1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Belimbing manis berasal dari marga Averrhoa dan dikenal dengan nama Averrhoa carambola L. Buah belimbing manis memiliki bentuk yang cukup unik dan menarik.
Bentuknya seperti bintang jika dilihat dari penampang melintangnya. Prospek pemasaran belimbing di dalam negeri diperkirakan makin baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh
pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya konsumen menyadari pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan. Pada tahun 1993 Indonesia ikut andil 0.4 dari total nilai
impor dunia buah tropis. Apabila pada tahun 1989 tingkat konsumsi buah-buahan per kapita penduduk Indonesia hanya mencapai 22.92 kg tahun, maka untuk mencapai kecukupan gizi
yang sesuai dengan anjuran FAO menargetkan tingkat konsumsi rata-rata 60 kg per kapita per tahun. Salah satu jenis buah potensial yang mudah dibudidayakan untuk mendukung
pencapaian target tersebut adalah belimbing. Perkiraan permintaan setiap tahun semakin meningkat, peningkatan permintaan tersebut adalah sebesar 6.1 tahun 1995–2000, 6.5
tahun 2000–2005, 6.8 tahun 2005–2010, dan mencapai 8.9 pada tahun 2010–2015. Terlihat jelas bahwa prospek usahatani agribisnis belimbing sangat baik apabila dikelola
secara intensif dan komersial baik dalam bentuk kultur perkebunan maupun pekarangan BAPPENAS 2000.
Mutu buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat dipertahankan. Masalah penanganan pasca panen merupakan satu hal yang harus mendapat perhatian, sebab
kualitas atau mutu buah termasuk buah belimbing selain tergantung dari waktu dan cara panen yang benar, juga sangat terkait dengan proses ini. Seringkali konsumen dikecewakan dengan
kondisi buah belimbing yang ada di pasaran, kualitasnya jauh dari baik dan kadang sebagian sudah membusuk. Hal ini tentu saja akan sangat merugikan pedagangnya. Tetapi masih sering
didapati petani maupun pedagang yang belum begitu memperhatikan masalah penanganan buah selepas panen Satyawibawa dan Widyastuti 1992. Buah-buahan merupakan komoditas
yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah panen, baik kerusakan fisik, fisiologis maupun mikrobiologis.
Komoditi hortikultura segar ialah organisme hidup, masih melakukan proses biologi respirasi. Usaha yang harus dilakukan ialah menurunkan laju respirasi tanpa risiko kerusakan
atau kematian. Penurunan suhu 10 C dapat mengurangi respirasi 2 - 4 kali lebih kecil. Suhu
diturunkan dari 25 C menjadi 5
C, reaksi respirasi dapat menjadi ¼ sampai dengan 116
kalinya Anonim
a
2010. Pada prinsipnya suhu tinggi dapat merusak mutu simpan dari sayur- sayuran maupun buah-buahan, akan tetapi kenaikan suhu ini tidak dapat dihindarkan terutama
jika panen dilakukan pada siang hari dimana laju respirasi dan kegiatan lainnya akan meningkat dengan semakin tinggi suhu akibatnya mutu produk pascapanen akan menurun
dengan lebih cepat. Penurunan mutu produk segar seperti buah-buahan dan sayuran dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti kesalahan penanganan pada saat panen, pengaruh temperatur serta aktivitas enzim yang mengatur metabolisme produk. Setiap kenaikan temperatur sebesar 10
C akan meningkatkan aktivitas enzim dua sampai empat kali. Semakin tinggi aktivitas enzim,
2 semakin cepat terjadi penurunan mutu produk. Pendinginan merupakan salah satu cara yang
umum digunakan untuk menghambat penurunan mutu produk Pantastico 1986. Penyimpanan dingin dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk sehingga akan
memperlambat laju respirasi sebelum dilakukan penanganan pascapanen lanjutan. Penyimpanan dengan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan chilling injury, sehingga
mutu produk dapat menurun Hutabarat 2008. Menurut Herdiana 2010, bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimum tertentu akan mengalami kerusakan
yang dikenal dengan kerusakan dingin chilling injury. Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas,
peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang khas. Muchtadi dan Sugiono 1989 mengemukakan bahwa pada suhu rendah 0-10
C buah-buahan dapat mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal.
Memodifikasi kemasan produk hortikultura dan penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghambat kerusakan produk serta
memperpanjang masa simpan produk hortikultura. Menurut Krochta, et al 1994, aplikasi edible film kini digunakan pada buah-buahan dan sayuran untuk mengurangi terjadinya
kehilangan kelembaban, memperbaiki penampilan, berperan sebagai barrier yang baik bersifat selective permeable untuk pertukaran gas dari produk ke lingkungan atau sebaliknya,
serta memiliki fungsi sebagai antifungal dan antimikroba. Gel aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi edible coating, karena gel
tersebut terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang mampu menghambat kerusakan pascapanen produk pangan segar, seperti acemannan yang memiliki
aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan anti mikroba serta dapat mencegah chilling injury. Selain itu, gel aloe vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol
kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air Dweck dan Reynold 1999. Pada penelitian Herdiana 2010 menyatakan juga bahwa aloe vera 100 kandungan
gelnya sebagian besar terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen bioaktif khususnya acemannan yang mampu menghambat kerusakan produk salah satunya chilling
injury.
3
1.2. TUJUAN PENELITIAN