BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab empat ini diuraikan mengenai temuan lapangan yang selanjutnya dianalisa sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan mengenai Program Reintegrasi Sosial yang
diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta dalam rangka mengembalikan keberfungsian sosial Warga Binaan Pemasyarakatan. Dari hasil temuan
lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini.
A. Program Reintegrasi Sosial di Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta
Tahap integrasi dalam Lapas merupakan akhir dari masa pembinaan yang diberikan kepada narapidana. Pembinaan ini dilakukan di dalam dan luar Lapas dengan
mengintegrasikan ketiga subyek yakni warga binaan, petugas kemasyarakatan dan masyarakat. Pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan bertujuan agar narapidana lebih
mendekatkan diri dengan masyarakat dan merupakan realisasi dari salah satu prinsip pemasyarakatan yakni selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Ada dua macam bentuk reintegrasi sosial yang dilakukan oleh Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang Jakarta,
yaitu Pembebasan Bersyarat.
1. Pembebasan Bersyarat
Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 23 dua per tiga masa pidananya
dengan ketentuan 23 dua per tiga masa pidana tersebut minimal 9 sembilan bulan. Hal ini dijelaskan oleh staff bimkemasywat Lapas Narkotika, Bapak David.
“ bentuk reintegrasi sosial ada Pembebasan Bersyarat PB dan CMB Cuti Menjelang Bebas. Nah kalau yang ini seringnya pada ikut PB, jarang ada yang
CMB. PB itu pembebasan beryarat. Syaratnya dia minimal sudah menjalani 23 dari masa hukuman. Kaya contohnya ada napi yang udah ketok palu dihukumnya
6 tahun, berarti 23 dari 6 tahun itu kan 4 tahun. Nah kalau sudah 4 tahun ia boleh keluar dengan syarat-syarat seperti yang sudah saya jelaskan tadi.
”
58
Berdasarkan wawancara diatas, warga binaan yang sudah menjalani 23 dari masa tahanannya dapat mengikuti Pembebasan Bersyarat PB. Pembebasan bersyarat dapat
diikuti oleh seluruh warga binaan setelah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan berdasarkan sistem kemasyarakatan
diharapkan mampu untuk mencapai tujuan-tujuan dari pemidanaan, untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satu upayanya adalah dengan pemberian pembebasan bersyarat.
Karena sesuai dengan BAB II Hal 25 warga binaan membutuhkan pemidanaan yang sifatnya bukan balas dendam namun yang sifatnya memperbaiki.
Pembinaan di luar lapas tersebut bertujuan untuk mengembalikan mantan warga binaan untuk dapat kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini
berdasarkan wawancara dengan Bapak David dan Bapak Diding mengenai pembinaan warga binaan.
“Setiap narapidana yang diasingkan, diasingkan disini maksudnya dia berada dalam lapas dan hilang kemerdekaannya harus tetap diberikan pembinaan dan
bimbingan ”
59
“Narapidana itu bukan penjahat, mereka hanya salah jalan, tersesat, melanggar ketentuan pidana. Oleh karena itu agar mereka tidak salah jalan lagi, di lapas
ada yang namanya program pembinaan dengan waktu yang telah di tentukan,
58
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
59
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
baik di dalam lapas maupun di luar lapas mereka bisa belajar satu keterampilan yang dia bisa agar nanti setelah keluar dari lapas mereka bisa bersosialisasi
kembali. Salah satu programnya adalah PB Pembebasan Bersayarat. ”
60
“… saya ikut program pesantren masjid kerjanya ya ngurus-ngurus masjid gitu. disitu saya belajar baca Al-Qur
’an, belajar dakwah juga mba semacam ngasih tausiyahlah tapi sesama napi aja. Kita juga diajarin pentingnya puasa. Banyak
lah mba ilmu yang saya dapet dari ustad. ”
61
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa narapidana yang menjalani pembinaan di lapas harus tetap mendapatkan haknya sebagai manusia yaitu mendapat
pembinaan baik itu pembinaan kepribadian maupun keterampilan untuk memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan di masa lalu sehingga nantinya mereka dapat kembali
bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat sebagai pribadi yang baru yang sesuai dengan nilai dan norma masyarakat. Bimbingan kepribadian yang Opik dapat adalah pembinaan
dalam keagamaan. Dengan mengikuti pembinaan keagamaan di Lapas ia dapat meningkatkan ibadah yang selama ini kurang ia lakukan. Mendapatkan pembinaan
sebagai bentuk keadilan pelaku kejahatan untuk tidak kembali mengulangi perbuatannya hal ini sesuai dengan tujuan hukum pidana pada BAB II hal 24.
Bimbingan yang diberikan untuk mempersiapkan warga binaan dimulai dari seorang narapidana dijatuhi vonis oleh Hakim sampai dengan tahap integrasi yang
dilakukan di luar lapas dengan penjagaan yang kurang low security. “Sebelum benar-benar kembali ke masyarakat, narapidana harus kita beri
bimbingan terlebih dahulu. Karena menyangkut keselamatan masyarakat maka tidak kita keluarkan begitu saja narapidana yang sudah habis masa
tahanannya.“
62
60
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasi Binadik, Bapak Diding, Jakarta 4 Desember 2014
61
Wawancara pribadi dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014
62
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasi Binadik, Bapak Diding, Jakarta 4 Desember 2014
“Sebelum mereka dapat mengikuti program reintegrasi sosial harus ada syarat- syarat yang harus mereka penuhi.”
63
“Pertamanya saya ikut program tamping masjid itu mba, setau saya kalo mau ikut PB mesti ikut program. Ibu saya yang jadi penanggung jawab yang ngurusin
pembebasan bersyarat, ke RT, RW, Kelurahan. Berkas semuanya beres, terus saya sidang mba. Saya dikabulin pemintaan PB-nya karena semua syarat kan
udah saya penuhin. Abis itu yaudah deh tunggu tanggal keluarnya
”
64
Dari penjelasan diatas diperoleh bahwa sebelum mengikuti program reintegrasi sosial yang lebih dikenal dengan Pembebasan Bersyarat, narapidana harus mengikuti
proses pemasyarakatan terlebih dahulu. Pembebasan bersyarat bukan berarti mengobral masa tahanan narapidana, karena untuk mendapatkan hak ini Kemenkumham sudah
memperketat persyaratannya dengan mengubah PP 3299 dengan PP 282006 dan kemudian disempurnakan dengan PP 992012. 13 masa tahanan narapidana dijalankan di
tengah-tengah masyarakat, oleh karena itu harus ada keseimbangan antara warga binaan dan masyarakat agar masyarakat tetap aman dan warga binaan dapat kembali
bersosialisasi sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai dengan BAB II Hal 24 menurut Muladi bahwa tujuan pemidanaan yang dilakukan oleh
Lapas tidak hanya memberikan keadilan bagi warga binaan tetapi juga harus memberikan perlindungan ke masyarakat.
Pembinaan yang diberikan salah satunya adalah pembinaan kepribadian. Informan Opik mengikuti program pembinaan yaitu Program Pesantren Terpadu Daarussyifa dan
dia tunjuk sebagai Tamping Tahanan Pendamping
65
Masjid, tujuannya adalah untuk lebih mendalami perihal agama dan dapat mengikuti program Pembebasan Bersyarat PB
63
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
64
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014
65
Tahanan pendamping atau tamping ialah orang yang dipercaya sebagai penghubung antara narapidana dan staff petugas lapas.
yang memang salah satu syaratnya yaitu syarat substantif adalah Warga Binaan aktif minimal satu program pembinaan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan informan
Opik dan Bapak David. “Yah pengen lebih tau agama lah ikut program di masjid. Terus juga kan kalo ga
ikut program saya susah mba kalo mau daftar pb nya. Daftar PB Pembebasan Bersyarat kan mesti ikut program dulu.
”
66
“ada juga syarat substantif yaitu perilakunya sudah berubah atau belum. Sudah berubah atau belumnya kita bisa lihat dari selama 9 bulan ia di lapas ia tidak
pernah ada Register F Pelanggaran Tata Tertib. Lalu dia juga aktif dalam program pembinaan.”
67
“Dia kan di lapas ikut yang di masjid itu katanya. Saya liatnya udah ada perubahan sih. Sekarang mah udah ga pernah keluar malem. Sholat juga rajin.
Terus sekarang katanya mau dakwah tuh.”
68
Berdasarkan pernyataan Ibu Opik diatas, sudah ada respon atau reaksi Opik mau menerima pengetahuan yang ia dapatkan di program pesantren masjid. Dari program
tersebut Opik dibekali pentingnya sholat lima waktu, membaca Al-Qur ’an dan juga
pentingnya puasa. Hal tersebut dapat menjadi bekal bagi Opik untuk kembali ke tengah- tengah masyarakat dengan mengadaptasi pengetahuan yang ia peroleh di program
pesantren seperti puasa, sholat, mengaji, dll yang dapat diterima oleh masyarakat tempat ia tinggal. Perubahan yang dilakukan Opik diatas sesuai dengan teori Perilaku menurut
Soekidjo dalam BAB II Hal 39. Dari kutipan wawancara diatas juga ditekankan pentingnya syarat substantif
disamping syarat administratif. Bapak David mengatakan bahwa selama 9 bulan Opik di Lapas dan mengikuti program pembinaan apakah ia melakukan pelanggaran tata tertib
66
Wawancara pribadi peneliti dengan WBP, Opik, Jakarta 8 Desember 2014
67
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
68
Wawancara pribadi peneliti dengan Ibu WBP, Opik, Jakarta 15 Desember 2014
atau tidak, melakukan pelanggaran ringan atau berat. Kalau pelanggaran berat misalnya seperti melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama penghuni ataupun petugas maka
akan diperiksa dan diberikan tindakan disiplin berupa penempatan sementara dalam sel pengasingan. Dari hal tersebut ketika pemeriksaan berkas untuk mengajukan Pembebasan
Bersyarat maka akan dipertimbangkan. Setelah menjalani 23 masa tahanan dan memenuhi persyaratan lalu mengajukan
permohonan Pembebasan Bersyarat maka Lapas menunjuk Bapas tempat penanggung jawab tinggal dan diadakan Penelitian Kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dijelaskan oleh Bapak. David, yaitu : “Nah dari lapas lalu diserahkan ke bapas. Nanti bapas melakukan wawancara
kepada narapidana dan survey ke alamat penjamin. Apakah di alamat penjamin eks napi ini bisa diterima atau tidak. Setelah itu bapas menuliskan laporan untuk
diserahkan ke lapas untuk rekomendasi.”
69
“Yang pertama kita lakukan adalah melakukan penelitian masyarakat. Kita berkunjung ke rumah penanggung jawab si klien ini. Kita mengambil data-data
lingkungannya, bagaimana kondisi lingkungannya semuanya ya lalu kita ke pemerintah setempat menyetujui atau tidak ini orang dikembalikan ke lingkungan
setempat.
”
70
“saya yang ngurusin si Opik daftar PB itu. Saya dateng ke lapas terus di kasih penjelasan saya mesti ngawasin si Opik ntar kalo dia udah keluar. Kita ke pa RT
juga minta tanda tangan bisa ga si Opik tinggal disini lagi gitu sama ada petugas yang nemenin kita
.”
71
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan bekerja sama dengan Balai Pemasyarakatan Bapas dalam penelitian kemasyarakatan. Karena setelah
narapidana selesai menjalani masa pembinaannya di Lapas dan mengikuti program
69
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
70
Wawancara pribadi peneliti dengan Kasubsi Bimkemas Bapas Salemba, Bapak. Agus, Jakarta 31 Desember 2014
71
Wawancara pribadi peneliti dengan Ibu WBP, pada 15 Desember 2014
reintegrasi sosial maka Bapas sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam memberikan pembinaan sampai masa tahanan si narapidana selesai. Bapas yang bertanggung jawab
disini adalah Bapas yang sesuai dengan tempat tinggal si penanggung jawab. Contohnya adalah Opik, karena penanggung jawabnya yakni ibunya tinggal di Menteng, Jakarta
Pusat maka Bapas yang di tunjuk adalah Bapas yang terletak di Jakarta Pusat yaitu Bapas Salemba.
Dari wawancara di atas juga pihak Lapas tidak hanya memberikan pembinaan kepada narapidananya saja, tetapi juga masyarakat berhak mengetahui bahwa nantinya
akan ada bekas warga binaan tinggal bersama mereka dalam satu lingkungan Lihat BAB II hal 24. Hal ini bertujuan untuk sedapat mungkin menghindarkan adanya pemberian
labelling atau stigma yang biasanya dialamatkan pada bekas pelaku tindak pidana kejahatan. Karena hal tersebut disadari atau tidak akan mempersulit pengembalian
mereka reintegrasi ke dalam masyarakat Lihat BAB II Hal 37. Setelah Penelitian Kemasyarakatan dilakukan oleh Bapas, maka Sidang TPP pun
dilaksanakan. Sidang ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pembebasan Bersyarat yang diajukan dapat diteruskan atau tidak. Hal ini dijelaskan oleh Bapak David dan Bapak
Agus. “Setelah itu setiap hari kamis dua minggu sekali lapas mengadakan sidang Tim
Pengamat Pemasyarakatan atau sidang TPP. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah reintegrasi sosial ini akan dilanjutkan atau tidak kalo
misalnya di lingkungannya dia di tolak. Penjamin dan narapidana harus datang. Sebagai ketua tim yaitu KASI BINADIK. Setelah selesai, hasil sidang diusulkan
ke KALAPAS, baru setelah itu ke KANWIL. Dari KANWIL sidang TPP tersebut bila disetujui maka diserahkan ke DIRJEN PAS baru setelah itu ke Menteri
Hukum dan HAM.”
72
72
Wawancara pribadi peneliti dengan Staff Bimkemasywat, Bapak David, Jakarta 26 November 2014
“…nah nanti baru kita sidang lagi menentukan apakah si napi ini boleh tinggal di tempat si penanggung jawab ini apa tidak. Setelah sidang disetujui dan
melakukan pemeriksaan berkas. ”
73
“Berkas semuanya beres, terus saya sidang mba, pake kemeja putih celana item kaya orang mau interview kerjaan gitu hehehe. Saya dikabulin pemintaan PB nya
karena semua syarat kan udah saya penuhin. Abis itu yaudah deh tunggu tanggal keluarnya.
”
74
Dari hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa untuk memperoleh reintegrasi sosial, narapidana harus mengikuti serangkaian persyaratan yang sudah diperketat oleh
Kemenkumham dengan mengubah PP 3299 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dengan PP 282006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, dan kemudian disempurnakan dengan PP 992012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP terakhir menambah beberapa persyaratan remisi dan PB khusus kepada warga binaan
kategori khusus seperti narkoba, teroris, korupsi dan kejahatan transnasional lainnya.
B. Tahapan Pembebasan Bersyarat pada Warga Binaan Pemasyarakatan