dalam berinteraksi dengan umat agama lain. Tapi tidak seharusnya tanggung jawab ini membuat tokoh agama untuk member batasan bagi umat saling berinteraksi. Ungkapan imam rasyid
megenai hal tersebut :
“Tokoh agama memang harus mengigatkan apabila terjadi hal yang tidak diinginkan dengan agama lain namun har
us tetap tidak membatasi interaks tersebut”.
Ewin Silitonga tokoh agama Kristen terkadang memiliki masalah terhadap waktu ketika umat Kristen meminta bantuan dan ada tetangga beliau beragama islam juga membutuhkan
pertolongan. Beliua sebisa mungkin membagi waktu dengan menolong tetangga terlebih dahulu kemudian datang ke umat Kristen yang membutuhkan bantuan. Beliua berangapan lebih sopan
jika menunda untuk menolong umatnya dari pada menunda menolong tetanggannya. Berikut penuturan Ewin Silionga :
“saya mempunyai masalah ketika umat saya meminta bantuan dan tetangga saya beragama islam juga memintak bantuan. Sebisa mungkin menolong tetangga lalu setelah itu menolong
umat saya dek, umat saya memahami dek dan tidak terjadi masalah”.
3.2 Pandangan Masyarakat Aceh Singkil Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama
Ketika penulis bertanya tentang kerukunan umat beragama masyarakat megatakan bahwa sebagai manusia mempunyai rasa cinta kasih yang sama. Manusia di ciptakan beragam
merupakan dari suatu kudrat dari sang maha pencipta karna setiap bangsa mempunyai rupa,bahasa, adat dan kebudayaan.
Sebagai mana kita ketahui bahwa masyarakat desa suka makmur di aceh singkil sangat la harmonis meski berbeda keyakinan. Hal ini karena masyakat desa suka makmur mempunyai
landasan filosofis yang sama. Yang pada akhirnya meskipun berbeda-beda dalam keyakinan, kita
Universitas Sumatera Utara
tidak mempermasalahkan keyakinannya itu,tapi bagai mana kita saling pengertian satu sama lain. Agama atau keyakinan yang kita yakini itu harus benar-benar kita pelajari dengan sunguh
sunguh. Dengan kesunguhhan itu kita mengenal aturan, tentunya aturan yang sesuai dengan tuntunan yang di yakininya. Karena dari apa yang kita yakini itu tidakada yang mengharuskan
untuk menghalalkan hal yang tidak sesuai dengan sifat-sifat kemanusian. Pasti setiap agama atau keyakinan mengajarkan bagai mana kita saling menyayangi.
Kita harus mensyukuri atas yang tuhan berikan. Sifat mensyukuri itu sendiri bukan hanya dengan ucapan, tapi wujud nyata bagai mana kita berbagi,berbagi rasa, berbagi rezki dan saling
tolong menolong, seperti halnya gotong royong. Gotong royong ini tidak melihat latar belakan keyakinan atau suku.
Apabila melihat konflik yang di dasari dengan SARA suku, agama, ras dan golongan masyarakat merasa perihatin, kenapa semua itu bisa terjadi. Karena menurut pandangan bahwa
ketenang itu hanya dapat akan di rasakan atau terbagun jika satu sama lain saling menghormati. Dengan kondisi konflik seperti itu baik yang kuat maupun yang lemah tidak akan merasakan
kenyamanan. Konflik seperti itu di latar belakangi oleh pemahaman yang keliru terhadap keyakinan
yang mereka percayai. Karna masalah yang sederhana sekali ialah bahwa kita manusia sama sama memiliki rasa dan bisa merasa. Sedangkan yang utama selain kita bisa merasa kita juga
harus bisa merasakan. Misalnya, apa bila kita di cubit orang lain maka akan merasa sakit, oleh karena itu kita tidak boleh mencubit orang lain.
Selain itu ada juga yang namanya fanatisme berlebihan. Seseorang mengangap agamanya lah yang paling baik dan agamanya lah paling satu-
satunya tuhan. “ saya ini seorang pembela
Universitas Sumatera Utara
tuhan”. Tapi jika berbicara membela tuhan, sebetulnya kita telah merendahkan tuhan, tuhan itu kita akui maha besar, maha segalanya, megapa kita yang lemah itu membelanya. Membela tuhan
itu bukan dengan otot, tapi mejunjung tinggi nama baik tuhan. Tuhan mengharapkan kita sebagai makhluk ciptaannya agar bersikap, berprilaku dan berinteraksi dengan baik sesama ciptaannya.
Setiap agama itu sama, yaitu sama-sama mengharapkan peganutnya menjadi manusia yang baik. Tapi agama itu berbeda jika dilihat dari metode pribadatan atau aqidah. Untuk
melaksanakan kehidupan sebagai insan yang berketuhanan, kita harus kembali ketiga aspek yang di lakukan, yaitu aspek tiologis, aspek sosial,dan aspek cultural. Secara aspek tiologis bahwa kita
harus kembali sesuai apa yang kita yakini,aspek sosial, bahwa manusia hidup bermasyarakat satu sama lain saling membutuhkan, untuk tidak terjadi pertentangan, maka kita harus satu
mempersatu yaitu kembali kepada sifat kemanusian itu sendiri. Maka dengan sikap saling menghormati akan muncul dengan sendirinya. Yang terakhir aspek kultural, kita harus
menyadari bahwa tiap tiap daerah mempunyai kebiasan atau kehidupan yang berbeda.
3.3 Kerukunan Umat Beragama Menurut Tokoh Islam