Bakteri kitinolitik menghasilkan enzim kitinase. Kitinase akhir-akhir ini menjadi perhatian karena adanya penggunaan enzim ini dalam pengendalian biologi
terhadap organisme yang mengandung kitin seperti jamur dan serangga juga untuk eksploitasi bahan kitin alami Ohno et al., 1996. Pengendalian hayati jamur dengan
menggunakan mikroorganisme kitinolitik didasarkan pada kemampuan mikroorganisme tersebut dalam menghasilkan kitinase dan β -1,3 glukanase yang
dapat melisis sel jamur El-Katatny et al., 2000. Pada penelitian ini digunakan bakteri antagonistik yang memiliki kemampuan kitinolitik untuk digunakan sebagai calon
agen pengendali hayati terhadap jamur Saprolegnia sp.
1.2 Permasalahan
Penyakit saprolegniosis yang disebabkan oleh Saprolegnia yang sering meyerang perikanan budidaya daya air tawar sering diatasi dengan menggunakan
bahan kimia berbahaya seperti malachite green, formalin dan hidrogen peroksida dapat menyebabkan kerugian seperti membunuh organisme bukan sasaran,
menimbulkan patogen resisten, menurunkan fertilisasi ikan dan mencemari lingkungan. Oleh karena itu untuk menghindari kerugian tersebut, sebagai alternatif
pengendalian saprolegniosis dicoba dengan menggunakan bakteri antagonistik sebagai pengendali hayati secara biologi yang aman dan ramah lingkungan terutama penyakit
yang disebabkan oleh jamur air Saprolegnia sp. pada ikan nila. Untuk itu perlu dipelajari sejauh mana kemampuan bakteri antagonistik dalam menghambat infeksi
jamur air Saprolegnia sp. pada ikan nila.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri antagonistik sebagai penghambat infeksi jamur air Saprolegnia sp. pada ikan nila.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Hipotesis
Adanya kemampuan yang berbeda dari isolat bakteri antagonistik dalam penghambatan infeksi jamur air Saprolegnia sp. pada ikan nila.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang isolat bakteri antagonistik yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan jamur air
Saprolegnia sp. sehingga dapat digunakan sebagai agen pengendalian hayati terhadap jamur air patogen. Dengan demikian dapat memberikan kontribusi dalam
pengendalian penyakit dalam budidaya ikan nila khususnya terhadap jamur air.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Nila Oreochromis niloticus.
Ikan nila berasal dari sungai Nil di Uganda yang telah berimigrasi ke selatan melewati danau Raft dan Tanganyika Tanbiyaskur, 2011. Budidaya ikan nila dapat ditelusuri
ke Mesir kuno seperti yang digambarkan pada relief dari sebuah makam Mesir sejak lebih dari 3000 tahun yang lalu, hal ini ditunjukkan dengan adanya kolam hias.
Distribusi jenis ikan ini sudah lama meningkat terutama ikan mujair yang terjadi pada tahun 1940-1950 sedangkan distribusi ikan nila terjadi selama tahun 1960-1980. Ikan
nila dari Jepang diperkenalkan ke Thailand pada tahun 1965, kemudian dari Thailand dikirim ke Filipina. Ikan nila dari Pantai Gading diperkenalkan ke Brazil pada tahun
1971, lalu dari Brazil dikirim ke Amerika Serikat pada tahun 1974. Pada tahun 1978, ikan nila diperkenalkan di Cina, yang sekarang memimpin dunia dalam produksi ikan
nila yang secara konsisten memproduksi lebih dari setengah produksi global dari tahun 1992-2003 FAO, 2003.
Ikan nila diperkenalkan pertama sekali di Indonesia pada tahun 1969 dari Taiwan Tanbiyaskur, 2011, akan tetapi budidaya secara intensif dilakukan mulai
pada tahun 1980-an Rochdianto, 2009, lalu disebar ke seluruh tanah air oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar BBPBAT. Budidaya ikan nila dapat
dilakukan pada kolam, danau, sungai yang berada di desa atau luar kota yang airnya bersih. Hal ini dapat dilakukan karena pada dasarnya ikan ini memiliki kisaran
toleransi yang luas terhadap lingkungan. Jenis nila yang masuk ke Indonesia pertama kali adalah jenis Oreochromis niloticus dan nila jenis Mozambigue yang lebih dikenal
dengan nama mujair Pandre, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Ikan nila merupakan spesies ikan tropis yang lebih suka hidup di air dangkal Trewavas, 1983. Secara morfologi ikan nila memiliki bentuk tubuh pipih, sisik besar
dan kasar, kepala relatif kecil, garis linea lateralis terputus dan terbagi dua, yaitu bagian atas dan bawah memiliki lima buah sirip. Toleransi ikan ini terhadap
perbedaan lingkungan sangat tinggi, dapat hidup pada salinitas 0-29 permil, pada suhu 14-38
o
C, dan pH 5-11, merupakan omnivora yang sangat menyenangi pakan alami berupa rotifera, Daphnia sp., benthos, perifiton dan fitoplankton, disamping itu, bisa
juga diberi pakan seperti pellet, dan dedak. Ikan ini dapat melakukan pemijahan sepanjang tahun dan mulai memijah pada umur 6-8 bulan. Seekor induk betina ukuran
200-400 gram dapat menghasilkan larva 500-1000 ekor Rochdianto, 2009.
Keuntungan dari budidaya ikan nila adalah kemampuan untuk bereproduksi cukup tinggi. Antara 2-3 bulan dari bibit, ikan nila sudah dewasa dan dapat
menghasilkan telur setiap bulan satu kali. Sifat ikan nila yang cepat menghasilkan anak ikan menyebabkan kelebihan populasi ikan nila dalam kolam, yang berdampak
pada pertumbuhan ikan yang lambat. Hal ini dapat dilihat pada saat panen ikan nila terdapat berbagai ukuran dari kecil, sedang dan besar Pandre, 2010. Selain itu sifat
penting lain yang dimiliki ikan nila adalah tahan terhadap penyakit dan kepadatan tinggi serta lingkungan dengan kualitas air yang kurang baik Bestian, 1996.
2.2 Sistem Pertahanan Tubuh Ikan