Storage Studies ASS adalah suatu metode pendugaan umur simpan dengan menggunakan kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan
mutu produk pangan Arpah 2001. Menurut Varo dan Keszthelyi 1985 umur simpan udang kering ditentukan dengan metode akselarasi model Arrhenius
karena udang kering merupakan produk kering. Hal ini dikarenakan laju penurunan mutu udang kering tanpa kulit disebabkan oleh proses oksidasi lemak.
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi proses pengolahan udang kering tanpa kulit yang
dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir-Riau
2. Melakukan pendugaan umur simpan pada jenis udang kering tanpa kulit
dengan metode akselerasi
1.3 Manfaat
1. Memberikan koreksi terhadap proses pengolahan udang kering tanpa kulit
di Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir-Riau 2. Memberikan informasi mengenai umur simpan produk udang kering tanpa
kulit Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir-Riau
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Kering Tanpa Kulit
Udang kering tanpa kulit adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku udang segar melalui proses penanganan, dengan pengupasan kulit dan
pengolahan dengan pengeringan BSN
a
2010. Dengan metode pengawetan ini daging udang yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di
suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan dan ditutup rapat. Persyaratan mutu dan keamanan udang kering tanpa kulit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu dan keamanan udang kering tanpa kulit Jenis uji
Satuan Persyaratan Mutu
a. Sensori Angka 1-9 Minimal 7
b. Cemaran mikroba -
ALT Kolonig
Maksimal 1 x 10
5
- Escherichia coli
APMg Maksimal 3
- Salmonella
Per 25 g Negatif
- Staphylococcus aureus
Kolonig Maksimal 1 x 10
3
- Vibrio cholerae
Per 25 g Negatif
c. Kimia -
Kadar air Maksimal 20
- Kadar abu
Maksimal 14 -
Kadar abu tak larut dalam asam Maksimal 0,3
- Kadar garam
Maksimal 3
Catatan bila diperlukan sesuai permintaan
pasar
Sumber: BSN
a
2010
Secara fisik penampakan udang kering tanpa kulit adalah berwarna orange sangat cerah, cemerlang, bersih, bentuk utuh dan berukuran seragam. Udang
kering tanpa kulit biasanya digunakan untuk penyedap rasa dalam sayuran, misalnya sambel goreng, asinan, dan sebagainya. Gambar udang kering tanpa
kulit ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Udang kering tanpa kulit
Sumber: Anonim
b
2010
2.1.1 Bahan baku udang kering tanpa kulit
Bahan baku untuk pembuatan udang kering tanpa kulit adalah udang. Tetapi tidak semua jenis udang baik digunakan untuk pembuatan udang kering
tanpa kulit. Jenis udang yang biasanya digunakan adalah udang api-api Metapenaeus monoceros dan udang krosok M. lysianassa BSN
b
2010. Udang api-api dan udang krosok digunakan karena ukuran tubuh udang jenis ini relatif
kecil dibandingkan udang lain seperti udang putih Penaeus merguiensis, udang vanamei Litopenaeus vannamei
ataupun udang windu P. monodon. Bentuk morfologi dari udang api-api M. monoceros
dan udang krosok M. lysianassa dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Udang api-api M. monoceros
Sumber: Anonim
c
2010
Gambar 3. Udang krosok M. lysianassa
Sumber: Anonim
a
2010
2.1.2 Proses penanganan dan pengolahan udang kering tanpa kulit
Penanganan dan pengolahan udang kering tanpa kulit pada prinsipnya adalah pengawetan dengan cara mengeringkan udang. Pengeringan akan
menurunkan a
w
dan memperlambat pertumbuhan mikroba, khamir dan kapang, sehingga memperlambat laju penurunan kimia dan enzimatis produk Anonim
2003. Penanganan dan pengolahan udang kering tanpa kulit ada yang
menggunakan garam dan ada pula yang tidak menggunakan garam. Tahap-tahap penanganan dan pengolahan udang kering tanpa kulit adalah penerimaan,
penimbangan, pencucian, perebusan, penirisan, pengeringan, pengupasan kulit, pembersihan, penimbangan kedua dan pengemasan, penyimpanan dan pemuatan
BSN 2010. a Penerimaan
Udang yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik untuk mengetahui mutunya dan ditangani secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu
pusat produk antara 0 °C hingga 5°C. Penerimaan ini bertujuan untuk
mendapatkan bahan baku sesuai spesifikasi mutu bahan baku serta bebas dari bakteri patogen. Potensi bahaya pada tahap penerimaan adalah kontaminasi
bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene, kemunduran mutu karena waktu penanganan terlalu lama dan suhu bahan baku lebih dari 5
°C BSN 2010. b Penimbangan 1
Udang yang akan diolah ditimbang terlebih dahulu. Bahan baku ditimbang sesuai dengan spesifikasi dan dilakukan secara cepat, cermat, saniter dengan suhu
pusat antara 0 °C hingga 5°C. Penimbangan ini bertujuan untuk mendapatkan
bahan baku yang aman untuk dikonsumsi sesuai spesifikasi. Potensi bahaya di tahap ini adalah kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan
higiene BSN 2010. c Pencucian
Udang dibersihkan menggunakan air mengalir secara cepat, cermat, dan saniter. Pencucian ini bertujuan untuk mendapatkan mutu bahan baku sesuai
spesifikasi bahan baku dan aman untuk dikonsumsi. Kemungkinan bahaya di
tahap ini adalah kemunduran mutu karena kerusakan fisik dan kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene BSN 2010.
d Perebusan Udang dimasukkan ke dalam air mendidih dengan campuran garam 0
hingga 5 sesuai waktu dan suhu yang ditentukan. Selama perebusan dilakukan pengadukan secara periodik. Tujuan dari perebusan adalah mendapatkan udang
rebus sesuai spesifikasi mutu udang rebus serta bebas dari bakteri patogen. Potensi bahaya pada tahap perebusan adalah mutu tidak sesuai spesifikasi karena
target suhu dan waktu perebusan terlewati dan atau kontaminasi bakteri patogen karena target suhu dan waktu perebusan tidak tercapai BSN 2010.
e Penirisan Udang diletakkan pada wadah bersaring dan dilakukan secara cepat,
cermat dan saniter. Tujuan dari penirisan adalah mendapatkan udang rebus sesuai spesifikasi mutu udang rebus serta bebas dari bakteri patogen. Potensi bahaya
tahap penirisan adalah kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene, kemunduran mutu karena kesalahan penanganan BSN 2010.
f Pengeringan Udang dikeringkan di bawah sinar matahari atau alat pengering mekanis
mechanical dryer hingga kering sesuai spesifikasi mutu udang kering dilakukan secara cermat dan saniter. Tujuan dari pengeringan adalah mendapatkan udang
kering sesuai spesifikasi mutu udang kering serta bebas dari bakteri patogen. Potensi bahaya pada tahap pengeringan adalah kemunduran mutu karena
kandungan air melewati tingkat kekeringan, dan kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene, serta tingkat kekeringan tidak sesuai
spesifikasi BSN 2010. g Pengupasan kulit
Kulit dipisahkan secara mekanis dengan cepat, cermat dan saniter. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan produk yang sesuai spesifikasi mutu udang
kering tanpa kulit. Adapun potensi bahaya di tahap pengupasan kulit adalah kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene, kerusakan
fisik dan kulit yang tertinggal karena kesalahan penanganan BSN 2010.
h Pembersihan Produk dibersihkan dengan cepat, cermat dan saniter. Pembersihan
bertujuan mendapatkan produk yang bersih sesuai spesifikasi mutu udang kering tanpa kulit. Potensi bahaya pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri patogen
karena kurangnya sanitasi dan higiene, kulit masih menempel pada produk dan terdapat benda asing karena kesalahan penanganan BSN 2010.
i Penimbangan 2 Produk ditimbang sesuai dengan spesifikasi dan dilakukan secara cepat,
cermat, dan saniter. Penimbangan kedua ini bertujuan untuk mendapatkan produk yang aman untuk dikonsumsi sesuai dengan spesifikasi. Adapun potensi bahaya
pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene BSN 2010.
j Pengemasan Produk dimasukkan ke dalam kemasan yang berlabel sesuai ketentuan
yang berlaku secara cepat, cermat, dan saniter. Pengemasan bertujuan untuk mendapatkan produk yang aman dikonsumsi dan melindungi produk dari
kerusakan fisik selama penyimpanan dan transportasi. Potensi bahaya pada pengemasan adalah kemunduran mutu karena kerusakan fisik dan kesalahan label
terkait keamanan pangan BSN 2010. k Penyimpanan
Udang kering tanpa kulit yang telah dikemas dimuat dalam kondisi saniter dan higienis dan dimuat dalam alat transportasi yang terlindung dari penyebab
yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk seperti kelembaban, serangga dan binatang pengerat lainnya. Tujuan penyimpanan adalah untuk mendapatkan
produk yang aman dikonsumsi dan melindungi produk dari kerusakan fisik selama penyimpanan. Potensi bahaya penyimpanan adalah kontaminasi bakteri patogen
karena kurangnya sanitasi dan higiene serta suhu dan kelembaban tidak sesuai spesifikasi BSN 2010.
l Pemuatan Udang kering tanpa kulit yang telah dikemas dimuat dalam kondisi saniter
dan higienis dan dimuat dalam alat transportasi yang terlindungi dari penyebab yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk. Tujuan pemuatan adalah
mendapatkan produk yang aman dikonsumsi dan melindungi produk dari kerusakan fisik selama pemuatan. Potensi bahaya pada tahap pemuatan adalah
kontaminasi bakteri patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene dan kesalahan penanganan BSN 2010. Adapun proses penanganan dan pengolahan udang
kering tanpa kulit dapat disajikan pada Gambar 4.
Udang
Gambar 4. Diagram alir proses penanganan dan pengolahan udang kering tanpa kulit
Sumber: BSN 2010
Pembersihan
Pengemasan Penimbangan 2
Udang kering tanpa kulit Penimbangan 1
Pencucian
Perebusan 100±10 °C
garam 0 hingga 5
Penirisan
Pengeringan Penerimaan
Pengupasan kulit
2.1.3 Bahan tambahan
Bahan tambahan makanan adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan
untuk tujuan tertentu Winarno dan Rahayu 1994. Bahan tambahan makanan ini berfungsi untuk mengurangi, terjadinya kerusakan, mencegah kehilangan gizi
pangan, meningkatkan nilai gizi dan cita rasa, memperbaiki tekstur dan penampakan, mempermudah produksi, serta meningkatkan selera konsumen
terhadap makanan tersebut Damayanthi dan Mudjajanto 1994. Bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan udang kering tanpa kulit adalah garam BSN
2010.
2.1.4 Bahan penolong
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang dapat menunjang proses produksi yang tidak nampak pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan
dalam pengolahan udang kering tanpa kulit adalah air dan es BSN 2010.
2.2 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan padat dengan cara menguapkan
sebagian besar air dengan menggunakan energi panas, sehingga tingkat kadar air setimbang dengan kondisi udara atmosfer normal atau tingkat kadar air yang
setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis enzimatis atau kimiawi Muchtadi 1997. Aktivitas air adalah jumlah air bahan
yang dapat dipergunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Pengeringan bertujuan untuk mempertahankan daya awet dengan cara
mengurangi aktivitas air, mengurangi berat dan volume sehingga menghemat ruang pengangkutan, pengepakan, serta mempermudah transportasi. Pengeringan
bertujuan untuk meningkatkan nilai sensori pada suatu produk pangan, seperti aroma yang berbeda, kerenyahan, kekenyalan, dan parameter sensori lainnya
Berk 2009. Menurut Toledo 1980, proses pengeringan terbagi menjadi 3 tahap. Pada
tahap awal terjadi kenaikan laju pengeringan, karena tekanan uap air di atas permukaan bahan semakin meningkat sejalan dengan kenaikan suhu permukaan.
Proses pengeringan pada tahap ini hanya terjadi di sekitar permukaan bahan. Pada
tahap kedua laju pengeringan akan konstan karena terjadi kenaikan suhu pada seluruh bagian bahan yang menyebabkan terjadinya pergerakan air secara difusi
dari bagian dalam bahan ke permukaan bahan dan seterusnya diuapkan. Pada tahap ketiga, pengeringan penguapan air tidak hanya berlangsung melalui
permukaan bahan, tetapi mulai terjadi ke dalam bahan sampai mencapai kadar air kesetimbangan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai suatu alat pengering artificial drying, atau dengan penjemuran sun drying yaitu pengeringan dengan
menggunakan energi sinar matahari langsung. Pengeringan buatan artificial drying mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur
sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan, dan kebersihan dapat diawasi Winarno dan Fardiaz 1973. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
pengeringan suatu bahan pangan menurut Buckle et al. 1985 adalah sebagai berikut:
1 Sifat fisik dan kimia dari produk bentuk, ukuran, komposisi, kadar air
2 Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau
media perantara pemindah panas seperti nampan untuk pengeringan 3
Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering suhu, kelembaban, dan kecepatan udara
4 Karakteristik alat pengering efisiensi pemindahan panas
2.3 Penurunan Mutu