29
dapat mengatasi masalah perusahaan, dengan rencana manajemen yang dapat mengurangi dampak yang mengancam kelangsungan
hidup perusahaan, maka auditor tidak akan mengeluarkan opini going concern
.
4. Variabel-variabel Independen
a. Ukuran Perusahaan Mutchler 1985 dalam Santosa dan Wedari 2007 menyatakan
bahwa auditor lebih cenderung mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang lebih kecil. Hal ini dimungkinkan karena
auditor mempercayai bahwa perusahaan yang lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya
daripada perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan besar juga lebih bisa menawarkan fee audit yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan
oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya dengan kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, maka auditor mungkin ragu untuk
mengeluarkan opini going concern pada perusahaan besar Dewayanto, 2011.
Besar atau kecilnya skala perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kondisi keuangan perusahaan seperti kepemilikan aset total
perusahaan. Semakin tinggi total aset yang dimiliki, maka perusahaan dianggap
memiliki ukuran
yang besar
sehingga mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perusahaan besar juga cenderung lebih dipercaya oleh masyarakat bisnis terutama investor,
30
karena mereka percaya bahwa perusahaan besar bisa memberikan pelayanan serta produk yang lebih baik dibandingkan dengan
perusahaan kecil. Karena kepercayaan dari investor begitu besar, maka perusahaan dapat meningkatkan atau mempertahankan
kelangsungan hidupnya, sehingga semakin kecil pula kemungkinan auditor untuk mengeluarkan opini going concern.
b. Return on Assets Return on assets
merupakan salah satu parameter dari rasio keuangan profitabilitas yang juga merupakan indikator baik atau
tidaknya kondisi keuangan suatu perusahaan. Menurut Muljono 1998 dalam Hani et. al. 2003, salah satu bentuk informasi
keuangan akuntansi yang penting adalah berupa rasio-rasio keuangan perusahaan. Penggunaan analisa keuangan akan dapat membantu
manajemen dan investor untuk mengetahui posisi, kondisi keuangan suatu perusahaan, maupun performance yang telah dicapai oleh suatu
perusahaan untuk suatu periode tertentu. Rasio-rasio keuangan dapat memberikan informasi mengenai kinerja perusahaan selama satu
periode dan biasanya rasio yang digunakan investor untuk melihat kinerja perusahaan adalah rasio profitabilitas dalam hal ini adalah
return on assets . Return on assets biasanya digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Menurut Petronela 2004, semakin besar nilai return on assets
suatu perusahaan, maka semakin besar laba yang diperoleh. Laba yang
31
semakin besar akan semakin menghindarkan perusahaan dari kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri merupakan salah satu dasar bagi
auditor untuk memberikan opini going concern. Laba yang semakin besar akan memperkecil kemungkinan penerimaan opini going
concern .
Peningkatan laba perusahaan menjadi salah satu dasar bagi auditor untuk menentukan apakah perusahaan layak diberikan opini
going concern atau tidak. Ketika perusahaan mengalami peningkatan
laba, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan semakin menjauh dari kebangkrutan. Selain itu, peningkatan laba perusahaan juga menjadi
salah satu dasar yang dipertimbangkan investor dalam membuat keputusan investasi.
c. Audit Tenure Audit tenure
merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama. Perikatan audit yang lama
berpotensi mengakibatkan auditor kehilangan independensinya, sehingga kemungkinan untuk memberikan opini going concern akan
sulit. Oleh karena itu, untuk tetap menjaga independensi auditor maka di beberapa negara menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di
Indonesia sendiri peraturan mengharuskan adanya pergantian Kantor Akuntan Publik setiap 6 tahun dan auditor setiap 3 tahun yang
mengaudit sebuah perusahaan secara berturut-turut Dewayanto, 2011.
32
Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam masalah lamanya perikatan antara auditor dengan auditee. Dalam sudut pandang
pertama, ketika hubungan antara auditor independen dengan klien sudah berlangsung lama, maka klien akan dipandang sebagai sumber
penghasilan bagi auditor. Karena dipandang sebagai sumber penghasilan, maka akan timbul kekhawatiran bagi KAP jika
kehilangan sumber penghasilannya yang berdampak pada timbulnya keraguan bagi auditor untuk memberikan opini going concern kepada
kliennya. Dalam sudut pandang kedua, perikatan untuk jangka waktu yang
lama dengan auditor dipandang sebagai hal yang ekonomis dan efisien bagi klien. Selain itu, pemahaman auditor tentang bisnis klien yang
telah lama menjalin hubungan dengan auditee belum tentu bisa ditemukan pada auditor yang baru. Auditor yang baru menjalin
perikatan dengan klien tentu memerlukan waktu untuk memahami bisnis klien, sehingga efisiensi waktu dalam menentukan opini audit
semakin berkurang. Hal tersebut dapat menimbulkan pemberian opini audit yang kurang tepat. Tetapi tidak menutup kemungkinan auditor
yang telah lama menjalin hubungan dengan klien bisa menyebabkan rendahnya kualitas opini audit karena adanya rasa ingin saling
menguntungkan antara auditor dan klien.
33
d. Audit Lag Menurut McKeown et. al. 1991 dalam Januarti 2009
menjelaskan bahwa audit lag adalah jumlah kalender antara tanggal disusunnya laporan keuangan dengan tanggal selesainya pekerjaan
lapangan. Lennox 2002 mengungkapkan bahwa hal ini mungkin terjadi disebabkan oleh tiga hal berikut, antara lain:
1 Auditor lebih banyak melakukan pengujian, 2 Manajer melakukan negosiasi yang panjang ketika terdapat
ketidakpastian kelangsungan usaha, 3 Auditor memperlambat pengeluaran opini karena berharap
manajemen perusahaan dapat mengatasi masalah yang dihadapi untuk menghindari dikeluarkannya opini going concern.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa audit lag atau dalam beberapa penelitian disebut audit delay merupakan interval
waktu antara tanggal berakhirnya laporan keuangan tahunan 31 Desember dengan tanggal laporan audit. Pemeriksaan laporan
keuangan yang dilakukan oleh auditor independen yang bertujuan untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan
memerlukan waktu yang cukup panjang. Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan secara berkala merupakan suatu
kewajiban bagi perusahaan. Laporan keuangan yang terlambat dipublikasikan dapat menjadi suatu indikasi adanya masalah dalam
laporan keuangan perusahaan. Perusahaan yang mendapatkan opini
34
going concern lebih cenderung membutuhkan waktu audit audit lag
yang lebih lama sehingga penyampaian laporan audit bisa terlambat. e. Proporsi Komisaris Independen
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance KNKG 2006, dewan komisaris merupakan salah satu unsur terpenting dari
corporate governance yang memiliki tanggung jawab untuk menjamin
strategi perusahaan berjalan sesuai tujuan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Keberadaan komisaris independen dalam susunan dewan komisaris diharapkan mampu memperhatikan kepentingan
pihak-pihak yang mungkin sering terabaikan seperti pemegang saham minoritas serta para stakeholder lainnya, sebab komisaris independen
harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun yang dianggap sebagai campur tangan untuk bertindak demi kepentingan yang
menguntungkan perusahaan. Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia, komposisi atau jumlah komisaris independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian jumlah atau
komposisi komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Adapun kriteria yang ditetapkan yaitu salah satu dari komisaris independen harus mempunyai latar belakang
akuntansi atau keuangan BAPEPAM-LK, 2010.
35
BAPEPAM-LK 2010 menyatakan lebih lanjut bahwa meskipun Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tidak
menentukan jumlah komisaris independen, untuk membentuk elemen yang kuat dan independen dari dewan, perlu adanya komisaris
independen yang sekurang-kurangnya berjumlah sepertiga dari jumlah anggota dewan atau satu orang komisaris independen,
sedangkan Bursa Efek Indonesia mewajibkan sekurang-kurangnya 30 dari Dewan Komisaris adalah komisaris independen. Kriteria
komisaris independen secara rinci diatur dalam peraturan BAPEPAM- LK, yaitu:
1 Berasal dari luar emiten atau perusahaan publik, 2 Tidak mempunyai saham emiten atau perusahaan publik baik
langsung maupun tidak langsung, 3 Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan komisaris, direksi, dan
pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik, 4 Tidak mempunyai hubungan usaha dengan emiten atau perusahaan
publik baik langsung maupun tidak langsung. Adapun contoh hubungan yang dianggap dapat menjadikan
seorang komisaris tidak independen, meliputi: 1 Komisaris yang saat ini masih dipekerjakan oleh perusahaan atau
afiliasinya untuk saat tiga tahun terakhir, 2 Seorang komisaris yang memiliki keluarga dekat dengan anggota
komisaris atau salah satu komisaris yang sudah bekerja selama tiga
36
tahun terakhir atau mempunyai hubungan dengan anggota direksi yang remunerasinya ditentukan oleh komite remunerasi,
3 Seorang komisaris, atau seorang anggota keluarga dekat yang meminta kompensasi dari perusahaan atau salah satu anak
perusahaan selain kompensasi yang diberikan kepada anggota dewan dalam tahun berjalan atau tahun sebelumnya,
4 Seorang komisaris, atau seorang anggota keluarga dekat, menjadi pemegang saham substansial atau seorang partner mempunyai 5
atau lebih saham, karyawan eksekutif, atau seorang komisaris dari sebuah perusahaan yang memberikan atau menerima pembayaran
secara signifikan dari perusahaan atau salah satu anak perusahaan selama tahun berjalan dan tahun sebelumnya US 200.000
dianggap sebagai pembayaran yang signifikan. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
komisaris Independen adalah salah satu unsur penting pada susunan dewan komisaris di dalam perusahaan yang berasal dari luar emiten
atau perusahaan publik yang berjumlah sekurang-kurangnya satu orang dan berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan
keseluruhan. Tujuan dihadirkannya komisaris independen adalah untuk sebagai penyeimbang dalam pengambilan keputusan khususnya
dalam rangka memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya.
37
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang membahas tentang opini going concern dan faktor- faktor yang mempengaruhinya telah banyak dibahas oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut menjadi referensi dan banyak memberikan kontribusi pada penelitian ini. Berikut ini adalah tabel yang
menampilkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan opini going concern
.
38
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
Tahun Judul Penelitian
Variabel Metode Penelitian Hasil Penelitian
Kesimpulan Persamaan
Perbedaan
1 Totok
Dewayanto 2011
Analisis Faktor- faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini
Audit Going Concern Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia a. Opini Audit Going
Concern Y
b. Ukuran Perusahaan X
2
c. Audit Client Tenure X
4
d. Regresi Logistik a. Kondisi Keuangan
X
1
b. Opini Audit Sebelumnya X
3
c. Opinion Shopping
X
5
d. Reputasi Auditor X
6
e. Perusahaan Manufaktur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh
positif terhadap penerimaan opini audit going concern
dan variabel kondisi keuangan, audit client
tenure
berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini
audit going concern. Sedangkan variabel ukuran
perusahaan, opinion shopping
, dan reputasi auditor tidak mempengaruhi
penerimaan opini audit going concern
.
39
No. Peneliti
Tahun Judul Penelitian
Variabel Metode Penelitian Hasil Penelitian
Kesimpulan Persamaan
Perbedaan
2 Nurul Ardiani,
Emrinaldi Nur DP, dan Nur
Azlina 2012 Pengaruh Audit
Tenure , Disclosure,
Ukuran KAP, Debt Default
, Opinion Shopping
, dan Kondisi Keuangan
Terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern
Pada Perusahaan Real
Estate dan Property
di Bursa Efek Indonesia
a. Opini Audit Going Concern
Y b. Audit Tenure X
1
c. Regresi Logistik a. Debt Default X
3
b. Ukuran KAP X
2
c. Opinion Shopping X
4
d. Kondisi Keuangan X
5
e. Perusahaan Real Estate
dan Property Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel disclosure, ukuran
KAP, dan debt default berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern
. Sedangkan variabel audit tenure,
opinion shopping , dan
kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern
.
3 Yunita dan
Deasy Ariyanti Rahayuningsih
2013 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kecenderungan
Penerimaan Unqualified Opinion
with Modified Paragraph Going
Concern a. Unqualified Opinion with
Modified Paragraph Going Concern
Y b. Ukuran Perusahaan X
5
c. Regresi Logistik a. Kualitas Audit X
1
b. Kondisi Keuangan Perusahaan X
2
c. Opini Audit Tahun Sebelumnya X
3
d. Pertumbuhan Perusahaan X
4
e. Debt Default X
6
f. Perusahaan Non Keuangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya
variabel opini audit tahun sebelumnya yang
berpengaruh terhadap penerimaan unqualified
opinion with modified paragraph going concern
. Sedangkan variabel kualitas
audit, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan, dan debt default
40
No. Peneliti
Tahun Judul Penelitian
Variabel Metode Penelitian Hasil Penelitian
Kesimpulan Persamaan
Perbedaan
tidak berpengaruh terhadap penerimaan unqualified
opinion with modified paragraph going concern
.
4 Ayu Febri
Sulistya dan Pt. Dyan
Yaniartha Sukartha
2013 Pengaruh Prior
Opinion ,
Pertumbuhan, dan Mekanisme
Corporate Governance
Pada Pemberian Opini
Audit Going Concern a. Opini Audit Going
Concern Y
b. Komposisi Komisaris Independen X
3
c. Regresi Logistik a. Prior Opinion X
1
b. Pertumbuhan Perusahaan X
2
c. Keberadaan Komite Audit X
4
d. Perusahaan Manufaktur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel prior opinion berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pemberian opini audit going
concern
. Sedangkan variabel pertumbuhan perusahaan,
komposisi komisaris independen, dan keberadaan
komite audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap pemberian opini audit going concern.
5 Ismawati
Haribowo 2013
Analisis Perbandingan
Pengaruh Kualitas Audit, Likuiditas,
Solvabilitas, Profitabilitas
terhadap Opini Audit a. Opini Audit Going
Concern Y
b. Return on Assets X
11
c. Regresi Logistik d. Perusahaan Perbankan
a. Kualitas Audit X
1
b. Quick Ratio X
2
c. Banking Ratio X
3
d. Loan to Deposit Ratio X
4
e. Primary Ratio X
5
f. Risk Asset Ratio X
6
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya
loan deposit ratio
berpengaruh terhadap opini audit going concern di
negara Asia Selatan, sedangkan variabel-variabel
41
No. Peneliti
Tahun Judul Penelitian
Variabel Metode Penelitian Hasil Penelitian
Kesimpulan Persamaan
Perbedaan
Going Concern Studi Perbankan
Syariah di Asia g. Secondary Risk Ratio
X
7
h. Gross Profit Margin X
8
i. Net Profit
Margin X
9
j. Return on Equity X
10
k. Rate Return on Loan X
12
l. Perusahaan Perbankan di Asia
lainnya tidak menunjukkan pengaruh terhadap opini
audit going concern.
6 Gea Cherlita
Putrady dan Haryanto
2014 Analisis Faktor
Keuangan dan Non Keuangan yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini
Audit Going Concern a. Opini Audit Going
Concern Y
b. Audit Tenure X
4
c. Audit Lag X
7
d. Regresi Logistik a. Kondisi Keuangan
X
1
b. Debt Default X
2
c. Pertumbuhan Perusahaan X
5
d. Opinion Shopping X
6
e. Disclosure X
8
f. Perusahaan Manufaktur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel kondisi keuangan, debt default
, dan disclosure berpengaruh signifikan
terhadap probabilitas penerimaan opini audit
going concern
. Sedangkan variabel pertumbuhan
perusahaan, auditor client tenure
, opinion shopping, dan audit lag tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap probabilitas penerimaan
opini audit going concern.
42
No. Peneliti
Tahun Judul Penelitian
Variabel Metode Penelitian Hasil Penelitian
Kesimpulan Persamaan
Perbedaan
7 Enggar Nursasi
dan Evi Maria 2015
Pengaruh Audit Tenure
, Opinion Shopping
, Leverage, dan Pertumbuhan
Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini
Audit Going Concern pada Perusahaan
Perbankan dan Pembiayaan yang Go
Public
di Bursa Efek Indonesia
a. Opini Audit Going Concern
Y b. Audit Tenure X
1
c. Perusahaan Perbankan a. Opinion
Shopping X
2
b. Leverage X
3
c. Pertumbuhan Perusahaan X
4
d. Metode analisis
GESCA Generalized Structured Component
Analysis
e. Perusahaan Pembiayaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh
variabel independen, yaitu audit tenure
, opinion shopping
, leverage, dan pertumbuhan perusahaan
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern
.
8 Daruosh
Foroghi dan Amir
Mirshams Shahshahani
2012 Audit Firm Size and
Going-Concern Reporting Accuracy
a. Going-Concern Reporting Accurarcy
Y a. Audit Firm Size X
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kantor
audit besar di Iran tidak memiliki akurasi pelaporan
going-concern
yang lebih tinggi dibandingkan kantor
audit yang lebih kecil yang tergabung dalam Iranian
Association of Certified Public Accountants
. 9
Andrés Guiral, Emiliano Ruiz,
dan Hyun Jung Choi 2014
Audit Report Information Content
and The Provision of Non-Audit Services
: a. Professional Sceptism of
Loan Officers Y
a. Auditor Economic
Independence who
reporting unqualified but modified going
Berdasarkan respon dari 80 Spanish loan officers,
ditemukan bahwa auditor economic indepence
yang
43
No. Peneliti
Tahun Judul Penelitian
Variabel Metode Penelitian Hasil Penelitian
Kesimpulan Persamaan
Perbedaan
Evidence from Spanish Lending
Decisions concern opinion to
borrower X
1
b. Auditor Economic
Independence who
reporting qualified but going concern opinion
to borrower X
2
diukur dari provision of non- audit services
NAS berdampak langsung
terhadap skeptisme profesional loan officers
apabila peminjam borrower menerima
unqualified but modified going concern report
.
44
C. Kerangka Pemikiran
Gambaran kerangka
pemikiran tentang
faktor-faktor yang
mempengaruhi opini audit going concern ini disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going
Concern
Perusahaan Sektor Jasa yang Menerima Opini Going Concern di
BEI Periode 2010-2014
Metode Analisis: Regresi Logistik
Hasil Pengujian dan Pembahasan Opini
Going Concern Y
Nursasi dan Maria, 2015
Ukuran Perusahaan X
1
Yunita dan Rahayuningsih, 2013
Kesimpulan dan Saran
Return on Assets X
2
Martono, 2010: 91 Audit Tenure X
3
Putrady dan Haryanto, 2014 Audit Lag X
4
Putrady dan Haryanto, 2014 Proporsi Komisaris Independen
X
5
Sulistya dan Sukartha, 2013
45
D. Hipotesis
Hubungan atau keterkaitan antar variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Ukuran Perusahaan terhadap Opini Going Concern