Pada Gambar 54, 55 dan 56 terjadi pergeseran kurva selektivitas setiap mesh size
, semakin besar mesh size cod-end maka semakin bergeser kekanan, hal ini diduga karena ukuran dan bentuk morfologi ketiga spesies ikan yang berbeda.
Menurut Tentriware 2005, kurva selektivitas tiga experimental crib yaitu 3 cm, 4 cm dan 5 cm dari spesies ikan biji nangka pada mata jaring 3 cm L50
yaitu 5,4 cm, 4 cm L50 yaitu 6,9 cm dan 5 cm L50 yaitu 11 cm
5.7 Hasil Perhitungan Densitas Ikan
Hasil pendugaan densitas ikan kg per km
2
untuk setiap towing pada setiap stasiun penelitian diduga melalui perhitungan dengan membagi hasil tangkapan
kg dengan luas sapuan km
2
dibagi lagi dengan escapement factor sebesar 0,5. Luas sapuan dihitung berdasarkan bukaan trawl m hasil perhitungan untuk
masing-masing stasiun. Sedangkan densitas untuk seluruh areal penelitian di setiap daerah penelitian diperoleh dengan mengalikan rata-rata densitas ikan
dengan luas daerah penelitian yang bersangkutan. Rata-rata densitas untuk setiap daerah penelitian diperoleh dengan menjumlahkan seluruh densitas masing-
masing stasiun dibagi dengan jumlah stasiun. Densitas ikan di daerah penelitian dari 40 kali setting diperoleh rata-rata
100,17 kg per km
2
Lampiran 6, hal ini menunjukan bahwa sumberdaya ikan demersal di daerah penelitian sangat rendah bila dibandingkan dengan hasil
penelitian Sumiono 2000, sebesar 800 kg per km
2
. Penurunan ini diduga ada kaitannya dengan semakin berkembangnya alat tangkap yang digunakan nelayan.
Sejak tahun 1990-an di kawasan pantai Utara Jawa bertambah banyak jumlah unit alat tangkap untuk ikan demersal dan udang, antara lain trammel net, jaring
klitik gill net monofilamen, dogol dan arad. Alat tangkap yang disebut terakhir penggunaanya mirip dengan trawl, yaitu menggunakan sewakan dan ditarik secara
aktif dari perahu yang bergerak.
5.8 Luas Sapuan
Luas sapuan trawl adalah perhitungan luas area yang disapu oleh mulut trawl yang diperoleh dari hasil perkalian antara pembukaan mulut jaring dikalikan
panjang trek penangkapan dengan trawl. Pembukaan mulut jaring berkisar antara
16,8 m sampai dengan 20,5 m, atau dengan kata lain bahwa mulut trawl membuka antara 56,1 sampai dengan 68,2 dari panjang head rope yaitu 27,5
m. Dengan asumsi agar jaring dapat terbuka secara maksimal maka kecepatan kapal antara 2,5 knot sampai dengan 3,2 knot. Apabila kecepatan kapal di bawah
2,5 knot akan menyebabkan otter board menancap ke dasar perairan dan jika kecepatan kapal di atas 3,2 knot akan menyebabkan jaring melayang, hal inilah
yang menyebabkan jaring tidak terbuka secara maksimal. Adapun luas pembukaan mulut jaring dan persentasi lembar pembukaan mulut jaring terhadap
panjang tali ris atas dapat dilihat pada Lampiran 13.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan