Kesimpulan dari gaya kepemimpinan kontingensi dari Fielder adalah perilaku kepemimpinan yang efektif tidak berpola pada salah satu gaya tertentu,
melainkan dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada suatu saat tertentu. Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga indikator yang
dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau hubungan, tetapi tidak berarti bahwa seorang yang perilaku kepemimpinannya
berorientasi pada tugas tidak pernah berorientasi pada hubungan.
2. Gaya Kepemimpinan Situasional Menurut Paul Hersey dan Kenneth
Blanchard.
Gaya kepemimpinan ini berdasarkan pada kemampuan pemimpin dalam mengidentifikasi isyarat-isyarat yang terjadi di lingkungannya, akan tetapi
kemampuan mendiagnosis belum cukup untuk berperilaku yang efektif. Pemimpin harus mampu mengadakan adaptasi perilaku kepemimpinan terhadap
tuntutan lingkungan di mana ia memperagakan kepemimpinannya. Dengan kata lain seorang pemimpin harus mempunyai fleksibilitas yang bervariasi. Kebutuhan
yang berbeda pada bawahanpengikut menyebabkan bawahanpengikut tersebut harus diperlakukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi yang menganggap
tidak praktis kalau dalam setiap kali mengambil keputusan harus terlebih dahulu mempertimbangkan setiap situasi.
Adapun indikator dari gaya kepemimpinan situasional Paul Hersey dan Kenneth Blanchard didasarkan pada dalam Rivai, 2006:73 :
1. Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin perilaku
tugas, yaitu berupa: 1 Bimbingan dan arahan pimpinan terhadap pegawai
dalam melaksanakan tugas-tugas secara terstruktur dan disertai oleh prosedur yang jelas, 2 Pengawasan pimpinan terhadap kinerja pegawai, 3 Pemimpin
mengadakan rapat evaluasi terhadap tugas-tugas yang telah dikerjakan oleh pegawai, 4 Pemimpin menerima saran dan kritik yang membangun dari
pegawai terhadap pemecahan suatu masalah. 2.
Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin perilaku hubungan, yaitu berupa: 1 Sikap pimpinan terhadap pegawai di dalam
lingkungan kerja, 2 Sikap pimpinan terhadap pegawai di luar lingkungan kerja, dan 3 Pemimpin mampu menjalin komunikasi yang baik dengan
pegawai didalam maupun diluar lingkungan kerja. 3.
Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu, yaitu
berupa: 1 Kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai bidang masing-masing, 2 Kematangan pegawai dalam mengambil resiko
pekerjaan, dan 3 Kreativitas pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. Teori ini menekankan hubungan antara pemimpin dengan anggota sehingga
tercipta kepemimpinan yang efektif. Selain itu, teori ini juga menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan
anggota kelompok atau pengikutnya. Kematangan maturity adalah bukan kematangan secara psikologis
melainkan menggambarkan kemauan dan kemampuan willingness and ability anggota dalam melaksanakan tugas masing-masing termasuk tanggung jawab
dalam menyelesaikan tugas tersebut juga kemauan dan kemampuan mengarahkan
diri sendiri. Jadi, indikator kematangan yang dimaksud adalah kematangan dalam melaksanakan tugas masing-masing tidak berarti kematangan dalam segala hal.
Kematangan individu dalam teori kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard dibedakan dalam 4 kategori kematangan yang masing-masing punya perbedaan
tingkat kematangan, yaitu: M1: Tingkat Kematangan Anggota Rendah
Ciri-cirinya: adalah anggota tidak mampu dan tidak mau melaksanakan tugas, maksudnya adalah kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas
rendah dan anggota tersebut juga tidak mau bertanggung jawab. Penyebabnya: tugas dan jabatan yang dijabat memang jauh di atas
kemampuannya, kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan tujuan organisasi, mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan
ketersediaan dalam organisasi. M2: Tingkat Kematangan Anggota Rendah ke Sedang atau Moderat Rendah
Ciri-cirinya: anggota tidak mampu melaksanakan tetapi mau bertanggung jawab, yaitu: walaupun kemampuan dalam melaksanakan tugasnya rendah
tetapi memiliki rasa tanggung jawab sehingga ada upaya untuk berprestasi. Mereka yakin akan pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang ingin
dicapai. Penyebabnya: anggota belum berpengalaman atau belum mengikuti
pelatihan dan pendidikan tetapi memiliki motivasi yang tinggi, menduduki jabatan baru di mana semangat tinggi tetapi bidangnya baru dan selalu
berupaya mencapai prestasi, punya harapan yang sesuai dengan ketersediaan yang ada dalam organisasi.
M3: Tingkat Kematangan Anggota Sedang ke Tinggi atau Moderat Tinggi Ciri-cirinya: anggota mampu melaksanakan tetapi tidak mau, yaitu mereka
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas tetapi karena sesuatu hal tidak yakin akan keberhasilan sehingga tugas tersebut tidak dilaksanakan.
Penyebabnya: anggota merasa kecewa atau frustasi misalnya baru saja mengalami alih tugas dan tidak puas dengan penempatan yang baru.
M4: Tingkat Kematangan Anggota Tinggi Ciri-cirinya: anggota mau dan mampu, yaitu mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah dan punya motivasi tinggi serta besar tanggung jawabnya. Mereka adalah yang
berpengalaman dan punya kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas. Mereka mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan selalu
berhasil. Merujuk pada tingkat kematangan masing-masing kelompok atau anggota
kelompok, maka perilaku kepemimpinan harus disesuaikan demi tercapainya efektivitas kepemimpinan berdasarkan analisis pemimpin terhadap tingkat
kematangan anggota, digunakan kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan. Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin, ada dua hal yang biasanya
dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahan, yakni: perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan, dapat dirumuskan sebagai sejauh
mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi satu arah. Bentuk
pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya bisa dikerjakan, dimana melakukan hal tersebut, bagaimana
melakukannya, dan melakukan pengawasan secara ketat kepada pengikutnya. Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam
komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan para pengikut dalam
pengambilan keputusan. Kedua norma perilaku tersebut ditempatkan pada dua poros yang terpisah dan berbeda seperti pada Gambar 1.1 dibawah ini sehingga
dengan demikian dapat diketahui empat gaya dasar kepemimpinan dalam proses pengambilan keputusan.
Gambar 1.1 Pola Sikap Pemimpin
Tinggi
P er
il aku M
endukung Tinggi Dukungan dan
Rendah Pengarahan
Partisipasi
Tinggi Pengarahan dan Tinggi Dukungan
Konsultasi
Rendah Dukungan dan Rendah Pengarahan
Delegasi
Tinggi Pengarahan dan Rendah Dukungan
Instruksi
Rendah Perilaku Mengarahkan Tinggi
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komuikasi satu arah. Pemimpin
memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang apa,
bagaimana, bilamana, dan dimana melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh
pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk sebagai konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak
memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan
perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan
ditingkatkan, pengendalian control atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai Partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya 3 ini, pemimpin dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan
bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang
kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang
bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukan mereka sendiri karena mereka
memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.
1.5.2. Disiplin Pegawai 1.5.2.1. Pengertian Disiplin
Pada dasarnya, disiplin adalah suatu sikap atau perilaku untuk bertindak sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma yang telah ditetapkan dalam suatu
organisasi. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan
perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan
sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya
Sondang, 2001:305. Sedangkan menurut Hasibuan 2000:190, disiplin adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab
seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan individu dan organisasi.
Oleh karena itu, setiap pemimpin selalu berusaha agar para bawahannya
mempunyai disiplin yang baik. Seorang pemimpin dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik.
1.5.2.2. Jenis-Jenis Disiplin Kerja Pegawai