c. Uji Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat plot grafik yang dihasilkan
dari pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan keputusannya adalah:
1 jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang terartur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas, 2
jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas. Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis
apakah terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas dengan mengamati penyebaran titik-titik pada gambar.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Scatterplot
Sumber: Data yang diolah penulis, 2010.
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada
sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Adanya titik-titik yang
menyebar menjauh dari titik-titik yang lain dikarenakan adanya data observasi yang sangat berbeda dengan data observasi yang lain
.Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.
Regression Standardized Predicted Value
3 2
1 -1
-2
Re gr
es si
on S
tu de
nt ize
d Re
si du
al
4 2
-2
Scatterplot Dependent Variable: KINERJA KEUANGAN
Universitas Sumatera Utara
d. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang
lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan
menggunakan nilai uji Durbin Watson. Untuk uji Durbin Watson memiliki ketentuan sebagai berikut: Cara yang dapat digunakan untuk
mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson dengan ketentuan sebagai berikut:
1 angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,
2 angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi,
3 angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 4.5 Hasil Uji Durbin Watson
Model Summaryb
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .612a
.375 .299
.15988 1.989
a Predictors: Constant, KUALITAS AUDIT, SAHAM MANAJEMEN, MANAJEMEN LABA, KOMITE AUDIT, KOMISARIS INDEPENDEN, SAHAM INSTITUSI
b Dependent Variable: KINERJA KEUANGAN
Sumber: Data yang diolah penuis, 2010. Tabel 4.5 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1,989.
Angka ini terletak diantara -2 dan +2, dari pengamatan ini dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.
3. Analisis Regresi
Dari hasil pengujian asumsi klasik disimpulkan bahwa bahwa model regresi yang dipakai dalam penelitian ini telah memenuhi model estimasi
yang Best Linear Unbiased Estimator BLUE dan layak dilakukan analisis regresi. Untuk menguji hipotesis, peneliti menggunakan analisis regresi
berganda. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program SPSS 16, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Persamaan Regresi
Dalam pengolahan data dengan menggunakan regresi linear, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen, melalui pengaruh manajemen laba, mekanisme corporate governance, dan kualitas audit terhadap kinerja
keuangan. Hasil regresi dapaat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Analisis Hasil Regresi
Sumber: Data yang diolah penulis, 2010.
Berdasarkan tabel di atas, didapatlah persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 0,432 + 0,329 X1 + 0,180 X2 - 0,070 X3 + 0,010 X4 – 0,420 X5 + 0,104 X6
Keterangan : 1
konstanta sebesar 0,432 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel independen X
1
= 0, X
2
= 0 dan X
3
= 0, X
4
= 0, X
5
= 0 dan
X
6
= 0 maka kinerja keuangan sebesar 0,432, 2
β
1
sebesar 0,329 menunjukkan bahwa setiap kenaikan manajemen laba sebesar 1 akan diikuti oleh kenaikan kinerja keuangan
sebesar 0,329 dengan asumsi variabel lain tetap,
Coefficients
a
.432 .264
1.638 .108
.329 .117
.326 2.820
.007 .956
1.046 .180
.216 .126
.831 .410
.552 1.811
-.070 .165
-.066 -.423
.674 .525
1.906 .010
.164 .007
.059 .954
.970 1.031
-.420 .093
-.572 -4.501
.000 .791
1.265 .104
.046 .272
2.240 .030
.867 1.154
Constant MANAJEMEN LABA
SAHAM INSTITUSI SAHAM MANAJEMEN
KOMITE AUDIT KOMISARIS
INDEPENDEN KUALITAS AUDIT
Model 1
B Std. Error
Unstandardized Coefficients
Beta Standardized
Coefficients t
Sig. Tolerance
VIF Collinearity Statistics
Dependent Variable: KINERJA KEUANGAN a.
Universitas Sumatera Utara
3 β
2
sebesar 0,180 menunjukkan bahwa setiap kenaikan persentase saham institusi sebesar 1 akan diikuti oleh kenaikan kinerja
keuangan 0,180 dengan asumsi variabel lain tetap, 4
β
3
sebesar -0,070 menunjukkan bahwa setiap kenaikan persentase saham manajemen sebesar 1 akan diikuti oleh penurunan kinerja
keuangan sebesar -0,070 dengan asumsi variabel lain tetap. 5
Β
4
sebesar 0,010 menunjukkan bahwa setiap kenaikan komite audit sebesar 1 akan diikuti oleh kenaikan kinerja keuangan sebesar
0,010 dengan asumsi variabel lain tetap. 6
Β
5
sebesar -0,420 menunjukkan bahwa setiap kenaikan komisaris independen sebesar 1 akan diikuti oleh penurunan kinerja
keuangan sebesar -0,420 dengan asumsi variabel lain tetap. 7
Β
6
sebesar 0,104 menunjukkan bahwa setiap kenaikan kualitas audit sebesar 1 akan diikuti oleh kenaikan kinerja keuangan
sebesar 0,104 dengan asumsi variabel lain tetap.
b. Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi