1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sukabumi merupakan salah satu pusat kegiatan perikanan tangkap yang cukup besar dengan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Palabuhanratu.
Pada tahun 2005 produksi hasil tangkapannya lebih dari 12.000 ton dengan berbagai komoditas sumberdaya ikan pelagis maupun demersal. Pada umumnya
komoditas sumberdaya ikan demersal bernilai ekonomis penting dan karena migrasinya yang terbatas maka secara umum cenderung menetap pada wilayah
perairan tertentu Badrudin 2006. Ikan swanggi merupakan ikan demersal kecil yang dulunya memiliki harga jual yang murah. Ikan yang berhasil ditangkap oleh
nelayan biasanya dikonsumsi sendiri ataupun dijual dengan harga yang sangat murah yaitu tidak lebih dari Rp.10.000kg. Dengan berdirinya CV. Bahari
Express, harga ikan ini mengalami kenaikan menjadi Rp.35.000kg. Ikan swanggi sekarang telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang cukup diminati sehingga
harus diperhatikan mutunya agar memenuhi standar mutu untuk ekspor. Tetapi pengendalian mutu ikan swanggi baru bersifat secara tradisional yaitu dengan
pemberian es curah saja sehingga mutunya belum dijaga secara maksimal. Menurut Prawirosentono 2001, mutu suatu produk adalah keadaan fisik,
fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah
dikeluarkan. Prinsip dasar yang perlu disadari bahwa upaya maksimum yang dapat dilakukan hanya dapat mempertahankan mutu bahan baku hasil-hasil
perikanan. Begitu dikeluarkan dari habitatnya, hasil perikanan akan berubah mutunya, yang secara umum sangat merugikan, sehingga mutu hasil-hasil
perikanan harus dikendalikan tidak hanya pada aktivitas pascapanen, bahkan harus sudah dimulai pada aktivitas prapanen penangkapan Diniah, 2006.
Good Handling Practices GHP merupakan panduan untuk praktek penanganan yang baik, sedangkan Good Distribution Practices GDP merupakan
panduan untuk praktek pendistribusian yang baik. Jika GHP dan GDP diterapkan maka diharapkan mutu produk perikanan dimulai dari aktivitas penangkapan
dapat dipertahankan sampai berada di tangan konsumen ataupun produsen.
Penanganan ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu secara keseluruhan belum mendapatkan perhatian yang baik akibat pelaku produksi yang kurang
memperhatikan pentingnya penanganan ikan sejak dimulainya proses pendaratan pembongkaran ikan dari palka ikan sampai menuju ke tempat pelelangan ikan
untuk dilakukan pelelangan, hal inilah yang menjadikan salah satu faktor indeks relatif nilai produksi ikan PPN Palabuhanratu terhadap produksi ikan di
Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat I 1 artinya kualitas pemasaran ikan PPN Palabuhanratu kurang baik dibandingkan Kabupaten Sukabumi dan
Propinsi Jawa Barat Yundari, 2005. Setelah sampai ke darmaga, ikan telah mulai mengalami cacat fisik akibat
kepala dikait dengan ganco, pemindahan ikan yang diambil satu persatu dengan menggunakan tangan hingga ikan dibiarkan terlalu lama terkena sinar matahari
akibat menunggu proses pelelangan. Kondisi ikan diperburuk dengan penanganan pada saat dipasarkan oleh pedagang baik selama ikan dipasarkan di pasar lokal
terdekat atau didistribusikan ke luar PPN Palabuhanratu. Para pedagang mengandalkan penggunaan es dalam pendinginan ikan selama distribusi Yundari,
2005. Pengendalian mutu ikan swanggi pada aktivitas praproduksi yaitu saat
penanganan di kapal dan saat pendistribusian masih dilakukan secara tradisional dan belum sesuai dengan GHP dan GDP. Hal ini menyebabkan ikan yang sampai
ke tangan konsumen ataupun produsen belum semuanya memenuhi standar mutu untuk ekspor.
1.2 Tujuan