BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Munculnya era pasar bebas membawa dampak persaingan bisnis yang semakin ketat. Kondisi ini memacu dunia usaha untuk lebih peduli terhadap
strategi yang dijalankan. Bahkan perusahaan-perusahaan terus berupaya merumuskan dan menyempurnakan strategi-strategi bisnis mereka dalam rangka
memenangkan persaingan. Persaingan domestik dan global mengharuskan perusahaan menaruh
perhatian pada penciptaan dan pemeliharaan keunggulan bersaing melalui penyampaian produk dan layanan yang lebih baik pada konsumen. Untuk dapat
menjamin suatu organisasi berlangsung dengan baik, maka organisasi perlu mengadakan evaluasi terhadap kinerjanya. Setiap orang yang bekerja diharapkan
mencapai kinerja yang tinggi. Kinerja sebagai hasil dari kegiatan unsur-unsur kemampuan yang dapat diukur dan terstandarisasi. Keberhasilan suatu kinerja
akan sangat tergantung dan ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan, antara lain kejelasan peran role clarity, tingkat kompetensi
competencies, keadaan lingkungan environment dan faktor lainnya seperti nilai value, budaya culture, kesukaan preference, imbalan dan pengakuan
rewards and recognitions. Dalam melakukan evaluasi kinerja tersebut diperlukan suatu standar
pengukuran kinerja yang tepat, dalam arti tidak hanya berorientasi pada sektor keuangan saja, karena hal tersebut sangat kurang tepat dalam menghadapi
persaingan bisnis yang semakin ketat dan pada saat ini dalam perusahaan tidak lagi semata-mata mengejar pencapaian produktivitas yang tinggi, tetapi lebih
memperhatikan kinerja dalam proses pencapaiannya. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan pencapaian produktivitas suatu hasil dan hasil akhir yang
didasarkan mutu dan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pengukuran kinerja perlu dilengkapi dengan informasi dari sektor non keuangan, seperti
kepuasan konsumen, kualitas produk atau jasa, loyalitas karyawan dan sebagainya, sehingga pihak manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan
yang tepat untuk kepentingan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Selama ini yang umum dipergunakan dalam perusahaan adalah
pengukuran kinerja tradisional yang hanya menitikberatkan pada sektor keuangan saja. Pengukuran kinerja dengan sistem ini menyebabkan orientasi perusahaan
hanya pada keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pengukuran kinerja yang
menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja harta-harta tak tampak intangible assets dan harta-harta intelektual sumber daya
manusia perusahaan. Selain itu pengukuran kinerja dengan cara ini juga kurang mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan, kurang memperhatikan
sektor eksternal, serta tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik Kaplan dan Norton, 1996:7.
Dewasa ini, disadari bahwa pengukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh banyak perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai,
sehingga dikembangkan suatu konsep “Balanced Scorecard.” Balanced scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang diperkenalkan oleh Robert S.
Kaplan Guru Besar Akuntansi di Harvard Business School dan David P. Norton Presiden dari Renaissance Solutions, Inc.. Konsep ini menyeimbangkan
pengukuran atas kinerja sebuah organisasi bisnis yang selama ini dianggap terlalu condong pada kinerja keuangan.
Balanced Scorecard merupakan suatu benturan antara keharusan membangun suatu kapabilitas kompetitif jangka panjang dengan tujuan yang tidak
tergoyahkan. Balanced Scorecard mengembangkan seperangkat tujuan unit bisnis melampaui rangkuman ukuran financial. Para eksekutif perusahaan sekarang
dapat mengukur seberapa besar berbagai unit bisnis mereka menciptakan nilai bagi pelanggan perusahaan saat ini dan yang akan datang, dan seberapa banyak
perusahaan harus meningkatkan kapabilitas internal investasi didalam sumber daya manusia, sistem prosedur yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja yang
akan datang. Kerangka kerja pengukuran Balanced Scorecard menggunakan empat
perspektif dengan titik awal strategi sebagai dasar perancangannya. Keempat perspektif tersebut meliputi 1 financial perspective keuangan, 2 customer
perspective pelanggan, 3 internal business process perspective proses bisnis internal, dan 4 learning and growth perspective tumbuh dan berkembang.
Balanced scorecard menterjemahkan strategi bisnis yang telah ditetapkan agar dapat dilaksanakan dan dapat terukur keberhasilanya. Dengan demikian,
balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran kinerja, tetapi merupakan alat untuk mengimplementasikan strategi. Balanced Scorecard juga
dapat menjelaskan berbagai fungsi divisi, departemen, seksi agar segala
keputusan dan kegiatan di dalam masing-masing fungsi tersebut dapat dimobilisasikan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Setiap perusahaan dalam hal ini PT Indonesia Asahan Alumunium INALUM Kuala Tanjung sangat memerlukan metode pengukuran kinerja yang
dapat mendefinisikan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan di masa yang mendatang, sehingga dapat meningkatkan kinerja.
Dengan menggunakan balanced scorecard memungkinkan PT INALUM Kuala Tanjung untuk melakukan kinerja tidak hanya berfokus pada aspek keuangan,
operasional, dan administrasi saja, tetapi juga dapat melengkapi aspek-aspek tersebut dengan memperhatikan ukuran pelanggan, proses bisnis internal,
pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan, sehingga ukuran kinerja yang selama ini telah digunakan dapat lebih disempurnakan lagi serta mampu mencakup semua
aspek penting yang bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. Konsep balanced scorecard dapat dijadikan alternatif pengukuran kinerja
PT INALUM sehingga diharapkan ukuran-ukuran kinerja yang tercakup dalam balance scorecard dapat melengkapi ukuran-ukuran kinerja yang selama ini
digunakan PT INALUM. Keunggulan dan manfaat dari penerapan balance scorecard bagi
perusahaan dapat menjadi alternatif dalam mengatasi banyaknya keterbatasan dalam sistem pengukuran kinerja secara tradisional yang hanya menekankan
pengukuran kinerja berdasarkan aspek keuangan. Kinerja personal yang diukur hanyalah yang berkaitan dengan keuangan saja. Kinerja lain seperti peningkatan
kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan
oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Sehingga hal ini menyebabkan hal- hal yang sulit diukur diabaikan atau diberi nilai kuantitatif secara sembarang.
Pada awalnya juga pengukuran kinerja di PT INALUM dilakukan oleh atasan saja, sehingga penilaian cenderung bersifat subjektif. Para atasan tidak
memandang kinerja yang dihasilkan melainkan siapa yang bekerja. Oleh karena itu, dengan diterapkannya balanced scorecard ini diharapkan pengukuran yang
dilakukan dapat bersifat objektif sesuai dengan kinerja yang dilakukan. Sehingga pengukuran yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan. Masing-masing
karyawan juga dituntut untuk menentukan target sendiri dalam kinerjanya untuk mencapai target perusahaan yang telah ditentukan pula. Namun, pada karyawan
sendiri masih ada karyawan yang belum memahami tentang balanced scorecard ini.
Berdasarkan latar belakang diatas, mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang sistem pengukuran kinerja PT INALUM dengan menggunakan
balanced scorecard dan menuliskannya dalam bentuk laporan penelitian dengan
judul “Pengaruh Balanced Scorecard Terhadap Kinerja di PT Indonesia Asahan Alumunium INALUM.”
1.2 Perumusan Masalah