Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return On Assets, Audit Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen Terhadap Opini Going Concern
PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, RETURN ON ASSETS, AUDIT
TENURE, AUDIT LAG, DAN PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN
TERHADAP OPINI GOING CONCERN
(Studi pada Perusahaan Sektor Jasa yang Terdaftar di BEI dan Menerima Opini Going Concern Periode 2010-2014)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh: AHMAD MAKIEN NIM: 1110082000139
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return on Assets, Audit Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen Terhadap Opini Going Concern (Studi pada Perusahaan Sektor Jasa yang Terdaftar di BEI dan Menerima Opini
GoingConcern Periode 2010-2014)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Ahmad Makien NIM. 1110082000139
Di bawah bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja, MM. Yulianti, SE., M.Si. NIP. 19490602 197803 1 001 NIP. 19820318 201101 2 011
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Selasa, 06 Oktober 2015 telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Ahmad Makien 2. NIM : 1110082000139 3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return on Assets, Audit Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen Terhadap Opini Going Concern
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 06 Oktober 2015
1. Rizqon Halal Syah Aji, M.Si. (_____________________) NIP. 19790405 201101 1 005 Penguji I
2. Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA. (_____________________) NIP. 19760924 200604 2 002 Penguji II
3. Fitri Damayanti, SE., M.Si. (_____________________)
(4)
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin, 21 Maret 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa: 1. Nama : Ahmad Makien
2. NIM : 1110082000139 3. Jurusan : Akuntansi (Audit)
4. Judul Skripsi : Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return on Assets, Audit Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen terhadap Opini Going Concern
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Maret 2016
1. Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM., CA. (_____________________)
NIP. 19720516 200901 1 006 Ketua
2. Yulianti, SE., M.Si. (_____________________)
NIP. 19820318 201101 2 011 Sekretaris
3. Yusro Rahma, SE., M.Si. (_____________________)
NIP. 19800506 200801 2016 Penguji Ahli
4. Dr. Yahya Hamja, MM. (_____________________)
NIP. 19490602 197803 1 001 Pembimbing I
5. Yulianti, SE., M.Si. (_____________________)
(5)
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ahmad Makien NIM : 1110082000139 Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat atas naskah orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya melanggar pernyataan di atas, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 04 Februari 2016
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Ahmad Makien
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 09 Desember 1991
3. Alamat : Jl. Padurenan No. 102 RT 02/08 Pabuaran, Cibinong – Bogor
4. Telepon : 0857 8036 8505
5. Email : ahmad_makinkun@ymail.com
II. PENDIDIKAN
1. SDN Kampung Utan 02 Tahun 1997-2003
2. SMPN 02 Ciputat Tahun 2003-2006
3. SMAN 02 Ciputat Tahun 2006-2009
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2016
III. PENGALAMAN BERORGANISASI
1. Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Akuntansi Tahun 2011-2012
2. PMII Komfeis Tahun 2010-2012
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Moersjied Qorie Indra
2. Ibu : Srie Suratie
(7)
THE EFFECTS OF COMPANY’S SIZE, RETURN ON ASSETS, AUDIT TENURE, AUDIT LAG, AND PROPORTION OF INDEPENDENT
COMMISIONERS ON GOING CONCERN OPINION
(Study on Services Sector Companies Listed in IDX and Receive Going Concern Opinion Periods of 2010-2014)
ABSTRACT
This research aims to determine the effects of company’s size, return on assets, audit tenure, audit lag, and proportion of independent commisioners on goingconcern opinion.
The samples of this research are service sector companies which listed on Indonesia Stock Exchange (IDX) between 2010 to 2014. The number of companies in this research are 32 companies. Based on purposive sampling method, the total of final samples are 160 samples. Testing the hypothesis in this research using logistic regression analysis.
The result of this research is indicating that company’s size effects on the acceptance of goingconcern opinion with significance level of 1,6%. On the other return on assets, audit tenure, audit lag, and proportion of independent commisioners not effecting on the acceptance of going concern opinion with significance levels of 97,6%, 94,3%, 31,3%, and 33,5%.
Keywords: GoingConcern Opinion, Company’s Size, Return on Assets, Audit Tenure, Audit Lag, Proportion of Independent Commisioners
(8)
PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, RETURN ON ASSETS, AUDIT TENURE, AUDIT LAG, DAN PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN
TERHADAP OPINI GOING CONCERN
(Studi Pada Perusahaan Sektor Jasa yang Terdaftar di BEI dan Menerima Opini Going Concern Periode 2010-2014)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, return on assets, audit tenure, audit lag, dan proporsi komisaris independen terhadap opini goingconcern.
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan sektor jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menerima opini going concern periode 2010 hingga 2014. Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 32 perusahaan. Berdasarkan metode purposive sampling, total sampel yang diperoleh adalah 160 sampel. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern dengan tingkat signifikansi sebesar 1,6%. Sedangkan return on assets, audit tenure, audit lag, dan proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern dengan tingkat signifikansi sebesar 97,6%, 94,3%, 31,3% dan 33,5%.
Kata Kunci: Opini GoingConcern, Ukuran Perusahaan, Return on Assets, Audit Tenure, Audit Lag, Proporsi Komisaris Independen.
(9)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya berupa ilmu serta ilham sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, Sang teladan yang selalu membimbing kita menuju kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Moersjied Qorie Indra dan Srie Suratie yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dan doa serta dukungan semangat, moril, dan materi. Serta untuk kakak Ahmad Kautsar & Ahmad Tasniem dan adik Siti Ainun Jaariyah yang menjadi motivasi untuk terus semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah.
3. Ibu Yessi Fitri, S.E., M.Si., Ak., CA selaku Ketua Program Studi Akuntasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hepi Prayudiawan S.E., M.M., Ak., CA selaku Sekertaris Program Studi Akuntasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Putriesty Mandasari, SP., M.Si. selaku Pembimbing Akademik penulis selama menempuh masa studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi nasihat, bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Ibu Yulianti, SE., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi bimbingan, arahan, nasihat, semangat, motivasi, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama proses penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih banyak atas segala bimbingan dan konsultasi yang telah diberikan selama ini.
(10)
8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh masa studi.
9. Om Mukminin Wibayu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril maupun materi, serta selalu memotivasi dan menginspirasi agar tidak pantang menyerah dalam meraih tujuan.
10. Rakhmi Aulia, gadis bungas yang tidak pernah lelah menemani, berbagi cerita, memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa untukku agar terus berjuang untuk mencapai tujuan. Terima kasih atas segala hal dan cerita selama ini.
11. Teman-teman seperjuangan selama perkuliahan, teman-teman Daeng Tata Akuntansi UIN 2010, Angga AWP, Umam „Kempet‟, Harits „Kempet‟, Zamzam Ribe, Bashir, Nando „Doblay‟, Rezza, Yoggi, Radis, Qonita, dan teman-teman lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Terima kasih telah berjuang dan berbagi banyak cerita selama ini, terima kasih atas segala bantuan, semangat, motivasi, dan pembelajarannya selama ini.
12. Kalian yang pernah dan sempat menjadi kekuatan solid sejak SMA selama kurang lebih delapan tahun, terima kasih atas kerja sama selama ini. Semoga sukses & Good Luck Your Way!.
13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi peneliti, suatu kebahagian telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima kasih banyak atas semuanya.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, masukan dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi serta pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 04 Februari 2016
(11)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRACT ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB. I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Tinjauan Literatur ... 13
1. Teori Keagenan (Agency Theory) ... 13
(12)
a. Definisi Audit ... 17
b. Jenis-jenis Audit ... 18
c. Jenis-jenis Auditor ... 20
d. Opini Audit ... 22
3. Going Concern ... 25
a. Definisi Going Goncern ... 25
b. Opini Going Concern ... 26
4. Variabel-variabel Independen ... 29
a. Ukuran Perusahaan ... 29
b. Return on Assets ... 30
c. Audit Tenure ... 31
d. Audit Lag ... 33
e. Proporsi Komisaris Independen ... 34
B. Penelitian Terdahulu ... 37
C. Kerangka Pemikiran ... 44
D. Hipotesis ... 45
1. Ukuran Perusahaan terhadap Opini Going Concern ... 45
2. Return on Assets terhadap Opini Going Concern ... 46
3. Audit Tenure terhadap Opini Going Concern ... 47
4. Audit Lag terhadap Opini Going Concern ... 47
5. Proporsi Komisaris Independen terhadap Opini Going Concern ... 48
(13)
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 50
B. Metode Penentuan Sampel ... 50
C. Metode Pengumpulan Data ... 52
D. Metode Analisis Data ... 53
1. Statistik Deskriptif ... 54
2. Pengujian Hipotesis ... 54
a. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 55
b. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) ... 56
c. Menguji Kelayakan Model Regresi ... 57
d. Matriks Klasifikasi ... 57
e. Model Regresi Logistik yang Terbentuk ... 57
E. Operasionalisasi Variabel ... 58
1. Variabel Dependen (Y): Opini Going Concern ... 59
2. Variabel Independen (X) ... 59
a. Ukuran Perusahaan (X1)... 60
b. Return on Assets (X2) ... 60
c. Audit Tenure(X3) ... 61
d. Audit Lag (X4) ... 62
e. Proporsi Komisaris Independen (X5) ... 63
BAB. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 67
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 67
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 73
(14)
2. Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 76
3. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) ... 78
4. Hasil Uji Kelayakan Model Regresi ... 80
5. Hasil Matriks Klasifikasi ... 80
6. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 82
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 94
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 38
3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 65
4.1 Daftar Perusahaan Sektor Sumber Daya Alam yang Menerima Opini GoingConcern ... 68
4.2 Daftar Perusahaan Sektor Manufaktur yang Menerima Opini GoingConcern ... 68
4.3 Daftar Perusahaan Sektor Jasa yang Menerima Opini Going Concern ... 69
4.4 Persentase Sektor Perusahaan yang Menerima Opini Going Concern ... 70
4.5 Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria... 71
4.6 Sampel Perusahaan Sektor Jasa yang Menerima Opini Going Concern ... 72
4.7 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 74
4.8 Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Block Number 0: Beginning Block) ... 77
4.9 Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Block Number 1) ... 78
4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 79
4.11 Hasil Uji Kelayakan Model Regresi... 80
4.12 Matriks Klasifikasi ... 81
(16)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Lampiran A: Data Sampel ... 100
2 Lampiran 1: Sampel Perusahaan ... 101
3 Lampiran 2: Hasil Variabel Ukuran Perusahaan ... 102
4 Lampiran 3: Hasil Variabel Return on Assets ... 104
5 Lampiran 4: Hasil Variabel Audit Tenure ... 105
6 Lampiran 5:Hasil Variabel Audit Lag ... 110
7 Lampiran 6: Hasil Variabel Proposi Komisaris Independen ... 111
8 Lampiran 7: Hasil Variabel Opini Going Concern ... 112
9 Lampiran B: Output SPSS ... 113
10 Lampiran 8: Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 114
(18)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Belakangan tahun terakhir, kondisi ekonomi dunia terus bergerak fluktuatif. Krisis keuangan yang dialami di berbagai negara adidaya ikut berimbas pada kondisi ekonomi di Indonesia. Sebagai negara berkembang, pergerakan ekonomi negara lain yang lebih maju menyebabkan Indonesia mau tidak mau juga terkena dampak yang seharusnya tidak diharapkan untuk terjadi. Akibatnya, perusahaan yang berperan sebagai salah satu penggerak ekonomi sudah pasti harus menanggung resiko kesulitan keuangan. Salah satu jenis perusahaan yang terkena dampak kesulitan keuangan tersebut adalah perusahaan jasa. Tidak sedikit perusahaan jasa yang terkena dampak tersebut, banyak perusahaan level mikro hingga makro yang mengalami kerugian besar dan tidak sedikit pula perusahaan yang collapse hingga tidak bisa melanjutkan usahanya.
Ketidakmenentuan kondisi dunia usaha yang dipengaruhi berbagai faktor seperti politik, ekonomi, maupun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berdampak pada langkah manajemen suatu perusahaan agar tetap dapat mempertahankan eksistensinya dalam hal kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Padahal perusahaan didirikan dengan tujuan memiliki kelangsungan hidup untuk jangka panjang. Kondisi dan peristiwa yang dialami suatu perusahaan dapat memberikan indikasi-indikasi tentang kelangsungan usaha (going concern) perusahaan tersebut (Foroghi, 2012).
(19)
Kapabilitas dalam suatu manajemen akan menentukan kelangsungan hidup perusahaan yang dikelolanya. Manajemen selalu berusaha mencari cara agar perusahaannya dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan agar berada pada posisi yang menguntungkan. Hal tersebut dilakukan pihak manajemen agar dapat menarik minat para investor atau nasabah untuk mentitipkan dananya di perusahaan karena merasa aman untuk melakukan investasi. Tetapi tak jarang dalam prosesnya terdapat kepentingan pribadi yang berimbas pada munculnya praktik-praktik curang yang dilakukan pihak manajemen. Ketika terjadi ketidaksesuaian antara kondisi perusahaan yang sebenarnya dengan hasil laporan audit perusahaan, maka pihak yang pertama kali disalahkan adalah pihak manajemen baru kemudian auditor. Oleh karena itu, dibutuhkan pihak ketiga (auditor) yang independen sebagai mediator pada hubungan prinsipal dengan agen. Pihak ketiga ini berfungsi memonitor perilaku manajer (agen) apakah sudah bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam kaitannya dengan perusahaan jasa, salah satu jenis sektor yang bergerak dalam bidang jasa adalah sektor industri perbankan. Walaupun masih banyak jenis sektor lain yang juga bergerak di bidang jasa, tetapi sebagai salah satu contoh kasus dapat kita lihat pada kasus yang terjadi di sektor industri perbankan. Tentu masih kita ingat pada beberapa tahun belakangan, perekonomian Indonesia khususnya di sektor perbankan mengalami guncangan dari kasus yang cukup serius yaitu skandal keuangan PT. Bank Century Tbk.. Skandal besar Bank Century hingga saat ini masih
(20)
menjadi sebuah masalah yang gawat bagi stabilitas ekonomi negara ini. Kasus tersebut bermula dari penemuan surat berharga valuta asing milik PT. Bank Century Tbk. oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2005 sebesar US$ 210 juta, hingga pada akhir 2008 surat berharga tersebut telah jatuh tempo dan menyebabkan Bank Century mengalami kesulitan likuidasi dan gagal bayar dengan jumlah hutang sebesar US$ 56 juta. Padahal, dua tahun sebelumnya laporan auditor milik Bank Century dinyatakan wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), sebuah pernyataan yang seharusnya ditujukan kepada entitas yang tidak memiliki masalah kesulitan keuangan untuk kelangsungan hidupnya. Dalam laporan tersebut tidak ditambahkan bahasa penjelas (explanatory language) pertimbangan auditor tentang keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Seharusnya auditor memberikan opini dengan modifikasi going concern kepada Bank Century jika melihat kondisi kesulitan likuidasi yang dialami. Tetapi kenyataannya auditor tidak menerapkan pertimbangan terhadap keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan.
Jauh sebelum kasus Bank Century, terdapat beberapa kasus serupa yang terjadi pada awal 1990 hingga 2005 yaitu dilikuidasinya beberapa bank setelah sebelumnya menerima pendapat wajar tanpa pengecualian. Bank Summa yang dilikuidasi pada awal 1990, kemudian terdapat 16 bank telah dilikuidasi oleh pemerintah per 1 November 1997, Bank Prashida Utama dan Bank Ratu dilikuidasi di tahun 2000, Unibank dilikuidasi tahun 2001, Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali dilikuidasi tahun 2004, dan Bank Global
(21)
International di tahun 2005 (Rahayu, 2007). Lebih lanjut Rahayu, (2007) menjelaskan dalam laporan audit yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) pada peristiwa dilikuidasinya beberapa bank tersebut dinyatakan bahwa kondisi perbankan saat itu sangat baik, walaupun dalam kenyataannya buruk. Akibat kesalahan yang dilakukan oleh sejumlah KAP ketika melakukan audit terhadap laporan keuangan 88 Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), terjadi pembekuan izin empat KAP yang dilakukan pada tanggal 18 November 2002.
Salah satu dampak yang timbul dari kasus-kasus tersebut, terutama akibat kelalaian auditor dalam menanggapi kelangsungan hidup perusahaan adalah banyaknya investor dan nasabah yang mengalami kerugian karena menerima informasi yang salah tentang kondisi keuangan perusahaan, padahal mereka terlanjur menyalurkan dana yang dimilikinya kepada perusahaan. Informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mempertahankan usahanya (going concern) sangat penting bagi para pengguna laporan keuangan, karena merupakan salah satu faktor pertimbangan investasi (Praptitorini dan Januarti, 2007). Dalam pertimbangan investasi, investor membutuhkan berbagai macam informasi bukan hanya dari segi laporan keuangan saja, tetapi juga dari segi yang lainnya. Para investor seringkali hanya melihat pada kondisi keuangan perusahaan khususnya profitabilitasnya tetapi mengesampingkan informasi yang lain seperti kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Akibatnya selain opini audit yang bermasalah, banyak investor yang kehilangan dana investasinya karena
(22)
tidak memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan yang dipilihnya untuk berinvestasi
Dalam memberikan opini, auditor harus memberikan informasi yang benar-benar menggambarkan bagaimana keadaan perusahaan yang sebenarnya. Jika perusahaan mengalami masalah ketidakpastian akan kelangsungan hidup perusahaan atau auditor ragu akan kelangsungan hidup perusahaan, maka sudah seharusnya seorang auditor harus berani mengambil sikap profesional untuk memberikan opini going concern dalam laporan opini audit. Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya (Fanny dan Silvia, 2005). Auditor memiliki peran yang begitu penting sebagai penghubung antara kepentingan investor dengan kepentingan perusahaan sebagai pengguna dan penyedia laporan keuangan. Peran auditor dalam memberikan informasi sangat diandalkan untuk memberi keyakinan kepada investor agar dapat mengambil keputusan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. Informasi yang dilaporkan auditor harus dapat mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan perusahaan berdasarkan berbagai pertimbangan dari kegiatan operasional perusahaan, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya, serta kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang (Setyarno et. al., 2006). Hal tersebut dilakukan auditor dengan tujuan mencegah diterbitkannya laporan yang menyesatkan investor atau para pengguna laporan keuangan lainnya.
(23)
Pemberian opini going concern lebih sering dikeluarkan oleh auditor kepada perusahaan berskala kecil. Hal ini disebabkan oleh keyakinan auditor bahwa perusahaan berskala besar lebih bisa menyelesaikan kesulitan keuangan yang dihadapinya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar juga lebih bisa menawarkan fee audit yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya dengan kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, maka auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini going concern pada perusahaan besar (Dewayanto, 2011). Besar atau kecilnya skala perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kondisi keuangan perusahaan seperti kepemilikan aset total perusahaan. Penelitian tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerimaan opini going concern dilakukan oleh Santosa dan Wedari (2007) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara ukuran perusahaan dengan opini going concern. Hal tersebut berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Januarti dan Fitrianasari (2008) serta Junaidi dan Hartono (2010) yang menemukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan klien tidak berpengaruh terhadap opini going concern.
Salah satu indikator kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat diukur berdasarkan kondisi keuangan perusahaan. Salah satu cara untuk menganalisis kondisi keuangan perusahaan adalah dengan cara mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan akan menggambarkan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan
(24)
keuntungan. Umumnya, tingkat profitabilitas perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rasio return on assets (ROA). Tingkat ROA yang tinggi menunjukkan efektivitas dan efisiensi penggunaan aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi tingkat ROA suatu perusahaan akan semakin menjauhkan perusahaan dari masalah going concern. Sebaliknya, tingkat ROA yang rendah akan semakin memungkinkan perusahaan mengalami permasalahan going concern.
Audit tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan auditee yang sama. Ketika hubungan antara auditor independen dengan klien sudah berlangsung lama, maka klien akan dipandang sebagai sumber penghasilan bagi auditor. Karena dipandang sebagai sumber penghasilan, maka akan timbul kekhawatiran bagi KAP jika kehilangan sumber penghasilannya yang berdampak pada timbulnya keraguan bagi auditor untuk memberikan opini going concern kepada kliennya. Dewayanto (2011) menemukan bahwa audit tenure berpengaruh signifikan terhadap opini going concern, sedangkan menurut Januarti dan Fitrianasari (2008) mengungkapkan bahwa audit tenure tidak berpengaruh signfikan.
Audit lag atau dalam beberapa penelitian disebut audit delay adalah interval waktu antara tanggal berakhirnya laporan keuangan tahunan (31 Desember) dengan tanggal laporan audit. Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen yang bertujuan untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan memerlukan waktu yang
(25)
cukup panjang. Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan secara berkala merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan. Laporan keuangan yang terlambat dipublikasikan dapat menjadi suatu indikasi adanya masalah dalam laporan keuangan perusahaan. Perusahaan yang mendapatkan opini going concern lebih cenderung membutuhkan waktu audit (audit lag) yang lebih lama,sehingga penyampaian laporan audit bisa terlambat. Lennox (2002) mengungkapkan bahwa hal ini mungkin terjadi karena auditor lebih banyak melakukan pengujian, manajer melakukan negosiasi yang panjang ketika terdapat ketidakpastian kelangsungan usaha, dan auditor berharap bahwa perusahaan dapat mengatasi masalah yang dihadapi untuk menghindari dikeluarkannya opini going concern. Penelitian yang dilakukan oleh Januarti dan Fitrianasari (2008) menunjukkan bahwa audit terdapat hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan opini going concern.
Suatu perusahaan diharuskan untuk dapat menerapkan good corporate governance untuk mengantisipasi hal yang berkaitan dengan masalah keagenan yang sering muncul dalam perusahaan. Salah satu mekanisme corporate governance yang penting adalah keberadaan komisaris independen. Hal ini menjadi penting karena komisaris independen diharapkan mampu menempatkan prinsip keadilan dan independensi di dalam perusahaan. Komisaris independen diharapkan membawa pengaruh positif bagi perusahaan dengan laporan keuangan yang berkualitas sehingga perusahaan akan menerima opini going concern dari auditor. Perusahaan yang memiliki proporsi komisaris independen yang lebih besar diharapkan mampu
(26)
mendapatkan pengawasan yang lebih baik sehingga kemungkinan auditor memberikan opini goingconcern akan lebih kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Adjani dan Rahardja (2013) mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh negatif proporsi komisaris independen terhadap penerimaan opini going concern.
Beberapa penelitian telah menguji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini going concern dan mendapatkan hasil penelitian yang berbeda-beda. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Nursasi dan Maria (2015) yang meneliti beberapa faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini going concern pada perusaahaan perbankan dan pembiayaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Di dalam penelitian tersebut juga digunakan salah satu variabel yang sama dengan penelitian ini yaitu audit tenure. Di dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel independen lain yaitu return on assets (ROA), audit tenure, audit lag, dan proporsi komisaris independen. Peneliti khususnya memilih untuk menambahkan variabel proporsi komisaris independen karena berdasarkan literatur yang peneliti dapatkan masih cukup jarang diteliti mengenai pengaruh proporsi komisaris independen terhadap penerimaan opini going concern.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan opini going concern serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan membuat suatu
(27)
penelitian dengan judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return on Assets, Audit Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen terhadap Opini Going Concern”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan permasalahan yang hendak diteliti di dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini
going concern?
2. Apakah tingkat return on assets perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern?
3. Apakah audit tenure berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern?
4. Apakah audit lag berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern?
5. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerimaan opini going concern.
(28)
2. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh tingkat return on assets perusahaan terhadap penerimaan opini going concern.
3. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh audit tenure terhadap penerimaan opini going concern.
4. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh audit lag terhadap penerimaan opini going concern.
5. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh proporsi komisaris independen terhadap penerimaan opini going concern.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi masyarakat atau praktisi bisnis dan bagi dunia akademis. Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Profesi Auditor dan Kantor Akuntan Publik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk membuat pertimbangan keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup (going concern) perusahaan di masa yang akan datang.
2. Investor
Diharapkan hasil penelitian ini investor dapat membuat pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi di suatu perusahaan dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini going concern pada laporan keuangan perusahaan.
(29)
3. Dunia Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan mengenai wawasan terhadap pengembangan studi akuntansi khususnya dalam bidang audit.
4. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penyempurnaan dan perluasan dalam penelitian selanjutnya mengenai opini going concern. 5. Penulis
Penelitian ini menjadi sarana dalam memperluas wawasan serta menambah referensi mengenai auditing khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini going concern. Sehingga diharapkan wawasan yang didapat penulis dapat bermanfaat di masa yang akan datang.
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori agensi menggambarkan suatu hubungan antara dua pihak yang berbeda kepentingan yaitu prinsipal selaku pihak pemegang saham (pemilik) dan agen (manajemen). Hubungan agensi yang terjadi diartikan sebagai suatu kontrak di bawah satu orang prinsipal atau lebih yang menunjuk pihak lain sebagai agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen.
Diana dan Irianto (2008) menjelaskan bahwa prinsipal adalah satu orang atau lebih pemegang saham yang menyediakan fasilitas dan dana untuk menjalankan kegiatan perusahaan, sedangkan agen adalah pengelola yang mendapatkan wewenang dari pihak prinsipal untuk mengelola apa yang telah dipercayakan oleh pemegang saham kepadanya untuk kemudian dipertanggungjawabkan pada prinsipal. Berdasarkan kontrak yang terjadi, pihak prinsipal (pemegang saham) akan memperoleh hasil berupa pembagian dividen, sedangkan pihak agen (manajemen) akan memperoleh gaji, bonus, dan berbagai macam kompensasi lainnya.
Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar dari para peneiliti di bidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005 dalam Dewayanto,
(31)
2011). Masalah tersebut akan muncul ketika terjadi konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Konflik kepentingan ini terdiri dari 3 (tiga) masalah, yaitu: (1) antara shareholders dan manajer; (2) antara shareholders dan debtholders; (3) antara manajer, shareholders, dan debtholders (Suparlan dan Andayani, 2010). Pemilik saham dan manajemen merupakan pemaksimum kesejahteraan, hal ini mengakibatkan adanya kecenderungan manajer untuk senantiasa mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan pihak lain. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan. Sejatinya agen mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan para pemegang saham, namun manajemen juga memiliki kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, permasalahan penyatuan kepentingan pihak-pihak inilah yang dapat menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan.
Lebih lanjut Dewayanto (2011) mengasumsikan bahwa prinsipal dan agen sebagai orang ekonomi yang rasional, memiliki kepentingan masing-masing, dan bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi dirinya
(32)
sendiri. Informasi keuangan dan laporan keuangan yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetris informasi (information asymetryc). Untuk meminimaliasasi adanya asimetri informasi diperlukan adanya pihak ketiga yang independen sebagai mediator hubungan antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini merfungsi untuk memonitor perikaku manajer (agen) apakah bertidak sesuai dengan keinginan prinsipal.
Terkait dengan penerimaan opini going concern, agen ditugaskan untuk mengelola perusahaan dan menghasilkan laporan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban agen kepada prinsipal. Laporan keuangan yang dihasilkan akan menunjukkan kondisi keuangan suatu perusahaan dan digunakan oleh prinsipal sebagai dasar pengambilan keputusan. Kaitannya terhadap ukuran perusahaan yaitu semakin besar perusahaan maka sistem dan manajemen yang dilakukan akan semakin baik, dimana manajer bertanggung jawab atas perkembangan perusahaan. Ukuran perusahaan akan menjadi suatu tolak ukur tertentu bagi auditor dalam menjalankan proses auditnya. Sedangkan terkait dengan return on assets yaitu peningkatan tingkat ROA yang terjadi pada perusahaan akan diikuti oleh peningkatan laba suatu perusahaan, maka perusahaan akan dapat mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Oleh karena itu perusahaan besar akan cenderung tidak memperoleh opini going concern (Dewayanto, 2011). Begitupun dengan perusahaan yang memiliki tingkat
(33)
ROA yang tinggi akan memperoleh laba yang tinggi dan terhindar dari penerimaan opini going concern.
Shareholders selaku pemilik perusahaan (prinsipal) akan selalu memantau kinerja manajernya (agen). Salah satu cara yang dilakukan oleh prinsipal untuk menilai kinerja agennya adalah melalui audit yang dilakukan oleh auditor yang profesional dan independen. Semakin lama auditor melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama, dikhawatirkan independensi auditor tersebut akan berkurang, akibatnya opini yang diberikan oleh auditor tersebut akan bias. Maka semakin lama auditor tersebut melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama, akan membuuat auditor semakin sulit untuk memberikan opini going concern.
Berdasarkan teori keagenan, manajer juga bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan yang tepat waktu sehingga akan terhindar dari keterlambatan pengeluaran opini oleh auditor. Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan-perusahaan publik. Karena biasanya perusahaan yang terlambat menerbitkan laporan keuangan auditan cenderung menerima opini going concern, hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Januarti dan Fitrianasari (2008) yang menyatakan bahwa opini going concern lebih banyak ditemukan ketika pengeluaran opini audit terhambat.
(34)
Adjani dan Rahardja (2013) mengungkapkan bahwa kaitan komisaris dengan teori agensi yaitu dibutuhkannya keberadaan komisaris sebagai salah satu unsur penting dalam penerapan good corporate governance pada perusahaan. Untuk mewujudkannya, maka pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan telah dilakukan dengan penuh kepatuhan pada setiap peraturan dan ketentuan yang berlaku. Selain sebagai fungsi pengawasan, komisaris independen juga diharapkan menjamin strategi perusahaan telah berjalan sesuai dan memastikan terciptanya akuntabilitas, sehingga auditor tidak mengeluarkan opini going concern untuk perusahaan. 2. Audit
a. Definisi Audit
Menurut Agoes (2012: 4), auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Report of The Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association (Accounting Review, vol. 47) dalam Boynton et. al. (2006: 5) memberikan definisi auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi
(35)
dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses kritis dan sistematis yang dilakukan oleh auditor independen dalam mengevaluasi secara objektif laporan keuangan yang telah disusun manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti berdasarkan peristiwa ekonomi yang terjadi dengan tujuan untuk menentukan tingkat kesesuaian dan kewajaran antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk kemudian disampaikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.
b. Jenis-jenis Audit
Boynton et. al. (2006: 6) mengklasifikasikan tiga jenis audit yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Uraian mengenai ketiga audit tersebut adalah sebagai berikut:
1) Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
(36)
Hasil audit laporan keuangan tersebut akan didistribusikan kepada para pengguna dalam cakupan yang luas, seperti para pemegang saham, kreditor, kantor pemerintah, dan masyarakat umum melalui laporan auditor atas laporan keuangan. Selain itu, auditor eksternal juga menyiapkan laporan kepada dewan direksi tentang pengendalian intern perusahaan serta temuan-temuan lainnya. 2) Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan, atau peraturan tertentu.
Laporan audit kepatuhan umumnya ditujukan kepada otoritas yang menerbitkan kriteria tersebut dan dapat terdiri dari (1) ringkasan temuan atau (2) pernyataan keyakinan mengenai derajat kepatuhan dengan kriteria tersebut.
3) Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. Terkadang audit jenis ini disebut juga sebagai audit kinerja atau audit manajemen. Pada sisi lain, auditor operasional dapat juga membantu menyusun kriteria yang akan digunakan. Secara khas, laporan untuk audit operasional tidak hanya memuat pengukuran
(37)
efisiensi dan efektivitas saja, namun juga memuat rekomendasi peningkatan kinerja.
c. Jenis-jenis Auditor
Boynton et. al. (2006: 8) mengklasifikasikan auditor menjadi tiga kelompok, yaitu auditor independen, auditor internal, dan auditor pemerintah. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga jenis auditor tersebut:
1) Auditor Independen
Auditor independen atau yang sering disebut sebagai auditor eksternal merupakan akuntan publik bersertifikat yang bertindak sebagai praktisi perorangan ataupun anggota Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Untuk menjadi seorang auditor independen biasanya harus memiliki lisensi yang diperoleh dari ujian persamaan akuntan publik bersertifikat dan memiliki pengalaman praktik dalam bidang audit.
Auditor independen memiliki hubungan profesional dengan klien yang berasal dari perusahaan bisnis yang berorientasi laba, organisasi nirlaba, kantor pemerintah, atau perorangan. Perangkat yang harus dipatuhi oleh auditor independen dalam menjalankan tugasnya adalah Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Kode Etik Akuntan Publik, dan Quality Control.
(38)
2) Auditor Internal
Auditor internal adalah pegawai dari organisasi yang diaudit. Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independen dalam lingkungan organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi.
Tujuan audit internal adalah untuk membantu manajemen organisasi agar dapat mengetahui kesesuaian standar operasional perusahaan dengan pelaksanaan operasional perusahaan, sehingga manajemen dapat memberikan pertanggungjawaban yang efektif. Auditor internal umumnya memiliki tugas pada lingkup kepatuhan dan operasional, tetapi tidak menutup kemungkinan seorang auditor bertugas di luar kedua lingkup tersebut seperti evaluasi sistem komputer perusahaan atau di luar bidang akuntansi.
3) Auditor Pemerintah
Auditor pemeritah merupakan auditor profesional yang berasal dari lembaga pemerintahan. Di Indonesia, lembaga yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan dan keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga tertinggi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Inspektorat Jendral (Itjen) yang ada pada departemen-departemen pemerintah.
Auditor pemerintah memiliki tugas pokok melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh
(39)
departemen-departemen atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban yang ditujukan kepada pemerintah.
d. Opini Audit
Salah satu tugas dari seorang auditor yaitu menyatakan pendapatnya tentang kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan dalam sebuah laporan. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yakni laporan audit bentuk baku. Laporan auditor bentuk baku terdiri dari tiga paragraf yakni paragraf pengantar (Introduction Paragraph), paragraf lingkup audit (Scope Paragraph), dan paragraf pendapat (Opinion Paragraph) (Mulyadi, 2002: 410). Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2011: 110.1).
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (IAI, 2011: 110.1).
Halim (2008: 75) menyatakan bahwa terdapat lima jenis pendapat yang diberikan oleh auditor, yaitu sebagai berikut:
(40)
1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.
2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory languange) Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: a) pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor
independen lain,
b) adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI,
c) laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material,
d) auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,
(41)
e) auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan metode akuntansi.
3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila:
a) tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan,
b) auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat.
4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak wajar diberikan terhadap laporan keuangan.
(42)
5) Pernyataan tidak memberikan opini (disclaimer of opinion)
Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat diberikan apabila:
a) ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu,
b) auditor tidak independen terhadap klien. 3. Going Concern
a. Definisi Going Concern
Going concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktifitas-aktifitasnya yang tidak berhenti (Belkaoui, 2006: 271). Dalil tersebut menggambarkan suatu entitas akan diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju arah likuidasi. Entitas tersebut memerlukan kegiatan operasional yang berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit di suatu periode mempunyai sifat yang sementara sebab masih merupakan satu rangkaian laporan yang berkelanjutan.
Menurut Komalasari (2004), going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, dengan adanya going concern maka suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu yang panjang, tidak akan dilikuidasi
(43)
dalam jangka waktu yang pendek. Asumsi going concern dapat dikatakan sebagai sebuah pendapat atau asumsi mengenai kemungkinan bahwa perusahaan tersebut mampu bertahan minimal hingga 5 tahun yang akan datang.
Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan satuan usaha adalah berhubungan dengan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva pada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, dan kegiatan serupa lainnya (IAI, 2011: 341.1).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa going concern adalah kemampuan suatu entitas untuk terus menjalankan operasinya dalam jangka waktu yang panjang tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu yang pendek.
b. Opini Going Concern
Opini going concern merupakan opini yang diberikan oleh auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (IAI, 2011: 341.01). Opini going concern merupakan salah satu bentuk opini yang berada dalam lingkup
(44)
pemberian pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory languange ).
Auditor harus memperoleh dan mempertimbangkan informasi mengenai rencana manajemen dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas. Jika setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor tetap menyimpulkan adanya keraguan substansial atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas, maka auditor harus mempertimbangkan dampak terhadap laporan keuangan, termasuk kecukupan pengungkapan dalam laporan keuangan (IAI, 2011: 341.4). Adapun pertimbangan auditor yang berhubungan dengan rencana manajemen dapat meliputi:
1) Rencana untuk menjual aktiva
2) Rencana penarikan utang atau restrukturisasi utang 3) Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran 4) Rencana untuk menaikkan modal pemilik
Opini going concern merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi yang berlawanan dengan asumsi kelangsungan usaha, maka entitas tersebut dimungkinkan mengalami masalah (Juandini, 2011). Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko auditee tidak dapat mempertahankan bisnisnya.
(45)
Menurut Venuti, (2007) dalam Januarti, (2009), pemberian opini audit ini merupakan bad news bagi pengguna laporan keuangan. Masalah yang sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk memprediksi kelangsungan hidup suatu perusahaan, sehingga banyak auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going concern. Perusahaan berusaha menghindari opini going concern karena berdampak pada menurunnya harga saham, menurunnya kepercayaan investor, kreditur, pelanggan, dan karyawan tetap terhadap manajemen perusahaan. Menurunnya kepercayaan publik terhadap citra perusahaan dan manajemen perusahaan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap keberlanjutan bisnis perusahaan di masa yang akan datang dalam hal mencari tambahan dana guna membiayai kegiatan operasional perusahaan. Begitu juga dengan pelanggan, hilangnya pelanggan akan mengakibatkan terhentinya bisnis perusahaan. Apabila perusahaan tidak segera mengambil tindakan penanganan, maka kebangkrutan usaha dipastikan akan benar-benar terjadi (Juandini, 2011).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa opini going concern merupakan opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory language) yang dikeluarkan oleh auditor independen ketika auditor mengetahui terdapat kesangsian substansial mengenai kelansungan hidup perusahaan klien. Namun jika auditor yakin bahwa manajemen
(46)
dapat mengatasi masalah perusahaan, dengan rencana manajemen yang dapat mengurangi dampak yang mengancam kelangsungan hidup perusahaan, maka auditor tidak akan mengeluarkan opini going concern.
4. Variabel-variabel Independen a. Ukuran Perusahaan
Mutchler (1985) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa auditor lebih cenderung mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang lebih kecil. Hal ini dimungkinkan karena auditor mempercayai bahwa perusahaan yang lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan besar juga lebih bisa menawarkan fee audit yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya dengan kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, maka auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini going concern pada perusahaan besar (Dewayanto, 2011).
Besar atau kecilnya skala perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kondisi keuangan perusahaan seperti kepemilikan aset total perusahaan. Semakin tinggi total aset yang dimiliki, maka perusahaan dianggap memiliki ukuran yang besar sehingga mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perusahaan besar juga cenderung lebih dipercaya oleh masyarakat bisnis terutama investor,
(47)
karena mereka percaya bahwa perusahaan besar bisa memberikan pelayanan serta produk yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Karena kepercayaan dari investor begitu besar, maka perusahaan dapat meningkatkan atau mempertahankan kelangsungan hidupnya, sehingga semakin kecil pula kemungkinan auditor untuk mengeluarkan opini going concern.
b. Return on Assets
Return on assets merupakan salah satu parameter dari rasio keuangan (profitabilitas) yang juga merupakan indikator baik atau tidaknya kondisi keuangan suatu perusahaan. Menurut Muljono (1998) dalam Hani et. al. (2003), salah satu bentuk informasi keuangan akuntansi yang penting adalah berupa rasio-rasio keuangan perusahaan. Penggunaan analisa keuangan akan dapat membantu manajemen dan investor untuk mengetahui posisi, kondisi keuangan suatu perusahaan, maupun performance yang telah dicapai oleh suatu perusahaan untuk suatu periode tertentu. Rasio-rasio keuangan dapat memberikan informasi mengenai kinerja perusahaan selama satu periode dan biasanya rasio yang digunakan investor untuk melihat kinerja perusahaan adalah rasio profitabilitas (dalam hal ini adalah return on assets). Return on assets biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.
Menurut Petronela (2004), semakin besar nilai return on assets suatu perusahaan, maka semakin besar laba yang diperoleh. Laba yang
(48)
semakin besar akan semakin menghindarkan perusahaan dari kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini going concern. Laba yang semakin besar akan memperkecil kemungkinan penerimaan opini going concern.
Peningkatan laba perusahaan menjadi salah satu dasar bagi auditor untuk menentukan apakah perusahaan layak diberikan opini going concern atau tidak. Ketika perusahaan mengalami peningkatan laba, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan semakin menjauh dari kebangkrutan. Selain itu, peningkatan laba perusahaan juga menjadi salah satu dasar yang dipertimbangkan investor dalam membuat keputusan investasi.
c. Audit Tenure
Audit tenure merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama. Perikatan audit yang lama berpotensi mengakibatkan auditor kehilangan independensinya, sehingga kemungkinan untuk memberikan opini going concern akan sulit. Oleh karena itu, untuk tetap menjaga independensi auditor maka di beberapa negara menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di Indonesia sendiri peraturan mengharuskan adanya pergantian Kantor Akuntan Publik setiap 6 tahun dan auditor setiap 3 tahun yang mengaudit sebuah perusahaan secara berturut-turut (Dewayanto, 2011).
(49)
Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam masalah lamanya perikatan antara auditor dengan auditee. Dalam sudut pandang pertama, ketika hubungan antara auditor independen dengan klien sudah berlangsung lama, maka klien akan dipandang sebagai sumber penghasilan bagi auditor. Karena dipandang sebagai sumber penghasilan, maka akan timbul kekhawatiran bagi KAP jika kehilangan sumber penghasilannya yang berdampak pada timbulnya keraguan bagi auditor untuk memberikan opini going concern kepada kliennya.
Dalam sudut pandang kedua, perikatan untuk jangka waktu yang lama dengan auditor dipandang sebagai hal yang ekonomis dan efisien bagi klien. Selain itu, pemahaman auditor tentang bisnis klien yang telah lama menjalin hubungan dengan auditee belum tentu bisa ditemukan pada auditor yang baru. Auditor yang baru menjalin perikatan dengan klien tentu memerlukan waktu untuk memahami bisnis klien, sehingga efisiensi waktu dalam menentukan opini audit semakin berkurang. Hal tersebut dapat menimbulkan pemberian opini audit yang kurang tepat. Tetapi tidak menutup kemungkinan auditor yang telah lama menjalin hubungan dengan klien bisa menyebabkan rendahnya kualitas opini audit karena adanya rasa ingin saling menguntungkan antara auditor dan klien.
(50)
d. Audit Lag
Menurut McKeown et. al. (1991) dalam Januarti (2009) menjelaskan bahwa audit lag adalah jumlah kalender antara tanggal disusunnya laporan keuangan dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan. Lennox (2002) mengungkapkan bahwa hal ini mungkin terjadi disebabkan oleh tiga hal berikut, antara lain:
1) Auditor lebih banyak melakukan pengujian,
2) Manajer melakukan negosiasi yang panjang ketika terdapat ketidakpastian kelangsungan usaha,
3) Auditor memperlambat pengeluaran opini karena berharap manajemen perusahaan dapat mengatasi masalah yang dihadapi untuk menghindari dikeluarkannya opini going concern.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa audit lag atau dalam beberapa penelitian disebut audit delay merupakan interval waktu antara tanggal berakhirnya laporan keuangan tahunan (31 Desember) dengan tanggal laporan audit. Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen yang bertujuan untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan memerlukan waktu yang cukup panjang. Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan secara berkala merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan. Laporan keuangan yang terlambat dipublikasikan dapat menjadi suatu indikasi adanya masalah dalam laporan keuangan perusahaan. Perusahaan yang mendapatkan opini
(51)
going concern lebih cenderung membutuhkan waktu audit (audit lag) yang lebih lama sehingga penyampaian laporan audit bisa terlambat. e. Proporsi Komisaris Independen
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006), dewan komisaris merupakan salah satu unsur terpenting dari corporate governance yang memiliki tanggung jawab untuk menjamin strategi perusahaan berjalan sesuai tujuan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Keberadaan komisaris independen dalam susunan dewan komisaris diharapkan mampu memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang mungkin sering terabaikan seperti pemegang saham minoritas serta para stakeholder lainnya, sebab komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun yang dianggap sebagai campur tangan untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.
Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, komposisi atau jumlah komisaris independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian jumlah atau komposisi komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun kriteria yang ditetapkan yaitu salah satu dari komisaris independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan (BAPEPAM-LK, 2010).
(52)
BAPEPAM-LK (2010) menyatakan lebih lanjut bahwa meskipun Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tidak menentukan jumlah komisaris independen, untuk membentuk elemen yang kuat dan independen dari dewan, perlu adanya komisaris independen yang sekurang-kurangnya berjumlah sepertiga dari jumlah anggota dewan atau satu orang komisaris independen, sedangkan Bursa Efek Indonesia mewajibkan sekurang-kurangnya 30% dari Dewan Komisaris adalah komisaris independen. Kriteria komisaris independen secara rinci diatur dalam peraturan BAPEPAM-LK, yaitu:
1)Berasal dari luar emiten atau perusahaan publik,
2)Tidak mempunyai saham emiten atau perusahaan publik baik langsung maupun tidak langsung,
3)Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan komisaris, direksi, dan pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik,
4)Tidak mempunyai hubungan usaha dengan emiten atau perusahaan publik baik langsung maupun tidak langsung.
Adapun contoh hubungan yang dianggap dapat menjadikan seorang komisaris tidak independen, meliputi:
1)Komisaris yang saat ini masih dipekerjakan oleh perusahaan atau afiliasinya untuk saat tiga tahun terakhir,
2)Seorang komisaris yang memiliki keluarga dekat dengan anggota komisaris atau salah satu komisaris yang sudah bekerja selama tiga
(53)
tahun terakhir atau mempunyai hubungan dengan anggota direksi yang remunerasinya ditentukan oleh komite remunerasi,
3)Seorang komisaris, atau seorang anggota keluarga dekat yang meminta kompensasi dari perusahaan atau salah satu anak perusahaan selain kompensasi yang diberikan kepada anggota dewan dalam tahun berjalan atau tahun sebelumnya,
4)Seorang komisaris, atau seorang anggota keluarga dekat, menjadi pemegang saham substansial atau seorang partner (mempunyai 5% atau lebih saham), karyawan eksekutif, atau seorang komisaris dari sebuah perusahaan yang memberikan atau menerima pembayaran secara signifikan dari perusahaan atau salah satu anak perusahaan selama tahun berjalan dan tahun sebelumnya (US$ 200.000 dianggap sebagai pembayaran yang signifikan.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa komisaris Independen adalah salah satu unsur penting pada susunan dewan komisaris di dalam perusahaan yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik yang berjumlah sekurang-kurangnya satu orang dan berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan. Tujuan dihadirkannya komisaris independen adalah untuk sebagai penyeimbang dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya.
(54)
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang membahas tentang opini going concern dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah banyak dibahas oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut menjadi referensi dan banyak memberikan kontribusi pada penelitian ini. Berikut ini adalah tabel yang menampilkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan opini going concern.
(55)
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel & Metode Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Persamaan Perbedaan
1 Totok Dewayanto (2011) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
a. Opini Audit Going Concern (Y)
b. Ukuran Perusahaan (X2) c. Audit Client Tenure (X4) d. Regresi Logistik
a. Kondisi Keuangan (X1)
b. Opini Audit Sebelumnya (X3) c. Opinion Shopping
(X5)
d. Reputasi Auditor (X6) e. Perusahaan
Manufaktur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern dan variabel kondisi keuangan, audit client tenure berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan variabel ukuran perusahaan, opinion
shopping, dan reputasi auditor tidak mempengaruhi penerimaan opini audit going concern.
(56)
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel & Metode Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Persamaan Perbedaan
2
Nurul Ardiani, Emrinaldi Nur DP, dan Nur Azlina (2012)
Pengaruh Audit Tenure, Disclosure, Ukuran KAP, Debt Default, Opinion Shopping, dan Kondisi Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa Efek Indonesia
a. Opini Audit Going Concern (Y) b. Audit Tenure (X1) c. Regresi Logistik
a. Debt Default (X3) b. Ukuran KAP (X2) c. Opinion Shopping
(X4)
d. Kondisi Keuangan (X5)
e. Perusahaan Real Estate dan Property
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel disclosure, ukuran KAP, dan debt default berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan variabel audit tenure, opinion shopping, dan kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
3 Yunita dan Deasy Ariyanti Rahayuningsih (2013) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Unqualified Opinion with Modified Paragraph Going Concern
a. Unqualified Opinion with Modified Paragraph Going Concern (Y) b. Ukuran Perusahaan (X5) c. Regresi Logistik
a. Kualitas Audit (X1) b. Kondisi Keuangan
Perusahaan (X2) c. Opini Audit Tahun
Sebelumnya (X3) d. Pertumbuhan
Perusahaan (X4) e. Debt Default (X6) f. Perusahaan Non
Keuangan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hanya variabel opini audit tahun sebelumnya yang
berpengaruh terhadap penerimaan unqualified opinion with modified paragraph going concern. Sedangkan variabel kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, ukuran
(57)
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel & Metode Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Persamaan Perbedaan
tidak berpengaruh terhadap penerimaan unqualified opinion with modified paragraph going concern.
4 Ayu Febri Sulistya dan Pt. Dyan Yaniartha Sukartha (2013)
Pengaruh Prior Opinion,
Pertumbuhan, dan Mekanisme Corporate
Governance Pada Pemberian Opini Audit Going Concern
a. Opini Audit Going Concern (Y)
b. Komposisi Komisaris Independen (X3) c. Regresi Logistik
a. Prior Opinion (X1) b. Pertumbuhan
Perusahaan (X2) c. Keberadaan Komite
Audit (X4) d. Perusahaan
Manufaktur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel prior opinion berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pemberian opini audit going concern. Sedangkan variabel pertumbuhan perusahaan, komposisi komisaris
independen, dan keberadaan komite audit tidak
berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern.
5 Ismawati Haribowo (2013) Analisis Perbandingan Pengaruh Kualitas Audit, Likuiditas, Solvabilitas, Profitabilitas
terhadap Opini Audit
a. Opini Audit Going Concern (Y)
b. Return on Assets (X11) c. Regresi Logistik d. Perusahaan Perbankan
a. Kualitas Audit (X1) b. Quick Ratio (X2) c. Banking Ratio (X3) d. Loan to Deposit Ratio
(X4)
e. Primary Ratio (X5) f. Risk Asset Ratio (X6)
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hanya loan deposit ratio
berpengaruh terhadap opini audit going concern di negara Asia Selatan,
(58)
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel & Metode Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Persamaan Perbedaan
Going Concern (Studi Perbankan Syariah di Asia)
g. Secondary Risk Ratio (X7)
h. Gross Profit Margin (X8)
i. Net Profit Margin (X9)
j. Return on Equity (X10) k. Rate Return on Loan
(X12)
l. Perusahaan Perbankan di Asia
lainnya tidak menunjukkan pengaruh terhadap opini audit going concern.
6 Gea Cherlita Putrady dan Haryanto (2014) Analisis Faktor Keuangan dan Non Keuangan yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern
a. Opini Audit Going Concern (Y) b. Audit Tenure (X4) c. Audit Lag (X7) d. Regresi Logistik
a. Kondisi Keuangan (X1)
b. Debt Default (X2) c. Pertumbuhan
Perusahaan (X5) d. Opinion Shopping
(X6)
e. Disclosure (X8) f. Perusahaan
Manufaktur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kondisi keuangan, debt default, dan disclosure berpengaruh signifikan terhadap probabilitas penerimaan opini audit going concern. Sedangkan variabel pertumbuhan perusahaan, auditor client tenure, opinion shopping, dan audit lag tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap probabilitas penerimaan opini audit going concern.
(59)
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel & Metode Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Persamaan Perbedaan
7
Enggar Nursasi dan Evi Maria (2015)
Pengaruh Audit Tenure, Opinion Shopping, Leverage, dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Perbankan dan Pembiayaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia
a. Opini Audit Going Concern (Y) b. Audit Tenure (X1) c. Perusahaan Perbankan
a. Opinion Shopping (X2)
b. Leverage (X3) c. Pertumbuhan
Perusahaan (X4) d. Metode analisis
GESCA (Generalized Structured Component Analysis)
e. Perusahaan Pembiayaan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa seluruh variabel independen, yaitu audit tenure, opinion shopping, leverage, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
8 Daruosh Foroghi dan Amir Mirshams Shahshahani (2012)
Audit Firm Size and Going-Concern Reporting Accuracy
a. Going-Concern
Reporting Accurarcy (Y)
a. Audit Firm Size (X) Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kantor audit besar di Iran tidak memiliki akurasi pelaporan going-concern yang lebih tinggi dibandingkan kantor audit yang lebih kecil yang tergabung dalam Iranian Association of Certified Public Accountants. 9
Andrés Guiral, Emiliano Ruiz, dan Hyun Jung Choi (2014)
Audit Report
Information Content and The Provision of Non-Audit Services:
a. Professional Sceptismof Loan Officers (Y)
a. Auditor Economic Independence who reporting unqualified but modified going
Berdasarkan respon dari 80 Spanish loan officers, ditemukan bahwa auditor economic indepence yang
(60)
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Variabel & Metode Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan)
Persamaan Perbedaan
Evidence from Spanish Lending Decisions
concern opinion to borrower (X1)
b. Auditor Economic Independence who reporting qualified but going concern opinion to borrower (X2)
diukur dari provision of non-audit services (NAS)
berdampak langsung terhadap skeptisme profesional loan officers apabila peminjam (borrower) menerima unqualified but modified going concern report.
(61)
C. Kerangka Pemikiran
Gambaran kerangka pemikiran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern ini disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern
Perusahaan Sektor Jasa yang Menerima Opini Going Concern di BEI Periode 2010-2014
Metode Analisis: Regresi Logistik
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Opini Going Concern (Y) (Nursasi dan Maria, 2015)
Ukuran Perusahaan (X1)
(Yunita dan Rahayuningsih, 2013)
Kesimpulan dan Saran
Return on Assets (X2)
(Martono, 2010: 91)
Audit Tenure (X3)
(Putrady dan Haryanto, 2014)
Audit Lag (X4)
(Putrady dan Haryanto, 2014) Proporsi Komisaris Independen
(X5)
(1)
Lampiran 8: Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive StatisticsN Minimum Maximum Mean Std. Deviation
OPINI 160 0 1 ,68 ,470
SIZE 160 8,1116 17,2740 13,363650 2,2369294
ROA 160 -1,7290 9,5562 ,031923 ,8756737
TENURE 160 1 5 2,05 1,196
LAG 160 13 310 94,15 33,912
KI 160 ,00 1,00 ,4540 ,13542
Valid N (listwise) 160
Lampiran 9: Hasil Uji Regresi Logistik
Case Processing SummaryUnweighted Casesa N Percent
Selected Cases
Included in Analysis 160 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 160 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 160 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Non GC 0
(2)
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log
likelihood
Coefficients
Constant
Step 0
1 201,820 ,700
2 201,786 ,731
3 201,786 ,731
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 201,786
c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than ,001.
Classification Tablea,b
Observed Predicted
OPINI Percentage
Correct
Non GC GC
Step 0
OPINI Non GC 0 52 ,0
GC 0 108 100,0
Overall Percentage 67,5
a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,731 ,169 18,750 1 ,000 2,077
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0
Variables
SIZE 5,242 1 ,022
ROA ,216 1 ,642
TENURE ,003 1 ,955
LAG ,645 1 ,422
KI ,454 1 ,500
(3)
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log
likelihood
Coefficients
Constant SIZE ROA TENURE LAG KI
Step 1
1 194,692 1,968 -,165 ,001 ,018 ,005 1,038
2 194,298 2,274 -,199 ,005 ,011 ,006 1,241
3 194,296 2,286 -,201 ,009 ,010 ,006 1,252
4 194,296 2,286 -,201 ,009 ,010 ,006 1,252
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 201,786
d. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1
Step 7,490 5 ,187
Block 7,490 5 ,187
Model 7,490 5 ,187
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 194,296a ,046 ,064
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
(4)
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
OPINI = Non GC OPINI = GC Total
Observed Expected Observed Expected
Step 1
1 8 7,883 8 8,117 16
2 9 6,936 7 9,064 16
3 3 6,397 13 9,603 16
4 6 5,858 10 10,142 16
5 6 5,386 10 10,614 16
6 6 4,935 10 11,065 16
7 4 4,579 12 11,421 16
8 5 4,216 11 11,784 16
9 2 3,506 14 12,494 16
10 3 2,304 13 13,696 16
Classification Tablea
Observed Predicted
OPINI Percentage
Correct
Non GC GC
Step 1
OPINI Non GC 2 50 3,8
GC 4 104 96,3
Overall Percentage 66,3
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a
SIZE -,201 ,084 5,774 1 ,016 ,818
ROA ,009 ,289 ,001 1 ,976 1,009
TENURE ,010 ,145 ,005 1 ,943 1,010
LAG ,006 ,006 1,016 1 ,313 1,006
KI 1,252 1,299 ,929 1 ,335 3,499
Constant 2,286 1,290 3,139 1 ,076 9,836
(5)
Correlation Matrix
Constant SIZE ROA TENURE LAG KI
Step 1
Constant 1,000 -,744 -,020 -,123 -,289 -,362
SIZE -,744 1,000 ,128 -,058 -,181 -,113
ROA -,020 ,128 1,000 ,018 -,278 ,055
TENURE -,123 -,058 ,018 1,000 -,071 -,059
LAG -,289 -,181 -,278 -,071 1,000 ,054
(6)
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
16 + + I I I I F I I R 12 + + E I I Q I I U I G I E 8 + G G + N I G G GGG G I C I G G GN G GGGGG I Y I G G G GN GGGGGGGG I 4 + G G GGNGGGG GNGGGGGGGGGG G G + I G G NGNGGGGGGNGGGGNNGGNGGGGG GG G I I NGN G NNNGGGGGGNGNNGNNGGNNGGGG GG NGG G I I G G NNNNNNNNNNGNNNNNNNNNNNNNNNNNGGGGGGNGGNG G I Predicted ---+---+---+---+---+---+---+---+---+--- Prob: 0 ,1 ,2 ,3 ,4 ,5 ,6 ,7 ,8 ,9 1 Group: NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG Predicted Probability is of Membership for GC
The Cut Value is ,50 Symbols: N - Non GC G - GC