Keterangan : I. Reaksi Glikosidasi Butanolisis
II. Reaksi Transglikosidasi Transasetalisasi
Gambar 3 Proses sintesis APG dua tahap Hill 2000
2.2.1 Butanolisis
Lueders 2000, melakukan penelitian dengan mereaksikan pati dengan butanol dan katalis p-toluene sulfonic acid PTSA dengan rasio mol 11,3 butanol,
dan 0,012 mol p-toluene sulfonic acid dalam reaktor bertekanan pada suhu 160
O
C selama 30 - 40 menit. Hasil yang diperoleh dari proses sintesis tersebut yaitu 87
butilglikosida yang berwarna coklat tua. Penggunaan suhu atau konsentrasi katalis yang rendah mengakibatkan penurunan jumlah konversi yang nyata. Butil
glikosida yang dihasilkan dapat langsung di konversi langsung menjadi APG dengan mereaksikannya dengan alkohol rantai panjang. Wuest et al. 1992,
melakukan proses butanolisis dengan rasio mol 8 mol air; 8,5 mol butanol; dan 0,036 mol PTSA per satu mol pati. Dengan suhu 140
O
C selama 30 menit dengan tekanan 5 bar. Penggunaan suhu dan konsentrasi asam yang rendah
mengakibatkan penurunan konversi produk butil glikosida yang dihasilkan. Butil glikosida terbentuk dari sakarida, butanol, asam dan dalam keadaan
panas serta bertekanan, Jika bahan baku sakarida yang digunakan berasal dari pati, maka terlebih dahulu terjadi proses hidrolisis kemudian proses alkoholisis, selain
terbentuknya butil glikosida atau butil oligosida juga terbentuk warna yang gelap akibat degradasi dari gula. Pada proses butanolisis juga terjadi pemisahan air dari
I.
II. Pati-patian
Butanol Butil Glikosida
Air
Alkohol Butanol
Alkil Poliglikosida
hasil reaksi glukosa dan butanol dengan bantuan ion H
+
dari katalis Lueders 1989.
Alkoholisis pati menjadi glikosida memerlukan kondisi yang lebih kompleks daripada glikosidasi dari D-glukosa atau transglikosidasi dari alkil
glikosida sederhana. Penyebabnya adalah struktur molekul dari pati yang tersusun dari amilosa dan amilopektin yang memiliki kemampuan swelling terbatas pada
alkohol, khususnya alkohol hidrofobik, dan berkurangnya jembatan hidrogen antar mole
kul. Ikatan α1,6 glikosida pada atom karbon kedua menunjukkan kestabilan yang lebih besar daripada ikatan atom yang pertama pada alkil
glikosida sederhana Lueders 2000.
2.2.2 Transasetalisasi
Alkil poliglikosida merupakan suatu asetal yang diperoleh dari pati glukosa dan alkohol rantai panjang C
8
–C
22
. Sehingga proses pengikatan glukosa siklis terhadap alkohol sering disebut reaksi asetalisasi Wuest et al.
1992. Salah satu proses asetalisasi bisa melalui glikosidasi pembentukan ikatan glikosida glukosa dengan menggunakan alkohol berlebih sehingga proses
asetalisasi pada sintesis APG sering juga disebut glikosidasi. Gugus hidrofobik pada APG diperoleh dari alkohol rantai panjang alkohol
lemak. Alkohol lemak memiliki gugus hidroksil OH yang sifat kelarutannya sangat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen yang berikatan dengan atom karbon.
Dengan bertambah panjangnya rantai karbon, maka pengaruh gugus hidroksil yang bersifat polar menurun dan sifat non polar akan semakin tinggi. Alkohol
lemak pada APG diperlukan untuk memperoleh gugus alkil rantai panjang sebagai bagian yang bersifat hidrofobik. Pemilihan alkohol lemak yang tepat juga akan
berpengaruh pada suhu transasetalisasi berlangsung sebab semakin panjang rantai maka titik didihnya semakin tinggi. Selama proses transasetalisasi berlangsung,
sisa butanol dan air yang dihasilkan pada proses butanolisis akan keluar melalui proses distilasi vakum.
Selama proses transasetalisasi diharapkan air yang terdapat pada bahan segera mungkin diuapkan bersamaan dengan butanol yang tidak bereaksi selama
proses butanolisis. Kehadiran air dan glukosa dapat menyebabkan terbentuknya