SEBIDANG TANAH Jurnal EDUMAT Vol.4 No.7 2013

465 2. Secara operasional di lapangan soal-soal tersebut memberikan hasil yang sesuai harapan. Oleh karena itu pengembangan soal matematika pada kompetensi proses koneksi dan refleksi dapat dikatakan memiliki efek potensial terhadap kemampuan matematika siswa.

4. Kesimpulan Saran

Berdasarkan hasil pengembangan soal matematika pada kompetensi proses koneksi dan refleksi PISA pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa 8 soal yang dikembangkan berdasarkan kompetensi proses koneksi dan refleksi PISA tersebut dapat dikategorikan valid dan praktis. Valid tergambar secara kualitatif yakni dari hasil penilaian validator, dimana semua validator menyatakan baik berdasarkan konten, konstruk, dan bahasa. Selain itu, berdasarkan analisis butir soal terlihat bahwa soal yang dikembangkan telah valid secara kuantitatif. Kepraktisan dapat tergambar dari hasil pelaksanaan pada tahap one-to-one dan small group menunjukkan bahwa perangkat soal yang dikembangkan telah praktis. Dari hasil jawaban siswa terlihat bahwa perangkat soal yang dikembangkan memiliki efek potensial untuk menggali potensi siswa kelas IX SMP Xaverius 1 Palembang. Selain itu, diperoleh bahwa terdapat 78,6 siswa yang menguasai kompetensi proses koneksi dan 17,9 siswa yang menguasai kompetensi proses refleksi. Ini berarti bahwa siswa memiliki potensi untuk mengembangkan pengetahuan mereka sendiri. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka disarankan 1 siswa agar melatih kemampuan matematikanya dengan menggunakan soal model PISA seperti yang dikembangkan pada penelitian ini; 2 guru matematika hendaknya dapat menggunakan soal matematika model PISA khususnya pada kompetensi proses koneksi dan refleksi sebagai alternatif dalam evaluasi pembelajaran dan proses pembelajaran karena dapat melatih kemampuan matematika siswa dalam mengaplikasikan pengetahuannya pada kehidupan sehari-hari. 3 hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan referensi dalam penelitian tentang soal matematika model PISA selanjutnya. Daftar Pustaka Akker, J.v.d. 1999. Principes and Method of development research Eds. Design Approaches and Tools in Education and Training. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher Annisah. 2011. Pengembangan Soal Matematika Model PISA pada Konten Quantity untuk Mengukur Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan pp. 152-164. Palembang: FKIP UNSRI Edo. 2012. Investigating Secondary School Students Difficulties in Modeling Problems PISA-Model Level 5 and 6 Journal on Mathematics Education IndoMS-JME, July 2012, Volume 3 No. 2 Eka. 2012. Pengembangan Soal Matematika Model PISA untuk Mengetahui Argumentasi Siswa di SMP. Tesis. Palembang: FKIP UNSRI Hayat, B., Yusuf, S. 2010. Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Kamaliyah. 2012. Developing the Sixth Level of PISA – Like Mathematics 466 Problem for Secondary School Students. Journal on Mathematics Education IndoMS-JME, July 2012, Volume 3 Nomor. 2. NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.Reston, VA: NCTM Nurhadi,dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan penerapanny dalam KBK. Malang: UM Press OECD. 2003. Literacy Skill for the World of Tommorow. Further Results from PISA 2000. Paris: OECD. OECD. 2004. Literacy for Tommorow’s World.First Result from PISA 2003. Paris: OECD OECD. 2007. PISA 2006: Science Competencies for Tommorows World . Paris : OECD OECD. 2009. PISA 2009 Assesment Framework - Key Competencies in Reading, Mathematics and Sciece . Paris: OECD. OECD. 2010. PISA 2009 Result : What Students Know and Can Do. STUDENT PERFORMANCE IN READING, MATHEMATICS, AND SCIENCE Vol. I. Paris: OECD. OECD. 2010. PISA 2012 Mathematical Framework. Paris: OECD Rita. 2012. Exploring Primary Students Problem Solving Ability. Journal on Mathematics Education IndoMS-JME, July 2012, Volume 3 No. 2. Shiel, G., dkk. 2007. PISA Mathematics: A TeachersGuide. Dublin 2: The Stationery Office. Stacey, K. 2010. The View of Mathematical Literacy in Indonesia. Journal on Mathematics Education IndoMS-JME, July 2011, Volume 2 , 1-24. Tessmer, M. 1993. Planning and Conducting Formative Evaluations . Philadelphia: Kogan Page. Zulkardi. 2010. How to Design Mathematics Lessons based on the Realistic Approach? http:eprints.unsri.ac.id6921rme.html. Diakses tanggal 13 September 2012. 467 DESAIN PEMBELAJARAN MATERI POLA BILANGAN DENGAN PENDEKATAN PMRI MENGGUNAKAN KERAJINAN TRADISIONAL KAIN TAJUNG PALEMBANG UNTUK KELAS IX SMP 1 Zainab, 2 Zulkardi, 3 Yusuf Hartono 1 SMP Negeri 3 Pemulutan, Sumatera Selatan 2 Prodi Magister Pendidikan Matematika FKIP Unsri 3 Prodi Magister Pendidikan Matematika FKIP Unsri Abstract. This research aims to investigate how to use the traditional cloth Kain Tajung Palembang to build student’s understanding on number patterns. Students were required to determine the next number, the sequence of numbers and find an idea or strategy in determining simple number patterns. Subjects were 32 ninth grade students of SMP Negeri 1 Tanjung Raja. The study used a design research method consisting of three stages: preliminary design, design experiment pilot experiment and teaching experiment and retrospective analysis. During the preliminary stage, a sequence of instructional activities was designed utilizing the Indonesian Realistic Mathematics Education PMRI approach. The result of experiments showed that the traditional cloth Kain Tajung Palembang could be used as a starting point by ninth grade senior high school students to learn number patterns. Keywords: culture, numbers pattern, PMRI, traditional cloth.

1. Pendahuluan

Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem pendidikan harus memiliki ciri-ciri berikut: pendidikan lebih menekankan proses pembelajaran learning daripada mengajar teaching, pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri, dan pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan Zamroni dalam Supinah, 2008:2. Paradigma ini telah banyak diteliti dalam beberapa penelitian sehingga pendidikan selalu berinteraksi dengan lingkungan sebagai konteks yang digunakan dalam proses pembelajaran matematika dengan membuat konsep dan operasi lebih baik. Konteks dapat dijadikan sebagai starting point dalam menuju proses pembelajaran. Konteks menjadi awal untuk pembelajaran matematika Zulkardi dan Ilma, 2006. Konteks yang digunakan dalam pembelajaran diusahakan selalu bermakna bagi peserta didik. Konteks nyata bermakna bagi peserta didik menurut Retnowati 2010:43 di suatu daerah mungkin berbeda dengan di daerah lain sehingga menggunakan konteks nyata yang tepat lebih disarankan karena membantu siswa untuk mempersepsikan dan mengartikan informasi lebih mudah. Salah satu konteks yang dekat dengan peserta didik adalah konteks budaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Uy 1996, dalam Mayadiana, 2009:49 bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan konteks budaya menurut dapat memberikan kesempatan untuk memaknai matematika, memperlihatkan keakuratan matematika dan budaya lain, dan membuat siswa lebih