b. Niat diri sendiri atau merubah sugesti, seperti ungkapan berikut:
“Usaha w sebenernya karena niat w ketika w pengen berhenti w bener- bener full pengen berhenti, sugesti w tentang rokok, pikiran w tentang
rokok, semua rasa tentang rokok itu harus w rubah karena kalau ga ngrubah itu susah dan w ga percaya orang bilang w berhenti ngrokok
harus bertahap w ga percaya itu buktinya w bisa ketika berhenti w full total langsung berhenti ga secara bertahap asalkan sugesti w keinginan
w bener- bener itu memang berhasil” I
12
. c.
Makan cemilan, seperti ungkapan berikut: “paling makan permen ja, nyemil-nyemil, kalau ada cemilan ya rokok
minggir” I
1
. “Paling ngemil-ngemil karena kalau ga ngrokok bawaannya laper” I
2
. “Beli cemilan banyak biar pengganti habis makan” I
6
d. Mengurangi porsi rokok, seperti ungkapan berikut:
“Caranya biasanya dengan memperhitungkan jatah tiap hari merokok. Terus kedepannya berkurang, be
rkurang lagi” I
3
. “Paling ngurangin karena ga bisa tiba-tiba langsung berhenti
sekaligus” I
8
. “Menurunkan porsi merokok tiap hari secara bertahap” I
11
. e.
Puasa, seperti ungkapan berikut: “Puasa, karena punya keyakinan puasa itu menyehatkan, kemudian aku
lakukan olahraga karena habis olahraga biasanya kita ga mo ngrokok. Setelah setengah bulan berkurang” I
4
.
f. Mengalihkan dengan kegiatan lain seperti ungkapan berikut:
“Dilampiaskan dengan maen komputer atau maen game” I
6
. 5.
Kesulitan berhenti merokok Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir semua perokok ingin berhenti
merokok, pernah berhenti merokok tetapi kembali merokok sampai sekarang. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor seperti faktor, yaitu:
a. Pergaulan teman, seperti ungkapan berikut:
“Karena faktor lingkungan juga karena temen-temen kebanyakan merokok jadi saya ngambil kesimpulan ja, lebih baik ngikut meskipun
sedikit-sedikit buat hargain daripada nghindar ga enak, biasanya disepelein gitu mas. Karena orang-orang kaya gitukan biasanya ledek-
ledekan cuma ga enak ja. Maksud gw kalau samping-sampingan dengan orang merokok kan asepnya tuh, jadi daripada asepnya ga ngrokok lagi
asik ngobrol ngehindar kan ga enak, terpaksa dibakar” I
1
. “Faktor kesulitannya sih karena pengaruh pergaulan juga sih mas,
terus biasanya bingung mo nglakuin apa lagi terus jadinya ngrokok deh. Kaya gitu biasanya”I
3
. “Lingkungan kawan-kawan atau temen-temen saya itu semuanya
merokok dulu juga saya merokok akan tetapi saya sudah berhenti seolah-olah terpanggil kembali saya untuk merokok dan akhirnya
merokok terus I
5
. “Karena saya takut kehilangan temen-temen ketika saya nongkrong jadi
temennya berkurang atau dianggap saya ga asik bagi temen-temen ketika temen-temen ngrokok saya ga ngrokok. Terus rasa menghormati
saya agak sedikit berkurang ketika ga ngrokok dengan temen-temen, adanya duit buat beli rokok, atau bisa minta rokok ke temen. kebetulan
temen-temen sering nawarin rokok terus ya nungguin BT daripada nglamun masih mending saya ngrokok” I
6
. “Ada, sebenernya balik lagi ke diri pribadi karena menghargai
kesehatan diri sendiri karena kesehatan itu mahal. Kalau saya hidup dengan lingkungan yang memang ga merokok saya bisa ga merokok
karena lingkungan yang terlalu dominan ya beginilah susah” I
7
. “pergaulan juga sih mas ketika saya ingin berhenti nyampe sini pada
ngrokok semua masa saya ga, apalagi kalau lagi stress mas semakin jadi” I
9
. b.
Diri pribadi, seperti ungkapan berikut: “Berhenti waktu mau tes masuk UIN. Kesulitannya ya bawaannya laper,
mulut ga enak, kalau ada duit, ga ada yang nglarang merokok sekalipun cewe, mendingan pilih rokok daripada cewe, kalau cewe nglarang
ngerokok mending diputusin aja” I
2
. “Bisa ngrokok lagi karena banyak pikiran, kalau sendirian bengong mo
ngapain” I
3
. “Kesulitannya seolah-olah ga ada kegiatan tanpa rokok. Misal kita di
ruang AC, kita ga ngrokok sekian lama biasanya kalau udah 3 jam 5 jam ga ngrokok biasanya mulut saya agak gimana gitu, rasanya agak
asem-asem gitu loh, mulut rasanya ga enak, kaya digebukin orang cina diem a
ja istilah jawa” I
4
.
“hidup saya merasa gelisah, seolah-olah ga lengkap ada yang hilang, terutama ketika saya menghadapi persoalan saya kurang rileks jadi
kurang cermat ketika ga ngrokok I
5
. “Kalau sudah berkeluarga saya pengen ngrokok berhenti. Karena ingin
hidup hemat dengan tanpa membuang uang sia-sia dengan merokok, bagi saya dampak negatifnya lebih banyak. Berhenti merokok kalau
saya sakit atau ingin gemukin badan I
6
. “Pernah ingin berhenti 2 atau 3 kali. Kadang sadar kalau bener harus
berhenti merokok kesadaran diri sendiri dan pacar sering ngingetin berhenti merokok. Ga berhasil karena sifat rokok yang adiktif karena
bikin ketagihan dan saya tidak bisa menahannya lagi dan akhirnya saya merokok lagi. Kesulitannya karena ga ada yang ngawasin mungkin
kalau setiap hari ada yang ngawasin jangan ngrokok, jangan ngrokok, jangan ngrokok mungkin bisa berhenti” I
8
. “Saya pernah sekali karena sakit sebulan selain itu ga ada lagi, ga
berhasil karena ga enak aja, kalau ga ngrokok BT, asem mulut ga ena
k” I
10
. “Saya berhenti merokok satu bulan karena batuk mengganggu
kesehatan saya. Kesulitannya belum ada pengganti yang sifatnya seperti rokok ketika saya sendirian atau lagi nongkrong diskusi ga ada lagi
yang menemani saya untuk tidak merokok, bahkan ada kopi item dan cemilan itu ga seenak saya merokok” I
11
. “Kesulitannya karena faktor bener-bener pikiran w dan ga cuma
pikiran seluruh anggota tubuh, sel-sel tubuh w seolah-olah mengatakan
rokok itu kebutuhan w kayak perut w membutuhkan makan seluruh tu
buh w mengatakan bahwa rokok itu kebutuhan w” I
12
. c.
Faktor lingkungan, seperti ungkapan berikut: “Mungkin kalau saya hidup di lingkungan orang yang ga ngrokok itu
mungkin saya bisa berhenti ngrokok. Secara serius 2X, pernah lebih dari seminggu saya tidak ngrokok karena keadaan sosial atau
lingkungan saya ga ngrokok. Penyebab ga ngrokok itu karena sakit timbul, didukung oleh kondisi ekonomi dan lingkungan keluarga yang
mendukung saya tidak merokok. Kantin yang tersedia rokok itu sangat ngaruh karena ketersediaan rokok ada jadi secara psikologis itu juga
mempengaruhi saya untuk merokok” I
5
. “Kantin yang menyediakan rokok atau pedagang-pedagang rokok yang
deket dari jangkauan itu sangat mempengaruhi hampir 90 itu sangat mempengaruhi, 10`y sih saya bisa mengendalikan diri karena kalau
jauh saya males” I
6
. “Dalam lingkungan juga mempengaruhi karena komunitas saya berada
kebanyakan merokok semua dan mau ga mau bukan karena saya ingin atau harus seperti mereka tapi saya ingin menghilangkan sesuatu tapi
ternyata di lingkungan saya juga tergoda dan makanya saya sulit untuk menghilangkan itu. Dengan keadaan kampus yang banyak rokok ya
agak sedikit penyulit juga” I
11
. d.
Faktor orang yang menjadi panutan seperti ungkapan berikut: “Kajur atau dekan yang buat aturan aja ngrokok, jadi ya ngrokok
bareng aja gitu” I
2
.
“Apalagi dosen yang merokok itu sangat mempengaruhi psikologis khususnya mahasiswa untuk dia juga merokok. Apalagi ketika faktor
trendnya yang dominan waaahh dia merokok masa w ga ngrokok, dosen aja ngr
okok masa saya ga ngrokok” I
5
. “Adanya dosen yg ngrokok itu sangat mempengaruhi hampir 90 itu
sangat mempengaruhi, 10`y sih saya bisa mengendalikan diri” I
6
. “dosen yang merokok atau kantin yang menyediakan rokok itu juga
ngaruh” I
7
. “Kesulitan karena karyawannya juga scurity ngrokok daerah kampus
bahkan dosen juga ada yang ngrokok di kampus itu kan ga mencontohkan
” I
9
.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Mulai Merokok
Hasil penelitian pengumpulan data didapatkan bahwa sebagian besar perokok mulai merokok pada masa sekolah. Dari 12 informan, didapatkan 5
41,66 informan mulai merokok pada saat duduk di bangku SMA, 3 25 informan mulai merokok pada saat duduk di bangku SMP, bahkan 4 33,33
informan mulai merokok pada saat masih duduk di bangku SD. Secara umum informan mulai merokok saat usia antara 12-18 tahun.
Perilaku merokok terbesar berawal dari masa remaja dan meningkat menjadi perokok tetap dalam kurun waktu beberapa tahun. Smet 1994 mengatakan
bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara usia 11-13 tahun dan mereka pada umumnya merokok sebelum usia 18 tahun. Semakin
muda usia seseorang mulai merokok, semakin besar kemungkinan akan menjadi perokok tetap dan semakin banyak ia merokok jika menginjak dewasa.
Demikian juga penelitian Rochadi 2004 dalam Yunita 2008 bahwa remaja mulai merokok pada usia 12-14 tahun.
Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat mencapai
kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari
kebergantungan sosial ekonomi ke arah relatif lebih mandiri Sarlito, 1994 dalam Kurniasih, 2008.
Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erikson Gatchel, 1989 berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa
perkembangannya yaitu masa ketika sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena
ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk menemukan jati diri tersebut tidak semua dapat berjalan dengan harapan
masyarakat. Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara kompensatoris. Brigham 1991 dalam Komalasari 2000 mengatakan bahwa
perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis.
B. Penyebab Merokok
Hasil penelitian didapatkan data bahwa faktor penyebab informan merokok adalah faktor lingkungan sosial, teman sebaya, diri sendiri, dan lingkungan
keluarga atau adanya orang tua yang merokok. Penelitian berbagai negara menunjukkan bahwa faktor yang mendorong
untuk mulai merokok amat beragam, baik berupa faktor dari dalam dirinya sendiri personal, sosio-kultural, dan pengaruh lingkungan. Faktor personal
yang paling kuat adalah mencari jati diri. Dalam iklan kebiasaan merokok digambarkan sebagai lambang kematangan, kedewasaan, popularitas, dan
bahkan lambang kecantikan, kehidupan yang seksi serta feminisme. Kebiasaan merokok juga dianggap sebagai penghilang stress, menghilangkan kecemasan,
dan menenangkan jiwa remajanya yang bergejolak Aditama, 1992. Sifat ingin mencoba adalah sifat yang wajar muncul pada tahap
perkembangan seorang remaja. Masa remaja adalah periode perkembangan
dimana individu dikonfrontasikan tidak hanya dengan perubahan tubuhnya yang dramatis, tetapi juga dengan serangkaian tugas perkembangan yang kompleks
dan saling terkait. Kebutuhan sosial dan emosional yang sedang berubah mempengaruhi secara dramatis pada pengaturan penyakit, ketaatan, dan
beberapa pokok persoalan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan. Faktor sosio-kultural yang juga penting dalam memulai kebiasaan merokok
adalah pengaruh orang tua dan teman dalam kelompoknya. Di Amerika Serikat, remaja putri yang orang tuanya perokok lima kali lebih sering menjadi perokok
bila dibandingkan dengan yang orang tuanya tidak merokok. Sekitar 75 pengalaman menghisap rokok pertama para remaja biasanya dilakukan bersama
teman-temannya. Kalau seorang remaja tidak ikut-ikutan merokok maka ia takut ditolak oleh kelompoknya, diisolasi dan dikesampingkan Aditama, 1992.
Menurut Leventhal Smet, 1994 perilaku merokok tahap awal dilakukan bersama teman-teman dan orang tua. Hal ini sesuai dengan hasil yang
didapatkan bahwa informan merokok terbanyak karena dipengaruhi teman, tempat untuk merokok yang paling sering adalah tempat teman, dan mayoritas
informan merokok bersama teman-temannya. Ungkapan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Baequni dan Narila
2005 bahwa seorang perokok pertama kali merokok dipengaruhi oleh teman, diri sendiri dan keluarga. Yunita 2008 juga mengungkapkan bahwa seseorang
merokok disebabkan pengaruh teman sebaya dan orang tua yang merokok. Penelitian Scragg dkk, tahun 2002 di New Zealand dengan sampel 14.349
orang remaja mendapatkan bahwa perilaku merokok orang tua adalah determinan kunci dalam perilaku merokok pada remaja selain tekanan teman
sebaya yang merokok Yunita, 2008. Berada di sekitar temen-teman yang merokok merupakan faktor penting dalam menentukan seseorang akan merokok
atau tidak. Biasanya ada tekanan tertentu dari kelompok agar ikut merokok. Jika remaja tidak ikut-ikutan merokok ketika kelompoknya merokok, maka akan
muncul ketakutan dia akan ditolak oleh kelompoknya, diisolasi dan dikesampingkan.
Menurut Sarafino, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok ada tiga, yaitu faktor sosial, psikologis dan genetik. Penelitian yang dilakukan Matua
Harahap pada tahun 2004, mengungkapkan anak-anak merokok disebabkan pengaruh ajakan teman-temannya Zulkifli, 2010.
Faktor kemudahan mendapatkan rokok, baik dari sudut harganya yang relatif murah maupun ketersediaannya dimana-mana membuat jumlah perokok
semakin bertambah. Saat ini kondisi indonesia memudahkan siapapun untuk mendapatkan rokok. Ketika di sekolah mereka tidak mendapatkan akses untuk
membeli rokok, maka mereka akan mencari cara untuk mendapatkannya.
C. Motivasi Berhenti Merokok
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu
tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi merupakan suatu istilah umum yang mencakup tingkah laku yang mencari tujuan dan yang berkembang karena
adanya tujuan-tujuan. Dapat dikatakan motivasi adalah proses menggiatkan, mempertahankan, mengarahkan tingkah laku pada tujuan tertentu Huffman,
Vernoy, 1997 dalam Semium, 2006.
Motivasi seseorang dapat timbul dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri maupun dari lingkungan. Menurut Kort 1987 yang dikutip Bastable
2002, motivasi adalah hasil faktor internal dan faktor eksternal dan bukan hasil dari manipulasi eksternal saja. Motivasi internal adalah motivasi yang timbul
dari dalam diri individu, yaitu semacam dorongan yang bersumber dari dalam diri, tanpa harus menunggu rangsangan dari luar. Motivasi internal merupakan
dorongan atau rangsangan yang bersifat konstan dan biasanya tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungan luar. Sedangkan motivasi eksternal adalah motivasi
yang disebabkan oleh adanya rangsangan atau dorongan dari luar. Rangsangan tersebut bisa dimanifestasikan bermacam-macam sesuai dengan karakter,
pendidikan, latar belakang orang yang bersangkutan. Kelemahan dari motivasi ini adalah harus senantiasa didukung oleh lingkungan, fasilitas, orang yang
mengawasi, sebab kesadaran dari dalam diri individu itu belum tumbuh Herijulianti, 2001.
Hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum hampir semua informan mempunyai keinginan dan mencoba untuk berhenti merokok. Adapun intensitas
berhenti merokok antar informan berbeda-beda. Informan berhasil berhenti merokok dalam beberapa hari, minggu, dan beberapa bulan. Hal ini disebabkan
motivasi antar informan yang berbeda pula. Motivasi tersebut timbul karena adanya beberapa faktor yaitu faktor internal, diri sendiri dan kesehatan dan
eksternal lingkungan dan ekonomi. Menurut Aditama Fathurrahman, 2006 faktor terpenting untuk berhenti
merokok adalah kemauan yang kuat dari dalam diri perokok sendiri untuk berhenti merokok. Apabila sudah ada motivasi dan kemauan untuk berhenti
merokok, maka akan banyak metode yang dapat dipakai untuk mewujudkan hal tersebut.
Skinner 1938, Notoatmodjo, 2007 mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi yang seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar.
Terganggunya kesehatan, lingkungan yang bebas dari perokok, dan status ekonomi yang rendah merupakan suatu stimulus untuk berhenti merokok.
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut.
D. Upaya Berhenti Merokok
Model transteorik atau “model bertahap”, “stage of change” mencoba menerangkan serta mengukur perilaku kesehatan dengan tidak bergantung pada
perangkap teoritik tertentu. Prochaska dkk 1979 dalam Fitriani 2011 menjelaskan proses apa yang terjadi bila peminum alkohol berhenti minum
alkohol dan juga terhadap proses dalam berhenti merokok. Penelitian ini mengidentifikasikan 4 tahap independen: prekontemplasi, kontemplasi, aksi, dan
pemeliharaan. “Prekontemplasi” mengacu pada tahap bila seseorang belum memikirkan
sebuah perilaku sama sekali, orang tersebut belum bermaksud merubah suatu perilaku. Dalam tahap “kontemplasi”, seseorang benar-benar memikirkan suatu
perilaku, namun m asih belum siap untuk melakukannya. Tahap “aksi” mengacu
kepada keadaan bila seseorang telah melakukan perubahan perilaku, sedangkan “pemeliharaan” merupakan pengentalan jangka panjang dari perubahan yang
telah terjadi. Dalam tahap “aksi” maupun “pemeliharaan”, “kekambuhan” dapat