Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA RUANG

KOTA MEDAN DALAM PERSFEKTIF PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

TESIS

Oleh

RINSOFAT NAIBAHO

067005061 / HK

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

RUANG KOTA MEDAN DALAM PERSFEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Nama Mahasiswa : Rinsofat Naibaho

Nomor Pokok : 067005061

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Syamsul Arifin, SH.MH Ketua

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH. Dr. Pendastaren Tarigan, SH,MS.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Hukum Direktur

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,MSc


(3)

Tanggal 22 Nopember 2008

PANITIA UJIAN TESIS

KETUA

:

Prof. Syamsul Arifin, SH,MH

ANGGOTA

: 1.

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH

2.

Dr. Pendastaren Tarigan, SH.MS

3.

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH,MS

4.

Dr. Sunarmi, SH,M.Hum


(4)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

Dalam rangka penataan tata ruang, pemerintah telah menerbitkan

berbagai peraturan untuk itu. Perencanaan tata ruang yang efektif,efesien

dan berkelanjutan merupakan salah satu cirri penataan ruang yang baik.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan, yang dilaksanakan

dilingkungan Kantor Walikota Medan. Penelitian ini bersifat juridis

normative dengan pendekatan juridis sosiologis. Alat pengumpulan data

melalui bahan-bahan kepustakaan dan wawancara. Data yang diperoleh

kemudian dianalisis secara kualitatif.

Hasil analisis dan penelitian menunjukkan bahwa perencanaan

penataan tata ruang merupakan tugas dan kewenangan pemerintah

khususnya pemerintah daerah Kota Medan. Perencanaan penataan tata ruang

Kota Medan telah diatur dalam peraturan daerah Kotamadya Medan Nomor

4 tahun 1995 belum berjalan dengan semestinya. Peraturan Kotamadya

Medan belum bias melindungi perencanaan penataan tata ruang, perizinan

dan lingkungan hidup dan banyaknya pelanggaran yang terjadi, misalnya

membangun tanpa surat izin mendirikan bangunan, akibatnya merusak

perencanaan tata ruang dan merusak lingkungan hidup.

Analisis penataan tata ruang sesuai dengan peraturan daerah belum

dapat dilaksanakan secara optimal. Disarankan dalam perlindungan

perencanaan penataan tata ruang di Kota Medan diperlukan peran serta

seluruh masyarakat dan aparatur Negara dalam mengawasi setiap

perkembangan penataan tata ruang , perizinan dan lingkungan yang

dilakukan oleh masyarakat, untuk itu diharapkan kepada khususnya aparatur

Negara untuk bekerjasama dalam melakukan penataan tata ruang. Karena

menata tata ruang merupakan hasil kreatif yang sangat berguna untuk masa

sekarang dan yang akan datang di Indonesia khususnya bagi pembangunan

berkelanjutan di Kota Medan. Disamping itu pemerintah Kota Medan,

memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya penataan tata

ruang dan mensosialisasikan penataan tata ruang kepada masyarakat secara

kontiniu dalam bentuk penyuluhan, media massa, media elektronik maupun

media lainnya.

Kata Kunci : Analisis hukum,penataan tata ruang dan pembangunan

berkelanjutan.


(5)

In order to arrange the city space lay-out, since long the authority has

issued variously regulations to have it orderly. The planning of lay-out space

effectively, efficiently and continuously is recognized a properly

arrangement to hold. The location of this study is Medan City, took place

and completely done around office of Walikota medan. This study adopted a

normative juridical research with a sociological approach. For collecting the

data perhaps got material in library and with interview, and the data taken to

analyze it later qualitatively.

The result of analysis and research showed that the planning for

arrange the city space lay-out perhaps the authority shall hold the duties and

take the responsibility of Medan to handle it. The planning for laying out the

city space of Medan order has been ruled within a city regulations of Medan

under the regulation of number 4 in 1995 has not run properly yet. The city

regulations of Medan may not protect the planning of lay-out the city space,

city permits and the environmental yet and there are found many violation

occurred, for instance to construct the buildings without having permit, and

it may cause damage to the city planning for arrangement and damage too

the environment.

The analysis of city space lay-out accorder to the city rules may not

run conducted optimal yet as required. It’s suggestible to cover the planning

for the city space lay-out required perhaps mainly the public role with their

take part maximally and with the authority as agents in controlling each the

development lay-out in city space, permits and environment, and it should be

done by public. In connecting with it, it is urged city authority encourage the

city people and public authority hand in hand in conducting arrangement for

space lay out. For arranging the city space is acknowledged a creative result

and uses perhaps for today and future reasonable in Indonesian particularly

of having a continuation development for medan city. In addition, the city

authority of Medan is urged to guide those people of this city how

importance to hold and keep the space lay out and then always socialize the

arrangement for the city space lay-out for people continuation, it should be

taken with a guidance, by mass media, with electronic media or other media.

Keywords : Legal analysis, arrangement for space, continuation

development.


(6)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat diselesaikan yang berjudul : “ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN

TATA RUANG KOTA MEDAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN”.

Tesis ini diajukan guna memenuhi persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangkaian pembelajaran pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Administrasi Negara Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan material maupun bantuan moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengkuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister;

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH,

atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(7)

ucapkan kepada Bapak Prof. H. Syamsul Arifin, SH. MH. Selaku Pembimbing Utama.

5. Bapak Prof. Dr.Bismar Nasution, SH. MH. Selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan,koreksi dan motivasi, seingga Tesis ini dapat diselesaikan

6. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH. MS. Selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, koreksi dan motivasi dengan penuh perhatian telah memberikan pikiran dan waktu yang tidak mengenal lelah;

7. Bapak Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan beserta bawahannya, serta bawahannya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penelitian ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program Magister Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

Akhirnya ucapan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada Bapak penulis U.E. Naibaho dan Ibu (Alm). M. Br. Sitanggang, yang melahirkan saya,

Abang R. Naibaho dan Keluarga, Kakak Adek saya yang saya cintai, juga tidak terlepas dari Mertua saya yang sudah tiada Alm.V. Tampubolon dan Alm. F. Sitorus serta Kakak M. Br. Tampubolon/ Ir. D. Sianipar, (Pak Petrus dan Anak-anak), Dra. E. Br. Tampubolon/ Drs. F. Simanjuntak (Pak Valdo) dan Anak Ipar T.Tampubolon dan Keluarga Ir. E. Tampubolon dan Keluarga Iptu. Pol. A. Tampubolon dan Keluarga M. Br. Tampubolon dan Eduard Tampubolon.


(8)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 kepada istri tercinta St. M. Br. Tampubolon, SH yang penuh kesetiaan, kesabaran,

pengertian dan kasih sayang memberikan semangat, motivasi dan doa restu kepada penulis.

Demikian juga anak-anak penulis Pdt. Lambok Naibaho STh, Harris Naibaho, Elita Naibaho, dan Erwin Naibaho, yang memberikan inspirasi dan

dorongan bagi penulis. Khususnya juga tidak terlupakan teman saya seperjuangan Kasman Siburian, SH.MH dan Pdt. M. Simanjuntak, STh. dan Keluarga.

Penulis telah berusaha untukmenyelesaikan Tesis ini dengan sebaik-baiknya, namun demikian penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dari Tesis ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat produktif dari semua pihak.

Medan, Nopember 2008

Penulis

Rinsofat Naibaho


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama

:

RINSOFAT

NAIBAHO

Tempat/ Tgl.lahir :

BINJAI LANGKAT / 20 JANUARI 1957

Jenis Kelamin

:

LAKI-LAKI

Agama

:

KRISTEN PROTESTAN

Pendidikan

:

SD tahun 1962 s/d 1969 di Perdagangan

SMP tahun 1969 s/d 1972 di Perdagangan

SMA tahun 1972 s/d 1975 di Perdagangan

USU tahun 1975 s/d 1985 di Medan

Sekolah Pascasarjana USU tahun 2006 s/d 2008

Dosen Tetap di Universitas HKBP Nomensen

mulai tahun 1989 sampai sekarang.


(10)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT……… ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI……….. vii

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR ISTILAH………... xi

BAB I : PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang……….. 1

B. Permasalahan……… 14

C. Tujuan Penilitian………... 14

D. Manfaat Penilitian……… 14

E. Keaslian Penelitian………... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi……….. 16

1. Kerangka Teori……… 16

2. Kerangka Konsepsi………. 21

G. Metode Penilitian………. 30

1. Lokasi Penilitian………. 30

2. Spesifikasi Penilitian……….. 30

3. Sumber Data………... 32

4. Alat Pengumpulan Data………. 34

5. Analisis Data………. 34


(11)

BAB II : PENGATURAN ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA RUANG KOTA MEDAN

DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN….. 36

A. Analisis Hukum………. 36

1. Pengertian Tentang Hukum……….. 36

2. Tujuan Hukum………. 44

3. Fungsi Hukum………. 45

B. Penataan Ruang……… 49

1. Pengertian Tata Ruang……… 49

2. Perencanaan Tata Ruang………. 60

3. Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan…….. 67

C. Pembangunan Berkelanjutan……….. 87

1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan……… 87

2. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Pembangunan Yang Berwawasan Lingkungan………. 95

D. Hubungan Antara Hukum Administrasi Negara Dengan UU No.4 Tahun 1982/ UU No.23 Tahun 1997……… 101

1. Dari Segi Wewenang Kelembagaan………….. 101

2. Pelaksanaan dari Segi Penetapan Sarana Kebijakan Lingkungan……….. 107

3. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan suatu Instrumen Dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan…….. 110


(12)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 PEMERINTAH KOTA MEDAN TERHADAP

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN………. 114

A. Gambaran Umum Kota Medan Keadaan Daearah………. 114

1. Kota Medan Secara Geografis……….. 114

2. Kota Medan Secara Demografis…………... 115

viii

B. Upaya-Upaya yang Dilakukan Pemerintah Kota Medan Terhadap Tata Ruang Yang Berwawasan Lingkungan……… 121

BAB IV. : KESIMPULAN DAN SARAN……… 130

A. Kesimpulan ……… 130

B. Saran………... 130

DAFTAR PUSTAKA………. 132


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001-2005……….115

Tabel 2. Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kelompok Umur Tahun 2001-2005……….117

Tabel 3. Indikator Utama Ekonomi Kota Medan ……….120


(14)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

DAFTAR ISTILAH

UUD 1945 : Undang-Undang Dasar 1945 UU : Undang-Undang

UUPLH : Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup UULH : Undang-undang Lingkungan Hidup

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah RTRWN : Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah

RUTRK : Rencana Umum Tata Ruang Kota RTRWP : Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi PKN : Pusat Kegiatan Nasional

PKW : Pusat Kegiatan Wilayah IMB : Izin Mendirikan Bangunan KSB : Keterangan Situasi Bangunan KRP : Keterangan Rencana Peruntukan KIM : Kawasan Industri Medan

KIB : Kawasan Industri Baru KKN : Korupsi Kolusi Nepotisme

WPP : Wilayah Pengembangan Pembangunan Ha : Hektar

KRP : Keterangan Rencana Peruntukan KSB : Keterangan Situasi Bangunan IMP : Izin Membangun Prasarana ILH : Izin Layak Huni

IPRO : Izin Promosi

IMP : Izin Pemanfaatan Prasarana

RTBL : Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan SIP : Surat Izin Perumahan


(15)

UUPTUN : Undang-undang Peradilan Tata Usaha Neara UUPLH : Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Perda : Peraturan Daerah


(16)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam Pejelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang disebutkan Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan Dasar Negara Pancasila. Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tersebut, Undang-undang tentang Penataan Ruang ini menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang, yang melaksanakan wewenangnya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang1

Lebih lanjut dikatakan ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandasakan Wawasan Nusantara dan Kesatuan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas

1

Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 Tentang penataan Ruang. 1


(17)

dan bertanggungjawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku kepentingan.

Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintahan daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif.

Pasal 1 ayat (2) UUPA No.5 Tahun 1960, yang menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dalam wilayah Republik Indonesia merupakan sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, bagi bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

Selanjutnya pengertian tanah menurut UUPA No. 5 Tahun 1960, dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi ; “Tanah adalah permukaan bumi atau kulit bumi”.

Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) menjelaskan tentang pengertian hak atas tanah yang berbunyi:

Hak atas tanah adalah hak untuk menggunakan tanah sampai batas-batas tertentu meliputi tubuh bumi, air, dan ruang angkasa di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah.


(18)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 Dalam Pasal 16 UUPA mewajibkan pemerintah untuk menyusun rancangan

umum mengenai persediaan, peruntukan, dan pengawasan tanah untuk berbagai macam keperluan pembangunan

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum, maka dapat dirumuskan , yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan pengadaan tanah dalam kontek ini adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

Dalam kaitan antara pengadaan tanah bagi kepentingan umum dengan rencana tata ruang disebutkan, bahwa pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasarkan kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan terlebih dahulu

Peran serta masyarakat merupakan salah satu faktor terpenting dalam melaksanakan pembangunan, karena melalui masyarakat inilah berbagai kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan serta terlaksana dengan baik. Salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan adalah dengan adanya hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat terambil, yang salah satu contohnya adalah penggunaan


(19)

lahan atau tanah masyarakat yang terkena garis rencana kota untuk melaksanakan pembangunan kota terhadap tata ruang.

Namun yang harus menjadi perhatian masyarakat adalah bahwa lahan-lahan yang telah dikuasainya atau yang telah menjadi hak milik tidak serta merta dikuasai secara mutlak, oleh karena menurut UUPA, khususnya Pasal 6 menerangkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, dan Pasal 14 UUPA yang menerangkan tentang pemanfaatan lahan atau peruntukan tanah, sehingga memungkinkan apabila lahan tersebut terkena garis rencana kota, yaitu untuk pembangunan, maka masyarakatpun harus rela melepaskan kepemilikan tersebut, dapat melalui proses hibah atau ganti rugi

Konsolidasi tanah menurut Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1991 adalah

Kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Konsolidasi tanah merupakan suatu instrumen atau cara pembangunan di wilayah perkotaan dan pedesaan yang secara konprehensif sekaligus menata kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk pembangunan sehingga akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya dengan melibatkan peran serta masyarakat.


(20)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 Selanjutnya Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, menegaskan

bahwa yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah :

Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia

Sedangkan menurut undang-undang yang sama , yang dimaksud dengan ekosistem adalah Tatanan unsur lingkungan yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan.

Hal tersebut sejalan dengan penegasan yang diuraikan dalam Pasal 1 ayat (6) UU No. 23 Tahun 1997, yakni : Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.

Kerusakan alam yang berakibat pada menurunnya daya dukung lingkungan , salah satunya disebabkan oleh adanya pencemaran lingkungan hidup. Menurut Pasal 1 ayat (12) UU No. 23 tahun 1997 yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah:

“Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun sampai kepada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”


(21)

Oleh karena itu, dengan mencermati uraian diatas , pengelolaan lingkungan hidup secara terintegrasi yang melibatkan berbagai instrumen hukum, pemerintah, dan masyarakat dimaksudkan untuk mencapai ketertiban dan keteraturan dalam pemanfaatannya. Ketiga instrumen merupakan implementasi dari konsep pembangunan yang berkelanjutan yang bermuara pada optimalisasi fungsi sumber daya alam, kemampuan, kesejahteraan, demi kepentingan generasi kini dan generasi yang akan datang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UU No. 23 Tahun 1997, yaitu :

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan , kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Hal tersebut lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 3 UU No. 23 Tahun 1997, yaitu :

Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggungjawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat, bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Iandonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan hidup untuk berbagai keperluan, Pasal 9 UU No. 23 Tahun 1997 menegaskan :


(22)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 (1) Kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang mempunyai

hubungan erat dan merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi.

(2) Pengelolaan lingkungan dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah, sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing.

Maksud dari uraian pasal tersebut di atas adalah bahwa konsep pengelolaan lingkungan hidup erat kaitannya dengan konsep penataan ruang, Artinya setiap penataan ruang harus selalu memperhatikan konsep dan kebijakan lingkungan hidup, sehingga melalui penataan ruang , konsep pembangunan akan tercapai dengan sebaik mungkin tanpa merusak kondisi lingkungan sekitar.

Setelah Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus1945 adalah mempunyai cita-cita dan tujuan nasional buat seluruh rakyat dan bangsa Indonesia,sebagaimana tercantum dalam Alinea ke Empat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “…Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional tersebut maka harus dilaksanakan serangkaian program pembangunan dalam berbagai sektor diseluruh penjuru tanah air. Tujuan akhir dari rangkaian pembangunan itu adalah guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, dalam artian sejahtera secara lahiriah dan batiniah.

Didalam UUD 1945 pada pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik dengan sistem Demokrasi


(23)

Pancasila,berarti bahwa Negara Indonesia berbentuk Negara kesatuan. Maka segenap kekuasaan atau kewenangan serta tanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia berada dibawah kendali atau pemegang kekuasaan terpusat, yang terdapat pada Pemerintahan pusat. Dengan demikian,corak sistem pemerintahan tersebut adalah bersifat Sentralisasi. Namun karena Wilayah Negara Republik Indonesia sedemikian luasnya, dan didiami berbagai suku bangsa yang beraneka ragam,maka corak pemerintahan sentralis bukanlah menunjukkan tipe ideal sistem pemerintahan yang cocok untuk mengatur wilayah dan penduduk yang demikian banyak dan beragam itu.

Untuk itu diaturlah corak pemerintahan di Indonesia berdasarkan sistem pembagian kekuasaan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah berdasarkan corak Desentralisasi sebagaimana tercermin dalam pasal 18 UUD.1945.Sesudah Amandemen2

Berdasarkan ketentuan pasal 18 UUD 1945.yang membagi wilayah Indonesia didalam daerah-daerah provinsi dan daerah daerah propinsi dibagi atas daerah kabupaten dan daerah kota.Dengan adanya pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,dan daerah kota diharapkan dapat mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance)3 yang berarti juga adanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

2

Faisal Akbar, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah, Cetakan pertama (Medan: Pustaka Bangsa Press 2003). hlm. 43

3

Good Governance yang dimaksudkan adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan publik goods and service.disebut Governance (pemerintahan atau Kepemerintahan yang baik) Agar Good Governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka ditentukan komitmen dan ketertiban semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat Good Governance yang baik menuntut adanya” elignment” (koordinasi) yang baik dan integras, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian konsep Good Governence dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara merupakan tantangan tersendiri. Sedermayanti, Good Governence (kepemerintahan yang baik) dalam rangka otonomi daerah. Upaya membangun organisasi efektif dan efisien melalui rekomendasi dan pemberdayaan (Bandung Mandar Maju, 2003.h.2


(24)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 Dalam penjelasan umum UU RI No.26 tahun 2007 tentang penataan Tata Ruang

dalam angka (1) disebutkan “Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ,baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat,ruang laut,dan ruang angkasa termasuk ruang didalam bumi, maupun sebagai sumber daya adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945.Republik Indonesia, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar Negara Pancasila.

Untuk mewujudkan amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Negara Republik Indonesia, pemerintah perlu mengambil dan menggunakan strategi yang tepat dengan luasnya cakupan, kompleksitas masalah, serta keterbatasan sumber daya dan kapasitas yang mengharuskan pemerintah mengambil pilihan atau tindakan yang strategis untuk pengembangan terhadap penentuan penataan Tata Ruang kota.

Pemerintahan yang baik (good Governance) hanya akan tercapai didaerah jikalau pemerintahan pusat membuat rambu-rambu ditingkat pusat yang bisa menekan pemerintahan daerah untuk melakukan perubahan.Contohnya masyarakat boleh berpatisipasi kalau ada aturan atau Peraturan Daerah memerintah daerah yang


(25)

mengatur partisipasi.Tetapi Per-Da itu boleh berbentuk kalau pemerintah pusat membuat aturan yang mewajibkan pemerintah daerah membuat Per-Da yang memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Jadi harus ada Intervensi pemerintah pusat itu melalui perundang-undangan yang mewajibkan pemerintah daerah melakukan sejumlah hal dalam rangka menerapkan tata kelola tata ruang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 15 Oktober 2004, pemerintah memberlakukan UU No. 32 tahun 2004 Amandemen UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah. Dalam penjelasan umum pada point 1 Dasar pemikiran huruf (b) UU. No. 32 tahun 2004 memuat prinsip otonomi Daerah. Menggunakan prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam

9 arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. Karena daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan, prakarsa,dan memberdayakan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Dari penjelasan umum UU No. 32 tahun 2004 tersebut dapat terbaca dengan jelas bahwa salah satu tujuan pemberian Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan mensejahterakan rakyat.

Berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat (2) UU No.32 tahun 2004 Perubahan dengan keluarnya undang-undang No.12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk


(26)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi

Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan ;

b. Perencanaan, pemamfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. Penanganan bidang Kesehatan; f. Penyelenggaraan Pendidikan; g. Penanggulangan Masalah Sosial;

h. Penyelenggaraan Bidang Ketenagakerjaan;

i. Fasilitas Pengembangan koperasi, Usaha Kecil dan Menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup;

k. Pelayanan Pertahanan;

l. Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil; m. Pelayanan Umum Administrasi Pemerintahan; n. Pelayanan Administrasi Penanaman Modal; o. Penyelenggaraan Pelayanan Dasar lainnya, dan ;

p. Urusan Wajib lainnya yang diamanatkan oleh Peraturan perundang Undangan. Dari uraian diatas Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah untuk Kabupaten/kota yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai tujuan pembangunan Nasional,yaitu masyarakat adil dan makmur.


(27)

Dengan demikian dapat dikatakan pemerintah telah berupaya dalam penyelenggaraan pemerintahan kearah pemerintahan terwujudnya Pembangunan yang berkelanjutan.

Pemerintah Daerah kota Medan sebagai salah satu pemerintahan daerah kota yang berada diprovinsi Sumatera Utara. Pemerintah Kota Medan telah berupaya dalam penentuan Penataan Tata Ruang Kota Medan untuk mewujudkan pembangunan yang Berkelanjutan. Ini menunjukkan upaya yang serius termasuk dalam peningkatan Pembangunan Ekonomi, demi terwujudnya kesejahteraan rakyat, meskipun dalam pelaksanaannya dilapangan masih banyak warga masyarakat masih termasuk peta kemiskinan, keadaan seperi ini terjadi karena kurangnya pemahaman aparat pemerintah daerah akan tujuan Otonomi Daerah serta ketidak tahuan masyarakat akan pentingnya Penataan Tata Ruang.

Keberadaan kota Medan sebagai sentral Ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Kondisi ini membuat pembangunan fisik Kota Medan mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi (Sosial,Budaya, Politik,dan Lingkungan).

Pembangunan pertokoan maupun perumahan penduduk juga berkembang dengan pesat. Sehingga setiap pendirian bangunan, baik itu bangunan untuk dunia usaha maupun pendirian Rumah penduduk adalah harus memiliki ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Medan yang bertujuan untuk Penataan Tata Ruang kota medan dalam mewujudkan ekonomi yang berkesinambungan. Yang tidak terlepas dari ketentuan sebagaimana pasal 22 ayat (2) dan (3) UUPP jo Keppres No.5 Tahun 1993


(28)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

ditegaskan bahwa pelepasan Hak atas tanh dikawasan siap bangun dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah”4,Sehingga pengaturan mengenai Penataan tata ruang di Kota Medan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 1995. Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota ( RUTRK ) Kota Madya Daerah Tingka II. Medan tahun 2005”.Maka peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi,dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualiatas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”5

Dengan penelitian ini maka dapat diketahui bagaimana Analisis Hukum terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Bagaimana Faktor-faktor Penghambat terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Upaya-upaya apa yang dilakukan oleh pemeritah kota Medan dalam Analisis Hukum Penataan Tata Ruang kota Medan dalam perspektif Pembangunan Berkelanjutan.Sehingga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbanganan bagi pemerintah Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan.

4

Syahrin Alvi, 2003, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan permukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003). hlm. 42

5


(29)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas. Maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan.

2. Bagaimana Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Pembangunan Berkelanjutan.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan di Kota Medan .

2. Untuk mengetahui Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan di Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Dengan terjawabnya permasalahan dalam penelitian Tesis ini, yang disertai dengan tercapainya tujuan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran akademis maupun dalam tataran praktis, sehingga diharapkan penelitian ini nantinya bermanfaat untuk :

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan cakrawala berfikir akademis sebagai bahan informasi tentang data Empiris yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan


(30)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 bagi penelitian selanjutnya, terutama dibidang Analisis Hukum Penataan Tata Ruang

dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan dan secara khusus berkaitan dibidang Hukum Administrasi Negara.

b. Dapat dipergunakan untuk bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan dan menambah khasanah perpustakaan.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat,khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di kota Medan untuk lebih mengetahui pentingnya Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Yang dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan SDM aparat Pemerintah Daerah dalam penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan. Sehingga terwujud” Good Governance” yang dicita-citakan.

b. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kota Medan dalam hal mengambil kebijakan yang berhubungan dalam upaya penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan dan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran di perpustakaan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan atau penelitian yang sedang dilakukan, berkaitan dengan Analisis Hukum


(31)

Terhadap penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan. Dan dalam hal belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh karena itu penelitian ini masih asli baik dari segi materi maupun lokasi penelitian. Dengan demikian keaslian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting, sedemikian pentingnya sehingga menurut David Madsen sebagaimana dikutip oleh Lintong O.Siahaan mengatakan “The basic purposes of scientific research is theory he adds that a good theory properly seen present a systematic view of phenomene by specifying realitions among cariables, with the purpose of exploring and prediction the phenomena”6.

Kerangka teori untuk menganalisis tentang Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan (studi dan penelitian di kota Medan adalah menggunakan teori Penataan Tata Ruang dan teori Pembangunan Berkelanjutan ).

Sebagai pelayanan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sarana menuju masyarakat negara yang sejahtera ( Walfare State ). Pelayanan yang dimaksud pada dasarnya merupakan cerminan dari perbuatan pemerintah( Overheidshandeling ) yang tidak saja berdasarkan Undang-undang dan peraturan

6

Lintong O. Siahaan, Prospek PTUN sebagai penyelesaian Sengketa Administrasi Indonesia Cetakan Pertama (Jakarta : Perum Percetakan Negara RI. 2005) hlm.. 5


(32)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

yang berlaku (Wetmatigheid dan Rechmatigheid ) akan tetapi lebih itu bahwa administrasi Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan harus juga berdasarkan kepatutan (Billijkheid ) serta kesusilaan7.

Maka secara teoritis, dari tujuan penentuan dan penataan ruang pada dasarnya adalah untuk menentukan Pembangunan Berkelanjutan dituntut dengan cara bagaimana penyelenggaraan pemerintahan itu bisa menganalisis menata ruang agar Pembangunan Berkelanjutan bisa terus berlanjut.

Kemudian konsep Negara kesejahteraan ini tercermin dalam pasal 22 ayat (3) dari UUD. 1945. Menjelaskan “Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Konsep Walfare state tersebut didalam perundang-undangan kita untuk pertama kali dikenal dengan istilah “Negara pengurus”8

Sebagaimana dikenal Negara Indonesia menganut paham Negara Kesejahteraan yang berarti terdapatnya tanggung jawab Negara untuk menyelenggarakan dan mengembangkan kebijakan Negara diberbagai sector bidang dari kesejahteraan dan serta meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan yang baik melalui penentuan penataan ruang yang diperlukan oleh masyarakat.

7

Muhammad Abduh , Propil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI). Dikaitkan dengan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) (Medan Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 1988) hlm. 9.

8

Jimly Asshiddiqie, Undang-undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, sebagaimana dikutif Siahaan, Op.Cit, hlm. 18.Hal ini tercantum dalam perumusan UUD 1945 yaitu Bab XIV tentang perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Selain itu UUD 1945 disamping sebagai Konstitusi Politik, juga dapat dikatakan konstitusi ekonomi karena UUD 1945 mengandung ide negara kesejahteraan (Walfare State)


(33)

Konsep Negara kesejahteraan disektor bidang pembangunan yang berkelanjutan ,landasan konstitusinya adalah pada pasal 33 ayat (3) dari UUD 1945. Penelitian ini juga menggunakan “ Stufentheorie” Hans Kelsen sebagai to wer theory yang menyebutkan bahwa norma yang ada dalam masyarakat suatu Negara telah merupakan susunan yang bertingkat, seperti suatu piramide. Setiap tata kaidah hukum yang merupakan suatu susunan daripada Kaidah-kaidah (stufenbau des rechts )9

Kemudian oleh Bagir Manan disebut dengan Asas “Peningkatan Peraturan Perundang-undangan ( Lex Superior Derogate Lex Inferior ). Bahwa penetapan hukum positip harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh sistem pertingkatan atau tata urutan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih rendah. Kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh Undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat yang lebih rendah. Asas Pertingkatan hanya berlaku untuk hukum perundang-undangan dan aturan kebijakan10.

Didalam pasal 2 Ketetapan MPR. No.III/MPR/2000 tentang sumber Hukum Tata Urutan Peraturan Undangan yang disebut bahwa Tata Urutan Perundang-undangan yang berlaku secara hierarki di Indonesia adalah :

9

Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, Cetakan Pertama (Bandung : Mandar Maju, 1998) hlm. 26

10

Bagir Manan Hukum Positif di Indonesia (Suatu Kajian Teoritik). Cetakan Pertama (Yogyakarta, UII Press) hlm. 56-57.


(34)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 1. UUD. 1945

2. TAP. MPR 3. Undang-Undang 4. Per Pu

5. PP

6. KEPRES 7. PER-DA

Kemudian,UU No.10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang- perundangan. Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan jenis-jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang Undang /atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang c. Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah.

Kemudian pasal 7 ayat (4) disebutkan jenis Peraturan Perundang Undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan Hukum mengikat sepanjang dipertahankan oleh peraturan perudang-undangan yang lebih tinggi. Kemudian pada ayat (5) disebutkan kekuatan Hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana yang dimaksud dari ayat (1). Selanjutnya dalam Lampiran Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 mengenai sistematika teknik penyusunan


(35)

peraturan perundang-undangan angka 173 menyatakan :”Pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang-Undang kepada Menteri atau Pejabat yang setingkat dengan Menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif. Maka dapat disimpulkan bahwa peraturan yang mengatur teknis adminstratif dibidang pertanahan merupakan jenis peraturan perundang-undangan Pemerintah Pusat.

Dalam kaitannya dengan Otonomi Daerah sebagaimana disebut dalam UU No.32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah (UUPD). Mengenai pengertian Otonomi, menurut Surundajang adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu Auto berarti sendiri dan Nomous berarti Hukum dan Peraturan. Menurut Encyclopedia of social science, otonomi dalam pengeritian orosinal adalah the legal self suffcienty of social body and in actual independence, Joko Christanto, “ Otonomi Daerah dan Skenario Indonesia 2010 dalam konteks Pembangunan Daerah dengan Pendekatan Kewilayahan11 Sedangkan menurut pasal 1 angka (5) UUPD. No. 32 Tahun 2004 Bahwa Otonomi Daerah diartikan sebagai Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian berdasarkan pasal 14 UUPD No.32 Tahun 2004 menjelaskan pengertian Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan administrasi penanaman modal. Dalam pasal 136 ayat (3) yang menyatakan : “Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih

11

(Regional Development Approach) “, http/rudyct 25x Com/sem 1-012/Joko Cristanto Htm, juli 2004, h. 2 (Akses tanggal 10 April 2007 ) 22)


(36)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 tinggi”. Kemudian pasal 136 ayat (4) menyatakan “Peraturan Daerah…dilarang

bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Oleh sebab itu Peraturan Daerah mengatur pelaksanaan kewenangan dibidang penentuan penataan tata ruang kota Medan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/kota tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ng lebih tinggi. Dalam penelitian ini peneliti mengacu kepada hierarki perundang-undangan berdasarkan ketentuan UU. No, 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

2. Kerangka Konsepsi

Didalam rangka konsepsi akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan atau berkaitan dengan konsepsi yang digunakan dalam penelitian tesis ini.Maka Konsep adalah suatu bahagian yang terpenting dari perumusan suatu teori, kemudian peranan konsep pada dasarnya dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Juga konsep itu diartikan sebagai kata menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran yang mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai, selain itu dipergunakan sebagai landasan pada proses penelitian tesis.Adalah Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan” yang memiliki 3 (tiga) variable antara lain :


(37)

1. Hukum

Pengertian Hukum adalah “ Suatu Tata Perbuatan manusia”. Tata Perbuatan adalah mengandung arti suatu sistem aturan.Jadi Hukum bukan suatu peraturan semata, seperti kadang-kadang dikatakan demikian. “Hukum adalah seperangkat peraturan yang kita pahami dalam satu kesatuan yang sistematik, karena tidak mungkin untuk memahami hakekat hukum hanya dengan memperhatikan satu peraturan saja. Hubungan yang mampersatukan berbagai peraturan khusus dari suatu tata hukum itu perlu dimaknai agar hakekat hukum dapat dipahami”. Hanya atas dasar pemahaman yang jelas tentang hubungan-hubungan yang membentuk tata hukum tersebut bahwa hakekat hukum dapat dipahami dengan sempurna.12 Kemudian disebutkan bahwa setiap usaha untuk mendefinisikan sebuah konsep harus diawali dengan telah terhadap pemakaiannya yang umum. Dalam mendefinisikan konsep Hukum, kita harus memulai dengan mengkaji pertanyaan “Apakah fenomena sosial yang lazim disebut Hukum yang menampilkan suatu karakteristik umum yang membedakannya dari fenomena sosial lain? Kemudian apakah karakteristik ini dikatakan penting dalam kehidupan sosial manusia sehingga dapat menjadi landasan bagi pembentukan suatu konsep yang berguna bagi pengetahuan tentang kehidupan social ? Maka sebagai prinsip penghematan untuk

12

Hans Kelsen, Teori Umum Hukum Dan Negara, Alih Bahasa H. Somardi Diterbitkan Oleh ( Jakarta : BEE Media Indonesia, 2007), hlm. 3.


(38)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

berfikir, telah harus di mulai dengan kemungkinan pemakain istilah “Hukum” yang paling luas13.14

Sebagai suatu teori, terutama dimaksudkan adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya; Teori ini berupaya untuk menjawab pertanyaan apa itu Hukum dan bagaimana ia ada, dan bukan bagaimana ia semestinya ada. Ia merupakan Ilmu Hukum (Yurisprudensi) jadi bukan politik Hukum.15

2. Penataan Ruang

Dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa :

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, mememihara kelangsungan hidupnya.

Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan yang dimaksud dengan Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

Pasal 1 Ayat (3) menyebutkan Penataan Ruang adalah suatu sistim proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

13

Ibid, hlm. 4 14

Ibid ,hlm.4. 15

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Penerjemah; Raisul Muttaqien, (Bandung : Nusamedia & Nuansa, 2007), hlm..1


(39)

Pasal 1 Ayat (32) Menyebutkan tentang izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.16

Kemudian menurut UUPA. No. 5 Tahun 1960 Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa :

Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya didalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa asdalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

Pasal 1 ayat (3) Bahwa hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air dan ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.

Pasal 1Ayat (6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut ayat (4) dan pasal 3 dari UUPA. No. 5 Tahun 1960.17

Juga menurut UUPA No. 5 Tahun 1960 penggunaan Ruang sebagaimana Pasal 33 ayat (3) UUD.1945. Maka menurut pasal 2 ayat (1) UUPA. No. 5 Tahun 1960 adalah tentang pengertian…” pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.

Pasal 33 ayat (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :

16

Baca UUPR No. 26 Tahun 2007 ( Pasal 1 dan seterusnya) 17


(40)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan , persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Nasional yang aman, nyaman, produktif, dan Pembangunan Berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional yang berlandaskan :

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber

daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.18

Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

1. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi :

a. Pengaturan, pembinaan, pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kotan dan kawasan strategis kabupaten/kota;

18

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentan Penataan Tata Ruang Pasal 3


(41)

b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota

c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; d. Kerjasama penataan ruang kabupaten/kota.

2. Wewenang poemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten sebaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) meliputi : a. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota

3. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. Pemerintah Daerah kabupaten/kota melaksanakan :

a. Penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;

b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d. Pengendalian dan pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 4. Dalam melaksanakan kewenangan sebaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

Pemerintah Daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.

5. Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Ayat (3) dan serta ayat (4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota adalah :


(42)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

a. Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

b. Melaksanakan standard pelayanan minimal bidang penataan ruang.

6. Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standard pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah Daerah Provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan19.

3. Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan , kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan, dapat memiliki makna ganda.Tipe Pembangunan yang pertama diprioritaskan pada orientasi Sosial dimana pada fokusnya adalah pada masalah kehidupan masyarakat (manusia) terhadap sumber daya kualitatif. Tipe Pembangunan yang kedua adalah lebih memperhatikan secara politik karena lebih memperhatikan pada perubahan sistem pemerintahan terhadap kaitannya dengan hubungan Sosial. Kemudian Tipe Pembangunan Ketiga adalah berfokus pada Pembangunan Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan.

Sebagaimana disebutkan bahwa tipe-tipe pembangunan itu memiliki makna ganda, yang dikenal seperti Tipe Pertama lebih berorientasi kepada pertumbuhan

19


(43)

ekonomi dimana fokusnya adalah pada masalah kuantitatief dari produksi dan penggunaan sumber daya. Pada Tipe Kedua, bahwa pembangunan yang lebih memperhatikan pada perubahan dan pendistribusian barang-barang dan peningkatan hubungan sosial. Tipe ketiga lebih berorientasi pada Pembangunan sosial dimana fokusnya pada kualitatif dan pendistribusian perubahan dalam struktur dari masyarakat yang diukur dari berkurangnya diskriminasi dan eksploitasi dan meningkatnya kesempatan yang sama dan distribusi yang seimbang dari keuntungan dari pembangunan pada seluruh masyarakat.20

Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia sebagai Berkelanjutan ditetapkan pada Alinea keempat Pembukaan UUD. 1945, yang berbunyi : “Untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Untuk mencapai tujuan itu, dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila. Karena Pancasila merupakan landasan idiil (ideology) hidup bernegara di Indonesia, termasuk landasan idiil bagi Pembangunan Nasional”21 yang berwawasan dan Berkelanjutan.

Dasar Hukum Pembangunan Berkelanjutan (Sosial,Politik,Budaya,dan Lingkungan) dicantumkan didalam pasal 27 dan pasal 33 UUD 1945.

20

Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, (Penerbit : Yogyakarta 2005 Gajah Mada University Press, 2005), hlm. 21

21

Janus Sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi, Medan : penerbit Bina Media Medan, 2000. hlm. 49


(44)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 Pasal 27 UUD. 1945 berbunyi :

Ayat (1). Segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;

Ayat (2). Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan penghidupan yang bagi kemanusiaan.

Pasal 33 UUD. 1945 berbunyi :

Ayat (1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan;

Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

Ayat (3) Bumi. Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Bahwa Ketentuan diatas adalah mengandung makna bahwa Pembangunan, termasuk pembangunan ekonomi yang harus dapat membentuk manusia sebagai manusia. Berarti Pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan yang berperi kemanusiaan dan berkelanjutan. Rakyat dan pemerintah wajib melaksanakan pembangunan ekonomi dengan baik, untuk menjamin terlaksananya pembangunan. Berkelanjutan.


(45)

G.Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul tesis penelitian yaitu :” Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan” maka lokasi penelitian dilakukan di kota Medan. Penelitian lokasi ini didasarkan kepada keberadaan Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki laju perkembangan pembangunan yang pesat terutama terhadap pembangunan berkelanjutan.

2. Spesifikasi Penelitian

Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian adalah untuk menjelaskan jenis penelitian, sifat penelitian, dan pendekatan penelitian yang digunakan :

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum Normatif. Penelitian hukum Normatif artinya melihat dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhubungan dengan penelitian seperti Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD. RI. 1945), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang RI. No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah RI. No. 47 Tahun 1997. Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Permendagri. No. 1 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. UU. RI.No. 28 Tahun 2002. Tentang Bangunan Gedung. Keputusan Presiden RI. No. 63 Tahun 2003. Tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional.


(46)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

Peraturan Daerah Kota Madya Daerah Tingkat II Medan No. 4 Tahun 1995 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005. UULH. No. 4 Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup. UUPLH. No. 23 Tahun 1997 Tentang Pegelolaan Lingkungan. Lingkungan Hidup dan UUPA. No. 5 Tahun 1960 dengan pejelasan Pokok Agraria.

Dengan harapan Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Kemudian pendapat dari Ronald Dworkin menyatakan penelitian hukum Normatif disebut juga dengan Penelitian Doktrinal (Doctrinal Research), yaitu:”Suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (Law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui proses Pengadilan (Law as it is decided by the judge trough judicial proses)22.artinya bagaimana Hukum itu didayagunakan sebagai instrument untuk meningkatkan kepercayaan.

b. Sifat Penelitian

Penelitian tentang Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, maka sifat penelitian adalah diskriptif Analisis. Bersifat diskriptif karena akan menggambarkan dan menerangkan

22

Ronald Dworkin, dalam kutipan Bismar Nasution, Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan hasil penulisan penelitian hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU. Tanggal 18 Februari 2003, hlm. 1. Bandingkan dengan Bagir Manan, yang mengatakan penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap kaidah/hukumnya itu sendiri (peraturan perundang-undangan, Yurisprudensi, hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum. Bagir Manan, “Penelitian dibidang Hukum” dalam jurnal hukum Puslitbangkum, diterbitkan oleh pusat Penelitian perkembangan Hukum Lembaga Penelitian Universitas Pejajaran, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( Bandung, Nomor Perdana : 1-1999), h. h. 4


(47)

permasalahan Hukum yang berkaitan dengan : “Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektip Pembangunan Berkelanjutan.

Pendekatan Hukum Normatif (yuridis Normatif). Menurut pendapat Soerjono Soekanto terdiri dari 16). Penelitian terhadap asas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum dan,penelitian perbandingan hukum.. Sedang menurut Bambang Sunggono membagi penelitian Yuridis Normatif yang terdiri dari : Inventarisasi Hukum Positip, menemukan asas Hukum dan Doktrin Hukum, menemukan hukum untuk suatu perkara inconcrito,penelitian terhadap sistimatika hukum , penelitian terhadap taraf sinkronisi, penelitian terhadap taraf sinkronisasi, penelitian perbandingan hukum dan penelitian sejarah hukum.

c. Pendekatan Penelitian.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat Sosiologis Yuridis yaitu Hukum Normatif yang terdapat pada UU. RI. No. 26 Tahun 2007, PP. No. 47 Tahun 1997, Permendagri. No.1 Tahun 2007, UU. RI. No. 28 Tahun 2002, PERDA Kotamadya Daerah Tingkat II Medan No.4 Tahun 1995, diharapkan Dalam Analisis Hukum Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan dan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kota Medan untuk meningkatkan Pembangunan Berkelanjutan.

3. Sumber Data

Mengenai Sumber Data pada penelitian ini berupa Data Primer dan Data Sekunder.


(48)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 a. Sumber Data Primer adalah bersumber dari penelitian lapangan, yang

diperoleh dari melalui Observasi, hasil jawaban kuesioner di Instansi pemerintah kota Medan.

b. Sumber Data Sekunder adalah meliputi bahan-bahan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,seperti halnya ketentuan perundang-undangan antara lain : UUD 1945, UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Tata Ruang, PP No.47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Permendagri No.1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, UU RI. No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Keputusan Presiden RI.No.63 Tahun 2003 Tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional, Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan No.4 Tahun 1995 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005, UULH No.4 Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup,UUPLH No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UUPA No.5 Tahun 1960 Tentang Agraria atau Pertanahan dan serta Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan bahan Tesis Penelitian.Disamping itu data sekunder berupa; buku-buku referensi, hasil-hasil penelitian,Kamus Hukum, Majalah, Artikel, Journal dan lain-lain yang berhubungan dengan Tesis ini.


(49)

4. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah dengan menggunakan daftar kuesioner (pertanyaan) dan wawancara. Penggunaan teknik kuesioner untuk memperoleh data dari responden. Untuk memperoleh data yang diinginkan dibuat daftar pertanyaan dan kemudian diserahkan dan/dikirim kepada responden untuk mempelajari sekaligus dijawab oleh responden. Bentuk kuesioner yang dibuat adalah dalam bentuk terbuka dan tertutup agar pembicaraan atau pencakupannya tidak kaku dan dapat menampung keinginan dari responden yang tidak tercantum dalam kuesoner.

Kegiatan wawancara dilakukan terhadap nara sumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan rinci tentang hal-hal yang tidak mungkin dapat dijelaskan responden dalam kuesioner, sehingga dengan adanya wawancara diharapkan dapat diperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang masalah yang diteliti.

5. Analisa Data

Setelah data primer diperoleh, maka dilakukan pengeditan data, sehingga keakuratan data dapat diperiksa dan bila ada kesalahan dapat diperbaiki dengan jalan menjajaki kembali kesumber datanya

Kemudian setelah dilakukan dan diproses pengeditan data selesai dilaksanakan, maka proses selanjutnya pengolahan data yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :


(50)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 A. Untuk data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, maka akan

dikelompokkan atau diklasifikasikan sesuai dengan kelompok atau unit analisis yang telah ditentukan.

B. Untuk data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan penyederhanaan yaitu dengan cara mengklasifikasikan hasil wawancara kedalam kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan unit analisis variable penelitian yang telah ditetapkan, Cross Chek kebenaran data yang diperoleh dari responden.

C. Dalam melakukan penafsiran data dilakukan penyilangan-penyilangan antara unit analisis yang satu dengan unit analisis yang lain, apakah data tersebut saling mendukung atau saling bertentangan dan ditarik kesimpulan.

Kemudian keseluruhan data dilakukan,baik data primer maupun data sekunder dianalisis dengan mempergunakan metode Induktif dan Deduktif melalui pendekatan kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban yang ada dalam penelitian ini.

Bahasa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis terhadap penataan tata ruang yang lebih efektif, sehingga dapat disusun secara terpadu untuk menyeluruh atau konprenshif integral dalam rangka perencanaan tata ruang dimasa-masa yang akan datang demi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.


(51)

PENGATURAN ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN RUANG KOTA MEDAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

A. Analisis Hukum

1. Pengertian Tentang Hukum

Beberapa sarjana telah memberikan batasan tentang hukum menurut pendapatnya masing-masing dan kenyataannya batasan mereka yang kemukakan satu sama lain saling berbeda. Batasan-batasan yang mereka kemukakan mengenai pengertian hukum adalah sebagai berikut23 :

a. Menurut pendapat Prof. Mr.E.M. Meyers, hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

b. Menurut Leon Duguit, hukum ialah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.

c. Menurut Immanuel Kant, hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain menuruti asas tentang kemerdekaan

23

J.B. Dallyo, dkk, Pengantara Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta : Bekerja sama dengan APTIK Penerbit PT. Gramedia, 1989) hlm. 29


(52)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

Dari berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur yaitu24:

a. Peraturan tingkah laku manusia.

b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib. c. Peraturan itu bersifat memaksa.

d. Sanksi bagi pelanggaran terhadap peraturan itu adalah tegas ( pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).

Setiap anggota masyarakat harus bertingkah laku sedemikian rupa sehingga tata tertib masyarakat tetap terpelihara baik. Hukum merupakan peraturan-peraturan yang beraneka ragam dan mengatur hubungan orang dalam masyarakat. Hukum mewajibkan diri dalam peraturan hidup bermasyarakat dinamakan kaidah hukum. Setiap orang yang melanggar suatu kaidah hukum akan mendapat sanksi berupa akibat hukum tertentu yang nyata. Dengan dikenakannya sanksi bagi mereka yang melanggar kaidah hukum, maka hukum itu bersifat mengatur dan memaksa. Sanksi di sini adalah berfungsi sebagai pemaksa seseorang tidak mau patuh dan taat pada hukum. Jika dalam kehidupan bermasyarakat sanksi benar-benar dikenakan secara adil kepada siapa saja yang melanggar hukum, maka akan tercipta ketertiban dan keadilan dalam masyarakat.

Hukum tidak hanya dibelakang dan menunggu serta mengikuti perubahan, akan tetapi secara aktif mendorong terjadinya perubahan. Meskipun terjadinya perubahan sosial bukanlah hanya semata-mata ditimbulkan oleh hukum saja tetapi

24

Ibid, hlm. 30


(53)

faktor-faktor lain juga turut berperan, namun paling tidak, hukum memiliki kemampuan sebagai landasan, petunjuk arah serta sebagai bingkainya. Dikatakan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa penggunaan perundang-undangan dengan secara dasar oleh pemerintah sebagai suatu sarana untuk melakukan suatu tindakan sosial yang terorganisasi telah merupakan ciri khas negara modern25. Demikian pula Marc Galenter mengatakan, bahwa dalam sistem hukum modern terdapat kecendurungan yang tetap dan kuat ke arah penggantian perundang-undangan rakyat yang lokal sifatnya oleh perundang-undangan resmi yang dibuat oleh Pemerintah.26 Melalui berbagai peraturan perundang-undangan tersebut, maka hukum diberlakukan secara uniform dan bersifat nasional serta tidak lagi bersifat lokal dan tradisional.

Penggunaan hukum sebagai sarana perubahan sosial dimaksudkan untuk menggerakkan masyarakat agar bertingkah laku yang sesuai dengan irama dan tuntutan pembangunan, seraya meninggalkan segala sesuatu yang sudah tak perlu lagi dipertahankan. Bertalian dengan masalah tersebut menarik apa yang dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, bahwa : Di Indonesia, fungsi hukum dalam pembangunan adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat.27 Hal ini didasarkan pada anggapan, bahwa adanya ketertiban (stabilitas) dalam pembangunan merupakan suatu yang dipandang penting dan diperlukan. Suatu ketertiban hukum merupakan suatu ketertiban yang dipaksa (dwangorde); apabila oleh hukum suatu tindakan-tindakan

25

Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung; Angkasa, 1991), h. 113 26

Marc Galenter, Modernisasi Sistem Hukum, dalam Myron Weiner (ed), Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, Cet. III, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 110

27

Mochtar Kusumaatmaja, Hubungan Antara Hukum Dengan Masyarakat, Landasan Pikiran Pola dan Mekanisme pelaksana Pembaharuan Hukum, (Jakarta : BPHN-LIPI, 1996), hlm. l.9


(54)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

tertentu tak diperkenankan, maka jika tindakan itu dilakukan, yang melakukan tindakan tersebut akan dikenakan sanksi. Menurut Kelsen prinsip dari aturan hukum adalah : jika dilakukan tindakan yang berlawanan dengan hukum, maka akan dikenakan sanksi sebagai akibat dari tindakan yang berlawanan dengan hukum tersebut.28 Hubungan antar akibat dari tindakan yang berlawanan dengan hukum dengan tindakannya itu sendiri adalah tidak sama dengan hubungan antara pemanasan sebatang besi dan akibatnya bahwa besi tersebut menjadi lebih panjang, sehingga hal tersebut bukan merupakan hukum casualitas, menurut Kelsen “het onrechsgevolg wordt het onrecht toegerekend”. Seberapa jauh hukum pidana dan sanksi pidana masih diperlukan untuk menanggulangi kejahatan ? Kiranya terdapat beberapa pendapat mengenai hal ini. Beberapa pakar hukum pidana menolak penggunaan hukum pidana dan sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan, sementara beberapa pakar yang lain justru berpendapat sebaliknya. Herbert L. Packer termasuk pakar yang menolak penggunaan hukum pidana dan sanksi pidana dengan alasan bahwa sanksi pidana merupakan peninggalan kebiadaban masa lampau 29. Bahkan munculnya aliran positivisme dalam kriminologi yang menganggap pelaku adalah golongan manusia yang abnormal menjadikan semakin kuatlah kehendak untuk menghapuskan pidana ( punishmen ) dan menggantikannya dengan treatment.

28

Lihat, Lili Rasida, Op.cit,hal.38 29

Herbert L, The Limits of the Criminal sanction. (Stanford : Stanford University Press, 1968), hlm. 17


(55)

Pakar hukum pidana yang mempunyai pandangan sebaliknya adalah pakar hukum pidana Indonesia, Roeslan Saleh dengan mengemukakan tiga alasan30 Alasan Pertama, diperlukan tidaknya hukum pidana dengan sanksi hukum pidana tidak terletak pada tujuan yang hendak dicapai, melainkan pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu hukum pidana dapat mempergunakan paksaan-paksaan. Alasan Kedua, bahwa masih banyak pelaku kejahatan yang tidak memerlukan perawatan atau perbaikan, meski demikian masih tetap diperlukan suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja. Alasan Ketiga, ialah bahwa pengaruh pidana bukan saja akan dirasakan oleh si penjahat, tetapi juga oleh orang lain yang tidak melakukan kejahatan.

Disamping itu, hukum sebagai kaidah berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan arah kegiatan-kegitan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh perubahan terencana itu. Dari uraian tersebut tampak bahwa dalam kaitannya dalam pembangunan, maka hukum dapat memainkan yang amat penting, yaitu sebagai sarana perubahan sosial dalam perjalanannya, pembangunan menimbulkan perubahan-perubahan besar yang tidak saja menyangkut nilai-nilai, sikap dan pola prilaku masyarakat. Dengan perkataan yang berbeda, sasaran dan akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan benar-benar bersifat total dan simultan. Terjadinya perubahan dalam masyarakat merupakan gejala yang wajar.

30


(56)

Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008

Pengaruh menjalar dengan cepat ke berbagai bagian dalam masyarakat. Lebih-lebih pengaruh perilaku sosialnya, termasuk nilai-nilai sikap, pola prilaku secara hubungan antar kelompoknya31.

Salah satu tujuan Negara Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga salah satu tugas konstitusional pemerintah Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia melalui kegiatan pembangunan ekonomi yang secara rinci diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat. Sehubungan dengan pembangunan ekonomi, Sunaryati Hartono32 menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi sangat memerlukan sarana dan prasarana hukum agar supaya benar-benar dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan yang direncanakan yakni ketertiban (stabilitas) dan kepastian disamping kemanfaatan hukum. Sunaryati Hartono lebih lanjut menyebutkan bahwa hukum mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan dan keserasian dan keselarasan antara berbagai kepentingan dalam masyarakat.33 Dengan selalu menjaga keseimbangan dan keserasian antara berbagai pihak tersebut, maka dinamika kegiatan ekonomi nasional dapat diarahkan kepada kegiatan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dengan

31

Selo Sumardjan, Social Change in jogjakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hal.3

32

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: Alumni, 1991), hal.30

33 Ibid.


(57)

memperhatikan stabilitas sebagai salah satu tujuan hukum.34 Untuk mencapai hal-hal tersebut, hukum diarahkan harus berubah lebih dahulu melalui pembangunan hukum yang mencakup: (a) membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada, (b) membuat sesuatu yang ada menjadi lebih baik dan lebih modern, atau (c) meniadakan sistem yang lama karena tidak diperlukan lagi dan tidak sesuai lagi dengan sistem yang baru.

Hukum sangat berperan di dalam pembangunan ekonomi, artinya hukum dapat menjaga keseimbangan dan keselarasan serta mengakomodasikan antara para pihak yang berkepentingan. Oleh karenanya rule of law merupakan hal penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi reformasi sistem ekonomi (rule of law in economic development), hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh David M. trubek bahwa jika masalah hukum sudah jelas maka Indonesia akan mudah menjawab pertanyaan, karena hukum adalah suatu ilmu yang praktis. Tidak perlu menggali kepada hal-hal yang fundamental dari fungsi-fungsi sosial, ekonomi dan politik dari tatanan hukum.35

Selanjutnya, Pembangunan hukum yang mengarah pada pertumbuhan pembangunan ekonomi melalui kegitan investasi ditujukan untuk menciptakan stabilitas (ketertiban) disamping kepastian hukum. Hal ini sesuai dengan ajaran bahwa hukum merupakan alat pembaharuan masyarakat yang berasal dari Roscue Pound (1954)

34

Gunarto Suhardi, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002), hlm.12

35

David M. Trubek, Toward a Social Theory of Law: An Essay on the Study of Law and Development, dalam Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Op. cit, hal.9


(1)

131 negara untk bekerja sama dalam melakukan pengawasan terhadap izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan

2. Penataan tata ruang merupakan hasil kreatif yang sangat berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang di Indonesia khususnya bagi perkembangan Kota Medan. untuk itu kepada pemerintah diharapkan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan tata ruang misalnya dengan membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas setiap pelanggaran tata ruang, perizinan dan lingkungan, selain itu mengatur aparatur negara untuk berperan aktif dalam mengawasi setiap kegiatan mebangun fisik bangunan dan melindungi setuap pemegang izin.

3. Kepada aparatur Penegak Hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim dan yang berwewenang yang melakukan penyidikan terhadap orang-orang yang melakukan pelanggaran untuk segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan kepada Hakim yang menangani perkara tersebut agar menjatuhkan putusan yang berat kepada pelanggar tata ruang , perizinan dan lingkungan, sehingga tidak mengulangi perbuatannya lagi dan juga kepada orang-orang yang mencoba untuk berbuat perusakan lingkungan dan tata ruang berpikir ulang untuk melakukannya.


(2)

A. Buku.

Abduh Muhammad, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan dengan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) (Medan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 1988)

Akbar Faisal, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah : Cetakan Pertama; Medan Pustaka Bangsa Press 2003

Arifin, Syamsul. Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, Medan : Universitas Sumatera Utara Press, 1993

Arifin Syamsul, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan di Sumatera Utara (Medan, Penerbit Pustaka Bangsa Press 2004)

Bakri Muhammad, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria) Cet. 1, Yogyakarta : Citra Media, 2007

Danu Saputro Munadjad, st, Hukum Lingkungan, Bandung :Bina Cipta 1980 (Buku I) Dellyo JB Dkk, Pengantar Ilmu Hukum , Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta : PT.

Gramedia 1989.

Dwarkin Ronald, Dalam Kutipan Bismar Nasution Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum.

Galenter Marc, Modernisasi Sistem Hukum Dalam Myron Weiner (ed) Modernisasi Dinamika Pertumbuhan Cetakan I ; Yogyakarta Gajah Mada University, Press 1993, Cetakan III.

Hadi P. Sudharto; Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Yogyakarta : Oleh Gajah Mada University, Press, 2005

Hadjon M. Philipus Dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to Indonesia Administrative law, Yogyakarta ; Dicetak oleh : Gajah Mada University Press, 1995


(3)

133 Hartono Sumaryati; Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung:

Alumni 1991.

Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi kedelapan Cetakan Kedelapan belas Gajah Mada University Press, 16 Juni 2005.

Herbet L, The Limits of the criminal (Stanford : Stanford University, Press 1968)

Kantaatmadja Komar Mieke, Hukum Angkasa dan hukum Tata Ruang (Bandung, Penerbit Cv. Mandar Maju, 1994)

Kelsen Hans, Teori Umum Hukum dan Negara, Alih Bahasa H. Somardi. Diterbitkan oleh : Jakarta BEE. Media Indonesia 2007

--- , Teori Hukum Murni, Penerjemah Raisal Muttaqien, Bandung : Nusamedia & Nuansa, 2007.

Kusumaat Maja Muchtar; Hubungan antara Hukum dengan Masyarakat, Landasan Pikiran Pola dan Mekanisme Pelaksanaan Pembaharuan Hukum Jakarta : BPHN Lipi. 1996.

---, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bandung : Bina Cipta. 1976

Manan Bagir, Hukum Positif di Indonesia Suatu Kajian Teoritik, cetakan ketiga , Yogjakarta : UII Press April 2004.

Mayanti Seder; Good Governance (Kepemerintahaan yang baik) dalam rangka otonomi daerah, upaya membangun organisasi efektif dan efisien melalui rekomendasi dan pemeberdayaan Bandung, Mandar Maju 2007.

Nasution Bismar, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Pidato Disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 12 April 2004. Saleh Ruslan, Suatu Reorientasi Dalam Hukum Pidana, Jakarta; Aksara Baru 1973

Salim Emil, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1985


(4)

Sidabalok Janus, Pengantar Hukum Ekonomi Medan, Penerbit Bina Media Medan, 2000 Silalahi Daud M. Hukum Lingkungan Dalam Sistim Penegakan Hukum Lingkungan

Indonesia, (Bandung : Penerbit PT. Alumni, 2001

Soegito Irawan, Undang-Undang Gangguan (HO) Jakarta : Noor Dhoff-Kolf NV. 1995 Soemardjan Selo, Social Change In Yogjakarta ( Yogjakarta Gajah Mada University

Press 1991)

Stellinga, Grondtriekken van het Nederland Administratif Recht (Bandung Alumni 1981, Terpetik Dalam Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara.

Sudrajad Sodik Ahmad & Ridwan Juniarso, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, (Bandung : Penerbit Nuansa, 2007) Cetakan I Suhardi Gunarto, Peranan Hakim Dalam Pembangunan Ekonomi; (Yogjakarta :

University Atmajaya, 2002)

Susanto Gunawan, Analisis Dampak Lingkungan Yogjakarta : Gajah Mada University 1987

Rahardjo Satjipto, Hukum dan Masyarakat Bandung: Angkasa 1991

Rangkuti Sundari Siti; Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi. Unair Pada 1987. Rasyidi Ira dan Rasyidi Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum dan Teori Hukum, Bandung,

Citra Aditya Bhakti 2001

Ridwan H. Juniarso dan Sodik Achmad, Hukum Tata Ruang dalam konsep kebijakan otonomi daerah, Bandung ; Penerbit Nuansa 2007

Siahaan, Lintong O. Prospek PTUN sebagai Penyelesaian Sengketa Administrasi di Indonesia, Cetakan Pertama, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2005 Silalahi M. Daud, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan


(5)

135 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga ; Jakarta : Universitas

Indonesia (UI- Press), 1986.

Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia sebuah Pengantar, Diterbitkan oleh Sinar Grafika, Jakarta 2006.

Syahrin, Alvi, Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan dan Permukiman Berkelanjutan, Medan, Pustaka Bangsa, 2003.

Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Tanpa Penerbit, 1980.

Widjaya Rangga Rosjidi, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia; Bandung : Mandar Maju 1998.

B. Perundang-Undangan

Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah Pengganti Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004


(6)

Peraturan Pemerintah RI No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Permendagri. No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Pertokoan

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Nomor 4 Tahun 1995 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005

C. Jurnal Ilmiah, Majalah dan Makalah

Nasution, Bismar, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 17 April 2004

---“Reformasi Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi”, disampaikan pada Diskusi Pembangunan Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, fakultas Hukum USU, Medan, 25 September 1999.