Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara sederhana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah sistem kehidupan di mana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan ekosistem. Kemudian secara lebih rinci mengenai pengertian tentang lingkungan hidup disebutkan bahwa “lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan prikehidupan dan kesejahteran manusia serta makhluk hidup lain”. 1 Dari pengertian tadi dapat digambarkan bahwa manusia di bumi ini tidak hidup sendirian akan tetapi berkaitan erat secara bersama dengan mahluk lain seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, mikroorganisme lain. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup, sekalipun memiliki kemampuan lebih dari pada mahluk yang lain, di dalam menjalani proses kehidupan di planet bumi ini tidak dapat menganggap dirinya lebih superior dan makhluk lain pada posisi inferior. Manusia dan mahluk lain, termasuk yang namanya jasad renik micro organism, sama-sama pada posisi yang saling membutuhkan, tergantung pada derajat atau tingkat saling membutuhkannya. Misalnya, manusia membutuhkan oksigen dan makanan, dalam hal ini manusia tidak dapat memenuhinya melalui dirinya sendiri heterotrfic. Oksigen diperoleh hanya melalui tumbuh-tumbuhan dan makanan diperoleh selain 1 Widjojo Nitisastro, “Senantiasa Memiliki Rakyat Kecil “, dalam : Revolusi Berhenti Hari Minggu , Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2000, h 49-50. 1 dari tumbuhan juga dari hewan. Untuk kebutuhan minuman hanya didapatkan dari air tanpa benda-benda dari manusia tidak dapat melangsungkan kehidupan dan juga keturunanya atau tidak akan terjadi proses survival of the fittest. 2 Meminjam istilah biologi lingkungan bahwa kota merupakan suatu ekosistem, karena di kota hidup berbagai masyarakat dengan struktur, kelas, dan status sosial yang berbeda-beda. Kota juga tidak bisa diklaim sebagai milik para arsitek yang menginginkan gedung-gedung indah dan berbagai real estate atau milik ekonom yang menginginkan berdirinya mall, plaza, dan supermarket atau milik para rumbawan yang menginginkan adanya green city yaitu kota yang memiliki banyak ruang terbuka, ruang bermain, dan taman kota yang melengkapi kota sebagai paru kota. 3 Islam sebagai agama rahmatan lil alamin rahmat bagi semesta alam tentunya mempunyai aturan mengenai masalah perkotaan. Dalam untaian gagasan qurani sekaligus indikasi kealaman dan kesejahteraan serta fenomena tingkah laku manusia itu sendiri, pola dasar konseptual islami tetap memiliki sifat berbanding lurus dengan setiap bentuk penyimpangan terhadap jalan cara dan pesan Allah kepada umat manusia. Karena watak dasar islami adalah kesatuan diri dengan hukum-hukum Allah yang manifestasinya sangat dinamik dalam keseluruhan proses kehidupan. 4 2 Effendy Daud, “Manusia, Lingkungan dan Pembangunan Prorpektus Islami ”, Jakarta ; lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008. hal 50. 3 MT. Dyayadi, Tata Kota Menurut Islam Jakarta; Pustataka AL-Kautsar Grup, 2008 cet. Ke-1, h. 43. 4 Saefudin Ahmad, ‘’Ekonomi dan Masyarakat Dalam Persepektif islam’’Jakarta Rajawali Pers1987. hal-181 Sesungguhnya tidak ditemukan konsep tata kota Islam, Fikih Perkotaan yang baku apalagi yang bersifat teknis-mekanistis tentang tata kota dalam ajaran Islam. Namun ajaran Islam mempunyai prinsip-prinsip dalam hal penataan kota yang menjadi guidance dalam membuat kebijakan penataan sebuah kota. Berbicara Fikih Perkotaan termasuk dalam ruang lingkup Fikih Siyasi. Yang dimaksud dengan Fikih Siyasi adalah fikih yang membicarakan seluk beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, baik tentang peraturan kebijakan untuk mewujudkan kepentingan orang banyak. Oleh karenanya, ruang lingkup Fikih Siyasi sangatlah luas termasuk pengaturan Negara secara umum. Sedangkan Fikih Tata Kota juga mempunyai ruang lingkup sangat luas. Sebut saja kota sebagai sebuah ekosistem, kota sebagai media kesejahteraan umat, sistem pengelolaan tanah dan konsolidasi tanah, sistem penataan ruang, penghijauan kota Green City. 5 Tentunya kita tidak menginginkan terjadinya polusi di kota tempat kita tinggal yang akan berdampak pada multiefek. Mengenai tata kota yang “Green City” merupakan sebuah keniscayaan. Jauh-jauh hari Rasulullah Saw. menegaskan betapa pentingnya menjaga lingkungan perkotaan dengan melestarikan pepohonan sebagai salah satu sumber kehidupan. 5 MT. Dyayadi, “Tata Kota Menurut Islam”, Jakarta; Pustataka AL-Kautsar Grup, 2008 cet. Ke-1, hal-118 Madinah sebagai kota percontohan yang dikelola Rasulullah Saw. mensyaratkan kesejukan dengan menjaga pepohonan. Kota Madinah belum memiliki transportasi yang dapat mengeluarkan polutan karbon monoksida yang dikeluarkan oleh mobil, sepeda motor, pabrik-pabrik yang mengeluarkan asap dan sebagainya. Pepohonan tidak hanya merupakan lambang kesejukan, namun pepohonan merupakan bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Betapa tidak, pepohonan adalah media siklus udara yang dibutuhkan manusia. Pepohonanlah yang menjadi sumber adanya udara besih yang kita hirup. Kekurangan udara bersih berarti mengurangi hak hidup manusia itu sendiri. Bayangkan saja saat ini kita mulai merasakan betapa suhu udara yang menggerahkan, curah hujan dan musim yang tidak menentu. Karenanya, tidak salah jika dikatakan hutan adalah paru-paru dunia. Tanpa pohon-pohonan seolah dunia kehilangan paru-parunya untuk bernafas dan selanjutnya melenyapkan kehidupan ini. Lebih dari itu, pepohonan merupakan penangkal terjadinya malapetaka pada sebuah kota. Sebab pada pohonlah sistem keseimbangan ketersediaan dan penyimpanan air terjadi. Kebutuhan akan air atau kelebihan terhadap pasokan air yang datang melalui banjir akan diseimbangkan oleh pohon-pohonan. Karenanya, penataan kota secara teratur, tersistem rapi, green city merupakan keniscayaan dalam kehidupan perkotaan. Islam sebagai sistem nilai melalui Al-Quran dan contoh tauladan Rasulullah Saw. Telah mengajarkan dan menuntun manusia untuk dapat menata tempat tingggalnya dalam rangka kemaslahatan manusia itu sendiri. 6 Permasalahan Tata Ruang bukanlah permasalahan Departemen Pekerjaan Umum atau tanggung jawab Direktorat Penataan Ruang semata. Persoalan tata ruang sangat erat kaitannya dengan dinamika pembangunan di suatu tempat yang terkadang tingkat pertumbuhan dan arah pertumbuhannya tidak terkendali. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, baik alamiah maupun non-alamiah karena adanya kebijakan pemerintah, keterlibatan dan kepentingan swasta, maupun hal-hal lain seperti akibat dari implementasi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang membuka ruangan terhadap persaingan antar daerah otonom untuk mendapatkan perolehan PAD sebanyak-banyaknya, yang kemudian terkadang memberikan tekanan yang berlebihan terhadap suatu kawasan. 7 Penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia dilaksanakan berdasarkan UU No.241992 tentang Penataan Ruang, di mana pengertian penataan ruang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang merupakan proses penyusunan rencana tata ruang RTR, baik untuk wilayah administratif provinsi, kabupaten dan kota, maupun untuk kawasan fungsional misal kawasan perkotaan dan perdesaan. Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi RTR atau pelaksanaan pembangunan oleh 6 www.Waspada Online.com Diakes Pada Tanggal 20-des-2009 7 www.Waspada Online.com Diakes Pada Tanggal 20-des-2009 berbagai sektor yang mengisi fungsi-fungsi ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas proses pengawasan pemantauan, pelaporan, dan evaluasi serta penertiban pengenaan sanksi dan perizinan terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana tata ruangnya. Dan Dalam Permendagri No 8 Tahun 1998 pasal 1 huruf a, Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai tempat manusia dan tempat mahluk lainya hidup dan melakukan kegiatan guna memelihara kelangsungan hidupnya. Huruf b, tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. huruf c, penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Upaya pengendalian pemanfaatan ruang akan memberikan feedback bagi proses perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang. Ketiga unsur penataan ruang saling terkait erat satu sama lain membentuk suatu siklus yang interaktif-dinamis. Melekat dalam setiap unsurnya perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, karakteristik penataan ruang sangat terkait erat dengan sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan bahkan, pertahanan-keamanan. Oleh karenanya penataan ruang menekankan pendekatan kesisteman yang kompleks yang dilandasi oleh 4 empat prinsip utama yakni : a holistik dan terpadu, b keseimbangan antar fungsi kawasan misal antar kota-desa, lindung-budidaya, pesisir-daratan, atau hulu-hilir, c keterpaduan penanganan secara lintas sektorstakeholders dan lintas wilayah administratif, serta d pelibatan peran serta masyarakat mulai tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. 8 Rencana Tata Ruang Kota RTRK yang dapat diketahui masyarakat memungkinkan pendayagunaan dan pemeliharaan tata ruang secara terarah. Pemerintah hendaknya berkewajiban mengusahakan agar penataan ruang dilakukan secara terbuka. Setiap warga masyarakat perlu memperoleh keterangan mengenai produk perencenaan tata ruang kota dan proses yang ditempuh dalam penataan ruang kota tersebut. Dalam menyusun peraturan daerah tentang tata ruang yang diajukan, masyarakat harus diikut sertakan agar penataan ruang kota berorientasi kepada kepentingan wargamasyarakat kota. 9 Dalam pelaksanaan prinsip-prinsip di atas, banyak kendala dan problem yang dialami. Salah satu contohnya adalah penggusuran sebuah pemukiman atau bagian dari lingkungan, dilakukan sebagai pemanfaatan ruang untuk fasilitas umum menurut pola baru. Tetapi selama ini masyarakat hampir tidak pernah tahu bahwa tanah atau ruang yang dimanfaatkannya secara turun temurun ternyata menjadi bagian Rencana Tata Ruang Kota RTRK untuk keperluan lain. Persoalannya bukanlah masalah penggusuran tersebut. Pada mulanya adalah rencana tata ruang kota yang menjadi landasan. Penggusuran hanyalah tindak lanjut rencana tersebut. Namun persepsi masyarakat masih tetap sederhana, penggusuran 8 Ibid 9 MT. Dyayadi, “Tata Kota Menurut Islam”, Jakarta; Pustataka AL-Kautsar Grup, 2008 cet. Ke-1, h.111. adalah tindakan awal untuk membangun, misalnya pelebaran jalan raya dan lain sebagainya. Secara keIndonesiaan, tampak negara kita sudah tidak lagi mampu menampung dan memelihara para dhuafa, padahal fakir miskin dan anak-anak terlantar harus dipelihara oleh negara. Kewajiban itu tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 31 ayat 1 disebutkan fakir miskin dan anak-anak terlantar diplihara oleh negara dan ayat 2 negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Namun karena keuangan negara terbatas itulah, mau tidak mau warga masyarakat seharusnya secara patungan membantu warga masyarakat lain untuk hidup secara layak. Allah mengajarkan solidaritas sosial ukhuwah islamiyah dengan cara saling membantu terhadap sesama umat islam. Masyarakat islam telah diajarkan sebuah solusi mencegah kecemburuan sosial, konflik dan mengurangi kemiskinan yang berdampak pada meningkatnya kriminalitas dalam masyarakat. Dikaitkan dalam hal ini Allah swt berfirman. ءاﺮﻌﺴﻟا ١٨٣ Artinya : ‘’Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan’’Q.S, Asy-Syura’aa : 183. Secara fisisk, permasalahan lain yang dihadapi kota-kota di Indonesia adalah pemukiman kumuh, drainase yang buruk kemacetan lalu lintas, polusi udara dan suara, kepadatan permukiman, ketiadaan ruang terbuka dan sebagainya. 10 Kepincangan-kepincangan yang terjadi di perkotaan dianggap identik sebagai problema masalah-masalah sosial oleh masyarakat, tergantung dari sistem dan nilai-nilai sosial masyarakat itu tersebut. Akan tetapi ada persoalan yang sama yang dihadapi oleh masyarakat-masyarakat perkotaan pada umumnya. Dari uraian di atas timbulah ide untuk berusaha memberikan sumbangsih pemikiran dalam bentuk karya ilmiah skripsi guna mendukung upaya pembangunan tata ruang kota yang berdasarkan studi aplikasi pada PERMENDAGRI No. 8 tahun 1998, agar kelak memperoleh kebijaksanaan tata ruang kota yang lebih layak. Untuk itu penulis membuat skripsi ini dengan judul : ANALISA TERHADAP PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PADA PERMENDAGRI NO 8 TAHUN 1998 DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah