30
2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian dan Akibat Hukum yang Ditimbulkan dari Suatu Perjanjian
Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dapat dilihat sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengandung empat unsur yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal
Apabila syarat pada poin 1 dan 2 syarat subjektif tidak dipenuhi, maka dapat mengakibatkan suatu persetujuan dapat dibatalkan. pengertian dapat dibatalkan
berarti tidak batal dengan sendirinya, artinya diperlukan tindakan pembatalan gugatan untuk membatalkannya. semua perbuatan hukum yang dilakukan sebelum
ditetapkannya pembatalan atas perjanjian yang bersangkutan adalah sah. dan pembatalan syarat perjanjian poin 1 dan 2 ini dilakukan melalui pengadilan.
Apabila pada poin 3 dan 4 syarat objektif tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan perjanjian yang bersangkutan batal demi hukum. pengertian batal
demi hukum ini berarti perjanjian tersebut batal dengan sendirinya tanpa perlu tindakan pembatalan. misalnya sebagai contoh jual beli ganja, dalam kondisi ini
hukum menganggap tidak pernah terjadi perjanjian para pihak. Akibat suatu perjanjian yang telah dibuat dengan memenuhi syarat-syarat
dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, maka semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Dan tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
31
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata dalam Pasal ini ditetapkan pula bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik maksudnya adalah
menjalankan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan
44
. Selanjutnya pada Pasal 1339 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang. Perjanjian yang dibuat secara sah menurut J. Satrio akan mengakibatkan hal-
hal sebagai berikut: a.
Perjanjian mengikat para pihak Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata mengatur bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Unsur terpenting dalam perjanjian adalah isinya. Karena isi dari suatu perjanjian ditentukan
sendiri oleh para pihak. Sehingga para pihak telah menentukan sendiri isinya maka para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian secara sepihak.
44
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, hal. 139.
Universitas Sumatera Utara
32
Apabila salah satu pihak ingin perjanjian itu batal, maka harus berdasarkan pada kemauan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan yang cukup menurut
undang-undang.
45
Alasan-alasan yang cukup menurut hukum tersebut adalah :
46
1. Perjanjian yang bersifat terus menerus. Seperti dalam pasal 1571 KUHPerdata tentang sewa-menyewa yang dibuat secara tidak tertulis yang dapat dihentikan
dengan memberitahukan kepada penyewa. 2. Dalam pasal 1587 KUHPerdata tentang perjanjian sewa suatu rumah, setelah
masa sewa berakhir seperti ditentukan dalam perjanjian tetapi penyewa tetap menguasai rumah tersebut tanpa ada teguran dari pemilik, maka penyewa
dianggap meneruskan perjanjian sewa dengan ketentuan sewa sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut maka ia harus
memberitahukannya kepada penyewa. b.
Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik Dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menyatakan perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam pasal ini yang harus diperhatikan mengenai asas itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian. Dalam suatu perjanjian itikad baik
diwujudkan dengan mematuhi norma-norma kepatuhan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat.
45
J. Satrio, Op.Cit, hal. 357-364.
46
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hal. 98.
Universitas Sumatera Utara
33
Mengenai itikad baik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu itikad baik subyektif dan itikad baik obyektif. Itikad baik subyektif dapat diartikan sebagai
kejujuran seseorang dalam melakukan perbuatan hukum yaitu apa yang terletak dalam sikap batin seseorang pada saat melakukan perbuatan hukum. Sedangkan itikad
baik obyektif merupakan pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa yang dirasakan sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat.
47
c. Perjanjian tidak dibatalkan sepihak
Diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata ayat 2. Pasal ini merupakan suatu akibat dari kalimat janji itu mengikat. Para pihak tidak dapat menarik diri dari akibat-
akibat perjanjian yang dibuatnya secara sepihak. Akan tetapi harus dengan persetujuan kedua belah pihak.
3. Macam-macam Perjanjian