Mekanisme Kerja Kafein Kafein

Reseptor A1 banyak terdistribusi di seluruh otak dengan densitas yang tinggi di hipokampus, korteks dan serebelum manakala A2 banyak terdapat di striatum, nukleus akumbens, tuberkulum olfaktorius dan amygdala serta mempunyai ekspresi yang lemah di globus pallidus dan nukleus traktus solitarius. Tidak seperti A1, reseptor A2 berpasangan dengan G protein stimulatorik dan berhubungan dengan receptor D2 dopamin. Administrasi A2 agonis akan mengurangkan afinitas ikatan dopamin di reseptor D2 yang terletak di membran striatal Chawla, 2011. Selain memberi efek terhadap tidur dan kewaspadaan melalui aktivasi neuron kolinergik mesopontin oleh antagonisme receptor A1 Dixit, Vaney Tandon, 2006, kafein juga berinteraksi dengan sistem dopamin untuk memberikan efeknya terhadap perilaku. Hal ini dicapai melalui penghambatan reseptor adenosine A2 sehingga kafein dapat mempotensiasi neurotansmisi dopamin, dengan demikian dapat memodulasi reward system. Selain itu, konsumsi kafein, toleransi dan ketergantungan mempunyai komponen genetika berdasarkan beberapa penelitian yang melaporkan adanya hubungan antara polimorfisme gen A2A dengan sensisitivitas terhadap efek kafein Temple, 2010. Antagonisme reseptor adenosin mungkin dapat mempengaruhi proses kognisi antara lainnya dengan mengaktivasi reseptor D1 dan D2. Penelitian yang dilakukan pada monyet telah membuktikan bahwa aktivasi reseptor D1 dan D2 dapat meningkatkan prestasi tugas yang menggunakan memori kerja Dixit, 2006.

2.1.5. Efek Fisiologis Kafein

Methylxanthine memiliki efek pada sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, ginjal, dan otot-otot rangka serta otot polos.

2.1.5.1. Efek pada Sistem Saraf Pusat

Dalam dosis rendah dan moderat, methylxanthine terutama kafein menyebabkan peningkatan kortikal dengan meningkatkan kewaspadaan dan penundaan kelelahan. Namun, kafein tidak langsung meningkatkan metabolisme energi dalam tubuh , bahkan, konsumsi jangka panjang akan menekan metabolisme energi , yang dapat menyebabkan kelelahan adrenal. Selanjutnya, menurut “Human Biochemistry and Disease”, dengan menangkal adenosin, kafein juga dapat mengurangi aliran darah ke otak, yang menyebabkan timbul keluhan sakit kepala, pusing dan mengurangi koordinasi motorik halus. Namun, kafein dapat mengurangi sakit kepala migrain yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah di otakBond, 2011 Kafein yang terkandung dalam minuman -misalnya, 100 mg dalam secangkir kopi- cukup untuk menyebabkan kegelisahan dan insomnia pada sesetengah individu dan bronkodilatasi pada pasien dengan asmaKatzung, 2004. Setiap paparan kafein dapat menghasilkan efek stimulan otak. Hal ini terutama berlaku di daerah-daerah yang mengkontrol aktivitas lokomotor misalnya, caudate nucleus dan struktur yang terlibat dalam siklus tidur-bangun misalnya, locus ceruleus, raphe nuclei, dan reticular formation. Pada manusia, tidur merupakan fungsi fisiologis yang paling sensitif terhadap efek kafein. Umumnya, lebih dari 200 mg kafein diperlukan untuk mempengaruhi tidur secara signifikan. Kafein telah terbukti memperpanjang latensi tidur dan memperpendek durasi tidurChawla, 2011. Bila dosis methylxanthine ditinggikan, akan menyebabkan gugup, gelisah, insomnia, tremor, hiperestesia, kejang fokal atau kejang umumSyarif, 2009. Menurut Chawla, 2011, penggunaan obat yang mengandungi kafein berasosiasi dengan peningkatan resiko strok hemoragik.

2.1.5.2. Efek pada Sistem Kardiovaskuler

Methylxanthine memiliki efek kronotropik dan inotropik positif secara langsung pada jantung. Pada konsentrasi rendah, efek ini timbul akibat daripada peningkatan pelepasan katekolamin yang disebabkan oleh penghambatan reseptor adenosin presinaptik. Pada konsentrasi yang lebih tinggi 10 mol L, influx kalsium ditingkatkan secara langsung melalui peningkatan cAMP yang diakibatkan oleh penghambatan phosphodiesterase. Pada konsentrasi yang sangat