3 METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Penggunaan pati sebagai bahan baku dalam proses sintesis APG harus melalui dua tahapan yaitu butanolisis dan transasetalisasi. Pada butanolisis terjadi
hidrolisis pati menjadi gula sederhana kemudian dilanjutkan dengan proses alkoholisis membentuk butil glikosida. Namun tidak semua produk hasil hidrolisis
pati membentuk butil glikosida, sehingga terdapat residu gula yang tidak ikut bereaksi dengan butanol. Proses butanolisis berlangsung dengan bantuan katalis
asam PTSA dan menggunakan suhu yang tinggi. Kondisi asam dan suhu tinggi diperlukan untuk menghidrolisis pati dan membentuk butil glikosida, namun
kondisi asam dan suhu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi pada gula menjadi HMF yang menyebabkan warna gelap. Oleh karena itu diperlukan penambahan
katalis dan perlakuan suhu yang tepat untuk dapat meminimalkan residu gula namun masih menghasilkan warna dengan tingkat kejernihan yang masih tinggi.
Residu gula yang tidak bereaksi dan pembentukan warna gelap pada tahap butanolisis harus diminimalkan untuk menghindari terbentuknya polidekstrosa
selama proses transasetalisasi dan meningkatkan tingkat kejernihan produk APG. Pada proses transasetalisasi, butil glikosida akan direaksikan dengan alkohol
lemak C
12
untuk membentuk APG. Residu gula yang terdapat dalam larutan dari hasil butanolisis juga mampu berikatan dengan alkohol lemak membentuk APG,
namun karena perbedaan kelarutan maka gula sederhana lebih mudah untuk saling berikatan satu sama lainnya membentuk endapan polidekstrosa. Polidekstrosa
merupakan produk sekunder yang tidak diharapkan karena merupakan salah satu penyebab warna gelap pada produk APG dan dapat menurunkan kinerja APG.
Pada tahap pemurnian dilakukan pemisahan polidekstrosa dengan penyaringan. Untuk meningkatkan kejernihan produk diberikan perlakuan penambahan arang
aktif. Sebelum tahap distilasi, residu glukosa yang masih tersisa akan diubah menjadi sorbitol dengan menggunakan senyawa hidrogenasi seperti NaBH
4
. Sorbitol memiliki sifat yang lebih tahan panas dan stabil dalam kondisi asam
maupun basa Lueders 2000, sehingga dapat menghindari terbentuknya HMF akibat rusaknya glukosa karena suhu yang tinggi selama proses distilasi.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Proses, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada pada bulan Februari 2010- Agustus 2010.
3.3 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan meliputi reaktor double jacket yang dilengkapi dengan termostat, agitator dan motor, kondesor, pompa vakum, magnetic stirrer,
oven, Cole-parmer surface tensiometer, vortex mixer, pH meter, hot plate, termometer, Spectrofotometer, serta peralatan gelas.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : tapioka, dodekanol alkohol lemak C
12
, butanol, MgO, DMSO, NaOH, H
2
O
2
, p-toluena sulfonic acid, aquades, xylene, piridina, benzena, larutan DNS, larutan fenol, glukosa
standar, H
2
SO
4
, NaBH
4
, arang aktif, span 20, tween 80, dan asam oleat.
3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Tahap 1. Penentuan rasio mol katalis dan suhu proses butanolisis
Tahapan ini adalah tahap butanolisis dengan penambahan butanol dengan rasio mol 8,5:1 mol pati dan H
2
O dengan rasio mol 8:1 mol pati. Proses butanolisis berlangsung selama 30 menit dengan tekanan 6-8 kgcm
2
dan kecepatan pengadukan 200 rpm Wuest et al. 1992. Gambar 7 menunjukkan
diagram alir dari proses butanolisi pada tahap pertama. Untuk meningkatkan efisiensi proses ditambahkan p-toluena sulfonic acid PTSA yang berfungsi
sebagai katalis dan memberikan suasana asam. Suhu yang tinggi juga diperlukan selama proses butanolisis. Pada tahap ini akan dikaji perbandingan rasio mol
katalis: pati dan suhu yang berbeda. Rancangan percobaan pada tahap pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor yaitu rasio mol katalis
dan suhu reaksi:
Rasio mol katalis terdiri dari 3 taraf yaitu: A1
= 0,018 molmol pati A2
= 0,027 molmol pati A3
= 0,036 molmol pati