Analisis Semiotik Tinjauan Kepustakaan 1. Dakwah Islam

Dalam proses mesin ke mesin, misalnya, isyarat tidak mempunyai kemampuan untuk memberi arti sampai ia dapat menentukan tujuan sub specie stimuli. Dalam hal ini kita tidak memiliki signifikasi, tetapi memiliki saluran informasi. Sebaliknya jika yang dituju manusia, “addressee”, asalkan isyarat yang diberikan itu tidak hanya stimulus saja, tetapi juga menimbulkan respon interpretative bagi orang yang dituju. Proses ini dimungkinkan oleh adanya kode. Sumber atau pemancar itu tidak harus selalu manusia; yang penting sumber itu memancarkan isyarat dengan cara yang dikenal oleh orang yang ditujui. 27 Proses berkomunikasi mempunyai bentuk dan tujuan yang berbeda pada setiap komunitas. Dalam komunikasi periklanan, ia tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar, warna dan bunyi. Iklan disampaikan melalui saluran media massa yaitu 1 media cetak surat kabar, majalah, brosur, dan papan iklan atau billboard dan 2 media elektronika radio, televisi, film. Pengirim pesan adalah, misalnya, penjual produk, sedangkan penerimanya adalah khalayak ramai yang menjadi sasaran. Semiotik adalah teori dan analisis berbagai tanda signs dan pemaknaan signification. 28 Semiotik adalah teori dan analisis berbagai tanda signs dan pemaknaan signification. 29 Periklanan menjadi bidang penelitian Semiotik. Idealnya, ahli periklanan itu melalukan proses bolak-balik: mencoba perangkat Semiotik didalam bidangnya, kemudian memberi umpan balik kepada teori Semiotik. Media cetak pada dasarnya merupakan media komunikasi yang mampu mengadakan perubahan dalam masyarakat baik pola pikir maupun perilakunya. Perkembangan media cetak telah mencuat kepermukaan, karena media salah satu 27 Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. . 1992, Serba-serbi Semiotik PT Gramedia Pustaka Utama 28 Aart van Zoest 1993. 29 Aart van Zoest 1993. yang bisa diperoleh siapa saja yang membutuhkan. Penerapan media cetak dalam berdakwah Islam berarti berdakwah Islam melalui tulisan maupun media gambar agar lebih menyakinkan sasarannya. Metode analisis semiotik iklan secara khusus telah dikembangkan oleh berbagai ahlinya, misalnya oleh Gillian Dyer, Torben Vestergaard, dan Judith Williamson. Mereka berpendapat bahwa dalam semiotik iklan terdapat tiga dimensi yaitu 1 Objek, yang merupakan unsur-unsur tanda dari sebuah iklan, 2 Konteks, yang merupakan lingkungan, makhluk atau apapun yang memberikan tanda pada objek tersebut, dan 3 Teks, berupa tulisan yang memperkuat makna, meskipun teks ini tidak selalu hadir dalam sebuah iklan. Tabel 2.1 Metode Gillian Dyer, Torben Vestergaard, dan Judith Williamson. 30 Objek Konteks Teks Entitas VisualTulisan VisualTulisan Tulisan Fungsi Elemen tanda yang merepresentasikan objek atau produk yang diiklankan Elemen tanda yang memberikan atau diberikan konteks dan makna pada objek yang diiklankan Tanda linguistic yang berfungsi memperjelas dan menambatkan makna anchoring Elemen SignifierSignified SignifierSignified Signified Tanda Tanda Semiotik Tanda Semiotik Tanda Linguistik Dalam skema tadi dapat dilihat, bahwa iklan merupakan suatu bentuk permainan tanda, dan selalu bermain pada tiga elemen tanda tersebut, elemen yang paling penting dalam semiotik iklan itu adalah konteks, “sebab lewat konteks tersebutlah dapat dilihat berbagai persoalan gender, ideologi, kekerasan symbol, lingkungan, konsumerisme, serta berbagai persoalan sosial lainnya yang ada dibalik sebuah iklan.” 31 Menurut Yasraf Amir Piliang mengenai elemen-elemen tanda adalah, “Penggunaan metoda semiotik dalam penelitian desain harus didasarkan pada pemahaman yang komprehensif mengenai elemen-elemen dasar semiotik. Elemen 30 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotik, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Mana, Jalasutra, Yogyakarta, 2003 h.263 31 Ibid, h.264 dasar dalam semiotik adalah tanda penandapetanda, Aksis tanda sintagmasistem, tingkatan tanda denotasikonotasi, serta relasi tanda metaforametonimi.” 32 Pada elemen tanda antara penanda signifier dan petanda signified tidak dapat dipisahkan penanda sebagai penjelas bentuk atau ekspresi dan petanda sebagai penjelas konsep atau makna. Gambar 2.1 Komponen Tanda 33 Penanda + Petanda = Tanda Pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure meletakan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilihan antara apa yang disebut signifier penanda dan signified petanda. Gambar 2.2 Elemen-elemen Makna Saussure 34 Sign Composed of signification Signifier physical Signified metal External existence of the sign Concept meaning Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna aspek material, yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified 32 Ibid, h.257 33 Ibid, h.258 34 Alex Sobur, h.125 reality of adalah gambaran mental yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa. Hubungan antara kedua tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification. Kemudian pada elemen aksis tanda melibatkan apa yang disebut aturan pengkombinasian rule of combination, yang terdiri dari dua aksis yaitu aksis paradigmatic yaitu perbendaharaan tanda atau kata serta sintagmatik yaitu cara pemilihan dan pengkombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan atau kode tertentu, sehingga dapat menghasilkan ekspresi bermakna. Gambar 2.3 Aksis Tanda 35 Sintagma Paradigma Berdasarkan aksis bahasa yang dikembangkan Saussure tersebut, Roland Barthes mengembangkan sebuah model relasi antara apa yang disebut sistem, yaitu perbendaharaan tanda kata, visual, gambar, benda dan sintagma, yaitu cara pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main tertentu. Barthes melukiskan berbagai relasi di dalam berbagai sistem bahasa tersebut sebagai berikut: 35 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotik. h.260 Tabel 2.2 Gambaran “Barthes” mengenai Aksis Tanda 36 Sistem Sintagma Sistem Garmen Elemen-elemen pakaian yang tidak dapat dipakai sekaligus pada waktu yang bersamaan: jas, jaket, rompi Penjajaran elemen- elemen pakaian yang berbeda di dalam satu setelah pakaian: jas-baju- celana Sistem Makanan Elemen makanan yang tidak lazim dimakan pada waktu bersamaan: nasi, lontong, kentang Menu makanan Sistem Furniture Beragam gaya untuk jenis furniture yang sama: barok, rococo, art deco, posmodern Penjajaran furniture yang berbeda di dalam ruangan yang sama: meja-kursi- sofa Sistem Arsitektur Beragam gaya untuk elemen arsitektur yang sama: korintia, lonia, mediterania Detail dari seluruh bangunan Roland Barthes juga mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi yang merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan eksplisit, langsung, dan pasti. Kemudian tingkat konotasi yang merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang ada didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti artinya terbuka pada berbagai kemungkinan. Bagan 2.1 Tingkatan Tanda dan Makna “Barthes” 37 36 Ibid, h. 260 37 Ibid, h.262 Tanda Denotasi Konotasi Kode Mitos Selanjutnya relasi ada dua bentuk interaksi utama yang dikenal yaitu metafora yang merupakan sebuah model interaksi tanda, yang didalamnya sebuah tanda dari sebuah sistem yang lainnya. Dan metonimi yang merupakan interaksi tanda, di dalamnya terdapat hubungan bagian dengan keseluruhan. Relasi antara metafora dan metonimi banyak digunakan di dalam iklan sebagai figure of speech, untuk menjelaskan makna-makna secara tidak langsung. Perkembangan kajian semiotik sampai saat ini telah membedakan dua jenis semiotik, yaitu semiotik komunikasi dan semiotik signifikasi. Pada semiotik komunikasi bahwa jika seseorang melihat, mendengar sebuah iklan, yang dirasakan adalah bahwa dia sedang berkomunikasi, agar kita membeli barang yang dipromosikan tersebut, mempengaruhi orang untuk membeli suatu jasa atau produk, untuk menciptakan respons perilaku di pasaran, membawa pesan yang ingin disampaikan oleh produsen kepada khalayak ramai, dan tujuan yang dimaksud dalam iklan yang sedang berkomunikasi itu adalah dalam jangka waktu yang panjang. Sedangkan semiotik signifikasi merupakan suatu bentuk analisis dimana iklan itu memberikan tekanan pada pemahaman sebagai bagian dari proses semiosis, yang terpenting dalam semiotik adalah interpretant. Pada iklan yang ditinjau dari segi semiotik signifikasi ini biasanya pada periklanan yang lebih bersifat persuasive. Sehingga pengiklan sangat memperhitungkan dampak komunikasi periklanan yang direncanakan.dalam hal ini bisa disebut ghetok ular dimana dalam proses pengiklan ini yang diharapkan dalam iklan adalah proses semiotik yang berjalan terus.

B. Definisi Istilah Penelitian Dakwah Islam

Dalam penelitian ini Dakwah Islam secara Istilah diartikan sebagai pesan ajaran Islam yang diterapkan dalam proses penyiaran iklan Kosmetika Wardah seperti busana muslimah, kerudung, halal dan aman. Iklan Dalam penelitian ini iklan yang digunakan adalah semua iklan Kosmetika Wardah Iklan sebagai Media Dakwah Islam Inti Dakwah Islam adalah penyampaian sesuatu atau lebih tepatnya menyakinkan orang lain tentang sesuatu. Berarti sama dengan marketing yang menjual produk. Dewasa ini Dakwah Islam berkembang seiring dengan pertumbuhan media. Dakwah Islam yang disisipkan melalui iklan-iklan dengan berbagai macam produk industri, makanan, pakaian, kosmetik dan segala macam kebutuhan masyarakat sehari-hari. Analisis Semiotik Iklan Kosmetika Wardah akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis semiotik iklan secara khusus yang telah dikembangkan oleh Roland Barthes. Denotasi dan Konotasi menurut Barthes Denotasi menurut Barthes adalah makna yang dikenal secara umum Konotasi menurut Barthes adalah makna baru yang diberikan oleh pemakai tanda sesuai dengan keinginannya, latar belakang pengetahuannya, atau konvensi baru yang ada dalam masyarakatnya.

C. Kerangka Pemikiran Bagan 2.2

Pesan Dakwah Islam pada Iklan Majalah NooR Analisis Semiotik Metode Roland Barthes Denotasi Iklan Kosmetika Wardah Konotasi

BAB III SUBJEK PENELITIAN

A. Profil Majalah NooR

Berdirinya majalah NooR berawal dari pemikiran ketiga orang pencetus ide, yakni Ibu Jetti Rosilla Hadi, Ibu Sri Artaria Alisjahbana dan Bapak Mario Alisjahbana pada tahun 2002 menjelang tahun 2003, pada saat itu masyarakat membutuhkan suatu bacaan yang mempunyai nilai-nilai budaya bangsa Indonesia namun tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Kedua, banyak majalah yang beredar dan menjadikan perempuan hanya sebagai objek dari majalah yang mengarah kepada proses pembodohan, hal tersebut juga memotivasi untuk membuat suatu majalah khusus perempuan dimana perempuan-perempuan dapat saling belajar dan berbagi. Pemikiran terakhir ialah keinginan untuk memasukkan nilai-nilai Islam dalam suatu majalah, karena memang Islam merupakan agama yang sangat berdasarkan pengetahuan yang terdapat dalam AlQur’an. 1 Atas dasar pemikiran tersebut, majalah NooR terbit untuk pertama kali pada bulan Mei 2003, yang dicetak sebanyak 15.000 eksemplar. Dalam hal pemberian nama majalah, para pendiri menginginkan nama yang simple, mudah diingat setiap orang khususnya pembaca, namun memiliki arti yang baik. Dan akhirnya, diputuskanlah “NooR” sebagai nama majalah yang sesuai dengan konsep awal. “NooR” yang dimaksud adalah Nuur dalam arti yang sebenarnya yang memiliki makna cahaya. Jadi, pemberian nama “NooR” diharapkan agar dapat memberikan cahaya bagi yang membacanya. 2 1 Jetti Rosilla Hadi, Wawancara Ekslusif, Pemimpin Redaksi Majalah NooR 2 Ibid., Jetti Rosilla Hadi, Wawancara Ekslusif