disebabkan oleh adanya gaya tarik-menarik dari molekul cairan. Tegangan permukaan dapat diukur menggunakan Tensiometer du Nouy dan dinyatakan
dalam dynecm atau mNm. Pada cairan terdapat molekul-molekul yang tersebar di bawah pemukaan
dan pada permukaan cairan. Molekul-molekul ini saling tarik menarik. Gaya tarik- menarik molekul di bawah permukaan cairan tersebut kemudian mendapatkan
gaya tarik dari molekul-molekul dibawahnya yang mencoba menarik ke tubuh cairan, sehingga menyebabkan cairan mengambil bentuk yang memungkinkan
luas permukaan menjadi sekecil mungkin. Bentuk tersebut adalah bentuk bola sphere. Besarnya energi yang mengendalikan bentuk cairan tersebut dinamakan
tegangan permukaan. Semakin besar ikatan antar molekul-molekul dalam cairan maka semakin besar tegangan permukaan Bodner dan Pardue 1989.
2.1.3 Tegangan antarmuka
Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang dapat digunakan untuk menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut,
kemampuan ini disebabkan oleh gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan. Surfaktan akan menurunkan gaya kohesi dan sebaliknya
meningkatkan gaya adhesi sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka Matheson 1996. Tegangan antarmuka adalah gaya
persatuan panjang yang terjadi pada antarmuka dua fase cair yang tidak dapat tercampur. Tegangan antarmuka sebanding dengan tegangan permukaan, akan
tetapi nilai tegangan antarmuka akan selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan pada konsentrasi yang sama Moecthar 1989
2.1.4 Kemampuan pembusaan
Kebanyakan surfaktan dalam larutan dapat membentuk busa, baik secara diinginkan maupun tidak diinginkan dalam penggunaannya. Busa cair adalah
sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair. Kestabilan busa diperoleh dari adanya zat pembusa surfaktan. Zat pembusa ini
teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan Noerdin 2008.
Struktur busa cair tidak ditentukan oleh komposisi kimia atau ukuran busa rata-rata melainkan kandungan zat cairnya. Jika fraksi cair lebih dari 5, maka
gelembung gas akan mempunyai bentuk hampir bola, sebaliknya, jika kurang dari 5 maka bentuk gelembung gas adalah polihedral. Struktur busa dapat berubah
jika diberi gaya dari luar, apabila gaya tersebut kecil, maka struktur busa akan kembali ke bentuk awal setelah gaya tersebut ditiadakan. Namun, jika gaya yang
diberikan cukup besar, maka akan terjadi deformasi Noerdin 2008. Kemampuan pembusaan dipengaruhi oleh panjang rantai hidrokarbon.
Dibandingkan dengan surfaktan anionik sebagai agen pembusa yang telah lama digunakan, surfaktan nonionik dianggap sebagai surfaktan yang memiliki
kemampuan pembusaan yang lebih rendah. Ware et al. 2007, melakukan pengujian kemampuan pembusaan antara surfaktan Sodium Lauryl Sulfate SLS,
APG C
10
dan APG C
12
. Hasilnya yang diperoleh yaitu kemampuan surfaktan APG memiliki kemampuan pembusaan lebih rendah dibandingkan surfaktan SLS.
2.1.5 Stabilitas emulsi
Mekanisme kerja dari surfaktan untuk menstabilkan emulsi yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan dengan membentuk lapisan pelindung yang
menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil. Emulsi yang stabil
mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian rupa sehingga proses itu tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan Kamel
1991 Suatu sistem emulsi, pada dasarnya merupakan suatu sistem yang tidak
stabil, karena masing-masing partikel mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lainnya. Suatu sistem emulsi yang baik tidak
membentuk lapisan, tidak terjadi perubahan warna dan konsistensi tetap. Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter penting dan mempunyai pengaruh besar
terhadap mutu produk emulsi ketika dipasarkan Suryani et al. 2000 2.2 Alkil poliglikosida APG
Alkil poliglikosida pertama kali disintesis dan diidentifikasi di laboratorium oleh Emil Fischer sekitar 100 tahun yang lalu. Aplikasi paten dengan
menggunakan alkil poliglikosida sebagai bahan bakunya dipublikasikan di Jerman sekitar 40 tahun kemudian hingga saat ini berbagai penemuan tentang alkil
poliglikosida terus berkembang. Pada awalnya Fischer mereaksikan glukosa dan alkohol yang bersifat hidrofilik seperti metanol, etanol, gliserol, dan lain-lain
kemudian mereaksikannya pada alkohol yang bersifat hidrofobik dengan rantai alkil dari octil C
8
hingga heksadecil C
16
yang merupakan sifat dari alkohol lemak. Hasil sintesis yang diperoleh berupa kumpulan dari alkil mono, poli, dan
oliglikosida. Karena kompleksitas inilah maka produk yang dihasilkan disebut Alkil poliglikosida Hill 2000.
Alkil poliglikosida APG merupakan surfaktan nonionik yang ramah lingkungan karena disintesis dengan menggunakan bahan baku yang berbasis
karbohidrat dan alkohol lemak. APG telah diuji mengenai dampak terhadap lingkungan dan telah mendapatkan beberapa green label seperti Ecocert, EU Eco-
flower, Green Seal dan sebagainya sebagai surfaktan yang ramah lingkungan. APG juga tidak beracun atau berbahaya bagi manusia, memiliki sifat iritasi yang
rendah pada kulit jika dibandingkan dengan surfaktan lainnya Mehling et al. 2007. Saat ini produksi APG dunia mencapai 85.000 tontahun Hill 2009.
Kebutuhan surfaktan nonionik APG di Indonesia saat ini dipenuhi dari impor. Kebutuhan surfaktan nonionik di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Data impor surfaktan non ionik Indonesia
Tahun Jumlah Kg
Nilai US
2003 14.527.188
17.351.004 2004
25.342.925 38.339.722
2005 16.735.515
29.790.690 2006
15.408.042 26.659.130
2007 14.865.928
28.353.164 2008
17.168.473 42.172.772
2009 18.176.494
38.617.994 Jan-Agt 2010
17.016.995 38.878.278
Sumber: BPS 2010
Proses produksi APG dapat dilakukan melalui dua prosedur yang berbeda, yaitu prosedur pertama berbasis bahan baku pati dan alkohol lemak pati-alkohol
lemak, sedangkan prosedur kedua berbasis bahan baku dekstrosa gula turunan