhan hidup mereka serta keluarganya. Lemahnya perlindungan HAM yang diberikan oleh pemerintah menyebabkan banyaknya PRT Indonesia di Arab Saudi mengalami berbagai pelanggaran HAM seperti kasus berupa penganiayaan, penyiksaan, pemerkosaan hingga pembunuhan yang juga disebabkan karena ketidaktahuannya akan hak-hak mereka yang juga tidak terpenuhi secara maksimal. Skripsi ini menjawab pertanyaan penelitian: apa kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan PRT Indonesia di Arab Saudi tahun 2006-2012 ?

Penulis menggunakan konsep kebijakan luar negeri, diplomasi dan HAM. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Dengan tiga teknik dalam penulisan ini, yaitu teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknik analisa data. Teknik pengumpulan data yakni diperoleh dari referensi buku, jurnal ilmiah, surat kabar dan dokumen. Teknik pengolahan data yakni pengulis mengolahnya dengan cara memahami, serta melakukan identifikasi. Teknik analisa data, pada teknik ini penulis menggunakan metode analisa deskriptif, yaitu memaparkan atau menggambarkan fenomena yang telah diteliti kemudian melakukan interpretasi atas data yang diperoleh.

Penelitian ini diawali dengan menjabarkan latar belakang dikeluarkannya kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan PRT di Arab Saudi. Kemudian pada bagian pembahasan, penulis menceritakan sejarah penempatan PRT ke luar negeri, sistem ketenagakerjaan di Arab Saudi, permasalahan PRT illegal dan overstayer dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani PRT yang bermasalah di Arab Saudi menjadi bahasan terakhir yang penulis jabarkan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia yaitu berupa dibentuknya lembaga BNP2TKI pada 2006, dibentuknya satgas TKI pada 2011, Moratorium penempatan TKI khususnya PRT ke Arab Saudi yang diberlakukan sejak tanggal 1 Agustus 2011 dan Memorandum of Understanding (MoU).


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robill’aalamiin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT

serta junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul

“KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI

PERMASALAHAN PRT DI ARAB SAUDI TAHUN 2006-2012”. Selanjutnya, ucapan terima kasih yang tak sanggup penulis gambarkan kepada kedua orang tua tercinta, Badrudin dan Dra. Inne Fatimah. Terima kasih atas seluruh cinta dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih tak terhingga atas berbagai bentuk dukungan tulus baik moril maupun materi. Serta, dengan penuh pengertian dan kesabarannya memberikan kepercayaan, memotivasi dan mendoakan penulis agar tetap sehat dan selalu semangat berjuang untuk menuju pintu keberhasilan.

Lebih lanjut, penulis sangat menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik dalam bentuk waktu, tenaga, ide dan pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Kiky Rizky, M. Si selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.


(8)

vii

3. Agus Nilmada Azmi, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Serta sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan serta motivasi yang sangat berharga hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Pak Jajang dan Pak Amali yang sudah sangat banyak membantu dalam proses administrasi penulis.

5. Seluruh Bapak / Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswi HI.

6. Pak Zulfiyandi (Balitfo Depnakertrans), Mas Mustaqim dan Mas Wira (BNP2PRT) terimakasih atas keramahannya dan bersedia meluangkan waktu untuk membantu penulis mendapatkan data dan informasi terkait dengan skripsi penulis.

7. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Terimakasih kepada kakak tersayang yaitu Dikdik Permana Wigandi, S. Kom yang selalu mewarnai hari-hari penulis dengan suka dan duka. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Bi Eti, Mang Dedi, Bang Atun, Mba Sri, Kaka Dea, Abi, Ulil, Ika, Mang Agus, Teh Usi, Firda dan semua sanak saudara yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan semangat dan do’a

kalian selama ini kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis. Telor Ceplok ( Diah, Dian, Christa ), Mpo Qory, Jeng Atik, Acyd, Didis, Rahma, Natiqoh, Kismayeni, Theubry, Nanda, Kawe, Irvan,


(9)

viii

Yeni dan Bang Anton yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi dengan segala bantuan baik dalam bentuk tukar pikiran, perdebatan maupun pencarian data. Serta yang selalu memotivasi, menyemangati dan menghibur penulis.

Dunia ini jadi lebih berwarna dengan adanya kalian brosis., hehee… ^_^

9. Teruntuk sahabat penulis yang telah tiada (Alm.) Izzun Nahdliyah. Terimakasih telah menjadi pendengar yang baik, yang dengan sabar mendengarkan semua curhatan

penulis. Terimakasih atas dukungan semangat, motivasi, do’a, serta pengertian dan

perhatianmu menemani hari-hari penulis dengan canda tawa. Penulis tidak akan pernah melupakanmu. Kamu salah satu sahabat terbaik penulis. I really miss U., ^_^

10.Teman-teman seperjuangan HI angkatan 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

11.Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.

Terima kasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan kedepannya.

Jakarta, 6 Desember 2013


(10)

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. v

KATA PENGANTAR………. vi

DAFTAR ISI……… ix

DAFTAR TABEL……… xi

DAFTAR SINGKATAN……….... xii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….... 1

B. Rumusan Masalah……….. 6

C. Kerangka Pemikiran………... 6

D. Metode Penelitian……….. 13

E. Sistematika Penulisan……… 14

BAB II GAMBARAN UMUM TKI DI ARAB SAUDI A. Sejarah Pengiriman TKI Ke Luar Negeri……….. 16

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PRT Indonesia Bekerja Di Luar Negeri……… 19

C. Penempatan TKI Ke Arab Saudi………... 21

BAB III KONDISI KETENAGAKERJAAN DI ARAB SAUDI A. Sistem Ketenagakerjaan Di Arab Saudi……… 25


(11)

x

C. Faktor-faktor Penyebab Permasalahan PRT Indonesia Di Arab

Saudi ………... 31

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN PRT DI ARAB SAUDI TAHUN 2006-2012 A. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)……… 41

B. Satgas TKI……….. 43

C. Moratorium Penempatan PRT Indonesia Ke Arab Saudi……….. 45

D. Memorandum of Understanding (MoU)………... 47

E. Peran Perwakilan Republik Indonesia (RI) Di Luar Negeri Dalam Melindungi PRT Di Luar Negeri……… 52

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……… 55

DAFTAR PUSTAKA………... 57 LAMPIRAN


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan negara 21 penempatan tahun 2006 – 2012

Tabel 2.2. Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri 22 Menurut Negara Tujuan Penempatan dan Sektor

Tahun 2011

Tabel 3.1. PRT Bermasalah di Arab Saudi Berdasarkan Jenis 28 Masalah Tahun 2008-2012


(13)

xii

DAFTAR SINGKATAN

AKAD : Antar Kerja Antar Daerah

AKAN : Antar Kerja Antar Negara

BKPTKI : Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia

BNP2TKI : Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

BPPK : Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

HAM : Hak Asasi Manusia

ILO : International Labour Organitation

JTC : Joint Technical Committee

JWC : Joint Working Committee

KBRI : Kedutaan Besar Republik Indonesia

KKN : Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

KUKW : Kantor Urusan Ketenagakerjaan Wanita

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

MCN : Mandatory Consuler Notifikation

MoU : Memorandum of Understanding

PAP : Pembekalan Akhir Pemberangkatan

PJTKA : Penyalur Jasa Tenaga Kerja Asing

PJTKI : Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia

PK : Perjanjian Kerja

PLRT : Penata Laksana Rumah Tangga

PPTKIS : Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta

PPTKLN : Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri

PRT : Pekerja Rumah Tangga

RI : Republik Indonesia

TKI : Tenaga Kerja Indonesia

TKW : Tenaga Kerja Wanita

UNIFEM : United Nation Development Fund for Women


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Lampiran 2 Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Skripsi ini membahas kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan Pembantu Rumah Tangga (PRT) Indonesia di Arab Saudi dengan periode tahun 2006 – 2012. Penulisan skripsi ini difokuskan pada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk menangani permasalahan PRT di Arab Saudi. Penulis memilih periode tahun 2006 – 2012 karena pada tahun 2006 dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Pada periode tahun 2006 – 2012 ini tersiar kabar berita mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dialami oleh PRT Indonesia di Arab Saudi di berbagai media cetak (surat kabar) dan media elektronik (televisi dan internet).

Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa, “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, “Tenaga kerja Indonesia yang kemudian disebut dengan TKI adalah setiap warga negara


(16)

2

Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan

kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.”

Kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang masih memprihatinkan ditandai dengan kondisi kemiskinan, pengangguran dan dunia pendidikan yang belum dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Lapangan kerja yang minim di dalam negeri menyebabkan kesempatan kerja yang kecil dan besarnya angka pengangguran di Indonesia. Jumlah pencari kerja yang tidak diimbangi dengan lapangan kerja yang luas menyebabkan minat masyarakat Indonesia untuk melakukan migrasi dan mencari kerja di luar negeri sebagai buruh migran guna memenuhi kebutuhan mereka. Sebagian orang melakukan migrasi karena ia menginginkan standar kehidupan yang lebih baik untuk diri dan keluarga mereka, termasuk pekerjaan yang memberikan penghasilan yang lebih besar.

Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam mendayakan tenaga kerja di Indonesia yaitu melalui kebijakan mengirimkan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Ada dua cara bagi TKI untuk dapat bekerja di luar negeri. Pertama melalui jalur formal yang lazimnya dikelola oleh biro-biro penyalur tenaga kerja dan memiliki izin resmi dari pemerintah. Kedua melalui jalur illegal, dimana para TKI diselundupkan oleh oknum-oknum tertentu yang mengatasnamakan biro-biro penyalur tenaga kerja. Disinilah akar permasalahannya, sebab ketika terjadi tindakan tidak semestinya, pemerintah negara tempat TKI bekerja akan menyalahkan TKI dan pemerintah Indonesia karena masuk secara illegal (Erwan 2007:171).


(17)

3

Calo/oknum Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) merekrut orang yang akan diperkerjakan di luar negeri disektor informal contohnya pembantu rumah tangga (PRT). Mereka direkrut dengan tidak mempunyai pendidikan, pengalaman dan wawasan yang cukup. Hal inilah yang memicu terjadinya rentetan permasalahan yang dialami oleh tenaga kerja Indonesia sebelum berangkat, ditempat kerja, bahkan sampai kembali ke tanah air (Erwan 2007:169).

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) seringkali disebut sebagai “Pahlawan

Devisa”, hal tersebut dikarenakan para pekerja TKI ini mendatangkan banyak pemasukan devisa bagi Indonesia. Selain itu TKI disebut dengan pahlawan devisa negara ini dikarenakan pada penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri ini telah menjadi salah satu sumber devisa. Tahun 2010 bank dunia memperkirakan buruh migran Indonesia akan membawa remitansi sedikitnya 7,1 miliar dollar AS, naik dari 6,7 miliar dollar AS di tahun 2009 (www.nasional.kompas.com).

Akan tetapi, disamping meningkatnya pendapatan devisa negara yang sesungguhnya telah menimbulkan sisi negatif yang sangatlah merugikan bagi para PRT yang bekerja di luar negeri yaitu permasalahan yang terjadi pada saat penempatan seperti meningkatnya People Smuggling dan Trafficking yang dilakukan oleh calo/oknum PJTKI illegal yang tidak memiliki izin resmi, dan pelanggaran HAM terhadap pekerja migran (penganiayaan, hingga menyebabkan seorang meninggal dunia) (www.ilo.org). Terkait remitansi yang didapat dari para PRT tersebut, salah satunya seperti yang dinyatakan oleh Kedeputian Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja


(18)

4

Indonesia (BNP2TKI) yang mencatat angka remitansi PRT dari Arab Saudi dari Januari hingga Juni 2011 sebesar 1,1 milyar dollar AS (www.bnp2tki.go.id).

Beberapa permasalahan yang dialami para PRT selama periode tahun 2006-2012 antara lain: (1) Yanti Irianti TKW dari Cianjur. Yanti di eksekusi karena diputuskan bersalah oleh Pengadilan Arab Saudi dalam tuduhan pembunuhan terhadap majikannya di wilayah Assier, Arab Saudi, pada Juni 2006. Laporan resmi versi Arab Saudi menyebutkan Yanti membunuh majikannya karena mau mencuri perhiasan. eksekusi atas Yanti ini merupakan eksekusi hukuman mati kedua di Arab Saudi dalam tahun 2008 (www.antaranews.com). (2) Darsem, TKW legal dari Subang, dituduh membunuh majikan pada 2007 dan dijatuhi hukuman mati (www.gatra.com). Namun kemudian pada 2011, Darsem mendapat keputusan pemaafan dengan syarat harus membayar denda atau diyat senilai 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar. Diyat ini dibayarkan dari APBD dan penggalangan sumbangan (www.tempo.com).

(3) Ruyati, asal bekasi menjadi TKW legal sejak 2008, dihukum pancung pada 17 Juni 2011 karena dituduh membunuh majikan perempuannya pada 2009 di Mekkah, Arab Saudi. Tidak ada pemberitahuan dari Arab Saudi mengenai proses berlangsungnya hukuman (www.wartamerdeka.com). (4) Sumiati, asal Nusa Tenggara Barat, merupakan TKW legal yang baru empat bulan menjadi TKW di Arab Saudi melalui jalur resmi mengalami penyiksaan oleh majikannya pada 8 November 2010. Setelah sepuluh hari kasus terungkap ke publik, majikan Sumiati dijadikan tersangka dan dijatuhi hukuman. Namun akhirnya, majikan Sumiati dibebaskan dengan alasan bukti yang tidak kuat (www.harianjogja.com).


(19)

5

(5) Kikim Komalasari, TKW asal Cianjur, ditemukan meninggal dunia pada 5 November 2010 di Arab Saudi karena disiksa oleh majikan. Setelah satu tahun semenjak meninggal, jenazah baru dipulangkan ke Indonesia (www.wartapedia.com).

Pemberitaan media mengenai kasus-kasus yang dialami oleh PRT di negara-negara tujuan penempatan telah menuai berbagai komentar maupun penilaian kritis dari publik setidaknya atas tiga poin penting: (1) kebijakan nasional mengenai penempatan PRT ke luar negeri; (2) pengawasan terhadap praktek penempatan; serta (3) tanggung jawab pemerintah dalam melindungi warga negara di luar negeri, khususnya PRT (Teguh 2010: 44).

Pemberitaan media tentang kasus penganiayaan PRT, khususnya di Arab Saudi, secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia tentang pengiriman PRT di luar negeri. Pemerintah Indonesia secara resmi mengeluarkan kebijakan moratorium penghentian pengiriman TKI, khususnya tenaga kerja informal atau domestik ke Arab Saudi untuk sementara waktu sejak tanggal 1 Agustus 2011 (Suara Indonesia 2012: 6).

Tingginya tenaga kerja Indonesia yang bermasalah di Arab Saudi mendorong pemerintah Indonesia dan Arab Saudi mengadakan pertemuan Joint Working Committee (JWC), sebelum membahas pembuatan Nota Kesepakatan Bersama (MoU/Memorandum of Understanding) tentang penempatan dan perlindungan PRT (www.migrantcare.net). Dalam Pertemuan ini delegasi Indonesia dipimpin oleh Jumhur Hidayat (Ketua BNP2TKI), sedangkan delegasi Arab Saudi dipimpin oleh Adel Mohammad Fakieh (Menteri Tenaga Kerja).


(20)

6

Pertemuan ini menindaklanjuti hasil dari statement of intent antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi pada 28 Mei 2011. Secara umum, usulan Indonesia mencakup prinsip perlindungan, kerja sama, mekanisme perlindungan dan jangka waktu pembahasan penyelesaian MoU, sedangkan pihak Arab Saudi menyampaikan harapan bahwa kerja sama antara kedua negara bisa menguntungkan kedua belah pihak (www.migrantcare.net).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang tersebut, penulis membuat pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apa kebijakan pemerintah Indonesia dalam menangani PRT Indonesia yang bermasalah di Arab Saudi ?

C. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa konsep teori untuk mendukung permasalahan yang sedang diteliti. Konsep-konsep tersebut yaitu, kebijakan luar negeri, diplomasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri merupakan instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah suatu negara berdaulat untuk menjalin hubungan dengan aktor-aktor lain dalam politik dunia demi mencapai tujuan nasionalnya. Tidak semua tujuan negara dapat dicapai di dalam negeri. Karena itu suatu negara harus menjalin


(21)

7

hubungan dengan negara atau aktor-aktor lain dalam sistem internasional (Aleksius 2008: 61).

Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional. Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya (Banyu Perwita dan Yanyan 2005: 49).

Kebijakan luar negeri menekankan aksi atau tindakan atau kebijakan suatu negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam rangka memperjuangkan atau mempertahankan kepentingan nasionalnya (Aleksius 2008: 61).

Mark R. Amstutz mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai, explicit and implicit actions of governmental officials designed to promote national interest beyond a country’s territorial boundaries. Dalam definisi ada tiga tekanan utama yaitu tindakan atau kebijakan pemerintah, pencapaian kepentingan nasional dan jangkauan kebijakan luar negeri yang melewati batas kewilayahan suatu negara. Dengan demikian semua kebijakan pemerintah yang membawa dampak bagi aktor-aktor lain di luar batas wilayahnya secara konseptual merupakan bagian dari pengertian kebijakan luar negeri (Aleksius 2008: 64).

Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Kebijakan luar negeri menurutnya


(22)

8

ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara (Banyu Perwita dan Yanyan 2005: 49).

James N. Rosenau menguraikan konsep foreign policy ke dalam tiga pengertian yang berbeda baik substansi maupun cakupannya. Pada tingkat pertama kebijakan luar negeri dipahami sebagai seperangkat prinsip atau orientasi umum yang menjadi dasar pelaksanaan hubungan luar negeri suatu negara. Kebijakan luar negeri juga bisa diartikan sebagai seperangkat rencana dan komitmen yang menjadi pedoman bagi perilaku pemerintah dalam hubungan dengan aktor-aktor lain di lingkungan eksternal. Akhirnya rencana dan komitmen tersebut diterjemahkan ke dalam langkah atau tindakan yang nyata berupa mobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu efek dalam pencapaian tujuan (Aleksius 2008: 65-66).

Langkah pertama dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup (Banyu Perwita dan Yanyan 2005: 50):

 Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan dan sasaran yang spesifik.

 Menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan internasional yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri.

 Menganalisis kapabilitas nasional untuk mengjangkau hasil yang dikehendaki.

 Mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas nasional dalam menanggulangi variable tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


(23)

9

 Malaksanakan tindakan yang diperlukan.

 Secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi perkembangan yang telah berlangsung dalam menjangkau tujuan atau hasil yang dikehendaki.

Diplomasi

Kata diplomasi berasal dari kata Yunani, Diploum yang artinya melipat (to fold). Dokumen resmi yang bukan logam, yang memberikan hak istimewa tertentu atau menyangkut perjanjian dengan bangsa asing disebut dengan diplomas. Isi surat resmi negara yang berhubungan dengan bangsa asing yang dikumpulkan dalam arsip disebut diplomaticus atau diplomatique. Dari kedua kata diplomas

dan diplomaticus atau diplomatique kemudian berkembang menjadi diplomasi

yakni segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia internasional. Orang-orang yang terlibat dengan masalah/pekerjaan yang menyangkut hubungan dengan dunia internasional disebut diplomat (Aiyub 2010:4).

Diplomasi berkaitan erat dengan proses kebijakan dan hubungan luar negeri termasuk pada waktu perumusan, pelaksanaan dan evaluasi dari perumusan dan pelaksanaannya. Dalam hal-hal tertentu pengertian diplomasi sama dengan politik luar negeri. Namun secara spesifik dapat dibedakan, diplomasi berkaitan dengan cara-cara dan mekanisme, sedangkan politik luar negeri menyangkut maksud dan tujuan. Kebijakan luar negeri menyangkut substansi dan isi dari hubungan luar negeri, sedangkan diplomasi mengenai masalah metodologi untuk melaksanakan politik luar negeri (Aiyub 2010:19).


(24)

10

Konsep diplomasi juga menjadi salah satu cara untuk melaksanakan penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia. Diplomasi menurut R. P.

Barston dalam bukunya “Modern Diplomacy” yaitu, diplomasi memberi masukan,

membentuk dan merupakan implementasi dari kebijakan luar negeri. Diplomasi pada level internasional adalah memberi masukan kepada usaha perdamaian dalam menyelesaikan pertikaian antara negara-negara dan aktor-aktor lain. Diplomasi berkaitan dengan manajemen hubungan antar negara dan juga antar dengan aktor-aktor lainnya (1997: 1). Jadi, secara tidak langsung diplomasi juga merupakan elemen yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan luar negeri.

K.M pannikar menyatakan dalam bukunya “The Principle and practice of

Diplomacy”, yang menyatakan bahwa diplomasi dalam hubungannya dengan politik internasional adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain (KM. Pannikar 1993: 3). Namun secara konvensional, yang dimaksud dengan diplomasi adalah sebagai usaha suatu negara-bangsa untuk memperjuangkan kepentingan nasional dikalangan masyarakat internasional (KJ. Holsti 1984: 82-83).

Diplomasi juga digunakan dalam hubungan internasional untuk mencapai suatu kepentingan nasional. Sedangkan, argumen yang dikemukan oleh Harold Nicholson, yang menyatakan bahwa diplomasi adalah hal-hal yang mencakup politik luar negeri, negosiasi, mekanisme pelaksanaan negosiasi, dan suatu cabang dinas luar negeri (SL. Roy 2000: 4).


(25)

11

Terdapat berbagai macam tipe diplomasi, yakni; diplomasi bilateral, diplomasi multilateral, diplomasi komersial, diplomasi kebudayaan, diplomasi ulang – alik, diplomasi puncak, diplomasi preventif, diplomasi publik, diplomasi sumber daya dan lingkungan. Untuk penelitian ini penulis menggunakan diplomasi bilateral. Diplomasi bilateral adalah diplomasi yang terjadi antara dua negara melalui berbagai sarana, seperti; pertemuan dan/atau perundingan yang dilakukan oleh kedua kepala negara/pemerintahan pada saat kunjungan resmi atau kunjungan kerja, antara menteri luar negeri atau menteri-menteri lain yang terkait dengan subyek pembicaraan dari kedua negara pada saat saling kunjungan atau di forum khusus yang dibentuk oleh kedua negara. Para pelaku diplomasi bilateral selain kepala negara/pemerintahan dan para menteri, dapat juga dilakukan oleh para pejabat senior/diplomat yang ditunjuk oleh kedua negara (Aiyub 2010:44).

Untuk mencapai suatu pertahanan negara, maka dalam melaksanakan diplomasi hal tersebut dapat dicapai dengan memperkuat hubungan antara negara satu dengan negara lainnya. Melalui diplomasi setidaknya dapat menetralisirkan permasalahan untuk menuju suatu bentuk kesepakatan antara Indonesia dengan Arab Saudi.

Hak Asasi Manusia (HAM)

Terus berlarutnya permasalahan ketenagakerjaan Indonesia di luar negeri dan permasalahan tentang segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan HAM terhadap para PRT yang berada di Arab Saudi, sesungguhnya tidak terlepas dari suatu konsep yang


(26)

12

berhubungan dengan permasalahan diatas yakni, Penulis menggunakan konsep HAM dari berbagai bentuk pernyataan, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi “Hak Asasi

Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Hak asasi manusia menurut Declaration Of Human Rights 1948 merupakan hak yang melekat pada setiap manusia tanpa membeda-bedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, aliran politik, perbedaan pendapat, kebangsaan, asal muasal secara sosial, kekayaan, tempat kelahiran maupun status seseorang (Dzuriatun 2008: 46). Manusia harus saling menghargai dan menyayangi tanpa membedakan ras, agama, suku dan status sosial ekonomi menjadi prinsip dalam HAM (Dzuriatun 2008: 46).

Hak asasi juga diartikan sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat yang harus di hormati (Miriam 2001: 120). Hak manusia mencakup tidak hanya hak politik/menyatakan pendapat namun juga mencakup bidang ekonomi, sosial, budaya untuk dapat hidup bebas dari rasa takut dan ancaman yang mengancam keselamatannya. Hak asasi ini tidak boleh dilanggar dan diabaikan oleh negara.


(27)

13

Hak tenaga kerja berdasarkan International Labour Organitation (ILO) terdapat pada pasal 2 Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi yang menyatakan bahwa para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing-masing, bergabung dengan organisasi-organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain.

D. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Sedangkan tipe penelitian ini bersifat deskriptif dimana suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada (Nazir, 1988: 63).

Sedangkan menurut whitney (1960) dalam buku Mohammad Nazir, ia mengatakan bahwa penelitian deskriptif yaitu mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu, termasuk tantangan hubungan, kegiatan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Nazir 2008: 63-65).


(28)

14

Penelitian ini akan menggunakan metode pengumpulan data dengan studi dokumen. Studi dokumen didapatkan dari :

1. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku, jurnal, laporan penelitian, data pemerintahan dari kemnakertrans, BNP2PRT, dan data dari LSM yang konsen pada isu buruh migran.

2. Penelusuran melalui internet yaitu untuk mendapatkan data dan berbagai informasi terkait dengan penelitian.

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Kerangka Pemikiran D. Metode Penelitian E. Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM TKI DI ARAB SAUDI A. Sejarah Pengiriman TKI Ke Luar Negeri

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PRT Indonesia Bekerja Di Luar Negeri


(29)

15

BAB III KONDISI KETENAGAKERJAAN DI ARAB SAUDI A. Sistem Ketenagakerjaan Di Arab Saudi

B. Permasalahan PRT Indonesia Di Arab Saudi

C. Faktor-faktor Penyebab Permasalahan PRT Indonesia Di Arab Saudi

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM

MENANGANI PERMASALAHAN PRT DI ARAB SAUDI TAHUN 2006-2012

A. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)

B. Satgas TKI

C. Moratorium Penempatan PRT Indonesia Ke Arab Saudi D. Memorandum of Understanding (MoU)

E. Peran Perwakilan Republik Indonesia (RI) Di Luar Negeri Dalam Melindungi PRT Di Luar Negeri

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan


(30)

16 BAB II

GAMBARAN UMUM TKI DI ARAB SAUDI

A. Sejarah Pengiriman TKI Ke Luar Negeri

Perpindahan tenaga kerja Indonesia antar pulau dan luar negeri tidak bisa dipisahkan dari masa orde lama dan orde baru, bahkan sejak masa penjajahan di tahun 1887. Pada tahun tersebut, tenaga kerja dikirim ke beberapa daerah jajahan seperti Suriname, Kaledonia dan Belanda (Awani 2003: 34). Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah koloni Belanda (www.bnp2tki.go.id). Pada masa kolonial di awal abad dua puluh, kebanyakan pembuatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan produktifitas pertanian, sehingga banyak tenaga kerja dari jawa dipindah ke luar Jawa. Kebijakan migrasi yang dibangun pada masa penjajahan adalah suatu alat yang berguna untuk menghasilkan tujuan dan kepentingan negara serta elit berkuasa (Komnas Perempuan 2002: 4).

Geliat perusahaan jasa pengerah TKI pada era awal 1970-an terus meningkat. Pada saat itu di kawasan Timur Tengah terjadi masa keemasan minyak atau disebut oil booming, dengan ditemukannya cadangan minyak dalam jumlah tidak sedikit dan dilakukan ekplorasi besar-besaran, yang menjadikan negara-negara Arab di Timur Tengah utamanya Arab Saudi mendadak kaya raya (Tri Nuke 2007: 45). Fenomena ini semakin memperbanyak lahirnya orang-orang kaya


(31)

17

di Arab Saudi, sehingga membuka lapangan kerja yang begitu luas untuk diisi berbagai pihak termasuk pada akhirnya mendorong arus pengiriman PRT ke Arab Saudi. Namun demikian, peluang tersebut ditangkap oleh perusahaan jasa pengerah TKI dengan hanya menempatkan PRT untuk pengguna perseorangan.

Kondisi migrasi berlanjut hingga memasuki masa kemerdekaan, orde lama, orde baru dan reformasi. Tanggal 3 Juli 1947 merupakan hari bersejarah bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan (www.bnp2tki.go.id).

Migrasi juga tidak hanya terjadi secara nasional, namun internasional. Fenomena migrasi juga dapat dilihat sebelum perang dunia II, banyak warga negara Indonesia yang dikirim ke Malaysia, Guyana dan New Caledonia. Setelah perang dunai II, mulai ada tenaga kerja yang bekerja di Singapura dan negara lainnya. Perpindahan tenaga kerja Indonesia saat itu sebenarnya hanya untuk mencukupi kebutuhan tenaga kerja di beberapa negara tersebut dan tidak masuk dalam kebijakan pemerintah di bidang pekerjaan (Prijono 1999: 126). Salah satu alasan mengapa fenomena migrasi tenaga kerja ini terjadi adalah karena negara asal belum bisa menciptakan lapangan kerja yang kondusif serta penghasilan yang mencukupi untuk kebutuhan hidup.

Pada awalnya pengiriman TKI dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan cara mengirim buruh kontrak ke negara Suriname, Amerika Selatan yang saat itu merupakan jajahan Belanda. Saat itu TKI dikirim karena Suriname


(32)

18

kekurangan tenaga kerja untuk mengurus perkebunan karena budak asal Afrika yang bekerja di perkebunan Suriname dibebaskan pertengahan 1863 sebagai bentuk pelaksanaan dari politik penghapusan perbudakan. Gelombang pertama TKI yang dikirim tiba di Suriname 9 Agustus 1890 dengan jumlah 94 orang.Mulai saat itu pemerintah Hindia Belanda secara reguler mengirimkan TKI ke Suriname. Pengiriman TKI ke Suriname oleh pemerintah Hindia Belanda berakhir pada 1939 dengan jumlah total mencapai 32.986 orang (www.artikelbahasaindonesia.org).

Arab Saudi menjadi tujuan pengiriman TKI karena ada hubungan religius yang erat antara Indonesia dengan Arab Saudi yaitu melalui jalur ibadah haji. Pada saat orang Indonesia melaksanakan ibadah haji mereka berinteraksi dengan warga lokal Arab Saudi, bahkan ada yang kemudian menikah, menetap dan membuka usaha di sana. Lambat laun hubungan semakin erat sampai kemudian hari ada yang mengajak saudaranya ke Arab Saudi untuk bekerja (www.merdeka.com).

Jumlah TKI yang tercatat pertama kali pada 1983, yakni sebanyak 27.671 orang. Mereka bekerja di delapan negara. Jumlah itu bertambah pada 1992 yang mencapai 158.750 orang. Setelah 1980, pemerintah baru menetapkan regulasi untuk mengatur pengiriman TKI karena pemerintah melihat nilai positif dan nilai ekonomis tinggi (www.merdeka.com).


(33)

19

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PRT Indonesia Bekerja Di Luar Negeri

Pada mulanya mobilitas PRT ke luar negeri terjadi berdasarkan pada prakarsa dan upaya dari PRT itu sendiri. Dampak positif dari kegiatan tersebut adalah sebagai upaya untuk menanggulangi masalah pengangguran, meningkatkan keterampilan kerja dan mendatangkan keuntungan berupa naiknya devisa negara (Natalis 2005: 97).

Berbagai faktor yang mempengaruhi mobilitas PRT di luar negeri antara lain (Mardjono 2007: 70) :

 Kemudahan informasi, komunikasi dan transportasi, pengalaman kerja ke luar negeri serta daya tarik upah yang lebih tinggi.

 Terbukanya pasar kerja luar negeri dengan dominsai peran agen penempatan yang lebih menjanjikan kemudahan memperoleh pekerjaan, penghasilan tinggi dan proses cepat serta janji-janji keuntungan lainnya.

 Kesenjangan birokrasi lintas sektoral dalam negeri dalam pelayanan bekerja ke luar negeri serta masih lemahnya penegakan hukum.

Menurut Everett Lee, bahwa faktor utama seseorang melakukan migrasi adalah faktor tempat asal, dalam arti orang yang gagal dalam ekonomi dan social. Mereka berharap di tempat tujuan akan memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh di daerah asalnya. Orang-orang yang melakukan migrasi ini adalah mereka yang betul-betul potensial, yaitu yang masih produktif (Uke 2003: 327). Sedangkan menurut Mantra, arus migrasi


(34)

20

penduduk dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi di suatu wilayah karena alasan utama seseorang untuk berpindah adalah alasan ekonomi (Uke 2003: 327).

Salah satu faktor yang mendorong PRT bekerja di luar negeri, antara lain karena tingginya upah yang akan diterima dibandingkan dengan upah di dalam negeri. Upah yang ditawarkan cukup tinggi, berkisar antara 1 sampai 2 juta rupiah. Bahkan ada yang memperoleh pendapatan sampai sekitar 10 juta rupiah, tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan. Juga tergantung dari negara tujuan yaitu tergantung dari kesepakatan bersama antara pihak pengerah tenaga kerja dengan pihak penerima tenaga kerja (Nurhayati 2003: 335).

Wilayah Timur Tengah menjadi salah satu tujuan yang disasar oleh perempuan pencari kerja dan keluarganya khususnya bagi mereka yang tinggal di wilayah dimana budaya agama (Islam) adalah lebih baik dari pada bekerja dengan majikan yang beragama lain. Selain itu, khususnya di Arab Saudi, harapan bahwa PRT bisa sekaligus menunaikan ibadah haji pun menjadi pertimbangan yang penting. Harapan-harapan yang tinggi dieksploitir oleh pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari mereka (Sri 2007: 67).

Menjadi Tenaga Kerja di luar negeri harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri (pasal 35), yaitu sebagai berikut:

1. Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun;


(35)

21 2. Sehat jasmani dan rohani;

3. Tidak dalam keadaan hamil;

4. Berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau sederajat.

C. Penempatan TKI Ke Arab Saudi

Secara kultural tradisional, masyarakat Indonesia telah mempunyai jalinan hubungan yang erat dengan masyarakat Arab Saudi sejak zaman penjajahan Belanda, jauh sebelum sebelum kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Jalinan hubungan tersebut dilatarbelakangi oleh persamaan budaya dalam keyakinan beragama yang sama-sama pemeluk agama Islam (Makarim 2006). Sejak lama,

jema’ah haji Indonesia dari tahun ke tahun secara teratur selalu hadir dalam

musim haji tersebut yang jumlahnya terus bertambah. Dari proses perjalanan haji

ini, banyak jema’ah Indonesia yang tidak mau pulang ke Tanah Air dan memilih bermukim di Arab Saudi dengan alasan menuntut di bidang ilmu ke-Islaman dan bahasa Arab serta mencari kehidupan yang lebih baik.

Hubungan tradisional ini terus berlanjut hingga saat ini. Bagi masyarakat Indonesia, Arab Saudi merupakan tanah impian baik dari segi faktor religi, keilmuan bidang ke-Islaman maupun dari segi ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari

terus meningkatnya jumlah jema’ah umroh dan haji Indonesia setiap tahun, serta menjadi negara tujuan pasokan PRT keluar negeri terbesar. Secara formal hubungan kedua negara terselenggara dengan dibukanya hubungan diplomatik


(36)

22

pada tahun 1951 yang sampai saat ini dapat terjaga serta berjalan dengan baik bahkan terus meningkat (Makarim 2006).

Arab Saudi merupakan negara tujuan penempatan yang menyerap tenaga kerja Indonesia terbanyak dibanding dengan negara-negara tujuan penempatan TKI yang lain. Namun, pada tahun 2012 terdapat penurunan angka penempatan TKI, penurunan angka tersebut terjadi dikarenakan adanya moratorium penempatan TKI di sektor informal atau domestik.

Tabel 2.1

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan negara penempatan tahun 2006 – 2012

No Negara

Penempatan

Tahun

Jumlah

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1. Arab Saudi 281.08

7

257.21 7

234.64

4 276.233 228.890 137.643 11.814 1.427.928

2. Malaysia 219.65

8

222.19 8

187.12

3 123.886 116.056 134.108 46.296 1.049.325

3. Taiwan 45.706 50.810 59.522 59.335 62.048 73.498 30.669 381.588

4. Singapore 28.661 37.469 21.807 33.077 39.623 47.781 20.430 228.875

5.

United Emirated Arab

22.685 28.184 38.092 40.391 37.337 39.857 14.274 220.820

6. Hongkong 20.100 29.973 30.204 32.417 33.262 50.283 18.237 214.476

7. Kuwait 24.600 25.756 29.218 23.041 563 2.723 693 106.594

8. Qatar 7.980 10.449 8.582 10.010 13.559 16.578 8.476 75.634

9. Yordania 10.978 12.062 11.155 10.932 5.695 134 29 50.985

10. Oman 5.210 7.150 8.309 9.700 9.259 7.292 3.375 50.295

11. Brunei

Darussalam 8.482 5.852 3.861 4.785 7.360 10.805 5.703 46.848

12. Korea

Selatan 4.035 3.830 8.134 1.890 7.596 11.390 6.399 43.274

13. Amerika

Serikat - 1.263 66 47 475 13.746 5.088 20.685

14. Bahrain 639 2.267 2.324 2.837 4.844 4.375 2.832 20.118

15. Syria - - - 1.155 6.381 4.222 1 11.759

16. Italia - 953 7 - 13 3.408 1.765 6.146

17. Jepang 36 96 232 362 233 2.508 1.441 4.908

18. Aljazair - - 499 453 609 1.084 563 3.208

19. Afrika

Selatan - 111 - - 12 2.009 786 2.918

20. Macao - 164 468 674 826 582 148 2.862


(37)

23

Arab Saudi merupakan negara yang menyerap TKI terbanyak di sektor informal sebanyak 105.071 orang atau 33,09 % dari jumlah keseluruhan penempatan TKI pada sektor informal dan ini didominasi oleh PRT perempuan sebanyak 102.305 orang atau 97,37 % dari jumlah TKI sektor informal di negara tersebut (Pusdatinaker Kemnakertrans 2012: 46).

Tabel 2.2

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Menurut Negara Tujuan Penempatan dan Sektor Tahun 2011 (orang)

Negara Tujuan Penempatan

Sektor

Jumlah Formal Informal

Saudi Arabia 31.421 105.071 136.491

Malaysia 126.449 6.363 132.812

Taiwan 18.612 59.484 78.096

Hongkong 1.999 47.811 49.811

Singapore 9.290 38.031 47.320

United Arab Emirates 8.142 31.386 39.528

Qatar 3.942 12.512 16.454

United States 13.565 50 13.615

Korea Selatan 11.221 60 11.281

Brunei Darussalam 9.138 1.561 10.699

Lainnya 29.817 15.157 44.974

Jumlah 263.596 317.485 581.081

Sumber: BNP2TKI. Diolah Pusdatinaker

Adapun kelemahan sistem penempatan dan perlindungan PRT di Arab Saudi, yaitu sebagai berikut (BNP2TKI 2013: 23):

1. Tidak adanya kerjasama bidang ketenagakerjaan yang melindungi tenaga kerja sektor domestik antara Pemerintah Arab Saudi dengan Pemerintah Indonesia.


(38)

24

2. Kebijakan moratorium menyebutkan maraknya pengiriman PRT illegal yang memanfaatkan visa umrah/kunjungan atau masuk melalui negara ketiga (transit).

3. Masih banyaknya Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang menempatkan PRT secara non prosedural.

4. Adanya kebijakan yang memungkinkan diubahnya visa umrah atau visa kunjungan menjadi visa kerja di Arab Saudi.

5. Masih banyaknya oknum yang memanfaatkan izin PRT cuti sebagai modus menempatkan PRT di masa moratorium.

Secara umum masalah ketenagakerjaan tidak banyak berubah dari tahun ke tahun yaitu masih lemahnya perlindungan terhadap PRT yang bekerja di luar negeri. Namun demikian upaya pembenahan sistem maupun operasionalnya telah dilakukan pemerintah Indonesia tanpa henti, meski hasil yang dicapai belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat dimengerti karena masalah ketenagakerjaan sangat komplek dan menyangkut banyak pihak dengan kepentingan yang berbeda (multidimensional). Dan, hingga saat ini penanganan masalah ketenagakerjaan khususnya PRT belum menemukan solusi yang tepat dari kedua negara baik dari Indonesia maupun Arab Saudi.


(39)

25 BAB III

KONDISI KETENAGAKERJAAN DI ARAB SAUDI

A. Sistem Ketenagakerjaan Di Arab Saudi

Arab Saudi adalah sebuah negara luas di Timur Tengah yang memiliki hubungan erat dengan Indonesia. Setiap tahun puluhan ribu orang Indonesia bekerja di negara ini dengan sistem kontrak kerja. Kebanyakan tenaga kerja Indoensia di Arab Saudi adalah wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (Komnas HAM: 22).

Arab Saudi adalah negara monarki yang berdasarkan hukum Islam. Raja adalah penguasa eksekutif sekaligus pembuat undang-undang. Kerena itulah, selain mempunyai kedudukan sebagai pemimpin politik, raja berperan juga sebagai imam atau pemimpin agama. Negara ini praktis tidak memiliki undang-undang dasar, karena sumber hukumnya adalah agama Islam. Sebuah badan yang disebut Syariah membuat segala peraturan untuk ketertiban masyarakat. Tetapi beberapa peraturan tertentu dibuat dengan dekrit raja (Komnas HAM 2005: 23).

Hal-hal yang menjadi tradisi kerja di Arab Saudi yaitu (Komnas HAM 2005: 29) :

1. Wanita tidak boleh bergaul dengan dengan laki-laki bukan muhrimnya. 2. Memberi senyum kepada pria selain keluarga dekat dianggap rendahan

(aib).

3. Jangan menerima telepon tanpa seizin majikan, apalagi telepon dari pria. 4. Orang Arab memiliki sifat kasar, baik kata-kata maupun tindakan.


(40)

26

5. Mereka kadang-kadang menyebut kata bunuh, sapi, keledai tetapi tidak berarti bahwa benar-benar mau dibunuh.

6. Majikan akan tersentuh hatinya apabila Anda mengucapkan kalimat,

“semoga Allah merahmati kedua orang tuamu”, atau, “semoa Allah

memperpanjang umurmu” (pada saat meminta gaji yang belum dibayarkan).

7. Majikan suka berterus terang dan tidak sembunyi-sembunyi. Apabila

mereka tidak menyukai anda akan mengatakan, “Saya tidak suka Anda melakukan hal itu.”

8. Tidak boleh berkencan, hubungan melalui telepon, menegur pria di tempat umum dan menghubungi pria tanpa seizing majikan.

9. Apabila mengikuti majikan menghadiri pesta, sebaiknya makan terlebih dahulu di rumah karena makan malam pesta biasanya jam 01.00 sampai 02.00 dini hari.

10.Jumlah anggota keluarga rata-rata antara 7 sampai 10 orang. Seringkali orang tua atau saudara majikan tinggal serumah.

11.Rumah tinggal biasanya luas dengan 10 kamar dan pekerjaan diselesaikan oleh satu orang pembantu saja.

12.Apabila kamar tidur terasa panas, anda dapat mencoba meminta kipas angin pada majikan.

13.Peraturan makan adalah majikan laki-laki yang pertama, lalu wanita dan terakhir anda.


(41)

27

14.Tata cara makan biasanya mereka menggunakan jari tangan bukan dengan sendok.

15.Pemerintah Arab Saudi sangat ketat melakukan razia kepada orang asing yang iqomah (izin tinggal)-nya telah berakhir masa berlakunya. Pekerja yang tidak bekerja pada majikan dan umrohan, ditangkap, didenda, ditahan dan kemudian dideportasi.

Aturan-aturan buruh migran yang berlaku di Arab Saudi, antara lain sebagai berikut (Komnas HAM 2005: 35) :

1. Arab Saudi tidak memiliki undang-undang dasar seperti yang dimiliki negara lain, yang dijadikan undang-undang dasar adalah agama Islam. Kerena itu di Arab Saudi masih berlaku hokum pancung, potong tangan, dan cambuk kepada para pelanggar hukum.

2. Aturan tentang ketertiban masyarakat dibuat oleh sebuah lembaga yang disebut Syariah dan berdasarkan dekrit raja.

3. Kekuasaan kehakiman berada di tangan seorang kadi yang mengepalai badan pengadilan. Namun kekuasaan seorang kadi hanya terbatas pada persoalan hokum dan peraturan yang dikeluarkan oleh Syariah. Jika kasusnya menyangkut peraturan yang diundangkan dengan dekrit raja, maka yang berhak mengadili bukan kadi melainkan gubernur atau kepala daerah setempat.


(42)

28

B. Permasalahan PRT Indonesia Di Arab Saudi

Indonesia adalah negara pengirim buruh migran yang menduduki peringkat signifikan di Asia, yakni kedua setelah Philipina. Setidaknya saat ini ada 6 juta buruh migran Indonesia yang bekerja di 42 negara tujuan yang berasal dari 361 kabupaten/kota dan 33 provinsi di seluruh Indonesia. Dari angka tersebut, mayoritas bekerja di sektor domestik sebagai PRT (Pekerja Rumah Tangga) migran dan memiliki kerentanan terhadap terjadinya praktek pelanggaran HAM (Anis 2011: 413-414).

PPTKIS menurut Undang-Undang yang ada merupakan salah satu aktor utama dalam penempatan buruh migran ke luar negeri, yaitu hampir 70% dari keseluruhan proses migrasi tenaga kerja merupakan peran PPTKIS. Sehingga hal ini menjadi salah satu sumber masalah. Perlu dilakukan perubahan pada peran PPTKIS. Selama ini berdasarkan Undang-Undang yang ada, pendidikan pra penempatan merupakan tanggung jawab PPTKIS dan seringkali menuai persoalan karena pendidikan pra penempatan seringkali hanya diberikan secara formalitas belaka (Anis 2011: 423-424).

Permasalahan yang dihadapi oleh PRT telah banyak dibahas oleh berbagai pihak dari waktu ke waktu, baik di dalam maupun diluar negeri. Di tatanan internasional, masalah PRT dibahas melalui kerangka bilateral, regional, maupun internasional (Teguh 2010: 48).


(43)

29

Jumlah WNI yang tercatat di Perwakilan pada tahun 2010, berdasarkan data Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, sebanyak 1,1 juta orang. Dari 6.117 kasus yang dialami PRT di Arab Saudi, melakukan pembunuhan 28 orang, gaji tidak dibayar sebesar 26,82%, pekerjaan tidak sesuai Perjanjian Kerja (PK) 22,15%, PRT tidak siap bekerja (11,41%), pelecehan seksual/pemerkosaan 10,44%, penganiayaan 9,55%, sakit 7,06% dan meninggal dunia, hilang kontak, terancam hukuman berat/mati dan overstay 12,57% (BPPK Kemlu 2011: 42).

Tabel 3.1

PRT Bermasalah di Arab Saudi Berdasarkan Jenis Masalah Tahun 2008-2012

NO JENIS

MASALAH

2008 2009 2010 2011 2012

(JUMLAH) (JUMLAH) (JUMLAH) (JUMLAH) (JUMLAH)

1 PHK Sepihak 8,457 7,672 10,850 4,123 1,679 2 Sakit Akibat

Kerja 5,085 6,229 8001 3681 1,573

3 Majikan

Bermasalah 1,493 767 2,192 3,996 2,175

4 Penganiayaan 1,509 2,411 2,342 1,031 531 5 Gaji Tidak

Dibayar 1,996 1,016 1,607 1,031 1,044

6 Pelecehan

Seksual 1,039 1,561 1,978 1,282 537

7 Sakit Bawaan 490 1,532 974 1041 60

8

Dokumen Tidak Lengkap

613 739 1,063 769 240

9 Kecelakaan

Kerja 283 603 526 354 136

10

Pekerjaan Tidak Sesuai PK

332 258 393 217 176


(44)

30 12

Tidak Mampu Bekerja

60 93 387 66 44

13 Majikan

Meninggal 68 65 219 182 95

14 Membawa

Anak 51 18 95 296 143

15 Komunikasi

Tidak Lancar 56 92 212 80 16

16 Masalah

Lainnya 368 537 591 573 383

TOTAL 22,035 23,760 31,676 18,977 8,940

Sumber: BNP2TKI

KBRI Riyadh mencatat jumlah PRT yang menghadapi masalah pada tahun 2010 sebanyak 3.016 orang. Dari jumlah 3.016 kasus tersebut, sebanyak 2.814 kasus berhasil diselesaikan melalui: proses di Kantor Urusan Ketenagakerjaan Wanita (KUKW) sebanyak 2.344 kasus (77,72%), pindah majikan melalui Disnaker setempat atau PPTKAS 168 kasus (5,57%) dan penyelesaian langsung di KBRI sebanyak 302 kasus (10,01%). Dari kasus berat yang dihadapi PRT di Arab Saudi, eksekusi hukuman mati terhadap PRT sebanyak 2 orang, bebas dari hukuman mati/mendapat keringanan 6 orang, masih menjalani proses peradilan 17 orang dan berhasil dibebaskan 3 orang (BPPK Kemlu 2011: 42).

Menakertrans Muhaimin Iskandar mengungkapkan keberadaan PRT

Overstayer di Arab Saudi disebabkan antara lain karena PRT lari dari majikan karena berbagai faktor, seperti tidak betah bekerja karena alasan tidak cocok dengan majikan, beban kerja yang berlebihan dan lain-lain. Selain itu ada juga yang tertipu oleh sindikat yang mempengaruhi dan menipu PRT dengan iming-iming gaji lebih besar, sehingga berpindah majikan tanpa menyadari resiko status


(45)

31

keimigrasian yang sangat merugikan PRT tersebut. Selain itu Muhaimin mengatakan proses pemulangan PRT Overstayer harus melalui karantina (Tarhil) yang ditangani langsung oleh petugas imigrasi Arab Saudi. Tak hanya itu, tambah Muhaimin PRT Overstayer yang akan pulang ke Indonesia harus menyelesaikan segala permasalahan yang terkait kontrak kerja serta dipastikan tidak tersangkut masalah dengan Kepolisian Arab Saudi sehingga dipastikan benar-benar clear dan bebas masalah (www.news.okezone.com).

C. Faktor-faktor Penyebab Permasalahan PRT Indonesia Di Arab Saudi Sekitar 70-80% permasalahan yang dialami oleh PRT berasal dari dalam negeri (Indonesia). Permasalahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: proses perekrutan yang masih didominasi oleh para calo/sponsor, pelatihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa, koordinasi antar pemangku kepentingan termasuk kementerian/lembaga terkait yang kurang memadai dan tentu saja faktor sumber daya manusianya sendiri (BPPK Kemlu 2011: 5).

Kebutuhan pasar luar negeri akan tenaga kerja informal Indonesia memunculkan dilemma tersendiri bagi pemerintah. Di satu sisi, pengiriman PRT ke luar negeri menjadi solusi bagi tingginya tingkat pengangguran akibat kurangnya ketersediaan lapangan kerja. Namun di sisi lain, kurangnya tingkat pendidikan dan keterampilan menjadi penyebab utama banyaknya permasalahan yang dihadapi PRT di luar negeri. Perbaikan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah perlindungan preventif yang utama untuk mengurangi permasalahan PRT (BPPK Kemlu 2011: 5).


(46)

32

Secara garis besar, faktor yang menjadi penyebab utama timbulnya permasalahan PRT, pada tiap-tiap proses penempatan, antara lain (BPPK Kemlu 2011: 6-13):

1. Pada tahap rekruitmen.

a. Dominasi peran calo/sponsor dalam proses perekrutan.

Proses rekruitmen yang masih didominasi oelh keterlibatan calo, dan sekarang telah menjadi percaloan terstruktur, sulit untuk dihilangkan. Bahkan infrastruktur penempatan PRT dianggap telah terdistorsi sehingga sulit membedakan proses penempatan PRT secara prosedural dan no-prosedural (illegal). Sponsor membantu menguruskan dan bahkan memalsukan hampir semua persyaratan administrasi pendaftaran yang diperlukan PRT dan calon PRT tinggal menandatanganinya. Pemalsuan identitas diri ini seringkali menyulitkan PRT terutama ketika mereka menghadapi masalah dan memerlukan perlindungan. Dibalik kemudahan yang diberikan sponsor, sering terjadi praktek-praktek penipuan dan pemerasan terhadap calon PRT.

b. Mengutamakan kebutuhan negara penempatan tenaga kerja tanpa mengindahkan rambu-rambu Undang-Undang.

UU No.39 tahun 2004 telah menyebutkan bahwasanya penempatan PRT hanya dilakukan ke negara-negara yang memiliki MoU dengan Indonesia. namun pada prakteknya, penempatan dilakukan juga ke negara-negara yang tidak memiliki MoU dengan Indonesia mengingat


(47)

33

kebutuhan di negara tersebut yang sangat besar terhadap tenaga kerja asing, terutama tenaga kerja sektor informal.

2. Pada tahap pelatihan.

a. Belum ditanganinya penyiapan tenaga kerja migran secara profesional.

Lemahnya kualitas calon PRT antara lain disebabkan tidak semua PPPRTS mempersiapkan (mengadakan pelatihan) calon PRT sesuai ketentuan yang berlaku. Banyak kasus PRT yang menghadapi kesulitan di negara tujuan akibat kurang dipersiapkan dalam hal keterampilan, kemampuan bahasa maupun pengetahuan tentang budaya dan kebiasaan masyarakat di negara tujuan.

b. Belum adanya jaminan kemampuan calon PRT melalui sertifikasi. Sebagai dampak dari pelaksanaan pelatihan yang terkesan hanya sebagai formalitas, maka dalam hal ini pemberian sertifikat masih ditemui kasus sertifikasi yang tidak melalui proses pelatihan, standar pelatihan yang diharuskan atau tanpa melalui tahap uji keterampilan. Bahkan dalam praktek ditemui banyak sertifikat diberikan tanpa melalui proses pelatihan sama sekali.


(48)

34 3. Pada tahap pemberangkatan.

a. Lemahnya koordinasi antar instansi terkait dalam pengurusan dokumen perjalanan.

Dari sisi kelembagaan, dalam penyelenggaraan penempatan PRT seharusnya banyak stakeholders yang terlibat, yaitu: Kemnakertrans, BNP2PRT, PPPRTS, asuransi, jasa transportasi, LSM, DPR/organisasi sosial politik, akademisi. Namun demikian, Kemenakertrans sesuai fungsinya sebagai regulator, fasilitator dan pengawas serta BNP2PRT sebagai pelaksana penempatan dan perlindungan PRT di luar negeri merupakan instansi yang sangat dominan dalam penyelenggaraan penempatan PRT ke luar negeri. Dalam prakteknya, pelaksanaan penempatan banyak didominasi oleh pihak swasta (bisnis), khususnya PPPRTS.

b. Terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sebagai dampak dari panjangnya prosedur dan persyaratan pengurusan dokumen.

Calon PRT harus menghadapi birokrasi yang berbelit-belit dan kompleks dalam pengurusan dokumen (paspor, visa kerja, bebas fiskal dan tiket). Praktek ini tidak jarang menimbulkan peluang untuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Pelayanan pengurusan dokumen yang melibatkan banyak instansi dengan lokasi pelayanan yang berbeda-beda, sementara ego


(49)

35

sektoral masih melekat kuat, maka untuk memperoleh dokumen-dokumen tersebut diperlukan waktu yang lama.

Sebagian PPPRTS yang harus segera memberangkatkan calon PRT cenderung ingin mendapatkan pelayanan yang cepat dalam pengurusan dokumen, dengan melakukan pemalsuan dokumen identitas PRT termasuk alamat tempat tinggal (Teguh 2007: 171). Praktek pemalsuan ini menjadi faktor penghambat dalam upaya perlindungan PRT, terutama pada saat mereka mendapatkan masalah pada saat penempatan.

c. Lemahnya hukum dalam prosedur perjanjian kerja antara calon PRT dan pihak pengguna.

Sistem perjanjian kerja antara calon PRT dan pihak pengguna di luar negeri cenderung merugikan calon PRT. Beberapa permasalahan pokok antara lain:

 Sistem perjanjian kerja cenderung tidak mengedepankan unsur-unsur perlindungan terhadap PRT.

 Rendahnya pemahaman dan penjelasan tentang isi perjanjian kerja bagi calon PRT, sehingga sangat merugikan calon PRT.

 Tidak diterimanya salinan/copy surat perjanjian kerja juga menyullitkan calon PRT untuk mencari pertolongan apabila terjadi pelanggaran oleh pihak lain. Akibatnya secara hukum PRT kurang terlindungi dan mempunyai posisi yang lemah


(50)

36

dalam menghadapi masalah yang dialami terutama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban PRT.

d. Lamanya tinggal di penampungan PPPRTS berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan terhadap PRT.

Proses penempatan calon PRT yang tidak jelas membawa konsekuensi bagi PPPRTS dalam memenuhi permintaan tenaga kerja dan pengiriman tenaga kerja yang tepat waktu, sehingga PPPRTS cenderung banyak merekrut calon PRT terlebih dahulu tanpa memperhitungkan kepastian keberangkatan calon PRT. Hal ini berimplikasi pada perlunya tempat penampungan bagi calon PRT agar setiap saat dapat diberangkatkan apabila diperlukan oleh pengguna. Dampaknya, calon PRT akan tinggal lebih lama di penampungan dan berbagai permasalahan timbul, seperti pelecehan seksual, tindak kekerasan, dan ketidakbebasan terkait adanya larangan untuk keluar dari penampungan (Teguh 2007: 171). Jumlah calon PRT di penampungan mengalami penumpukan sebagai dampak dari perekrutan calon PRT sebelum adanya job order dari agensi di negara penempatan.

e. Kurang efektifnya kegiatan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP). Menurut pasal 69 (3) UU No.39 tahun 2004, pemerintah bertanggung jawab memberikan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP). Kegiatan PAP ini telah diberikan kepada dua lembaga. BNP2PRT melakukan


(51)

37

pelatihan PRT yang dikirim berdasarkan kesepakatan antar pemerintah. Sementara, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi beserta agen perekrutan melakukan pelatihan ke semua PRT lain yang akan berangkat. Kapasitas pelatihan dan PAP masih dipusatkan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya seperti Surabaya. Sentralisasi geografis pelatihan ini mengakibatkan biaya tinggi bagi tinggi PRT yang diminta untuk membayar perjalanan mereka sendiri dan biaya akomodasi agar bisa menghadiri pelatihan wajib ini.

Secara yuridis ikatan hak dan kewajiban PRT terjadi dengan PPPRTS dan majikan saja. Hubungan PRT dengan agen tidak jelas tetapi memainkan peran utama terjadinya penempatan PRT serta permasalahannya. PRT rentan terhadap permasalahan selama masa hubungan kerja (Mardjono 2007: 72). Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. PRT yang bekerja pada pengguna perseorangan berada pada kondisi yang kurang menguntungkan disebabkan antara lain:

 Kondisi subjektif dalam interaksi kerja karena dalam lingkungan keluarga yang didominasi pelaku keluarga.

 Hubungan individual yang rentan pada sikap emosional, konflik serta tekanan fisik/mental yang dapat berpengaruh buruk terhadap PRT.

 Lingkungan kerja tertutup yang rentan terhadap pelanggaran waktu kerja dan waktu istirahat atau pelanggaran hak-hak PRT pada umumnya.


(52)

38

2. Belum adanya data dasar (data base) keberadaan PRT oleh perwakilan RI menyebabkan sukar dilakukan monitoring. Pembinaan dan penanganan masalahnya dengan cepat. Hal ini disebabkan oleh:

 PPPRTS tidak melaporkan keberangkatan/ketibaan PRT di perwakilan RI.

 Agen juga tidak melaporkan kedatangan PRT ke perwakilan.

3. Terbatasnya campur tangan pemerintah dalam proses hubungan kerja sehingga rawan atas pelanggran hak-hak PRT seperti gaji tidak dibayar, pekerjaan terlalu berat, tindakan sepihak majikan, dll.

Faktor-faktor kerentanan adanya tindak kekerasan terhadap PRT antara lain yaitu (Sri 2007: 70-75) :

1. Budaya Hukum

Dua konteks budaya yang berbeda patut dilihat; budaya hukum di dalam negeri (Indonesia) dan di negara penerioma (timur tengah), meskipun sama-sama banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam.

a. Konteks Indonesia

Kebutuhan akan kerja sebagai cara untuk meningkatkan kehidupan lebih baik bagi diri PRT dan keluarganya dalam kondisi dan situasi dimana daerah masing-masing mereka sangat terbatas akses terhadap sumber daya yang tersedia merupakan kenyataan. Bekerja di luar negeri merupakan cara lain yang penuh resiko baik disadari maupun tidak disadari. Perempuan di dorong untuk bekerja demi kepentingan keluarganya.


(53)

39 b. Konteks Negara Timur Tengah

Situasi dan kondisi yang beragam di setiap negara di kawasan Timur Tengah tidak dapat digeneralisir. Meskipun demikian pada umumnya ada pandangan bahwa posisi PRT sangat rendah, nyaris setara dengan budak. Hal ini menjadikan sikap dan perilaku yang tidak menghargai para PRT.

2. Struktur Hukum-Perilaku Aparat Pemerintah

Dari proses konsultasi Komnas Perempuan terhadap kelompok masyarakat pendamping PRT dan para PRT yang telah menjadi korban dari kawasan Timur Tengah, perilaku aparat pemerintah, baik pemerintah pusat dan khususnya perwakilan pemerintah di luar negeri masih dianggap kendala. Suka tidak suka, KBRI menjadi ujung tombak penanganan kasus di negara penerima. Harapan terhadap KBRI menjadi sangat besar oleh masyarakat, sementara KBRI memiliki keterbatasan.

Pertama, terkait dengan penyelesaian kasus. Laporan atas kasus yang disampaikan oleh PRT ke KBRI di beberapa KBRI segera diproses dengan cepat, tanpa pengendapan dan penggalian lebih dalam terhadap kasus. Masalah sebenarnya yang dialami oleh PRT baru diketahui (khususnya oleh LSM) setelah PRT dipulangkan ke Indonesia. Hal ini sangat menyulitkan dari proses pemenuhan hak-hak korban baik ha katas keadilan maupun pemulihannya.

Kedua, KBRI di kawasan Timur Tengah diharapkan untuk lebih terbuka terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang peduli terhadap nasib PRT (termasuk organisasi yang ada di negara penerima). Informasi dan komunikasi


(54)

40

berkaitan dengan kasus-kasus yang terjadi relative kurang bagi pihak-pihak di luar KBRI dan DEPLU. Kurangnya informasi berpengaruh terhadap pola penanganan kasus yang lemah dari pantauan masyarakat.

Ketiga, inisiatif pemerintah (KBRI) di Timur Tengah dianggap masih rendah untuk melakukan upaya-upaya sosialisasi tentang hak-hak PRT di tempat kerja. Inisiatif dari pemerintah secara umum juga rendah untuk dengan cepat membuat terobosan-terobosan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan sistem penanganan kasus secara komperhensif.

Keempat, pemerintah dianggap kurang menjalankan pemantauan yang efektif dan tidak tegas terhadap pihak-pihak yang telah melanggar hak-hak PRT bahkan dalam beberapa kasus terlibat sebagai pihak yang mengeksploitasi PRT. Kordinasi antar instasi pemerintah masih lemah. Pemerintah belum berhasil membuat mekanisme pemantauan yang diakui dan dijalankan secara bersama.

3. Hukum dan Kebijakan Negara

Faktor yang berperan dalam kerentanan PRT akan kekerasan antara lain adalah kelemahan pengaturan hukum dan kebijakan di tingkat nasional yang berpengaruh di dalam dan luar negeri maupun kebijakan di tingkat local (khususnya di wilayah asal PRT). Kelemahan tersebut khususnya dalam perlindungan terhadap PRT ketika ia menjadi korban dalam proses rekruitmen (pra pemberangkatan dna pemulangan di Indonesia) maupun perlindungan PRT di negara penerima.


(1)

g. Negara- negara pesert a yang bersangkut an sebagaim ana dim aksud dalam sub ayat ( b) , berhak unt uk diwakili apabila m asalahnya dibahas di Kom it e, dan unt uk m enyam paikan hal t ersebut baik secara t ert ulis m aupun lisan ;

h. Dalam wakt u dua belas bulan set elah t anggal dit erim anya pem berit ahuan berdasarkan sub ayat ( b) pasal ini, Kom it e harus m enyam paikan laporan sebagai berikut :

i) Apabila penyelesaian t elah dicapai sesuai dengan ket ent uan dalam sub ayat ( d) , m aka Kom it e harus m em bat asi laporannya pada suat u ket erangan singkat t ent ang fakt a- fakt anya dan penyelesaian yang t elah dicapai

ii) Apabila suat u penyelesaian yang diat ur dalam sub ayat ( d) t idak t ercapai, m aka Kom it e dalam laporannya harus m em asukkan fakt a- fakt a yang relevan m engenai m asalah ant ara Negara- negara pesert a yang bersangkut an Penyam paian oleh Negara- negara pesert a yang bersangkut an secara t ert ulis dan yang direkam ( apabila diaj ukan secara lisan) harus dilam pirkan pada laporan t ersebut . Kom it e j uga dapat m engkom unikasikan hanya pada Negara- negara pesert a yang bersangkut an, Pandangan- pandangan yang dianggapnya relevan t ent ang m asalah ini diant ara m ereka.

Dalam set iap hal, laporan t ersebut harus dikom unikasikan pada negara- negara pesert yang berkepent ingan.

2. Ket ent uan ket ent uan dalam pasal ini m ulai berlaku pada saat sepuluh negara pesert a dalam kovenan ini t elah m em buat deklarasi berdasarkan ayat 1 dari pasal ini, Pernyat aan t ersebut harus diserahkan Negara pesert a unt uk disim pan Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa, yang kem udian akan m eneruskan salinannya kepada Negara pesert a lainnya. Suat u pernyat aan dapat dit arik set iap wakt u dengan m em berit ahukan Sekret aris Jendral. Penarikan t ersebut t idak akan m em pengaruhi pem bahasan t erhadap m asalah yang m enj adi isu kom unikasi yang t elah disam paikan berdasarkan Pasal ini; t idak ada sat upun kom unikasi lanj ut an dari Negara pesert a yang dapat dit erim a set elah pem berit ahuan penarikan pernyat aan dit erim a oleh Sekret aris Jendral, kecuali apabila Negara pesert a yang bersangkut an t elah m em buat pernyat aan baru,

Pa sa l 7 7

1. Suat u Negara pesert a pada Konvensi ini pada set iap wakt u dapat m enyat akan bahwa ia m engakui kewenangan Kom it e unt uk m enerim a dan m em bahas kom unikasi dari at au at as nam a perseorangan yang berada dibawah yuridiksinya yang m enyat akan bahwa hak orang t ersebut yang dit et apkan dalam Konvensi ini t elah dilanggar oleh Negara pesert a. Tidak sat upun kom unikasi akan dit erim a Kom it e


(2)

deklarasi sem acam it u.

2. Kom it e harus m enolak kom unikasi m enurut pasal ini apabila kom unikasi t ersebut t anpa nam a, at au apabila Kom it e m enganggapnya m erupakan penyalahgunaan hak unt uk m enyam paikan kom unikasi, at au bila t idak sesuai dengan ket ent uan-ket ent uan Konvensi ini.

3. Kom it e t idak akan m em pert im bangkan kom unikasi dari perorangan berdasarkan pasal ini, kecuali t elah dipast ikan bahwa:

a. m asalah yang sam a, belum at au t idak sedang diperiksa m enurut prosedur penyelidikan at au penyelesaian int ernasional lainnya;

b. orang t ersebut t elah m enggunakan seluruh upaya penyelesaian dom est ik yang ada; hal ini t idak berlaku apabila m enurut pandangan Kom it e perm ohonan unt uk upaya pem ulihan t ersebut t elah dit unda- t unda secara t idak waj ar at au t idak akan m em berikan penyelesaian yang efekt if pada orang t ersebut .

4. Dengan t et ap t unduk pada ayat 2 pasal ini, Kom it e harus m enyam paikan kom unikasi apapun yang diaj ukan berdasarkan pasal ini unt uk diperhat ikan oleh Negara pesert a pada Konvensi ini yang t elah m em buat deklarasi m enurut ayat 1, yang dit uduh t elah m elakukan pelanggaran t erhadap ket ent uan konvensi. Dalam wakt u enam bulan, Negara penerim a harus m enyam paikan kepada Kom it e suat u penj elasan t ert ulis at au pernyat aan yang m enj elaskan m asalah t ersebut dan upaya- upaya penyelesaian, j ika ada, yang t elah diam bil oleh Negara t ersebut .

5. Kom it e harus m em pert im bangkan kom unikasi yang dit erim anya berdasarkan pasal 1 ini, berkenaan dengan sem ua inform asi yang disediakan oleh at au at as nam a perorangan dan oleh Negara pesert a yang bersangkut an.

6. Kom it e harus m enyelenggarakan persidangan t ert ut up m anakala m em eriksa kom unikasi m enurut pasal ini.

7. Kom it e harus m enyam paikan pandangan- pandangannya pada Negara pesert a yang bersangkut an dan pada orang yang bersangkut an.

8. Ket ent uan- ket ent uan dalam pasal ini m ulai berlaku pada saat sepuluh Negara pesert a dalam Kovenan ini t elah m em buat deklarasi berdasarkan ayat 1 dari pasal ini. Pernyat aan t ersebut akan diserahkan Negara pesert a unt uk disim pan Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa, yang kem udian akan m eneruskan salinannya kepada Negara pesert a lainnya. Suat u pernyat aan dapat dit arik set iap wakt u dengan m em berit ahukan Sekret aris Jendral. Penarikan t ersebut t idak akan m em pengaruhi pem bahasan t erhadap m asalah yang m enj adi isu kom unikasi yang t elah disam paikan berdasarkan pasal ini; Tidak ada sat upun kom unikasi lanj ut an dari Negara pesert a yang dapat dit erim a set elah pem berit ahuan penarikan pernyat aan dit erim a oleh Sekret aris Jendral, kecuali apabila Negara pesert a yang bersangkut an t elah m em buat pernyat aan baru.


(3)

Pa sa l 7 8

Ket ent uan dalam Pasal 76 Konvensi ini harus dit erapkan t anpa m em pengaruhi prosedur penyelesaian sengket a at au pengaduan dalam bidang ayang dicakup oleh Konvensi ini, yang dit et apkan dalam inst rum en yang m enyert ainya at au dalam konvensi yang dit et apkan Perserikat an Bangsa- Bangsa dan badan- badan khusus, dan t idak boleh m encegah Negara-negara pesert a unt uk m engam bil prosedur lain unt uk penyelesaian sengket a, sesuai dengan perj anj ian int ernasional yang berlaku diant ara m ereka.

BAGI AN VI I I KETEN TUAN UM UM

Pa sa l 7 9

Tidak sat upun isi dari konvensi ini akan m em pengaruhi hak set iap warganegara pesert a unt uk m enet apkan krit eria m engenai buruh m igran dan anggot a keluarganya ke dalam Negaranya. Mengenai m asalah- m asalah lain yang bersangkut an dengan sit uasi dan perlakuan hukum sebagai buruh m igran dan anggot a keluarganya. Negara- negara pesert a harus t unduk pada pem bat asan- pem bat asan yang dicant um kan dalam Konvensi ini.

Pa sa l 8 0

Tidak sat upun isi Konvensi ini dapat dit afsirkan sehingga m engurangi ket ent uan dari Piagam Perserikat an Bangsa- Bangsa dan konst it usi badan-badan khusus yang m erum uskan t anggungj awab t erkait dari berbagai organ Perserikat an Bangsa- Bangsa dan badan- badan khusus, sehubungan dengan m asalah yang dicakup dalam konvensi ini.

Pa sa l 8 1

1. Tidak sat upun isi Konvensi ini m em pengaruhi hak dan kebebasan yang lebih m engunt ungkan bagi buruh m igran dan anggot a keluarganya dalam hal:

a. Hukum at au prakt ek disuat u Negara pesert a; at au

b. Perj anj ian bilat eral m aupun m ult ilat eral yang berlaku di Negara pesert a yang bersangkut an.

2. Tidak sat upun isi Konvensi ini dapat dit afsirkan sehingga m engim plikasikan adanya suat u hak bagi suat u Negara, kelom pok at au orang, unt uk m elakukan kegiat an at au m enj alankan suat u t indakan yang dapat m engganggu hak dan kebebasan yang dicant um kan dalam konvensi ini.

Pa sa l 8 2

Hak buruh m igran dan anggot a keluarganya yang dicant um kan dalam konvensi ini t idak bioleh dicabut . Dilarang unt uk m elakukan t ekanan dalam bent uk apapun t erhadap buruh m igran dan anggot a keluarganya dengan m aksud agar m ereka m elepaskan hak diat as. Tidak dim ungkinkan unt uk m elalui perj anj ian m enghapuskan hak yang diakui dalam Kovenan ini. Negar-negara pesert a, harus m engam bil langkah- langkah yang t epat unt uk m em ast ikan dihorm at inya prinsip- prinsip ini.


(4)

Pa sa l 8 3

Set iap Negara pesert a pada Konvensi ini berj anj i:

a. unt uk m enj am in bahwa set iap orang yang hak dan kebebasannya yang diakui disini dilanggar, akan m endapat kan upaya penyelesaian yang efekt if, walaupun pelanggaran t ersebut dilakukan oleh orang- orang yang bert indak dalam kapasit as resm i;

b. unt uk m enj am in bahwa set iap orang yang m engusahakan upaya penyelesaian diperiksa dan diput uskan kasusnya oleh pej abat pengadilan, adm inst rat if at au legislat if yang berwenang at au oleh pej abat berwenang lainnya yang dit ent ukan oleh sist em hukum Negara it u, dan unt uk m engem bangkan kem ungkinan-kem ungkinan upaya penyelesaian yudikat if;

c. unt uk m enj am in bahwa pej abat yang berwenang t ersebut m elaksanakan upaya- upaya penyelesaian apabila diput uskan unt uk dikabulkan.

Pa sa l 8 4

Set iap Negara pesert a berj anj i unt uk m engam bil langkah- langkah legislat if dan langkah- langkah lain yang diperlukan unt uk m enerapkan ket ent uan- ket ent uan dalam Konvensi ini.

BAGI AN I X

KETEN TUAN PEN UTUP Pa sa l 8 5

Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa dit et apkan sebagai penyim pan Konvensi ini.

Pa sa l 8 6

1. Konvensi ini t erbuka unt uk dit anda t angani oleh sem ua Negara. Konvensi ini harus dirat ifikasi.

2. Konvensi ini t erbuka unt uk diaksesi oleh set iap Negara.

3. I nst rum en rat ifikasi at au aksesi akan diserahkan pada Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa unt uk disim pan.

Pa sa l 8 7

1. Konvensi ini m ulai berlaku pada hari pert am a di bulan set elah j angka wakt u t iga bulan set elah t anggal penyim panan inst rum en rat ifikasi at ua aksesi yang ke duapuluh.

2. Bagian set iap Negara pesert a yang m erat ifikasi at au m em lakukan aksesi pada konvensi ini set elah berlakunya, konvensi ini m ulai berlaku pada hari pert am a pada set elah j angka wakt u t iga bulan set elah t anggal penyem pangan int rum en at au rit ifikasinya sendiri


(5)

Pa sa l 8 8

Suat u Negara yang m erat ifikasi at au m elakukan aksesi pada konvensi ini t idak dapat m engecualikan penerapan dari bagian m anapun dalam konvensi ini, at au t anpa m engurangi pasal 3,m engecualikan kat agori t ert et u dari buruh m igran dalam penerapannya.

Pa sa l 8 9

1. Negara pesert a dapat m enarik diri dari konvensi ini t idak lebih awal dari lim a t ahun set elah berlakunya konvensi ini di Negara yang bersangkut an m elalui pem berit ahuan t ert ulis yang dit unj ukan kepada sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa

2. Penarikan diri ini akan berlaku pada hari pert am a di bulan set elah berakhirnya j angka wakt u dua belas bulan set elah t anggal penerim aan pem berit ahuan oleh Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa. 3. Penarikan diri sem acam it u t idak akan m elepaskan Negara pesert a dari

kewaj iban- kewaj ibannya m enurut Konvensi ini berkenaan dengan t indakan at au ket iadaan t indakan yang t erj adi sebelum t anggal m ulai berlakunya penarikan diri, dan penarikan diri ini t idak m em epengaruhi dengan cara apapun pem bahasan yang t engah berlangsung m engenai m asalah yang sedang dipert im bangkan Kom it e sebeleum t anggal m ulai berlakunya penarikan diri t ersebut .

4. Set elah t anggal penarikan diri suat u Negara pesert a m ulai berlaku, Kom it e t idak boleh m em ulai pem bahasan kasus- kasus baru sehubungan dengan Negara t ersebut .

Pa sa l 9 0

1. Lim a t ahun set elah berlakunya Konvensi ini, Negara pesert a dapat m engusulkan perubahan, dan m enyam paikan secara t ert ulis pada Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa. Sekret aris Jendral kem udian akan m engkom unikasikan usul perubahan apapun kepada Negara- negara pesert a, dengan perm int aan unt uk m em berit ahukan padanya apakah m ereka set uj u akan diadakannya konferensi Negara pesert a unt uk m em bahas danm elakukan pem ungut an suara at as usulan t ersebut . Apabila dalam wakt u em pat bulan set elah dit erim anya kom unikasi it u sekurang- kurangnya t erdapat sepert iga Negar- negara pesert a yang m enyet uj ui diadakannya konferensi, Sekret aris Jendral akan m enyelenggarakan konferensi dibawah naungan Perserikat an Bangsa- Bangsa. Set iap perubahan yang dit et apkan oleh m ayorit as Negara pesert a yang hadir dan m em berikan suara pada konferensi, akan disam paikan pada Maj elis Um um Perserikat an Bangsa- Bangsa unt uk m endapat perset uj uan.

2. Perubahan- perubahan akan berlaku apabila t elah diset uj ui oleh Maj elis Um um Perserikat an Bangsa- Bangsa, dan dit erim a oleh dua pert iga m ayorit as dari Negara pesert a, sesuai dengan prosedur konst it usi m asing- m asing.

3. Apabila perubahan t elah berlaku, hal ini akan m engikat Negara- negara pesert a yang t elah m enerim anya, sedang Negara pesert a lainnya


(6)

perubahan- perubahan t erdahulu yang t elah m ereka t erim a. Pa sa l 9 1

1. Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa akan m enerim a dan m engedarkan pada sem ua Negara, naskah reservasi yang dibuat oleh Negara- negara pada saat dilakukannya penandat anganan, rat ifikasi dan aksesi.

2. Suat u reservasi yang t idak sesuai dengan t uj uan dan m aksud konvensi ini t idak diperkenankan.

3. Reservasi dapat sewakt u- wakt u dit arik kem bali m elalui suat u pem berit ahuan yang disam paikan kepada Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa, yang kem udian harus m em berit ahukannya pada sem ua Negara. Pem berit ahuan sem acam ini akan m ulai berlaku pada dit erim anya.

Pa sa l 9 2

1. Set iap sengket a ant ara dua at au lebih Negara- negara pesert a m engenai int erprest asi at au penerapan Konvensi ini yang t idak diselesaikan m elalui negosiasi, at as perm int aan salah sat u dari m ereka, harus diaj ukan unt uk arbit rase. Apabila dalam wakt u enam bulan sej ak t anggal diaj ukannya perm ohonan arbit rase t ersebut para Pihak t idak dapat m enyet uj ui pengat uran arbit rase, salah sat u Pihak dapat m enyerahkan kasus t ersebut ke Mahkam ah I nt ernasional m elalui perm ohonan yang sesuai dengan St at ut a Mahkam ah t ersebut . 2. Masing- m asing Negara pesert a pada saat penandat anganan at au

rat ifikasi at au aksesi pada Konvensi ini, dapat m enyat akan bahwa ia m enganggap dirinya t idak t erikat oleh ayat 1 pasal ini. Negara- negara pesert a lainnya t idak t erikat oleh ayat 1 t ersebut dalam hubungannya dengan Negara pesert a yang t elah m em buat pernyat aan t ersebut . 3. Set iap Negara pesert a yang t elah m em buat pernyat aan sesuai dengan

ayat 2 pasal ini, dapat sewakt u- wakt u m enarik kem bali pernyat aan t ersebut dengan m em berit ahukannya pada Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa.

Pa sa l 9 3

1. Teks Konvensi ini dalam bahasa China, I nggris, Perancis, Rusia dan Spanyol m em punyai kekuat an yang sam a, akan disim pan olen Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa.

2. Sekret aris Jendral Perserikat an Bangsa- Bangsa harus m enyam paikan salinan resm i Konvensi ini pada sem ua Negara.

DEMI KI AN TELAH DI SAKSI KAN OLEH para perwakilan Negara- negara dibawah ini, yang t elah diberi kuasa sebagaim ana m est inya oleh Pem erint ah m asing- m asing, t elah m enandat angani Konvensi ini.

Tr a n sla t e d by : KOM N AS H AM RI ( Kom isi N a sion a l H a k Asa si M a n u sia Re pu blik I n don e sia ) a n d Br it ish Cou n cil- Ja k a r t a