angka kejadian abortus, termasuk abortus inkompletus, pada usia muda dan dengan status belum menikah mungkin saja lebih banyak dari angka yang tercatat
dikarenakan faktor psikososial.
43
Menurut Chalik 1998 bahwa banyak wanita yang terlanjur hamil menggugurkan kandungannya secara sembunyi-sembunyi dan baru
muncul ke permukaan bila terjadi komplikasi.
13
5.1.3 Pendidikan Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010
– 2011 berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
6 18
59
6 11
10 20
30 40
50 60
70
SD SMP
SMA D3
Sarjana
Pendidikan P
ro p
o rs
i
Gambar 3. Diagram bar proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD
Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010
– 2011 berdasarkan pendidikan
Berdasarkan gambar.3 dapat dilihat bahwa berdasarkan pendidikan, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah penderita dengan pendidikan terakhir
SMA, yaitu dengan proporsi 59. Selebihnya adalah penderita abortus inkompletus yang memiliki pendidikan SMP dengan proporsi 18, sarjana dengan proporsi 11,
D3 dengan proporsi 6, dan SD dengan proporsi 6.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini bukan berarti bahwa wanita yang berpendidikan terakhir SMA berisiko tinggi terhadap kejadian abortus inkompletus, hanya saja kebanyakan penderita
abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010
– 2011 berpendidikan terakhir SMA. Semua bergantung pada pengetahuan seseorang mengenai abortus inkompletus dan dampaknya. Dalam Depkes RI 2008
bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi yang sangat berperan dalam mempengaruhi seseorang mengambil keputusan untuk berperilaku sehat.
Biasanya pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan lingkungan.
7
5.1.4 Pekerjaan Proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi tahun 2010
– 2011 berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
69
13 7
7 4
10 20
30 40
50 60
70 80
IRT PNS
Karyawan Swasta
Wiraswasta Pelajar
Pekerjaan
P ro
p o
rs i
Gambar 4. Diagram bar proporsi penderita abortus inkompletus di RSUD
Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010
– 2011 berdasarkan pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar.4 dapat dilihat bahwa berdasarkan pekerjaan, proporsi tertinggi penderita abortus inkompletus adalah penderita dengan pekerjaan sebagai
ibu rumah tangga IRT, yaitu dengan proporsi 69. Selebihnya tercatat dengan pekerjaan sebagai PNS 13, Karyawan Swasta 7, Wiraswasta 7, dan pelajar 4.
Hal ini kurang sesuai dengan hasil penelitian Mutmainah 2008 bahwa kejadian abortus inkompletus yang tercatat di RSUD’45 Kuningan adalah peran
ganda ibu hamil yang disebabkan kondisi sosial-ekonomi rendah di daerah kuningan sehingga memaksa ibu hamil membantu suaminya mencari nafkah, seperti membantu
di sawah dan di ladang serta menjadi pembantu rumah tangga.
24
Dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini bukan berarti ibu rumah tangga sebagai proporsi tertinggi berdasarkan pekerjaan lebih berisiko tinggi terhadap
kejadian abortus inkompletus, akan tetapi hal ini hanya menunjukkan bahwa pekerjaan penderita abortus inkompletus yang datang berobat ke RSUD Dr.Pirngadi
Kota Medan tahun 2010 – 2011 mayoritas tercatat sebagai ibu rumah tangga. Hal ini
sama dengan hasil penelitian Panjaitan 2011 di RS Martha Friska Medan bahwa 74,3 penderita abortus adalah ibu rumah tangga, dimana abortus inkompletus
menempati proporsi tertinggi 57,4 dari semua kejadian abortus di RS Martha Friska.
26
5.1.5 Agama