Tahapan Pembebasan Bersyarat pada Warga Binaan Pemasyarakatan

“…nah nanti baru kita sidang lagi menentukan apakah si napi ini boleh tinggal di tempat si penanggung jawab ini apa tidak. Setelah sidang disetujui dan melakukan pemeriksaan berkas. ” 73 “Berkas semuanya beres, terus saya sidang mba, pake kemeja putih celana item kaya orang mau interview kerjaan gitu hehehe. Saya dikabulin pemintaan PB nya karena semua syarat kan udah saya penuhin. Abis itu yaudah deh tunggu tanggal keluarnya. ” 74 Dari hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa untuk memperoleh reintegrasi sosial, narapidana harus mengikuti serangkaian persyaratan yang sudah diperketat oleh Kemenkumham dengan mengubah PP 3299 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dengan PP 282006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, dan kemudian disempurnakan dengan PP 992012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP terakhir menambah beberapa persyaratan remisi dan PB khusus kepada warga binaan kategori khusus seperti narkoba, teroris, korupsi dan kejahatan transnasional lainnya.

B. Tahapan Pembebasan Bersyarat pada Warga Binaan Pemasyarakatan

Pembinaan tidak hanya dilakukan di dalam Lapas namun ada juga yang dilakukan di luar Lapas. Pembinaan yang dilakukan di luar lapas menjadi tanggung jawab Balai Pemasyarakatan Bapas. Balai Pemasyarakatan yang dijadikan bahan penelitian ini adalah Bapas yang terletak di Pusat Jakarta sesuai dengan apa yang peneliti jelaskan sebelumnya. Setelah menjalani 23 masa tahanan dan diizinkan untuk mengikuti PB Pembebasan Bersyarat, maka sepenuhnya Opik berada di bawah pengawasan Bapas. Seminggu setelah tanggal Opik keluar maka ia diwajibkan untuk melapor ke Kejaksaan dan Bapas. 73 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 74 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014 “seminggu keluar dari lapas saya disuruh lapor ke Kejaksaan sama Bapas mba. Dari bapas pusat ga ada program lagi katanya. Saya malah disuruh nyari pekerjaan sendiri dan setiap bulan harus lapor ke kejaksaan dan bapas pusat. ” 75 “Setelah sidang disetujui dan melakukan pemeriksaan berkas, seminggu setelahnya kita Bapas melakukan assessment yaitu menggali permasalahan klien. Apa sih kesulitan klien nanti setelah keluar. Kebanyakan sih mereka itu susah mencari pekerjaan. Ada juga yang bermasalah dengan keluarga, makanya kita adakan konseling. ” 76 Dari pernyataan di atas terlihat bahwa apa yang di dapatkan Opik tidak sesuai dengan apa yang sudah di jelaskan oleh Bapak Agus. Opik mengatakan bahwa ia hanya melapor bahwa ia masih tinggal di Menteng dan diminta untuk mencari pekerjaan sendiri. Padahal setelah menjalani proses pembinaan di Lapas, narapidana masih membutuhkan peran lembaga untuk dapat mengembangkan dirinya dan dapat kembali menjadi manusia normal seperti sebelum ia melakukan tindak pidana kejahatan Lihat BAB II Hal 29. Selain harus melapor setiap bulan sekali ke Bapas, Klien juga harus mengikuti penyuluhan yang diadakan dengan tema-tema yang berbeda. Temanya antara lain tentang hukum, agama, dan lain-lain. Penyuluhan yang diberikan hanya untuk klien. Hal ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh Bapak Agus. “Setelah pemberkasan beres semua, si klien ini masih tetap harus lapor ke Bapas sebulan sekali. Kami juga melakukan penyuluhan kepada semua klien. Namanya Bimbingan Kepribadian. Jadi kita kumpulkan semua klien yang bersedia, lalu kita adakan penyuluhan. Tema nya macam-macam, ada tentang hukum, agama dan lain-lain. ” 77 Berdasarkan wawancara di atas, pihak Bapas memberikan Bimbingan Kepribadian kepada para klien guna mendapatkan pengetahuan sesuai dengan tema yang diberikan. Namun tidak mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tempat klien tinggal. 75 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014 76 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 77 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 Hal ini menjadi begitu sangat penting karena kebanyakan orang masih memberikan labelling kepada mereka yang pernah menjadi bekas narapidana. Padahal jika ingin reintegrasi sosial berhasil harus ada interaksi antar ketiga subyek, yaitu warga binaan, masyarakat dan petugas kemasyarakatan Lihat Bab II Hal 30 Langkah yang dilakukan oleh Bapas dalam memberikan bimbingan kepribadian kepada klien namun tidak dibarengi oleh penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat membuat anggota masyarakat tidak mempunyai kepercayaan kepada bekas warga binaan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Y, salah seorang warga tempat Opik tinggal mengatakan bahwa : “…Ya kita mah nerima-nerima aja mba, namanya dia juga warga disini udah lama juga. Tapi ya kadang khawatir juga sih. Dia masih make apa ngga. Kemaren aja saya liat dia ke rumah perempuan itu perempuan tetangga Ibu Y yang dicurigai sebagai pengedar narkoba tuh mba. Ngapain coba kalo ga beli narkoba. Yah tapi saya udahlah ga mau suudzon berprasangka buruk, yang penting jaga diri sendiri sama keluarga aja. Dia juga udah kerja sih, di tempat yang kemaren tuh. Kemaren dia kerja di matrial jadi ngangkat-ngangkat barang gitu. Dia kerja disitu lagi kayanya ” 78 Dari wawancara diatas terlihat bahwa salah seorang anggota masyarakat tidak berkeberatan jika Opik tinggal di lingkungannya karena ia merasa Opik adalah bagian dari lingkungannya juga. Tetapi ia masih merasa was-was karena ia pernah melihat Opik datang ke rumah perempuan yang dicurigai sebagai pengedar narkoba. Dari situ Ibu Y tidak langsung percaya bahwa Opik sudah berhenti menjadi pemakai. Atas tindakan yang dilakukan Opik, hal ini memberikan interpretasi kepada Ibu Y bahwa Opik masih merupakan seorang pecandu narkoba dan memberikan reaksinya bahwa ia harus menjaga 78 Wawancara pribadi peneliti dengan Warga tempat WBP tinggal, Ibu Y pada 15 Desember 2014 dirinya dan keluarganya agar tidak terpengaruh apa yang dilakukan Opik Lihat Bab II Hal 36. Susahnya pecandu narkoba melepaskan ketergantungannya tidak terlepas dari pengendalian dirinya sendiri dan lingkungan tempat ia bergaul. Dengan mental dan agama yang kuat seharusnya tidak menjadi masalah jika narkoba kembali menyerang tubuhnya. Namun kadangkala lingkungan bisa menjadi senjata mematikan jika tidak bisa menahan diri. Sudah menjadi rahasia umum lingkungan tempat tinggal Opik menjadi sarang peredaran narkoba. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Y yang sudah tinggal disana selama hidupnya. “Wah daerah sini mah udah rusak mba. Serem deh. Saya aja ati-ati banget nih tinggal disini, mana saya kan punya anak laki-laki. Seremnya ya pada gitu, pada ngegele pakai ganja. Disitu aja tuh di depan ada pengedarnya tuh. Mana perempuan, pake jilbab kalo mba mau tau. Ga percaya kan mba ? saya juga ga percaya tadinya, tapi ngeliat orang-orang yang ngegele pada ngedatengin dia ya tau deh kita. ” 79 Hal di atas menjelaskan bahwa Opik dan warga tempat tinggalnya dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya dalam hal narkoba. Namun sudah jelas bahwa bukan itu tujuan dari reintegrasi sosial. Oleh karena itu Bapas harus memberikan bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat untuk Opik dapat kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang baru dan bersih. Juga agar tidak ada pihak yang menjadi Opik kedua Lihat Bab II Hal 29. Untuk menyesuaikan diri di tengah masyarakat tanpa harus melakukan hal yang sama seperti sebelum masuk Lapas, Bapas memberikan bimbingan keterampilan yang dapat diikuti oleh klien. Bimbingan keterampilan yang disediakan oleh Bapas terdiri dari service HP, Sekolah Mengemudi, Salon, Massage, Service Ac, dan lain-lain. 79 Wawancara pribadi peneliti dengan Warga tempat WBP tinggal, Ibu Y pada 15 Desember 2014 “Selain penyuluhan kita juga bekerja sama dengan pihak ke-3 untuk Bimbingan Keterampilan. Ada beberapa keterampilan yang kita sediakan, ada service HP, sekolah mengemudi nah sekolah mengemudi ini kita usahakan sampai mereka mendapat SIM A dan mendapat sertifikat, lalu ada salon kebanyakan yang wanita yang ikut keterampilan ini, ada juga service AC, sama pijet atau massage. ” 80 “Dari bapas pusat ga ada program lagi katanya. Saya malah disuruh nyari pekerjaan sendiri dan setiap bulan harus lapor ke kejaksaan dan bapas pusat. ” 81 Dari wawancara di atas, kita dapat melihat kembali kutipan Opik yang tidak mendapatkan program yang diadakan oleh Bapas. Memang banyak keterbatasan dalam memberikan program baik itu bimbingan kepribadian dan keterampilan. “Dari seribuan klien kita, kita hanya mampu seratusan untuk mengikuti bimker ini. Karena ya itu tadi anggaran kita sangat kurang. ” 82 “tidak bisa semua kita berikan bimbingan to, kita kan punya keterbatasan anggaran. Setahun hanya 80 yang kita berikan bimker. Dari 80 orang itu kita lihat kebanyakan apa yang mau mereka ambil. Kebanyakan setir mobil. ” 83 84 Berdasarkan hasil wawancara di atas dijelaskan bahwa pendalaman masalah kepada klien sangat diperlukan agar pemberian keterampilan tidak salah sasaran dikarenakan anggaran yang tidak mencukupi. Untuk Opik sendiri ia memang sudah berencana setelah keluarnya dari Lapas ia ingin menjadi seorang pendakwah yang tergabung dalam Majelis Dakwah di Kebon Jeruk. Seperti yang ia ungkapkan sebagai berikut : “Kalo saya nanti keluar saya mau gabung di Jamaah Dakwah yang ada di Kebon Jeruk mba. Siapa tau ada rezeki dari situ. Saya bisa ke kota-kota di Indonesia 80 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 81 Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014 82 Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014 83 Wawancara pribadi peneliti dengan Kepala Seksi Bimbingan Klien Dewasa Bapas Pusat, Bapak Fredy pada 5 Maret 2015 84 Bapak Fredy adalah Kepala Bimbingan Klien Dewasa di Balai Pemasyarakatan Salemba Jakarta Pusat. Tugas beliau adalah melakukan penelitian kemasyarakatan dengan tim nya dan juga melakukan pendampingan, pengawasan dan pembimbingan. nyebarin dakwah. Yang penting kan kita akhirat dapet insya Allah dunia juga dapet. Itu aja sih sekarang pikiran saya. Mudah-mudahan masyarakat seneng lah sama perubahan saya yang begini. ” 85 Dari petikan wawancara di atas terlihat bahwa Opik mencoba untuk mengefektivkan dirinya untuk kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat walaupun tanpa bantuan dari Lapas dan Bapas. Semakin keras usaha Opik untuk merubah nilai negatif yang ada dirinya, semakin ampuh Opik menjadikan dakwah sebagai jembatan sosialisasi dengan masyarakat maka makin besar hasil yang dicapai untuk Opik dapat diterima kembali oleh masyarakat tanpa harus mendapatkan label sebagai seorang bekas pecandu narkotika Lihat Bab II Hal 27.

C. Faktor Penghambat Program Reintegrasi Sosial di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A