1. Rumah tamu atau dar adh-dhiyafah untuk para tamu dari berbagai daerah yang datang ke madinah, bahkan Umar memerintahkan para gubernurnya
untuk membangun rumah seperti itu di kota mereka masing-masing. 2. Gudang logistik dar ar-rizqi yang dibangun diberbagai daerah yang di
dalamnya disimpan bahan-bahan makanan dan dibagikan kepada kaum muslimin.
3. Pembangunan bendungan untuk mencegah bahaya banjir terhadap kemaslahatan umum seperti ini merupakan sumbangan terpenting terhadap
modal sosial. 4. Di anatara pelayanan penting yang dilakukan Umar adalah memberikan
penerangan lampu terhadap Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Dan lampu-lampu tersebut merupakan sarana penerangan terbaik dari apa yang
dicapai manusia pada masa itu. 5. Di antara fasilitas umum yang didirikan Umar adalah beranda yang
dibangun di sisi Masji Nabawi, yang disebut Al-Buthaiha.
24
C. Pemanfaatan Tata Ruang Perspektif Hukum Islam
1. Pemafaatan Pada Darat.
Hutan dan segala ekosistemnya yang berada di dalamnya merupakan bagian dari komponen penentu kestabilan alam. Keanekaragaman hayati
menjadi luar biasa yang sanggup memberikan inspirasi bagi pencinta alam, tentunya bukan sebagai sarana hiburan namun demi memahami makna
24
Ibid , h 96-97
kekuasaan agung sang pencipta. Pepohonan di hutan menjadi tumpuan sekaligus penahan resapan air dalam tanah, sehingga air tidak mudah terlepas meluncur
menjadi bencana banjir yang menyengsarakan manusia. Hewan-hewan melengkapi kekayaan hutan menjadi bermakna lebih. Suasana ini seolah
mengatakan kepada kita, bahwa di dunia ini bukan hanya manusia saja yang menjadi mahluk Allah, tapi masih ada hewan dan tumnbuhan yang senantiasa
hidup dan tumbuh serasi dengan sunnatullah yang telah digariskan.
25
Islam menempatkan ekosistem hutan sebagai wilayah bebas al- mubahaat dengan status bumi mati al-mawaat dalam hutan-hutan liar, secara
berstatus bumi pinggiran marafiq al-balad dalam hutan yang secara geografis berada di sekitar wilayah pemukiman kedua jenis hutan ini memiliki nilai
persamaan dalam prinsip-prinsip pengaturannya, di mana semuanya masih menjadi bidang garapan pemerintah. Dan pemerintah juga berhak memberikan
izin penebangan hutan selama tidak berdampak negatif pada lingkungan sekitar.
26
Hanya saja dalam jenis hutan bebas liar, secara prinsip asal, legal untuk dimanfaatakan oleh siapa pun, baik untuk dijadikan untuk kepemilikan ihya’ li
al-tamaluk maupun untuk diambil kekayaan alam yang ada di dalamnya. Sehingga wajar sampai saat ini masih kita kenal model pembukaan lahan hutan
25
Fachruddin M Manggunjaya, “Menanam Sebelum Kiamat Islam, Ekologi, Dan Gerakan Lingkungan Hidup
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007,h 18
26
Fiqh Al-islamy juz V hal. 542-543 dan hawasyi al-syarwani juz VIII hal. 43-44 dar el- kutub el- alamiyah
sebagai pemukiman atau persawahan. Hal ini tidak bisa dimaknai sebagai perusakan lingkungan, karena secara alami pertambahan jiwa akan selalu
menuntut pertambahan lokasi pemukiman.
27
Untuk jenis hutan yang termasuk marafiq al-balad, karena secara lazim penduduk sekitar selalu memanfaatkannya untuk keperluan pengembalaan
binatang, sebagai sumber kayu bakar serta untuk keperluan lain, maka bagi pemerintah tidak diperkenankan mengalihkan pemanfaatan kawasan itu untuk
kepentingan personal maupun kelompok tertentu. Dalam arti, hak dari rakyat yang berada di sekitar maupun yang berada jauh dari kawasan itu adalah sama.
Dan mengenai intervensi pemerintah dalam melarang penebangan pohon dalam kawasan ini mutlak diperbolehkan, seperti dalam hutan liar.
28
Dari uraian di atas, terlihat bahwa pemerintah memegang peranan penting dalam setiap kebijakannya tentang pengaturan hutan. Sehingga syariat
menganggap pencurian kayu di hutan merupakan tindakan yang ilegal dan harus ditindak tegas. Bahkan kayu-kayu tersebut haram untuk diperdagangkan.
29
Pada bagian lain islam juga sangat menganjurakan pelestarian sumber daya alam hewani. Dan hal ini dapat kita pahami dari beberapa konsep syariat
sebagai berikut :
27
Fiqh Al-islamy juz V hal. 542-543 dan hawasyi al-syarwani juz VIII hal. 43-44 dar el- kutub el-alamiyah
28
Fiqh Al-islamy juz V hal. 517-519
29
Is’ad Al-Rafiq Juz. II hlm 97 dan Qulyuby Juz. II hlm. 162 Dar Ihya’
1. Islam tidak memperkenankan pembunuhan hewan selain untuk kebutuhan konsumsi. Padahal hewan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi dalam islam
rata-rata termasuk hewan yang mempunyai populasi cukup banyak, bukan termasuk hewan-hewan langka yang populasinya semakin sedikit.
30
2. Syariat juga tidak memperbolehkan penyiksaan hewan, baik dengan cara memperlakukan tidak semestinya maupun dalam bentuk penyiksaan lainya.
31
3. Islam menganjurkan untuk merawat binatang dengan memberikan kebebasan hidup atau memberikan kebutuhan hidup hewan, andai saja binatang itu ada
pada milik kita. Bahkan hal itu merupakan perbuatan terpuji dan berpahala. 4. Dalam aturan pembunuhan hewan, islam hanya memprioritaskan atas hewan
yang termasuk jenis hewan yang berbahaya al-fawasiiq al-khams serta hewan sejenis, yakni hewan-hewan yang menggangu ataupun menyerang
manusia. Sehingga hewan-hewan lain tidak memenuhi ketentuan tersebut tetap wajib dilestarikan hidupnya, baik yang halal dikonsumsi maupun yang
tidak.
32
Dari beberapa keterangan di atas dapat kita pahami bahwa ketika pemerintah membuat aturan perlindungan hewan-hewan langka karna
mempertimbangkan kestabilan ekosistem, maka bagi individu rakyat tidak
30
Al-Mughni Syarkh Al-Kabir Juz. IX hlm. 232 dan ahkam Al-Quran Ibn Araby Juz. II Hlm. 26
31
Al-Zawajir Juz. I hlm. 349
32
Al-Bahr Al-Zakhar Juz. VI hlm. 227
diperbolehkan untuk melanggarnya. Sehingga praktek perburuan ilegal secara syariat tidak di benarkan dengan alasan apapun.
33
2. Pemanfaatan Pada Air.