BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu andalan dalam membangun perikanan di Indonesia. Saat ini konsumsi terhadap ikan air tawar meningkat
jumlahnya baik untuk kebutuhan dalam dan juga luar negeri. Petani ikan sangat kewalahan untuk memenuhi kebutuhan ikan di dalam negeri, hal ini dikarenakan ikan
yang berasal dari laut tidak mencukupi jumlahnya untuk dikonsumsi Indhie, 2009. Oleh karena itu usaha budidaya perikanan air tawar sangat meningkat di masyarakat,
yang tentunya memerlukan manajemen yang baik dalam mengelolanya.
Salah satu ikan air tawar yang sekarang banyak digemari masyarakat adalah ikan nila Oreochromis niloticus.. Secara umum produksi ikan nila terus meningkat
dengan pasar yang semakin luas dan terbuka. Indonesia merupakan salah satu pengekspor ikan nila utama di dunia di samping China, Thailand, dan Taiwan dengan
penguasaan pasar dunia sebesar 60 dipegang oleh China Kusdiarti et al., 2008. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi, dan
kebutuhan benih maupun ikan konsumsi ini dari tahun ke tahun cenderung meningkat seiring dengan perluasan budidaya Darwisito et al., 2006. Meningkatnya kebutuhan
terhadap ikan nila di pasaran juga disebabkan karena ikan nila itu merupakan ikan jenis air tawar yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, mudah bereproduksi,
berdaging tebal, dan mudah dibudidayakan.
Berbagai keunggulan pada ikan nila membuat permintaan terus meningkat sehingga, penerapan intensifikasi budidaya tidak dapat dihindarkan Molina et al.,
2009. Namun aktivitas budidaya ikan sangat erat kaitannya dengan manipulasi dan modifikasi lingkungan, biologi-reproduksi, kepadatan, pakan dan lain-lain. Kondisi
Universitas Sumatera Utara
tersebut sudah tentu akan melahirkan tekanan atau stres terhadap komoditas yang dibudidayakan, sehingga rentan terhadap munculnya penyakit. Gangguan penyakit
pada budidaya ikan merupakan risiko biologis yang harus selalu diantisipasi. Oleh karena itu, aplikasi pengelolaan kesehatan yang terintegrasi pada budidaya ikan harus
menjadi program yang tidak terpisahkan Purwaningsih dan Taukhid, 2010. Salah satu penyakit yang sedang mewabah terutama dalam budidaya ikan nila, adalah
penyakit yang disebabkan oleh jamur Akbar, 2008. Menurut Michel 1989 jamur yang menyerang ikan nila yaitu Saprolegnia, Aspergillus niger dan Aspergillus flavus.
Penelitian pengendalian mengenai jamur Saprolegnia sp. telah banyak dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti malachite green oxolate,
formalin, natrium klorida dan asam asetat. Pemakaian yang berlebihan berdampak negatif bagi kehidupan ikan diantaranya membunuh organisme bukan sasaran,
timbulnya patogen resisten, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan serta menimbulkan pencemaran lingkungan Akbar, 2008. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa malachite green bersifat karsinogenik, mutagenik, dapat menyebabkan keretakan kromosom, teratogenik, dan juga dapat mengurangi fertilisasi
pada ikan Srivastava et al., 2003, sedangkan formalin memiliki efek yang berbahaya bagi manusia dan dapat meninggalkan residu bagi lingkungan, hidrogen peroksida
bersifat korosis meski efektif dalam dosis yang tinggi 1000 ppm, natrium klorida hanya efektif pada dosis 30.000 ppm Dewi, 2011.
Sekarang ini sebagai alternatif dalam pemecahan masalah ini dalam bidang akuakultur adalah dengan menggunakan pengendalian hayati. Penelitian pengendalian
Saprolegnia terhadap ikan nila oleh Aeromonas non patogen sudah pernah dilakukan Osman et al., 2008. Penghambatan pertumbuhan Saprolegnia dengan menggunakan
bakteri Pseudomonas fluorescens juga telah dilaporkan Bly et al., 1997, sedangkan untuk jamur Aspergillus pengendalian hayati yang telah dilakukan dengan
menggunakan bakteri Bacillus dan Erwinia Kotan, 2009. Pengendalaian hayati menjadi pilihan karena ramah terhadap lingkungan serta tidak menimbulkan toksik.
Pada penelitian ini potensi pengendalian hayati terhadap jamur patogen dievaluasi menggunakan bakteri antagonistik yang memiliki kemampuan kitinolitik. Bakteri
kitinolitik berperan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman Suryanto, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Bakteri kitinolitik menghasilkan enzim kitinase. Kitinase akhir-akhir ini menjadi perhatian karena adanya penggunaan enzim ini dalam pengendalian biologi
terhadap organisme yang mengandung kitin seperti jamur dan serangga juga untuk eksploitasi bahan kitin alami Ohno et al., 1996. Pengendalian hayati jamur dengan
menggunakan mikroorganisme kitinolitik didasarkan pada kemampuan mikroorganisme tersebut dalam menghasilkan kitinase dan β -1,3 glukanase yang
dapat melisis sel jamur El-Katatny et al., 2000. Pada penelitian ini digunakan bakteri antagonistik yang memiliki kemampuan kitinolitik untuk digunakan sebagai calon
agen pengendali hayati terhadap jamur Saprolegnia sp.
1.2 Permasalahan