18
BAB II HUKUM PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA
A. Asas-Asas Hukum dalam Perpajakan
MenurutRochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa
timbal kontra prestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
24
Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment .
25
Mengenai tujuan hukum pada umumnya, Aristoteles yang telah terkenal dalam bukunya, Rhetorica, menganggap bahwa hukum bertugas membuat adanya
keadilan. Sesuai dengan hukum itu, kebanyakan sarjana menganggap pula bahwa tujuan hukum pajak pun adalah membuat adanya keadilan dalam soal pemungutan
Undang-Undang KUP memberikan pengertian pajak, yaitu kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
24
Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Bogor: Esia Media, 2009, hlm.3.
25
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pajak. Asas keadilan ini harus senantiasa dipegang teguh, baik dalam prinsip mengenai perundang-undangannya maupun dalam praktiknya sehari-hari.
26
Pada abad ke-18, Adam Smith 1723-1790 dalam bukunya An Inquiry into the Nature and causes of the Wealth of Nations
terkenal dengan nama Wealth of Nations melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak yang
dinamainya The Four Maxims dengan uraiannya sebagai berikut :
27
1. Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak masing-masing hendaknya
dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya masing-masing, di bawah perlindungan
pemerintah asas pembagianasas kepentingan. Asas “equality” ini tidak memperbolehkan suatu negara untuk mengadakan diskriminasi di antara
sesama wajib pajak. Para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama, dalam keadaan yang sama.
2. Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang certain dan tidak
mengenal kompromis not arbitrary. Pada asas certainly ini, kepastian hukum yang dipentingkan adalah yang mengenai subjek objek, besarnya
pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya. 3.
“Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be convenient for the contributor to pay it”.
Teknik pemungutan pajak yang dianjurkan ini yang juga disebut “convenience of payment”
menetapkan bahwa pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi
26
R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.26.
27
Ibid., hlm.27.
Universitas Sumatera Utara
para wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan etik diterimanya penghasilan yang bersangkutan.
4. “Every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of the
pockets of the people as little as possible over and above what it brings into to public treasury of the State”.
Asas efisiensi ini menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya; jangan sekali-kali
biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya. Untuk memberi dasar menyatakan keadilannya, di bawah ini dibentangkan
teori-teori pajak yang dilancarkan dari zaman ke zaman :
28
1. Teori asuransi
Adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa, juga harta bendanya.
Sebagaimana juga halnya dengan setiap perjanjian asuransi pertanggungan, maka untuk perlindungan tersebut di atas diperlukan pembayaran premi, dan di
dalam hal ini, pajak inilah yang dianggap sebagai preminya, yang pada waktu- waktu yang tertentu harus dibayar oleh masing-masing. Walaupun perbandingan
dengan perusahaan asuransi tidak tepat, karena : a.
Dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari negara, b.
Antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh negara, tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini
oleh para penganutnya dipertahankan, sekadar untuk memberikan dasar hukum kepada pemungutan pajak saja. Pembayaran pajak tidak dapat
28
Ibid., hlm.30.
Universitas Sumatera Utara
disamakan dengan pembayaran premi oleh seseorang kepada perusahaan pertanggungan.
2. Teori kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan misalnya perlindundan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan
seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
29
3. Teori gaya pikul
Terhadap teori ini pun banyak yang memajukan sanggahannya, sebab dalam ajarannya pun pajak dikacaukan pula dengan retribusi untuk kepentingan
yang lebih besar, yaitu perlindungan terhadap harta benda yang lebih banyak harganya daripada harta si miskin, diharuskan pembayaran pajak yang lebih besar
pula. Padahal mungkin sekali si miskin mempunyai kepentingan yang lebih besar dalam hal yang tertentu, misalnya dalam perlindungan yang termasuk dalam
lapangan jaminan sosial, sehingga sebagai konsekuensi sebetulnya ia harus membayar pajak lebih banyak, dan ini adalah suatu hal yang bertentangan dengan
kenyataan. Lagipula untuk mengambil kepentingan seseorang dalam usaha pemerintah sebagai ukuran, semenjak dahulu kala belumlah ada alat-alat
pengukurnya, sehingga sukar sekali akan dapat ditentukan dengan tegas.
Juga teori ini pada hakikatnya mengandung kesimpulan, bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara
kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk keperluan ini diperlukan biaya-biaya yang dipikul oleh segenap orang yang
29
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2009 Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2009, hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Yang menjadi pokok pangkal teori ini pun adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak itu haruslah sama
beratnya untuk setiap orang. Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu :
30
a. Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang. b.
Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
Walaupun tidak pernah disebutkan dengan nyata-nyata, namun gejala- gejala pada zaman modern ini menunjukkan kepada kecenderungan para ahli
pajak untuk menggantungkan jumlah pajak dari besarnya penghasilan ini, semakin naiklah presentasenya dengan pertama-tama memperhatikan besarnyatanggungan
keluarganya. Hal semacam ini dianggaplah oleh mereka sudah dapat memadai rasa keadilan pada waktu ini.
4. Teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti
Berlawanan dengan ketiga teori di atas, yang tidak mengutamakan kepentingan-kepentingan negara di atas kepentingan warganya, maka teori ini
berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, sehingga diajarkanlah olehnya bahwa justru karena sifat negara inilah maka timbullah hak mutlak untuk
memungut pajak.
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Negara harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti itu, maka negara
mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Kelemahan dari teori ini adalah negara bisa menjadi
otoriter sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.
31
5. Teori asas gaya beli
Teori ini adalah teori modern, yang tidak mempersoalkan asal mulanya negara memungut pajak, melainkan banyak melihat kepada“efeknya”, dan
memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat
disamakan dengan pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup
masyarakat untuk membawanya ke arah tertentu.Menurut para penganutnya, termasuk Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa baik dalam ekonomi bebas
maupun ekonomi perencanaan yang terpimpin.
32
6. Asas yuridis
Hukum pajak harus dapat memberi jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya.
Maka mengenai pajak di negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam undang-undang. Juga dalam Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik
Indonesia dicantumkan dalam Pasal 23 ayat 2, bahwa pengenaan dan
31
Erly Suandy, Op.Cit.,hlm.30.
32
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pemungutan pajak termasuk bea dan cukai untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang.
Di Indonesia, Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 selanjutnya disebut sebagai UUD 1945 mempunyai arti yang sangat dalam, yaitu sangat menentukan nasib
rakyat. Memori penjelasannya mengatakan : “Betapa caranya rakyat, sebagai bangsa akan hidup dan darimana didapatknya belanja untuk hidup, harus
ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena
penetapan belanja mengenai hak rakyat menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-
lain, harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.
7. Rahasia pajak
Maksud dari diciptakannya “kerahasiakan merahasiakan” bermacam- macam, pertama-tama untuk melindungi kepentingan wajib pajak. Dia telah
membukamemperlihatkan buku-bukunya dan juga catatan-catatan lainnya kepada Fiskus, pokoknya segala sesuatu mengenai dirinya maupun perusahaannya. Jadi
kepercayaan yang telah dicurahkan kepada fiskus itu tidak boleh dikhianati, tidak boleh disalahgunakan oleh fiskus
dengan cara, misalnya, meneruskanmemberitahukan kepada pihak lain, sebab karena itu dapat
ditimbulkan kerugian bagi wajib pajak. Adanya keharusan tersebut menyebabkan fiskus selalu dapat menolak
sekeras-kerasnya setiap permintaan dari pihak mana pun, swasta maupun instansi-
Universitas Sumatera Utara
instansi pemerintah negara, yang berarti ia tidak perlu melayaninya, sehingga pelaksanaan tugasnya tidak terhambat karenanya.
8. Asas ekonomi
Tidak mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat; karenanya maka politik pemungutan pajaknya :
a. Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi
dan perdagangan. b.
Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju ke kebahagiaan dan jangan sampai merugikan
kepentingan umum. Kesimpulan kita adalah, bahwa keseimbangan dalam kehidupan ekonomi
tidak boleh terganggu karenanya, bahkan harus tetap dipupuk olehnya, sesuai dengan fungsi kedua dari pemungutan pajak, yaitu fungsi mengatur.
9. Asas finansial
Sesuai dengan budgeternya, maka sudah barang tentu bahwa biaya-biaya untuk mengenakan dan untuk memungutnya harus sekecil-kecilnya, apalagi dalam
bandingan dengan pendapatannya. Sebab inilah hasil yang dicapainya, yang harus dapat menyumbang banyak dalam menutup pengeluaran-pengeluaran yang
dilakukan oleh negara, termasuk juga biaya-biaya untuk aparatur fiskus sendiri. Di dalam praktiknya di Indonesia pernah dikeluarkan suatu perintah intern
untuk Jawatan Pajak, bahwa tunggakan-tunggakan pajak sebesar tidak lebih dari lima rupiah tidak perlu dipungut. Sungguh suatu instruksi yang bijaksana karena
Universitas Sumatera Utara
pikiran, tenaga, waktu, dan alat-alat untuk mengejar uang lima rupiah itu mungkin sekali nilainya lebih besar daripada jumlah yang dikejar-kejarnya.
B. Subjek Pajak Penghasilan dan Objek Pajak Penghasilan