Perubahan nilai organoleptik Karakteristik Ikan Swanggi Priacanthus macracanthus

pendinginan ikan terutama dari sinar matahari, pemeliharaan suhu rendah yaitu sekitar 0 ºC pada seluruh mata rantai, menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan sanitasi dan higienis pada seluruh mata rantai dengan menggunakan air dan es yang bersih. Proses penanganan dari peletakkan ikan di atas meja sortasi sampai penyusunan ikan dalam box besar dan pemberian es dilakukan dalam waktu 5 sampai 15 menit tergantung banyaknya ikan yang dikirimkan oleh supplier, hal ini telah sesuai dengan Ilyas 1993 tentang senantiasa memperhatikan faktor waktu dengan bekerja cepat dan cermat. Tetapi ada ketentuan penanganan ikan menurut Ilyas 1993 yang masih belum dilakukan yaitu melindungi ikan dari penularan dan pencemaran, karena selama proses produksi para karyawan tidak menggunakan sarung tangan untuk menghindari ikan dari kontaminasi bakteri melalui tangan karyawan.

5.3 Karakteristik Ikan Swanggi Priacanthus macracanthus

5.3.1 Perubahan nilai organoleptik

Uji organoleptik ikan swanggi dengan mengamati kenampakan mata, insang dan konsistensi. Nilai rata-rata organoleptik ikan swanggi pada setiap proses penanganan di setiap titik pengamatan mengalami penurunan Gambar 23. Nilai organoleptik yang paling mendekati nilai 9 paling segar yaitu pada proses pembongkaran lalu mengalami penurunan saat produksi dan di lokasi pasar. Hal ini dikarenakan penanganan ikan kurang sesuai dengan dengan ketentuan menurut Ilyas 1993 dan tidak digunakan air dan es yang bersih dalam proses penanganan ikan. Juga ada faktor lokasi yang agak jauh sehingga mempengaruhi dalam penurunan kesegaran ikan sebelum sampai di CV. Bahari Express. Penurunan nilai organoleptik juga terjadi dari perusahaan ke pasar yang juga dapat dilihat pada Tabel 8 yaitu sebesar 30,08. Hal ini dikarenakan ikan yang tidak diterima oleh CV. Bahari Express untuk diekspor dikirim ke pasar lokal terdekat. Penanganan ikan swanggi di pasar sangat kurang hanya diberikan sedikit es atau tidak diberi es sama sekali selama ikan dipajang untuk dipasarkan. Ikan swanggi pun terpapar sinar matahari secara langsung. Hal inilah yang membuat penurunan nilai organoleptiknya sangat besar. Pada Gambar 24, dapat dilihat bahwa jumlah persentase ikan yang ditolak CV. Bahari Express karena tidak memenuhi kualitas ekspor masih dalam batas kendali. Rentang persentase ikan yang ditolak yaitu antara 8-23 . Persentase tersebut dapat dikurangi jika penanganan sejak penangkapan dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan menurut Ilyas 1993. Ikan swanggi yang tidak memenuhi syarat ekspor dikarenakan kesegarannya sudah menurun. Kesegaran ikan swanggi tersebut diperiksa satu per satu dari bagian mata, insang dan konsistensi oleh para checker. 5.3.2 Perubahan nilai pH Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa nilai pH pada supplier mempunyai kisaran yang paling besar yaitu antara 6,23 sampai 6,75. Hal ini diduga karena pada ketiga supplier mempunyai cara penanganan ikan swanggi serta alat tangkap yang berbeda yang mempengaruhi nilai pH pada ketiga supplier yang dapat dilihat pada Gambar 26. Pada supplier 1, nelayan menggunakan alat tangkap pancing layur. Ikan swanggi yang didapat langsung dikirimkan kepada perusahaan sekitar pukul 09.00 jadi lama pemyimpanan saat pembongkaran yaitu 0 jam sehingga kesegaran ikan lebih terjaga dan pHnya mendekati pH netral yaitu 6,75. Hal ini diduga ikan baru saja mengalami kematian sehingga peristiwa glikolisis baru saja berlangsung dan kemungkinan asam laktat yang terbentuk masih sedikit Suryawan, 2004. Juga ikan mengalami penanganan yang telah sesuai dengan ketentuan penanganan menurut Ilyas 1993. Pada supplier 2, nelayan menggunakan alat tangkap jaring rampus. Sebelum dibawa ke CV. Bahari Express, ikan sebelumnya dikumpulkan di tempat supplier sampai pukul 12.00, jadi lama penyimpanan saat pembongkaran yaitu 3 jam, setelah semua nelayan mengantarkan hasil tangkapannya. Penanganan pun dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan penanganan menurut Ilyas 1993 sehingga ikan mempunyai pH 6,49. Supplier 3 yang berlokasi di daerah Cisolok, nelayan menggunakan alat tangkap jaring rampus dan pancing layur. Ikan swanggi memiliki nilai pH paling asam dibandingkan kedua supplier lainnya yaitu sebesar 6,23, hal ini karena ikan swanggi yang ditangkap oleh nelayan baru dikirimkan pukul 14.00, jadi lama penyimpanan saat pembongkaran yaitu 5 jam, sehingga ikan telah mengalami penurunan nilai pH. Hasil tangkapan pun ditangani kurang sesuai dengan ketentuan penanganan menurut Ilyas 1993. Pada umumnya, ikan yang baru saja mati memiliki pH alkalin dan kemudian mencapai pH minimum pada saat rigor mortis sekitar 5,8 sampai 6,2 Rahayu et al., 1992. Fase rigor maksimum akan dicapai setelah ikan mati dengan kisaran nilai pH 6,2 sampai 6,6 Ilyas, 1993. Nilai pH ikan swanggi pada saat pembongkaran berkisar antara 6,23 sampai 6,75, hal ini menunjukkan ikan baru saja mati dan dalam tahap rigor mortis. Setelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti mengakibatkan runtutan perubahan yang terjadi dalam ototjaringan ikan. Berawal dari terhentinya sirkulasi darah yang mengakibatkan terhentinya suplai O 2 sehingga mempengaruhi metabolisme dalam tubuh. Pernapasan terhenti dan mengakibatkan terjadinya proses glikolisis yang mengubah glikogen menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH tubuh sehingga membebaskan dan mengaktifkan katepsin Eskin, 1990. Sehingga saat proses produksi dan saat di pasar pH ikan swanggi sudah turun karena adanya proses perubahan glikogen menjadi asam laktat. Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa pH ikan swanggi yang diperoleh lebih dipengaruhi oleh waktu pengiriman ikan ke CV. Bahari Express dibandingkan alat tangkap yang digunakan. Semakin lama waktu pengiriman dilakukan maka nilai pH ikan swanggi akan cenderung lebih rendah. Hal ini disebabkan proses glikolisis sudah mulai berlangsung, yang mengubah glikogen menjadi asam laktat sehingga akan menurunkan pH Eskin, 1990.

5.3.3 Perubahan nilai Total Volatile Base TVB

Dokumen yang terkait

Pola Musiman Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Labuan, Kabupaten Pandeglang, BantenPola Musiman Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten

0 12 157

Kebiasaan Makanan Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) yang didaratkan di PPP Labuan, Banten

4 30 125

Pola Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) Yang Didaratkan di PPP Labuan Banten

1 13 166

Sistem Informasi Sumberdaya Perikanan Berbasis Mobile Web (Kasus: Ikan Swanggi Priacanthus tayenus yang didaratkan di PPP Labuan, Banten).

2 13 172

Dinamika Populasi Sumberdaya Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) di Perairan Selat Sunda.

4 24 41

Status Stok Ikan Swanggi (Priacanthus Tayenus, Richardson 1864) Di Lamongan, Jawa Timur

2 22 46

Dinamika Populasi Dan Biologi Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus Tayenus Richardson, 1846) Studi Kasus Perairan Selat Sunda

4 59 77

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA KIMIAWI TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 93

SUBSTITUSI SILASE SECARA KIMIAWI LIMBAH PADAT SURIMI IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) PADA TEPUNG IKAN TERHADAP RETENSI PROTEIN DAN RETENSI LEMAK IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

0 0 13

SKRIPSI PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI BEKU IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA BIOLOGI TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN

0 1 80