Kepemimpinan kepala sekolah dalm implementasi manajemen berbasis sekolah di SMA al-Mathuriyah

(1)

i

DI SMA AL-MASTHURIYAH

Disusun oleh

:

Abdul Azis

103018227348

Program Studi Manajemen Pendidikan

Jurusan Kependidikan Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah

Jakarta

2011 M / 1432 H


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS.

Manajemen Berbasis Sekolah memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stake holder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting. Pemahaman tentang hakikat kepemimpinan. Dalam melaksanakan MBS, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan yang kuat, partisipatif, dan demokratis.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dalam bentuk deskriptif. Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menggambarkan suatu kegiatan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengimplementasi manajemen berbasis sekolah yang terlebih dahulu menganalisis proses pelaksanaannya.

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi bersifat partisipatif. Manajemen ini memberikan kewenangan dari yayasan ke sekolah, dan kemudian sekolah mendelegasikan ke setiap guru dan karyawan. Semua guru dan karyawan merasa terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah. Prinsip desentralisasi memandang bahwa masalah yang muncul di sekolah akan disesuaikan dengan sebaik mungkin apabila penyelesaiannya diserahkan kepada pihak yang paling dekat keberadaan masalah tersebut. Dalam menyelesaikan masalah pendidikan di sekolah, yang paling tahu tentang masalah itu adalah warga sekolah itu sendiri terutama guru, staf, kepala sekolah dan orang tua siswa.

Penerapan manajemen partisipatif meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan sehingga SMA Al-Masthuriyah dapat bersaing dan menghasilkan lulusan yang berkualitas baik secara akademis maupun non akademis. MBS akan berhasil dengan baik apabila warga sekolah memiliki inisiatif dalam menjalankan pekerjaannya dan inisiatif setiap individu dihargai. Yang terjadi di SMA Al-Masthuriyah adalah masih kurangnya inisiatif warga sekolah karena kurangnya rasa memiliki terhadap sekolah tersebut


(6)

i Bismillahirrahmanirrahiim

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT., atas segala nikmat dan karunia yang telah tercurahkan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Dengan penuh rasa syukur, pada akhirnya skripsi ini telah dapat diselesaikan. Penulis sangat menyadari bahwa hasil penelitian ddari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun alhamdulillah berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan kendala-kendala yang ada.

Dengan ketulusan hati, dalam kesempatan ini melalui skripsi penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta segenap jajarannya.

2. Bapak Drs. Rusydy Zakaria, M. Ed., M. Phil., Ketua Jurusan Kependidikan Islam sekaligus dosen Pembimbing Skrpsi yang telah banyak memberikan waktu, arahan, bimbingan, nasehat, motivasi, ilmu, kritik serta saran yang sangat berarti bagi penulis sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Drs. Mu’arif SAM, M. Pd., Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan. 4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selama ini banyak

membimbing penulis selama belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

5. Bapak H. Abdul Muiz Syihabudin, M.Ag, para guru dan staf SMA Al-Masthuriyah yang telah memberikan kesempatan dan waktunya sehingga penelitian ini

6. Bapak dan Mamah (H. Ahmad Rifa’i (Alm.) dan Hj. Lilis), Kakak-kakakku dan Adikku tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil, kasih sayang serta do’a yang tak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(7)

7. Indah Sri Lestari, istriku tercinta, rasa bangga dan terima kasih atas dukungan yang dengan setia dan penuh kesabaran dan kasih sayang memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Rekan-rekan sahabat seperjuangan KI-MP angkatan 2003 dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kenangan dan kebersamaan kita tidak akan pernah terlupakan.

Demikianlah semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan kebajikannya. Sebagai penutup, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta, Februari 2011


(8)

iii

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

E. Sistematika Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Teori ... 7

1. Pengertian Kepemimpinan ... 7

2. Pendekatan Kepemimpinan ... 8

3. Gaya Kepemimpinan ... 9

4. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS ... 11

5. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah ... 12

6. Alasan dan Tujuan ... 15

7. Strategi Implementasi MBS ... 16

8. Aspek Yang Digarap ... 19

9. Hambatan Implementasi MBS ... 20

10. Ukuran Keberhasilan MBS ... 22

B. Kerangka Berfikir ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

B. Metode Penelitian ... 28

C. Teknik Pengumpulan Data ... 29

D. Teknik Analisa Data ... 30


(9)

BAB IV HASIL PENILITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 33

1. Sejarah Singkat ... 33

2. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah ... 34

3. Keadaan Guru, Siswa dan Sarana ... 34

B. Deskripsi Data ... 38

C. Analisa Data dan Hasil Penelitian ... 50

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54


(10)

v Surat Bimbingan Skripsi

Surat Permohonan Izin Penelitian dan Riset/Wawancara

Surat Keterangan Penelitian dari SMA Al-Masthuriyah Sukabumi Profil SMA Al-Masthuriyah


(11)

vi

Tabel 2.2 Gambar Kerangka Berfikir ... 26

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ... 30

Tabel 4.1 Data guru berdasarkan Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan ... 34

Tabel 4.2 Data Siswa berdasarkan Tingkat Kelas ... 35


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Berbagai pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Beberapa pengamat berpendapat, ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara signifikan1. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan yang menganggap bahwa apabila semua komponen pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan

1

Depdiknas, Manajemen Berbasis Sekolah. (Jakarta : Program Guru Bantu – Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003) h.4


(13)

perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka hasil pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara otomatis akan terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan pada masukan pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya. Padahal proses pendidikan sangat menentukan hasil pendidikan tersebut. Kedua,

penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis sentralistik, (kebijakan terpusat) sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang tidak sesuai dengan kondisi sekolah. Sekolah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional. Ketiga, peran serta masyarakat khususnya orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.

Munculnya paradigma guru tentang manajemen pengelolaan sekolah yang bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas. Hal ini sangat didukung dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, selanjutnya diubah dengan UU No.32 tahun 2004 yaitu Undang-Undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP No. 33 tahun 2004 yaitu adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemerinrah daerah dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal.

Bidang pendidikan di atas disebutkan dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan pasal 51 yang menyatakan pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah didasarkan pada standar pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.2

Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai

2

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta : Fokus Media, 2006) h.83


(14)

tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan anatara pemimpin dan yang dipimpin.

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) Banyak orang memerlukan figur pemimpin, 2) Dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3) Sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelompoknya, dan 4) Sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan.3 Manajemen Berbasis Sekolah memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stake holder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting.

Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan.4Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok. Pemimpin mempunyai sasaran, dan kekuasaan merupakan sarana untuk memudahkan mencapai sasaran itu.5 Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan.

Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan menjadi norma perilaku yang dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi

3

Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.152

4 Nurkolis.

Manajemen Berbasis, h.154

5


(15)

perilaku orang lain serta sebagai suatu pola perilaku yang konsisten yang ditinjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

“Kepemimpinan Kepala Sekolah

Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Pada SMA Al-Masthuriyah Sukabumi”.

B. Identifikasi Masalah

Ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan penerapan manajemen berbasis sekolah antara lain faktor kepemimpinan, sikap guru, peraturan pemerintah, dukungan birokrasi, budaya sekolah, sarana dan prasarana, lingkungan masyarakat, dan masalah finansial.

Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yaitu :

1. Kurang optimalnya implementasi MBS karena kurang dukungan dari kepala sekolah

2. Belum utuhnya persepsi masyarakat sekolah tentang konsep MBS 3. Belum optimalnya dukungan kebijakan dan finansial

4. Kurang efektifnya kepemimpinan kepala sekolah dalam mempengaruhi pelaksanaan MBS.

5. Kurang terbukanya kepala sekolah

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengacu kepada identifikasi di atas maka fokus penelitian dapat dibatasi pada peran kepemimpinan kepala sekolah. Disini penulis memfokuskan tinjauannya pada faktor-faktor peran kepemimpinan kepala sekolah yang dapat mempengaruhi implementasi MBS, yaitu dukungan kepemimpinan kepala sekolah.

Dari identifikasi masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Bagaimana peran kepemimpinan kepala sekolah dalam implementasi MBS di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi?”


(16)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang 1). Gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam implementasi MBS. 2). Menjelaskan bentuk-bentuk kepemimpinan Islam dalam implementasi MBS 3). Efektifitas gaya kepemimpinan kharismatik kepala sekolah dalam implementasi MBS di SMA Al-Masthuriyah Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi adalah :

1. Manfaat akademis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman penulis tentang hakikat kepemimpinan, pengembangan serta pelaksanaannya dalam impelemantasi manajemen berbasis sekolah.

2. Manfaat umum : Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan serta menambah paradigma baru bagi sekolah dalam mengembangkan kepemimpinan dengan mengasah kemampuan sumber daya yang ada

3. Manfaat untuk pembaca : Sebagai salah satu sumber untuk memperkaya pemahaman para pelaksana di lapangan, khususnya kepala sekolah, para guru, calon guru, para pengawas dan tenaga kependidikan lain yang bertanggung jawab dan terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan.

F. Sistematika Penelitian

Untuk memperjelas penulisan skripsi maka penulis membagi sistem penelitian menjadi lima bab. Dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bab, yaitu: BAB I Pendahuluan, Mencakup Latar Belakang, Identifikasi, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, serta Sistematika Penulisan.

BAB II Kajian Teori tentang Kepemimpinan, meliputi Pengertian, Pendekatan, Gaya Kepemimpinan, Kepemimpinan Transformasional dalam MBS. Sedangkan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah meliputi Pengertian, Alasan dan Tujuan, Strategi Impelementasi, Aspek yang digarap MBS, Hambatan Implementasi dan Ukuran Keberhasilan MBS. Dan Kerangka Berfikir


(17)

BAB III Metodologi Penelitian meliputi Waktu, Tempat, Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.

BAB IV Hasil Penelitian meliputi Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah Gambaran Umum Objek Penelitian, Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.

BAB V Penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran. DAFTAR PUSTAKA


(18)

7 BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. KAJIAN TEORI

1. Pengertian kepemimpinan

Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi. Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Sebagaimana dikatakan Hani Handoko, bahwa pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka.1

Bagaimanapun juga kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif. Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti being a leader, power of leading atau the qualities of leader.2

Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai

1

Hani Handoko, Manajemenedisi kedua, (Yogyakarta : BPFE, 1995) h.293

2

AS. Hornby. Oxford Edvanced Dictionary of English. (London : Oxford University Press, 1990)


(19)

tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah didefinisikan oleh banyak para ahli antaranya adalah Stoner mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang selain berhubungan dengan tugasnya.

Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi.3

Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada di bawah pengawasannya.

Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan perilaku bawahan. Menurut Handoko kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran.4

2. Pendekatan Kepemimpinan

Menurut Handoko, ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional.5 Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang

3

Hani Handoko, Manajemenedisi kedua, (Yogyakarta : BPFE, 1995), h.295

4 Hani Handoko,

Manajemen, h.294

5


(20)

kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.

Ketiga pendekatan tersebut dapat digambarkan secara kronologis sebagai berikut6 :

3. Gaya Kepemimpinan

Gaya adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang menandai ciri seseorang. Berdasarkan pengertian tersebut maka gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seseorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya.

Menurut pendekatan tingkah laku, gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.

Gaya kepemimpinan yang berkaitan dengan MBS berkaitan dengan proses mempengaruhi antara para pemimpin dengan para pengikutnya. Dalam kepemimpinan partisipatif, menyangkut usaha-usaha oleh seorang pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan keputusan. Dalam kepemimpinan partisipatif juga digunakan pendekatan kekuasaan, yaitu secara bersama-sama membagi kekuasaan (power sharing) dan

6

Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 1995) h.295


(21)

proses-proses mempengaruhi timbal balik, pendelegasian kekuasaaan, dan konsultasi dengan orang lain untuk memperoleh saran-saran.

Kebanyakan teori kepemimpinan partisipatif mengakui adanya empat prosedur pengambilan keputusan, yang selanjutnya disebut sebagai macam-macam partisipasi. Keempat prosedur pengambilan keputusan tersebut menggambarkan kecenderungan gaya kepemimpinan partisipatif sebagai berikut7 : a. Kepemimpinan Otokratik.

Dalam membuat keputusan, seorang pemimpin membuat keputusan sendiri tanpa menanyakan opini atau saran dari orang lain. Orang lain yang tidak berpartisipasi dan tidak mempunyai pengaruh yang langsung terhadap keputusan.

b. Kepemimpinan konsultatif.

Dalam membuat keputusan, seorang pemimpin menanyakan opini dan gagasan orang lain dan kemudian mengambil keputusan sendiri setelah mempertimbangkan secara serius saran-saran dan perhatian mereka.

c. Kepemimpinan keputusan bersama

Dalam membuat keputusan seorang pemimpin bertemu dengan orang lain untuk mendiskusikan masalah yang diputuskan, kemudian mengambil keputusan secara bersama-sama. Pemimpin tidak mempunyai pengaruh lagi terhadap keputusan terakhir seperti juga peserta lainnya.

d. Kepemimpinan delegatif

Dalam pengambilan keputusan, pemimpin memberi kepada seorang individu atau kelompok, suatu kekuasaan serta tanggung jawab untuk membuat keputusan. Pimpinan biasanya memberikan spesifikasi mengenai batas-batas pilihan terakhir yang harus diambil dan persetujuan terlebih dahulu mungkin perlu atau tidak perlu diminta sebelum keputusan dilaksanakan. Kepemimpinan delegatif juga disebut sebagai kepemimpinan demokratik.

4. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS

7


(22)

Dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke desentralistik menuntut proses pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS. Dalam melaksanakan MBS, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis. Untuk mengakomodasikan persyaratan ini kepala sekolah perlu mengadopsi kepemimpinan transformasional.

Dalam lembaga formal kita mengenal beberapa tipe kepemimpinan modern yang dipandang memili nuansa positif, seperti kepemimpinan partisipatif, kepemimpinan karismatik, kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan partisipatif dicirikan dengan adanya keikutsertaan pengikut dalam proses pengambilan keputusan. Sementara itu, kepemimpinan karismatik dicirikan dengan adanya persepsi para pengikut bahwa pemimpinnya memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa.

Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan serta ditetapkan dengan jelas peran dan tugas-tugasnya. Kepemimpinan transformasional dapat dicirikan dengan adanya proses untuk membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran.

Menurut Masi and Robert (2000), kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya (Contingen Riward), intervensi yang dilakukan oleh pemimpin dalam proses organisasional dimaksudkan untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan yang melibatkan interaksi antara pemimpin dan bawahannya bersifat pro aktiv.

Kepemimpinan transaksional aktif menekankan pemberian penghargaan kepada bawahan untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu secara


(23)

pro aktif seorang pemimpin memerlukan informasi untuk menentukan apa yang saat ini dibutuhkan bawahannya.

Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa prinsip utama dari kepemimpinan transaksional adalah mengaitkan kebutuhan individu pada apa yang diinginkan pemimpin untuk dicapai dengan apa penghargaan yang diinginkan oleh bawahannya memungkinkan adanya peningkatan motivasi bawahan.

Dalam kepemimpinan transformasional, pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral. Kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang didasarkan atas kekuasaan birokratis dan memotivasi para pengikutnya demi kepentingan diri sendiri.

Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan cara :8 (1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya suatu pekerjaan, (2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhan kebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe kepemimpinan transformasional ini disarankan untuk diadopsi dalam implementasi MBS karena dapat sejalan dengan fungsi manajemen model MBS. Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama. Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi. Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.

5. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah9. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar

8

Nurkolis. Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.172

9


(24)

basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.

Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.

Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School- Based Management (SBM)10. Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam memenuhii tuntutan perubahan lingkungan sekolah.

Gagasa n Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris

School- Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat Sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya sekolah, karena implementasi MBS tidak

10

Depdiknas, Manajemen Berbasis Sekolah. (Jakarta : Program Guru Bantu – Direktorat Tenaga Kependidikan, 2003) h.5


(25)

sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik sekolah dan tatanan pengelolaan sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan Sekolah.

MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Dalam MBS, sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility

untuk secara mandiri menetapkan program-program pendidikan (kurikulum) dan implikasinya terhadap berbagai kebijakan sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai sekolah.

Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar Sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Secara umum manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga, dengan pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan, maka rasa memiliki warga sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipatif. Baik


(26)

peningkatan otonomi sekolah maupun pengambilan keputusan partisipatif tersebut kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional yang berlaku.

6. Alasan dan Tujuan

MBS di Indonesia yang menggunakan model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul karena beberapa alasan sebagaimana diungkapkan oleh Nurkolis11 antara lain Pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengmabilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.12 Bagi sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan keterampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraannya pula.

Keuntungan-keuntungan penerapan MBS sebagaimana dikutip dari hasil pertemuan The American Association of School Administration, The National Association of Elementary School Principal, The National of Secondary School Principal pada tahun 1988 adalah13 : Pertama, secara formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah.

Kedua, meningkatkan moral guru. Moral guru meningkat karena adanya komitmen dan tanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah.

Ketiga, keputusan yang diambil sekolah mengalami akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen sekolah mengalami andil yang cukup dalam setiap pengambilan

11

Nurkolis. Manajemen Berbasis, (Jakarta : PT.Grasindo, 2006) Cet.III, h.21

12 Nurkolis.

Manajemen Berbasis, h.23

13


(27)

kepurusan. Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yang dikembangkan di sekolah. Kelima, menstimulasi munculnya pemimpin baru di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.

7. Strategi Implementasi MBS

MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan. Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan disamping agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Implementasi MBS akan berlangsung efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji semua staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi.14

Ciri-ciri MBS, bisa diketahui antara lain dari sudut sejauh mana Sekolah dapat mengoptimalkan kemampuan manajemen Sekolah, terutama dalam pemberdayaan sumber daya yang ada menyangkut sumber daya kepala sekolah

14


(28)

dan guru, partisipasi masyarakat, pendapatan daerah dan orang tua, juga anggaran sekolah sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini15 :

Tabel 2.1. Kemampuan Manajemen Sekolah

Kemampuan Sekolah Kepala Sekolah dan Guru Partisipasi Masyarakat Pendapatan Daerah dan Orang Tua

Anggaran Sekolah 1. Sekolah dengan

kemampuan manajemen tinggi

Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi tinggi (termasuk kepemimpinan Partisipasi masyarakat tinggi (termasuk dukungan dana) Pendapatan daerah dan orang tua tinggi

Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah besar 2. Sekolah dengan

kemampuan manajemen sedang

Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi sedang (termasuk kepemimpinan Partisipasi masyarakat sedang (termasuk dukungan dana) Pendapatan daerah dan orang tua sedang

Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah sedang 3. Sekolah dengan

kemampuan manajemen rendah

Kepala sekolah dan guru ber-kompetesi rendah (termasuk kepemimpinan Partisipasi masyarakat rendah (termasuk dukungan dana) Pendapatan daerah dan orang tua tinggi

Anggaran sekolah di luar anggaran pemerintah kecil atau tidak ada

.

Kondisi di atas mengisyaratkan bahwa tingkat kemampuan manajemen sekolah untuk mengimplementasikan MBS berbeda satu kelompok sekolah dengan kelompok lainnya. Perencanaan implementasi MBS harus menuju pada variasi tersebut, dan mempertimbangkan kemampuan setiap sekolah.

Perubahan arah ke MBS dapat direfleksikan dalam aspek-aspek strategi manajemen berikut ini :

a. Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia

Guru dan siswa kemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda, di luar kebutuhan ekonomi. Mereka mengejar interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri, dan kesempatan berkembang. Dalam rangka memuaskan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. MBS dapat menyediakan fleksibilitas lebih baik dan

15


(29)

kesempatan untuk memuaskan kebutuhan guru dan siswa dan memberi peran terhadap talenta-talenta mereka

b. Konsep organisasi sekolah.

Sekolah sebagai organisasi tidak sekedar tempat persiapan anak-anak di masa datang, tapi juga tempat untuk siswa atau guru dan administrator untuk hidup, tumbuh, dan menjalani perkembangan. Oleh karena itu, dalam MBS sekolah tidak hanya tempat membantu perkembangan siswa, tetapi juga tempat perkembangan guru dan administrator

c. Gaya pengambilan keputusan

Dalam MBS gaya pengambilan keputusan pada tingkat sekolah adalah melalui pembagian kekuasaan (power sharing) atau partisipasi.

d. Gaya kepemimpinan

Dalam merespon perubahan ke MBS maka gaya kepemimpinan kepala sekolah berubah dari tingkat rendah ke kepemimpinan multitingkat. Kepemimpinan dalam MBS tidak hanya kepemimpinan teknis dan manusia, tetapi menggunakan kepemimpinan kependidikan, simbolik, dan budaya

e. Penggunaan kekuasaan

MBS dimaksudkan untuk mengembangkan sumber daya manusia dan mendorong komitmen dan inisiatif warga sekolah. Oleh karena itu, gaya tradisional dalam penggunaan kekuasaan harus diubah. Para administrator sekolah disarankan menggunakan kekuasaan terutama keahlian dan referensi, memberi perhatian terhadap pertumbuhan professional guru, menjadi pemimpin yang professional terhadap guru dan menjadi inspirasi pada guru dan siswa untuk bekerja secara antusias dengan kepribadian yang mulia f. Keterampilan-keterampilan manajemen

Ketika mengadopsi MBS maka pekerjaan manajemen internal menjadi lebih kompleks dan berat. Oleh karena itu, diperlukan konsep-konsep baru dalam keterampilan manajemen


(30)

8. Aspek yang digarap MBS

Ada banyak aspek yang tadinya menjadi kewenangan pusat atau provinsi/kabupaten/kota, kini bergeser menjadi kewenangan sekolah dalam MBS. Aspek tersebut meliputi 16:

a. Perencanaan dan evaluasi program

Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya misalnya untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal.

b. Pengelolaan kurikulum

Sekolah dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.

c. Pengelolaan proses belajar mengajar

Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, siswa, guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah

d. Pengelolaan ketenagaan

Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah.

e. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan/fasilitas

Pengelolaan fasilitas mulai dari pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan hingga pengembangan dilakukan oleh sekolah. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya.

f. Pengelolaan keuangan

16

Heriyanto, Manajemen Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Muru Pendidikan, (Jakarta : Tesis, 2008) h.26


(31)

Pengelolan keuangan sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini didasari bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi penggunaan keuangan sudah seharusnya dilimpahkan ke sekolah.

g. Pelayanan siswa

Pelayanan siswa dimulai dari penerimaan siswa baru, pembinaan dan pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan ke pendidikan berikutnya, atau dunai kerja sampai pengelolaan alumni.

h. Hubungan sekolah dan masyarakat

Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan masyarakat terutama dukungan moral dan finansial.

i. Pengelolaan iklim sekolah

Iklim sekolah baik fisik maupun non fisik yang kondusif dan akademik, merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah dan kegiatan yang berpusat kepada siswa. Hal ini merupakan bagian dari iklim sekolah yang harus menjadi lebih intensif ditingkatkan.

9. Hambatan Implementasi MBS

Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut 17:

a. Tidak berminat untuk terlibat. Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaannya sekarang. Mereka tidak ingin ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya akan menambah beban saja. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan tersebut.

17

Heriyanto, Manajemen Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Muru Pendidikan, (Jakarta : Tesis, 2008) h.35


(32)

b. Tidak efisien. Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara otokratis

c. Pikiran kelompok. Setelah beberapa saat bersama, para pengelola sekolah mungkin akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini akan berdampak positif, karena akan saling mendukung satu sama lain. Namun di sisi lain, kohesivitas itu akan menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan penadapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah pengelola akan mulai terjangkit “pikiran kelompok”. Ini berbahaya karena keputusan yang diambil ada kemungkinan tidak lagi realistis.

d. Memerlukan pelatihan. Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi dan sebagainya.

e. Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru. Pihak-pihak yang terlibat mungkin telah sangat terkondisikan dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.

f. Kesulitan koordinasi. Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektf dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuan masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.

Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS.


(33)

10. Ukuran Keberhasilan MBS.

Dalam konteks MBS, keberhasilan pendidikan harus didefinisikan ulang, bukan semata-mata pada ukuran standar prestasi siswa. Keberhasilan harus berada dalam konsep yang lebih luas. Namun apa pun kriteria keberhasilan tersebut, pencapaiannya tergantung pada kualitas program pendidikan dan pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, ukuran-ukuran keberhasilan implementasi MBS di Indonesia dapat dinilai setidaknya dari sembilan criteria di bawah ini18 :

Pertama, MBS dianggap berhasil apabila jumlah siswa yang mendapat layanan pendidikan semakin meningkat. Masalah siswa yang tidak bisa mendaftar sekolah karena masalah ekonomi akan dipecahkan secara bersama-sama oleh warga sekolah melalui subsidi silang dari mereka yang ekonominya lebih mampu.

Kedua, MBS dianggap berhasil apabila kualitas pelayanan pendidikan menjadi lebih baik. Karena layanan pendidikan tersebut berkualitas mengakibatkan prestasi akademik dan prestasi non akademik siswa juga meningkat. Secara keseluruhan kualitas pendidikan akan meningkat yang selanjutnya jumlah pengangguran bisa ditekan, intensitas kriminalitas dapat diturunkan, dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara semakin jelas.

Ketiga, tingkat tinggal kelas menurun dan produktivitas sekolah semakin baik dalam arti rasio antara jumlah siswa yang mendaftar dengan jumlah siswa yang lulus menjadi lebih besar. Tingkat tinggal kelas menurun karena siswa semakin bersemangat untuk datang ke sekolah dan belajar di rumah dengan dukungan orang tua serta lingkungannya. Pembelajaran di sekolah semakin meningkat karena kemampuan guru mengajar lebih menjadi menarik dan menyenangkan. Siswa menjadi lebih bergairah dan bersemangat untuk belajar dan datang ke sekolah.

Keempat, karena program-program sekolah dibuat bersama-sama dengan warga masyarakat dan tokoh masyarakat maka relevansi penyelenggaraan

18 Nurkolis.


(34)

pendidikan semakin baik. Program-program yang diselenggarakan di sekolah baik kurikulum maupun sarana dan prasarana sekolah disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan lingkungan masyarakat.

Kelima, terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena penentuan biaya pendidikan tidak dilakukan secara pukul rata, tetapi didasarkan pada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Atas kesepakatan bersama seluruh warga sekolah dan warga masyarakat, keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan ini bisa tercipta.

Keenam, semakin meningkatnya keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pengambilan keputusan di sekolah baik yang menyangkut keputusan intruksional maupun organisasional. Dengan demikian, orang tua siswa dan masyarakat akan semakin peduli dan rasa memiliki yang lebih besar pada sekolah. Bila hal ini terjadi maka masyarakat akan dengan sukarela menyumbangkan tenaga dan hartanya untuk sekolah.

Ketujuh, salah satu indikator penting lain dari kesuksesan MBS adalah semakin baiknya iklim dan budaya kerja di sekolah. Iklim dan budaya kerja yang baik akan memberkan dampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Selanjutnya, sekolah akan berubah dan berkembang lebih baik. Setiap personel sekolah akan merasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas sehari-hari.

Kedelapan, kesejahteraan guru dan staf sekolah semakin membaik antara lain karena sumbangan pemikiran, tenaga, dan dukungan dana dari masyarakat luas. Semakin professional seorang guru atau staf sekolah maka masyarakat semakin berkeinginan untuk memberikan sumbangan dana yang lebih besar.

Kesembilan, apabila semua kemajuan pendidikan di atas telah tercapai maka dampak selanjutnya adalah akan terjadinya demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Indikator keberhasilan implementasi berupa tercapainya demokratisasi pendidikan diletakkan pada posisi terakhir karena sasaran ini jangka panjang dan paling jauh dari jangkauan.


(35)

B. KERANGKA BERPIKIR

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat komplek karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.

Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kepala sekolah harus bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan efektif dan efisien supaya semua tujuan sekolah yang menjadi tuntutan masyarakat dapat tercapai. Kalau tidak, jika sekolah tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan perkembangan era globalisasi, sekolah tersebut akan kehilangan fungsinya sebagai tempat menghasilkan agen-agen perubahan yang berkualitas di masa yang akan datang.

Kepala sekolah yang bersikap otoriter, cenderung pasif, kurang terbuka, dan cenderung diskriminatif dalam kepemimpinannya akan sulit menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien.

Kepala sekolah sabagai pemimpin seharusnya dalam praktik sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan mempraktikan 8 fungsi kepemimpinan di dalam kehidupan sekolah19, yaitu : 1). Kepala sekolah harus dapat

19

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah : Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta : Rajawali Pers, 2008) h.84


(36)

memperlakukan sama terhadap orang-orang yang menjadi bawahannya, sehingga tidak terjadi diskriminasi, 2). Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para bawahan dalam menjalankan tugas, 3). Kepala sekolah bertanggung jawab untuk memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan oleh guru, staf, dan siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, dan suasana yang mendukung, 4). Berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakan semangat para guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan, 5). Menciptakan rasa aman di lingkungan sekolah, sehingga semua masyarakat sekolah bebas dari perasaan gelisah dan khawatir, 6). Penampilan kepala sekolah harus selalu dijaga integritasnya, selalu terpercaya, dihormati baik sikap, perilaku maupun perilakunya, 7). Selalu membangkitkan semangat dan percaya diri masyarakat sekolah sehingga mereka menerima dan memahami tujuan sekolah secara antusias dan bertanggung jawab ke arah tercapainya tujuan tersebut, dan 8). Kepala sekolah diharapkan selalu dapat menghargai apa pun yang dihasilkan oleh mereka yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian hasilnya maka akan terwujud kepemimpinan kepala sekolah yang efektif.

Tapi pada kenyataan yang ada, bahwa kualitas kepala sekolah pada saat ini belum seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sumber daya manusia yang berperan sebagai pemikir, perencana, dan pelaksana organisasi sebagai aparat mencapai tujuan, dan koordinasi sebagai mekanisme dan strategi. Hal ini antara lain disebabkan oleh lemahnya kompetensi serta kurang efektifnya manajerial kepala sekolah

Akibatnya mata rantai atau tahap-tahap pengelolaan kepala sekolah belum dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Terjadilah gap, kesenjangan, atau jurang antara kualitas kepala sekolah yang senyatanya ada.

Akhirnya untuk mengatasi permasalahan tersebut mata rantai pengeolaan kepala sekolah yang sangat berperan dalam mekanisme melahirkan kepala sekolah yang profesional seharusnya selalu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tahap-tahap yang ada, serta keterkaitan dan saling pengaruh antar sesama Tahap-tahap perlu dipersiapkan dan dilaksanakan dengan terkoordinasi.


(37)

Ada strategi-strategi teknis yang diharapkan dapat dicapai dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut sebagai berikut :

1. Peningkatan kompetensi melalui pelatihan manajerial kepala sekolah atau pelatihan-pelatihan lain yang relevan

2. Melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi untuk menambah wawasan teoritis dan praktis kepala sekolah

3. Program studi banding dan program lain untuk menambah referensi konsep dan implementasi pendidikan di tempat lain.


(38)

Tabel 2.2

GAMBAR KERANGKA FIKIR

INPUT PROSES OUTPUT

$

FEED BACK

K

-Kondisi

Kepemipinan -Otoriter -Pasif

-Kurang Terbuka -Diskriminasi

Masalah Kepemipinan -Implementasi

MBS kurang dukungan dari kepemimpinan kepala sekolah

Strategi

-Pelatihan manajerial -Melanjutkan

pendidikan yang lebih tinggi -Studi banding ke

sekolah lain

Hasil

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam implementasi


(39)

28 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di SMA Al-Masthuriyah Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada selama 3 bulan, dimulai pada bulan Desember 2010 sampai Februari 2011 sehingga memudahkan penelitian untuk menjaring data dan informasi yang dibutuhkan dari responden. Hal ini untuk memungkinkan peneliti memahami lebih dalam obyek penelitian kemudian benar-benar mendapatkan gambaran jelas tentang obyek tersebut

B. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk metode deskriptif. Penggunaan deskriptif dalam penelitian ini untuk menggambarkan obyek penelitian atau kondisi lapangan apa adanya pada saat itu, untuk mengkaji permasalahan pada saat penelitian ini dilakukan. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa adanya.

Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menggambarkan suatu kegiatan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengimplementasi manajemen berbasis sekolah yang terlebih dahulu menganalisis proses pelaksanaannya.


(40)

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian lapangan ini penulis berusaha menganalisis data yang diperoleh sehingga antara pengertian dan teori yang ada dapat dibuktikan relevansinya.

Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik Observasi

Teknik observasi digunakan untuk mengamati dan mencatat seluruh aspek pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengendalikan implementasi manajemen berbasis sekolah di SMA Al-Masthuriyah, serta mengamati secara langsung data-data yang diperlukan. Dengan demikian data yang didapat oleh penulis selama observasi berlangsung dapat menjadi masukan bagi penulisan skripsi ini. Dalam pelaksanaan observasi peneliti membuat panduan observasi, sebagai berikut :

a. Lingkungan SMA Al-Masthuriyah Sukabumi b. Kegiatan kepemimpinan kepala sekolah c. Kegiatan implementasi program sekolah d. Kegiatan implementasi MBS

2. Wawancara

Wawancara digunakan peneliti untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya, responden pada wawancara ini merupakan yang memiliki keterkaitan langsung dengan pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah. Respondennya terdiri dari Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Tenaga Pendidik, Tenaga Kependidikan, Siswa dan Siswi SMA Al-Masthuriyah Sukabumi. Wawancara dilakukan dengan sifat terbuka, dan responden tahu bahwa mereka sedang diwawacarai dan mengetahui pula maksud wawancara itu. Dalam pelaksanaan wawancara yang dilakukan terhadap responden, dibantu dengan pedoman wawancara tentang :

a. Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah

b. Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan c. Perencanaan Program Sekolah


(41)

e. Pelaksanaan Program f. Supervisi dan Evaluasi

g. Dukungan (Political will) pemerintah h. Kepemimpinan yang efektif

i. Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat j. Ketersediaan SDM

k. Budaya Sekolah 3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan menemukan informasi tertulis yang berkaitan dengan fokus penelitian agar data yang diperoleh lebih lengkap. Dokumentasi yang dipelajari adalah sebagai berikut:

a. Profil SMA Al-Masthuriyah Sukabumi b. Struktur organisasi

c. Rencana Kerja Anggaran/RKA d. Rencana Strategis sekolah e. Laporan keuangan sekolah

D. Teknik Analisis Data

Data kualitatif adalah akan diolah dan dianalisa melalui proses-proses sebagai berikut :

- Klasifikasi, yaitu proses pengelompokan masalah berdasarkan jawaban-jawaban responden

- Kategorisasi, yaitu proses pengelompokan jawaban berdasarkan aspek-aspek masalah yang menjadi variabel penelitian

- Interpretasi, yaitu proses penafsiran data dengan cara mencari perbedaan dan persamaan dari aspek-aspek masalah yang diperoleh, kemudian ditarik kesimpulan dengan merujuk kepada kerangka fakir.


(42)

E. Kisi-Kisi Instrumen Pengumpulan Data 1. Wawancara

Instrumen adalah alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode (dalam penelitian)1. Kisi-kisi instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh data dan informasi-informasi di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi pada penelitian ini yang dijadikan pedoman sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara

Fokus Dimensi Indikator

Profil Sekolah Sejarah dan Perkembangannya Sejarah Perkembangan Visi, Misi dan Tujuan Visi

Misi Tujuan

Struktur Organisasi Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia SDM Tenaga Pendidik

SDM Tenaga Kependidikan Kepemimpinan

Kepala Sekolah

Karisma Karisma

Nilai-Nilai Kepemimpinan

Islam Nilai-Nilai Kepemimpinan Islam

Gaya Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan Pelaksanaan

Manajemen Berbasis Sekolah

Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah

Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah

Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan

Pengangkatan Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan

Perencanaan Program Sekolah Perencanaan Program Sekolah Penyusunan RAPBS Penyusunan RAPBS

Pelaksanaan Program Pelaksanaan Program Supervisi dan Evaluasi Supervisi dan Evaluasi Dukungan (Political will)

pemerintah

Dukungan (Political will) pemerintah

Kepemimpinan yang efektif Kepemimpinan yang efektif


(43)

Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat

Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat Ketersediaan SDM Ketersediaan SDM


(44)

33 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

1. Sejarah Singkat SMA Al-Masthuriyah Sukabumi

SMA Al-Masthuriyah didirikan pada tahun 1986 sebagaimana termuat dalam Izin Operasional dari Depdikbud Kanwil Prop. Jawa Barat Bid. Dikmenum Nomor 904/I02.4/R.86 tanggal, 12 Agustus 1986, dengan Kepala Sekolah Bapak Drs. KH. A. Aziz Masthuro dan dikukuhkan dengan izin pendirian dari Kepala Kanwil Depdikbud Prop. Jawa Barat dengan surat keputusan Nomor: 1060/I02/Kep/E/88, tanggal, 7 Maret 1988 Sejak Tahun 1987, Kepala Sekolah SMA Al-Masthuriyah dipercayakan kepada Bapak Drs. H. A. Djamaluddin sesuai dengan SK Yayasan Al-Masthuriyah Nomor: 02/SK/YASMA/VI/1987, tanggal 24 Juni 1987, hingga tahun 2000. Pada Tahun 2000 berdasarkan SK Yayasan Al-Masthuriyah Nomor: 05/SK/YASMA/VII/1987, tanggal 02 Juli 2000 Kepala SMA Al-Masthuriyah dipercayakan kepada Bapak H. A. Muiz Syihabudin, M.Ag sampai Sekarang.

Dalam perjalanannya SMA Al-Masthuriyah telah mengalami akreditasi dengan status dan jenjang akreditasi sebagai berikut : Tahun 1986-1990 status Terdaftar, Tahun 1990-1994 Status Akreditasi Diakui, 1994-1999 Status Akreditasi Disamakan, 1999-2003 Status Akreditasi Disamakan, Tahun 2003-2007 Status Akreditasi A, Tahun 2007-sekarang Status Akreditasi A


(45)

2. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah Sukabumi

Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan dan cita-cita, tentunya SMA Al-Masthuriyah Sukabumi memiliki visi dan misi sebagai berikut :

a. Visi

Membangun Sumber Daya Manusia yang memiliki integritas keilmuan dan kepribadian yang berlandaskan akhlakul karimah

b. Misi

1. Membentuk kepribadian yang dilandasi nilai-nilai moral dan agama.

2. Memacu aspek intelektualitas yang mengarah pada penguasaan ilmu dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan. 3. Mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas melalui

penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.

4. Membentuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi dan profesional.

5. Mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang proses pembelajaran yang berkualitas berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

3. Keadaan Guru, Siswa dan Sarana a. Keadaan Guru

Keadaan guru di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi berjumlah 25 orang. Berdasarkan jenis mata pelajaran yang diajarkan, terdiri dari 2 orang guru bidang studi umum, 6 orang guru bahasa, 6 orang guru matematika dan IPA, 5 orang guru IPS dan 2 orang guru Agama.


(46)

Berdasarkan tingkat pendidikan, guru-guru SMA Al-Masthuriyah Sukabumi mempunyai tingkat pendidikan sebagai berikut : 20 orang guru S1, dan 5 orang guru S2.

Berdasarkan status kepegawaian, SMA Al-Masthuriyah Sukabumi mempunyai beberapa guru yang mempunyai status kepegawaian sebagai berikut : 2 orang guru PNS, 14 orang guru tetap yayasan dan 9 orang guru tidak tetap yayasan

Berdasarkan kesesuaian latar belakang pendidikan dan status sertifikasi, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.1

Data Guru berdasarkan Kesesuaian Latar Belakang Pendidikan

No. Mata Pelajaran Jumlah

Personil

Kesesuaian latar belakang pendidikan

Guru

terserti-fikasi Sesuai Tdk Sesuai

1 2 3 4 5 6

1. Pendidikan Agama Islam 2 2 2

2. Kewarganegaraan 1 - 1 1

3. Bahasa Inggris 3 1 2 2

4. Bahasa Indonesia 2 2 - 2

5. Matematika 2 2 - 2

6. Pendidikan Jasmani 1 1 - 1

7. Sejarah 1 - 1 1

6. Fisika 1 - 1 1

7. Biologi 1 1 - 1

8. Kimia 1 - 1 -

9. Geografi 1 - 1 1


(47)

No. Mata Pelajaran Jumlah Personil

Kesesuaian latar belakang pendidikan

Guru

terserti-fikasi Sesuai Tdk Sesuai

11. Ekonomi 2 2 - 2

12. Pendidikan Seni 1 - 1 1

13. Pend. Ketrampilan - - -

14. TIK 2 - 2 2

15. Bahasa Asing

a. Arab 1 1 - -

16 Muatan Lokal 1 - 1 1

17 Pengembangan diri 1 - 1 1

Jumlah 25 12 13 21

Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011

b. Keadaan Siswa

Keadaan siswa SMA Al-Masthuriyah Sukabumi dalam tiga tahun Ajaran terakhir adalah sebagai berikut :

1) Tahun Ajaran 2008/2009, kelas X berjumlah 180 siswa, kelas XI berjumlah 180 siswa dan kelas XII berjumlah 180. Dengan jumlah keseluruhan 540 siswa dan masing kelas terdiri dari empat rombongan belajar.

2) Tahun Ajaran 2009/2010, kelas X berjumlah 180 siswa, kelas XI berjumlah 183 siswa dan kelas XII berjumlah 180. Dengan jumlah keseluruhan 543 siswa dan masing kelas terdiri dari empat rombongan belajar.

3) Tahun Ajaran 2010/2011, kelas X berjumlah 180 siswa, kelas XI berjumlah 180 siswa dan kelas XII berjumlah 183. Dengan jumlah keseluruhan 543 siswa dan masing kelas terdiri dari empat rombongan belajar.


(48)

Tabel 4.2

Data Siswa Berdasarkan Tingkat Kelas

Tahun

Pelajaran Kelas X

Kelas XI Kelas XII

IPA IPS IPA IPS

2008–2009 180 86 94 91 89

2009-2010 180 94 89 86 94

2010–2011 180 92 88 94 89

Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011

c. Sarana dan Prasarana

Sarana dn prasarana yang tersedia di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi terdiri dari 12 ruang kelas/teori, 2 ruang laboratorium komputer, 2 ruang laboratorium IPA, 1 ruang laboratorium Bahasa, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang administrasi/TU, 1 ruang OSIS, 1 ruang ibadah dan beberapa fasilitas lainnya yang tersedia di SMA Al-Masthuriyah Sukabumi.

Kondisi yang lebih jelas dari keadaan sarana dan prasaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.3

Kondisi Sarana dan Prasarana

R u a n g Jumlah Luas

(M2)

Kondisi

Baik Rusak

Ruang Teori/Kelas 12 392 √

Ruang Kepala Sekolah 1 28 √

Ruang Guru 1 42 √


(49)

Ruang Bimbingan Penyuluhan 1 24 √

R u a n g Jumlah Luas

(M2)

Kondisi

Baik Rusak

Laboratorium :

a. IPA

b. Bahasa c. Komputer

1 2 2

72 84 84

√ √ √

Ruang Perpustakaan 1 81 √

Ruang OSIS 1 24 √

Ruang UKS 1 24 √

Mesjid / Musholla 1 375 √

Sumber : Profil SMA Al-Masthuriyah Tahun Pelajaran 2010-2011

B. Deskripsi Data

Dari wawancara dengan responden yang dilengkapi dengan hasil observasi dan studi dokumentasi maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :

1. Visi dan Misi SMA Al-Masthuriyah :

Dari hasil studi dokumen, didapatkan bahwa visi SMA Al-Masthuriyah adalah Membangun Sumber Daya Manusia yang memiliki integritas keilmuan dan kepribadian yang berlandaskan akhlakul karimah

Misi SMA Al-Masthuriyah adalah :

a. Membentuk kepribadian yang dilandasi nilai-nilai moral dan agama. b. Memacu aspek intelektualitas yang mengarah pada penguasaan ilmu

dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan.

c. Mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas melalui penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.


(50)

d. Membentuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi dan profesional.

e. Mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang proses pembelajaran yang berkualitas berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Berdasarkan latar belakangnya, MBS di SMA Al-Masthuriyah muncul karena fakta menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Adanya desakan dan kritikan dari masyarakat luas memaksa pemegang otoritas pendidikan untuk mereformasi dirinya sendiri, sehingga visi misi sekolah dibuat dan disusun agar sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sehingga kelak alumni SMA Al-Masthuriyah memiliki pengetahuan dan keterampilan, kapasitas pribadi yang mumpuni, memiliki kemampuan nalar tinggi, mampu berfikir ilmiah, memiliki kepekaan sosial tinggi dan mandiri1.

2. Adapun proses penetapan visi dan misi di SMA Al-Masthuriyah adalah : Proses penetapan diawali dengan rapat pimpinan SMA Al-Masthuriyah yang terdiri dari Kepala Sekolah dan seluruh wakil Kepala Sekolah bersama Pimpinan Yayasan yang terdiri dari Direktur, wakil Direktur, dan Pembantu Direktur bidang Pendidikan, Pembantu Direktur bidang Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia serta Ketua Komite Sekolah. Visi SMA Al-Masthuriyah diilhami oleh Kaul Ulama yang bermakna :

Iddadutifli, badanian wa aqlian wa ruhian liyakuna nafian linafsihi walighairihi

(Mempersiapkan peserta didik dengan kesehatan Badan, Aqal, dan ruhaniahnya agar bermanfaat bagi dirinya dan orang lain)

Dari sinilah kemudian dikembangkan pembicaraan visi SMA Al-Masthuriyah, dalam pembicaraan rapat diharapkan muncul gagasan visi yang

1 Diolah dari Profil Sekolah dan hasil wawancara dengan H. Abdul Muiz, M.Ag (Kepala


(51)

bersifat fleksibel dan dinamis, sehingga dapat berlaku dalam waktu yang panjang dengan fleksibilitasnya dan dengan visi tersebut tetap dapat dilakukan pengembangan misi dan orientasi yang dinamis. Rumusan awal dimulai dari esensi muatan hadits yang harus ada dalam proses pendidikan yakni pembinaan Aqlian, Ruhanian dan Badanian.

Sebagai lembaga yang menganut faham akhlusunnah waljamaah, maka aspek akhlaq merupakan komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan, maka dari beberapa usulan yang muncul akhirnya pada rapat tersebut diputuskan dan ditetapkan visi SMA Al-Masthuriyah2.

3. Upaya yang dilakukan SMA Al-Masthuriyah untuk mencapai visi dan misi tersebut :

Upaya-upaya yang telah dilakukan SMA Al-Masthuriyah dalam mencapai Visi-Misinya3 :

a. Penyusunan Rencana Strategi sekolah dalam bentuk Program Kerja Jangka Panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan)

b. Menyelenggarakan pembinaan akhlaq dan nilai-nilai keagamaan melalui program terjadwal (sebagai kegiatan awal pembelajaran)

c. Menginstruksikan agar dilakukan pengintegrasian nilai-nilai agama dan moral (budi pekerti) dalam setiap pembelajaran

d. Menyelenggarakan Program Pengayaan dan Bimbingan Belajar

e. Mengaktifkan program Ekstra kurikuler dalam bidang keilmuan melalui program KISS (Kelompok Ilmiah Siswa SMA), SEC (SMA English Club) dan DECSMAL (Debat English Club SMA Al-Masthuriyah)

f. Pembekalan Keterampilan keagamaan (Baca Al-Qur’an, Penyelenggaraan sholat-sholat sunnat, Mengurus Mayit) melalui program PAI Mulok

2 Wawancara dengan Dadih Addhiyar, S.Ag (Sekretaris Yayasan Al-Masthuriyah) dan

Mumu Mudzakir, S.Ag (Ketua Komite Sekolah)

3 Hasil wawancara dengan M. Taufiq Hidayat, SE, S.Pd (Wakaur. Kurikulum) dan M.


(52)

g. Melaksanakan Pembinaan dan pengembangan kemampuan berbahasa Inggris bagi dewan guru melalui program English for Teacher

h. Melaksanakan pembinaan penguasaan pemanfaatan teknologi komputer bagi guru (pembinaan penggunaan komputer sebagai alat bantu/media pembelajaran)

i. Melaksanakan pembinaan kompetensi guru

j. Melaksanakan dan melanjutkan proses pengadaan sarana prasarana penunjang pelaksanaan pendidikan (renovasi laboratorium dan pengadaan alat dan bahan praktek, pengadaan LCD untuk pembelajaran, Pengadaan jaringan Internet, Penyiapan Pengadaan Pusat Sumber Belajar berbasis ICT, dll)

4. Keterlibatan guru dan karyawan dalam penyusunan visi dan misi : Semua guru dan karyawan diberikan keleluasaan dalam memberikan kontribusi berupa masukan, saran, ide, dan perbaikan.

Rapat perumusan visi yang dilaksanakan sebelumnya oleh pihak yayasan dengan pimpinan sekolah, menetapkan pula bahwa unit pendidikan (SMA Al-Masthuriyah) diharapkan dalam satu minggu setelah rapat telah dapat menyusun misi unit pendidikannya untuk menjadi bahan acuan dalam rapat dewan guru dan komite sekolah.

Konsep dasar misi dan tujuan sekolah yang disusun oleh kepala sekolah dan pimpinan lainnya diajukan, dibahas, kemudian disepakati. Draft tersebut disepakati dalam rapat/workshop guru dan karyawan yang dilakukan setiap awal semester4.

Sosialisasi visi dan misi dilakukan dengan menempelkan di setiap tempat yang mudah terbaca oleh warga sekolah, baik di kantor, ruang guru, ruang tata usaha, dan ruang kelas. Bagi guru/karyawan baru, sosialisasi visi dan misi diberikan dalam diklat guru/karyawan baru, sedangkan bagi siswa

4


(53)

baru dilakukan dalam Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) pada awal tahun pelajaran.

5. Manfaat keterlibatan pengelola dalam penyusunan visi dan misi tersebut: Dengan dilibatkan segenap pengelola baik guru maupun karyawan, maka akan berakibat :

a. Pengelola merasa dihargai yang berdampak pada peningkatan kinerja dan munculnya kreatifitas5.

b. Pengelola merasa bertanggung jawab atas kelancaran dan kemajuan sekolah. Pengelola berusaha merealisasikan visi dan misi tersebut sesuai dengan kemampuan dan ruang lingkup kerjanya.

c. Timbul rasa memiliki yang berdampak pada loyalitas dan dedikasi. d. Keterlibatan seluruh komoditas sekolah ini, akan membawa warga

sekolah dihargai dalam pengambilan keputusan sekolah, sehingga menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

6. Dampak Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di sekolah dalam menentukan berbagai kebijakan.

Sebagai sekolah swasta yang dana operasionalnya bergantung pada masukan dari siswa dan swadaya sekolah, maka sekolah lebih leluasa dari merancang dan menetapkan berbagai kebijakan, kalaupun secara teknis tidak mengikuti aturan pemerintah, namun secara prinsip masih tetap di jalur yang sama.

Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sangat kental di SMA Al-Masthuriyah. Sebagai sekolah swasta yang dana operasionalnya tidak tergantung pada subsidi pemerintah, maka sekolah lebih bersifat otonom dalam pengelolaannya.

Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah. Pergeseran tanggung jawab ini diharapkan dapat menciptakan

5


(54)

lingkungan bekerja bagi guru dan karyawan lebih kondusif, lingkungan belajar yang lebih efektif bagi siswa. Dengan demikian MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.

Otonomi sekolah di SMA Al-Masthuriyah ini nampak dalam hal : a) Hubungan Yayasan dan Kepala Sekolah. Kemandirian dalam pendanaan berdampak pada sekolah yang harus berupaya membidik costumer

dengan jelas. Mencitrakan sekolah dengan penampilan yang khas dan dapat menjawab kebutuhan para pengguna. Hal ini perlu untuk membuat kepuasan orang tua yang menitipkan anaknya dan menimbulkan kepercayaan. Pada akhirnya orang tua akan secara tidak langsung membantu dalam mempromosikan sekolah kepada orang tua lainnya.

Kejelian inilah yang membuat pengelola harus beradaptasi dengan berbagai perubahan, melakukan berbagai analisa sebelum kebijakan ditetapkan. Yayasan Al-Masthuriyah sebagai yayasan yang mendirikan dan menaungi keberlangsungan SMA Al-Masthuriyah, memberikan keluasaan penuh kepada pihak pengelola dalam hal ini kepada sekolah untuk mengelola sekolah dengan sebaik-baiknya.

Kemandirian sekolah tidak berarti lepas kendali dari kontrol yayasan. Sekolah harus tetap berkoordinasi dan konsultasi dengan yayasan. Yayasan memberi masukan dan arahan, sehingga perencanaan dianalisa secara menyeluruh6.

b) Pengangkatan Kepala Sekolah Hal ini menjadi hak prerogatif yayasan, akan tetapi dengan tetap mempertimbangkan aspek profesionalisme dan kompetensi. Yayasan kemudian menetapkan kepala sekolah. Ruang lingkup kerja kepala sekolah diserahkan kepada kepala sekolah untuk mengaturnya. Yayasan hanya memberikan arahan agar sekolah tetap bisa bertahan dan memiliki daya saing. Tataran teknis diserahkan kepada kepala sekolah

6

Hasil w aw ancara dengan H. Abdul M uiz, M .Ag (Kepala SM A) dan Dadih Addhiyar, S.Ag (Sekret aris yayasan)


(1)

SASARAN

1. Terselenggaranya proses belajar dan mengajar yang berkualitas 2. Meningkatnya profesionalisme tenaga pendidik

3. Meningkatnya layanan pendidikan yang lebih optimal

4. Terwujudnya lulusan yang berkualitas, beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia 5. Terwujudnya kreativitas peserta didik melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler 6. Terciptanya kemandirian peserta didik dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi 7. Terwujudnya kemandirian peserta didik dalam menyelesaikan beban belajar

8. Tersedianya sarana prasarana penunjang pembelajaran yang berkualitas dan berbasis Teknologi, Informasi dan Komunikasi

J. KEUNGGULAN YANG DIMILIKI 1. ANALISA SWOT

1.1 Kekuatan/Keunggulan Sekolah (S = Strength) a) Usia Guru mata pelajaran relatif berusia muda

b) Kualifikasi guru mata pelajaran memadai sesuai dengan kebutuhan c) Kualifikasi guru komputer (TIK) memadai

d) Dukungan masyarakat terhadap sekolah dan animo masyarakat menyekolahkan anaknya ke SMA Al-Masthuriyah Sukabumi cukup tinggi

e) Laboratorium komputer sudah ada

f) Sebagian siswa telah mempunyai komputer pribadi di rumah dan dapat mengakses internet

g) Semakin meningkatnya minat dan pengetahuan guru dan siswa dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sekolah maupun di rumah

h) Adanya monitoring dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi terhadap berbagai kegiatan sekolah sehingga usaha-usaha pengembangan mutu terus terjaga

i) Peranan para alumni, orang tua dan masyarakat membantu kebutuhan sekolah

j) Guru-guru SMA Al-Masthuriyah Sukabumi mampu mengoperasikan program

Microsoft Word 2003 sebanyak 25 guru

k) Guru-guru SMA Al-Masthuriyah Sukabumi mampu mengoperasikan program Microsoft Excel 2003 sebanyak 19 guru

l) Guru-guru SMA Al-Masthuriyah Sukabumi mampu mengoperasikan program

Microsoft PowerPoint 2003 sebanyak 16 guru

m) Semua Pegawai Tata Usaha SMA Al-Masthuriyah Sukabumi mampu


(2)

1.2 Kelemahan dan Kekurangan Sekolah (W = Weakness) a) Sarana audio visual belum ada

b) Ruang laboratorium masih terbatas (1 ruang, dimana jumlah tidak mencukupi untuk kapasitas jumlah siswa)

c) Lebih dari 60 % orang tua siswa, termasuk ekonomi menengah kebawah 1.3 Peluang/Kapasitas Sekolah (O = Oportunity)

a. Pelatihan guru mata pelajaran, guru BK, perpustakaan, staf administrasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

b. Guru mampu membuat KKM, silabus, dan sistem pengujian

c. Guru mampu menggunakan metode pembelajaran yang inovatif, kreatif, dengan bantuan media komputer

d. Guru membimbing siswa dalam kegiatan remidial dan pengayaan

e. Sekolah melaksanakan pembelajaran di luar kelas seperti observasi, wawancara pada mata pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi, sejarah, ekonomi dan lain-lain

f. Dukungan dana dari Komite Sekolah dan Instansi terkait 1.4 Ancaman Sekolah (T = Threat)

a. Kurangnya sarana pembelajaran berupa: LCD projektor, media pembelajaran, komputer dan laptop

b. Kurangnya peralatan pengamanan kelas dan ruang laboratorium

c. Terbatasnya buku penunjang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) d. Ketergantungan sekolah pada sumber dana yang berasal dari siswa

e. Meningkatnya pengaruh era globalisasi terhadap siswa yang dapat bersifat negatif


(3)

2. ANALISIS TINGKAT KESIAPAN FUNGSI

No. Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan

Kondisi Nyata

Tk. Kesiapan Faktor Siap Tidak 1. FUNGSI PROSES BELAJAR

MENGAJAR a. Faktor Internal

o Metode

o Motivasi Guru

o Motivasi Siswa

o Alokasi Waktu per Mata

Pelajaran

o Silabus per Mata Pelajaran

o Buku Pegangan

o Dokumen Program

Pengembangan Kurikulum b. Faktor Internal

o Lingkungan Fisik

o Lingkungan Sosial

o Dukungan Kerjasama,

outsourcing (pihak luar)

Variasi Tinggi rendah Efektif Lengkap Lengkap Lengkap Cukup Kondusif Kooperatif Variasi Tinggi rendah Efektif Ada Ada Ada Cukup Kondusif Kooperatif v v v v v v v v v - - v - - - - - - -

2. FUNGSI KURIKULUM a. Faktor Internal

o Diskusi Kurikulum Lintas Mata Pelajaran

o Silabus per Mata Pelajaran

o Buku Pegangan

o Dokumen Program

Pengembangan Kurikulum b. Faktor Eksternal

o Keseuaian dengan

kemajuan IPTEK

o Keseuaian dengan

kebutuhan/tuntutan masyarakat

o Kesuaian karakteristik

Intensif Lengkap Lengkap Lengkap Tinggi Tinggi Tinggi Baik Ada Ada Ada Ada Ada Ada v v v v v v v - - - - - - -

3. FUNGSI PERSONALIA a. Faktor Internal

o Ketercukupan jumlah


(4)

No. Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan Kondisi Nyata Tk. Kesiapan Faktor Siap Tidak

o Ketercukupan jumlah

tenaga teknis

(lab/perpustakaan/BK)

o Ketercukupan jumlah

tenaga administrasi

o Kemampuan guru

o Kemampuan laboran

o Kemampuan pustakawan

b. Faktor Eksternal

o Kesuaian

kompetensi/ijazah guru dengan Mata Pelajaran

o Kesuaian dengan

Perubahan Nilai/Paradigma Cukup Memadai Memadai Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Memadai Memadai Cukup Ada Cukup Cukup Memadai Memadai v v v v v v v v - - - - - - - - 4. FUNGSI EVALUASI

a. Faktor Internal

o Metode evaluasi

o Diskusi hasil belajar siswa

o Dokumen evaluasi

o Dokumen pedoman

evaluasi b. Faktor Eksternal

o Masukkan/Umpan Balik

Masyarakat/Orang tua

o Dukungan kerjasama,

outsourcing (pihak luar) dalam evaluasi Variasi Intensif Lengkap Lengkap Tinggi Tinggi Baik Intensif Cukup Lengkap Tinggi Tinggi v v v v v v - - - - - -

5. FUNGSI KEUANGAN a. Faktor Internal

o Kesediaan dana/keuangan

o Dokumen keuangan

o Administrasi keuangan

o Kesesuaian dengan

kebutuhan rutin

o Keseuaian dengan

kebutuhan program kerja b. Faktor Eksternal

o Dukungan pemerintah

terkait o Dukungan Tinggi Lengkap Lengkap Sesuai Sesuai Tinggi Memadai Lengkap Lengkap Sesuai Sesuai Tinggi v v v v v v - - - - - -


(5)

No. Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan

Kondisi Nyata

Tk. Kesiapan Faktor Siap Tidak masyarakat/orang tua

o Dukungan alumni Tinggi

Tinggi

Tinggi Tinggi

v v

- - 6. FUNGSI FASILITAS

a. Faktor Internal

o Ruangan kelas

o Fasilitas olahraga o Fasilitas kesenian

o Perpustakaan

o Laboratorium IPA

(Fisika, Kimia dan Biologi)

o Laboratorium Bahasa

(Inggris, Arab)

o Laboratorium Komputer

o Akses Internet

o Sarana Ibadah

b. Faktor Eksternal

o Dukungan masyarakat

sekitar sekolah

o Dukungan lembaga lain

(outsourcing)

Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap

Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Cukup Cukup

Cukup Cukup Terbatas

Cukup Terbatas

Cukup Cukup Belum Ada Memadai

Ada Terbatas

v v v v v

v v v v v v

- - - - -

- - - - - -

K. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul, maka beberapa solusi yang dapat dilakkan adalah :

1. Memaksimalisasi potensi kemandirian sekolah melalui optimalisasi sumber daya sekolah yang tersedia

2. Meningkatkan ketersediaan sarana prasarana penunjang pembelajaran yang berkualitas dan berbasis Teknologi, Informasi dan Komunikasi

3. Meningkatkan kemampuan personal melalui penyertaan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya

4. Meningkatkan efesiensi dan efektifias sumberdaya manusia secara berimbang

5. Meningkatkan komunikasi dan konsultasi dengan pihak dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta pihak-pihak lainnya dalam pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan yang ada 6. Meningkatkan peran serta masyarakat alumni dan warga sekolah dalam meningkatkan


(6)

7. Memaksimalisasi potensi-potensi sumber dana dari berbagai pihak yang memiliki kepedulian dalam meningkatkan mutu pendidikan


Dokumen yang terkait

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (Studi Kasus di SMA Negeri 8 Malang)

0 4 1

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 TENGGARANG KABUPATEN BONDOWOSO

1 13 20

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMP AL HIKMAH KARANGMOJO GUNUNGKIDUL

0 4 90

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SD NEGERI 1 BOYOLALI Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Di Sd Negeri 1 Boyolali Tahun Ajar 2016/ 2017.

0 1 19

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SD NEGERI 1 BOYOLALI Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Di Sd Negeri 1 Boyolali Tahun Ajar 2016/ 2017.

0 3 15

EFEKTIFITAS PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH EFEKTIFITAS PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 2 BLORA TAHUN 2015.

0 4 16

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Di SMP Negeri 1 Baturetno Kabupaten Wonogiri.

0 3 12

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Di SMP Negeri 1 Baturetno Kabupaten Wonogiri.

0 4 18

PERSEPSI GURU TENTANG MANAJEMEN SEKOLAH DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA SMA AL ISLAM DI SURAKARTA.

0 0 7

PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 MAGELANG.

0 8 141