Pelaksanaan Penanaman RESTORASI KAWASAN a. Pembibitan Tanaman

b. Koordinasi multipihak secara intensif dan efektif tetap harus dijaga. Mengingat menguatnya informasi sepihak yang diterima masyarakat dari pihak tertentu yang terkait dengan besaran dana pembiayaan proyek tanpa diimbangi dengan informasi yang utuh. Informasi yang tidak utuh, holistic dan logis akan berpengaruh terhadap pelaksanaan proyek. c. Di dalam internal tim kerja, rasa tidak percaya diantara tim, turunnya semangat dan motivasi diri menjadi tantangan dan kendala yang cukup berpengaruh terhadap perjalanan program. Menjaga kepercayaan serta berbagi tugas dengan baik untuk menjalankan kesepakatan menjadi tantangan yang dihadapi tim. d. Mendorong dan memperkuat masyarakat dalam mengelola area restorasi terutama agar masyarakat pun memiliki posisi tawar yang kuat mengingat mereka sudah tinggal di wilayah kampungnya sejak lama dan membutuhkan penghidupan yang lebih baik di masa mendatang. e. Kesepakatan dengan BTNGHS termasuk Resort Gn.Butak pada Juni 2013 akan menyusun agenda bersama terkait kerja di area koridor Halimun-Salak agar dapat bersinergi secara lebih baik. Adanya pergantian personel yang cepat, terutama di Resort Gn.Butak memberikan tantangan tersendiri bagi tim Kepala BTNGHS juga mengalami pergantian per Agustus 2013. f. Komitmen dukungan Pemerintah Desa belum terealisasi dengan baik. Proses komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah desa pun harus diperbaiki. 2. Pembelajaran dan Rekomendasi Pembelajaran dalam proses kegiatan ini yaitu: a. Mempertajam substansi tentang konsep restorasi menjadi penting bagi seluruh stakeholder dalam program GCI ini, misalnya perbedaan konsep jarak tanam dan proses pemeliharaan tanaman. Hal ini penting sebagai bentuk peningkatan kapasitas tim kerja. b. Pemetaan area restorasi semestinya dilakukan sebelum kegiatan penanaman sehingga plot area restorasi sudah jelas dan disepakati bersama dengan pihak lain terutama BTNGHS. Hal ini untuk menghindari kesulitan koordinasi untuk overlay peta, selain itu untuk memudahkan bagi masyarakat ketika ingin menyusun rencana pemeliharaan dan pengelolaannya. c. Kombinasi kegiatan teknis dan non teknis dapat dimanfaatkan secara sinergis dalam mencapai tujuan bersama. Penanaman, pengadaan air bersih, pemetaan, kerajinan tangan merupakan kegiatan teknis yang dapat menyeimbangkan kegiatan pengkayaan wawasan non teknis seperti dalam SLR dan penyusunan konsep RTRK. d. Berhadapan dengan masyarakat perlu ketegasan dan ‘tidak romantis’. Perlu ada sinergis yang baik dan contoh perilaku yang konsisten dari pendamping masyarakat pada kelompok masyarakat yang didampingi. e. Di tingkat tim kerja GCI RMI dan KEHATI perlu bersama-sama membangun kesepakatan mekanisme dan etika berkomunikasi, baik di tim maupun di lapangan masyarakat, serta tetap menjaga kepercayaan dan kerjasama untuk saling memperkuat substansi dan teknis serta pola- pola pemberdayaan masyarakat. Tahap Pelaporan Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. RMI membuat laporan implementasi program GCI dan diserahkan kepada KEHATI. Sedangkan KEHATI membuat laporan yang kemudian diserahkan kepada pihak Chevron dan BTNGHS. Keterlibatan dan Kerjasama Para Stakeholder Dalam implementasi program, keberhasilan atau pun kegagalan tergantung pada pengelolaannya. Keterlibatan dan kerjasama berbagai pihak tentunya diharapkan dapat membantu keberhasilan proyek dengan sangat baik. Proses Implementasi program GCI yang berjalan di Desa Purwabakti tidak dipungkiri melibatkan banyak pihak yang mendukung dalam prosesnya. Stakeholder kunci dalam proses implementasi program GCI diantaranya:

1. PT Chevron Geothermal

Chevron berperan besar dalam menyumbangkan material dana untuk pelaksanaan program GCI. Sekitar 80 dana pada Program GCI disumbangkan oleh Chevron. Selain itu untuk program komunikasi sendiri, dikelola oleh Chevron bekerjasama dengan Nasional geografi.

2. BTNGHS dan Resort Gn. Butak

Peran BTNGHS sangat penting untuk menjaga harmonisasi kerjasama yang dibangun bersama masyarakat konservasi. Penyedia informasi tentu dibutuhkan dari pihak BTNGHS, untuk itu BTNGHS pernah menyampaikan informasi tentang zonasi dalam media SLR. Selain itu BTNGHS juga bekerjasama untuk menampilkan lokasi areal restorasi urusan KK dan KKH melalui visualisasi peta - dengan mengoverlay peta partisipatif masyarakat. Dalam kerangka implementasi proyek, tentu saja dukungan Resort Gn. Butak sangat diperlukan, seperi dalam hal penanaman, pengambilan titik, SLR, dan pengambilan bibit, dll.

3. KEHATI

KEHATI merupakan Grand making Institution yaitu lembaga yang mengelola program dan memastikan program berjalan dengan baik. Koordinasi dan komunikasi antar stakeholder merupakan salah satu peran KEHATI.

4. RMI

RMI berperan sebagai implementor dalam artian pendamping masyarakat. RMI mendampingi masyarakat dari tahap perencanaan hingga membuat pelaporan.

5. KTPH Kelompok Tani Peduli Hutan

Masyarakat yang terlibat dalam proses implementasi program GCI termasuk ke dalam anggota kelompok KTPH. Kelompok ini dibentuk setelah dilakukannya SLR. Selain adanya pihak kunci yang berperan penting dalam proses implementasi program GCI ada juga pihak pembantu yang ikut serta dalam proses implementasi program GCI. Pihak-pihak tersebut diantaranya:

1. Puslitbang Kehutanan

Puslitbang Kehutanan Bapak Ismayadi mendukung dalam pemberian input pelaksanaan restorasi, termasuk sharing pengetahuan bagi masyarakat terkait restorasi.

2. Fakultas Kehutanan IPB

Mahasiswa Kehutanan membantu dalam kegiatan pengukuran ketinggian sumber air dan titik sepanjang jalur pipa yang direncanakan. Selain itu juga membantu digitasi peta.

3. Eksperties Air Waspola

Waspola mendukung dalam penyusunan desain dan rancangan biaya sarana air bersih di Kp.Padajaya termasuk pemberian input dalam persiapan non teknis dengan masyarakat.

4. JKPP Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif

JKPP mendukung dalam kegiatan pemetaan partisipatif secara substantive dan teknis digitasi peta.

5. Saung Tinta

Saung Tinta mendukung dalam kegiatan ketrampilan dari karung goni dan bekas kemasan plastik. Ikhtisar Program GCI didasarkan oleh kepedulian Chevron terhadap kondisi masyarakat dan kondisi wilayah corridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Proses implementasi program GCI melibatkan kerja sama multistakeholder. Masing – masing stakeholder menjalankan peran sesuai dengan tupoksinya masing – masing. Awal mula program GCI ditandai dengan kontrak kerja sama antara Chevron dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak BTNGHS. Sebelum pelaksanaan program dilakukan terlebih dahulu assesmen untuk mengetahui livelihood Asset masyarakat sekaligus penentuan lokasi. Pada pelaksanaan program terdapat beberapa perubahan yang tidak sesuai dengan rencana. Tujuan yang telah dicapai pun dalam program GCI masih belum semuanya terpenuhi. Program GCI yang baru dilaksanakan pada tahun pertama ini cukup menjadi pelajaran dan tantangan untuk pelaksanaan program GCI pada tahun mendatang.