465
2. Secara operasional di lapangan
soal-soal tersebut memberikan hasil yang sesuai harapan.
Oleh karena itu pengembangan soal matematika pada kompetensi proses
koneksi dan refleksi dapat dikatakan memiliki efek potensial terhadap
kemampuan matematika siswa.
4. Kesimpulan Saran
Berdasarkan hasil pengembangan soal matematika pada kompetensi
proses koneksi dan refleksi PISA pada penelitian ini, maka dapat
disimpulkan bahwa 8 soal yang dikembangkan
berdasarkan kompetensi
proses koneksi
dan refleksi
PISA tersebut
dapat dikategorikan valid dan praktis.
Valid tergambar secara kualitatif yakni dari hasil penilaian validator,
dimana semua validator menyatakan baik berdasarkan konten, konstruk,
dan bahasa. Selain itu, berdasarkan analisis butir soal terlihat bahwa
soal yang dikembangkan telah valid secara kuantitatif. Kepraktisan dapat
tergambar dari hasil pelaksanaan pada tahap one-to-one dan small
group
menunjukkan bahwa
perangkat soal yang dikembangkan telah praktis. Dari hasil jawaban
siswa terlihat bahwa perangkat soal yang dikembangkan memiliki efek
potensial untuk menggali potensi siswa kelas IX SMP Xaverius 1
Palembang. Selain itu, diperoleh bahwa terdapat 78,6 siswa yang
menguasai
kompetensi proses
koneksi dan 17,9 siswa yang menguasai
kompetensi proses
refleksi. Ini berarti bahwa siswa memiliki
potensi untuk
mengembangkan pengetahuan
mereka sendiri. Berdasarkan hasil penelitian dan
kesimpulan maka disarankan 1 siswa agar melatih kemampuan
matematikanya dengan
menggunakan soal
model PISA
seperti yang dikembangkan pada penelitian ini; 2 guru matematika
hendaknya dapat menggunakan soal matematika model PISA khususnya
pada kompetensi proses koneksi dan refleksi sebagai alternatif dalam
evaluasi pembelajaran dan proses pembelajaran karena dapat melatih
kemampuan
matematika siswa
dalam mengaplikasikan
pengetahuannya pada kehidupan sehari-hari. 3 hasil penelitian dapat
digunakan sebagai masukan dan referensi dalam penelitian tentang
soal
matematika model
PISA selanjutnya.
Daftar Pustaka
Akker, J.v.d. 1999. Principes and Method of development research Eds. Design Approaches and Tools in Education and Training. Dordrecht: Kluwer
Academic Publisher Annisah. 2011. Pengembangan Soal Matematika Model PISA pada Konten
Quantity untuk Mengukur Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan pp.
152-164. Palembang: FKIP UNSRI Edo. 2012. Investigating Secondary School Students Difficulties in Modeling
Problems PISA-Model Level 5 and 6 Journal on Mathematics Education IndoMS-JME, July 2012, Volume 3 No. 2
Eka. 2012. Pengembangan Soal Matematika Model PISA untuk Mengetahui Argumentasi Siswa di SMP. Tesis. Palembang: FKIP UNSRI
Hayat, B., Yusuf, S. 2010. Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Kamaliyah. 2012. Developing the Sixth Level of PISA
– Like Mathematics
466
Problem for Secondary School Students. Journal on Mathematics Education IndoMS-JME, July 2012, Volume 3 Nomor. 2.
NCTM. 1989. Curriculum
and Evaluation
Standards for
School Mathematics.Reston, VA: NCTM
Nurhadi,dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan penerapanny dalam KBK. Malang: UM Press
OECD. 2003. Literacy Skill for the World of Tommorow. Further Results from PISA 2000. Paris: OECD.
OECD. 2004. Literacy for Tommorow’s World.First Result from PISA 2003. Paris:
OECD OECD. 2007. PISA 2006: Science Competencies for Tommorows World . Paris :
OECD OECD. 2009. PISA 2009 Assesment Framework - Key Competencies in Reading,
Mathematics and Sciece . Paris: OECD. OECD. 2010. PISA 2009 Result : What Students Know and Can Do. STUDENT
PERFORMANCE IN READING, MATHEMATICS, AND SCIENCE Vol. I. Paris: OECD.
OECD. 2010. PISA 2012 Mathematical Framework. Paris: OECD Rita. 2012. Exploring Primary Students Problem Solving Ability. Journal on
Mathematics Education IndoMS-JME, July 2012, Volume 3 No. 2. Shiel, G., dkk. 2007. PISA Mathematics: A TeachersGuide. Dublin 2: The
Stationery Office. Stacey, K. 2010. The View of Mathematical Literacy in Indonesia. Journal on
Mathematics Education IndoMS-JME, July 2011, Volume 2 , 1-24. Tessmer, M. 1993. Planning and Conducting Formative Evaluations .
Philadelphia: Kogan Page. Zulkardi. 2010. How to Design Mathematics Lessons based on the Realistic
Approach? http:eprints.unsri.ac.id6921rme.html. Diakses tanggal 13 September 2012.
467
DESAIN PEMBELAJARAN MATERI POLA BILANGAN DENGAN PENDEKATAN PMRI MENGGUNAKAN KERAJINAN TRADISIONAL
KAIN TAJUNG PALEMBANG UNTUK KELAS IX SMP
1
Zainab,
2
Zulkardi,
3
Yusuf Hartono
1
SMP Negeri 3 Pemulutan, Sumatera Selatan
2
Prodi Magister Pendidikan Matematika FKIP Unsri
3
Prodi Magister Pendidikan Matematika FKIP Unsri Abstract. This research aims to investigate how to use the traditional cloth Kain
Tajung Palembang to build student’s understanding on number patterns. Students
were required to determine the next number, the sequence of numbers and find an idea or strategy in determining simple number patterns. Subjects were 32 ninth
grade students of SMP Negeri 1 Tanjung Raja. The study used a design research method consisting of three stages: preliminary design, design experiment pilot
experiment and teaching experiment and retrospective analysis. During the preliminary stage, a sequence of instructional activities was designed utilizing the
Indonesian Realistic Mathematics Education PMRI approach. The result of experiments showed that the traditional cloth Kain Tajung Palembang could be used
as a starting point by ninth grade senior high school students to learn number patterns.
Keywords: culture, numbers pattern, PMRI, traditional cloth.
1. Pendahuluan
Paradigma baru
pendidikan menekankan
bahwa proses
pendidikan formal sistem pendidikan harus
memiliki ciri-ciri
berikut: pendidikan
lebih menekankan
proses pembelajaran
learning daripada
mengajar teaching,
pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel pendidikan
memperlakukan peserta
didik sebagai
individu yang
memiliki karakteristik khusus dan mandiri,
dan pendidikan merupakan proses yang
berkesinambungan dan
senantiasa berinteraksi
dengan lingkungan
Zamroni dalam
Supinah, 2008:2. Paradigma ini telah banyak diteliti dalam beberapa
penelitian sehingga
pendidikan selalu
berinteraksi dengan
lingkungan sebagai konteks yang digunakan
dalam proses
pembelajaran matematika dengan membuat konsep dan operasi lebih
baik. Konteks
dapat dijadikan
sebagai starting point dalam menuju proses
pembelajaran. Konteks
menjadi awal untuk pembelajaran matematika Zulkardi dan Ilma,
2006. Konteks yang digunakan dalam
pembelajaran diusahakan
selalu bermakna bagi peserta didik. Konteks
nyata bermakna
bagi peserta didik menurut Retnowati
2010:43 di suatu daerah mungkin berbeda dengan di daerah lain
sehingga menggunakan
konteks nyata yang tepat lebih disarankan
karena membantu
siswa untuk
mempersepsikan dan mengartikan informasi lebih mudah. Salah satu
konteks yang dekat dengan peserta didik adalah konteks budaya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Uy 1996, dalam Mayadiana, 2009:49 bahwa
pembelajaran
matematika yang
menggunakan konteks
budaya menurut
dapat memberikan
kesempatan untuk
memaknai matematika,
memperlihatkan keakuratan matematika dan budaya
lain, dan membuat siswa lebih