pada sistem , variabel inflasi mampu menolak hipotesis nol, sehingga variabel
eksogen pada persamaan di atas adalah pertumbuhan M2 dan defisit anggaran. Berdasarkan hasil estimasi VEC dan dua uji lag structure tambahan pada
sistem trivariabel tersebut didapatkan fakta yang menarik, antara lain:
a. Laju inflasi tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan M1 dan M2 money
supply.
Dalam kebijakan moneter, sasaran antara yang digunakan untuk mencapai sasaran akhir yaitu inflasi yang rendah dan stabil sesuai dengan
ITF terkadang lebih efektif melalui interest rate tingkat suku bunga daripada money supply M1 dan M2. Tingkat suku bunga menjadi variabel
yang lebih dicermati para pelaku pasar dan rumah tangga daripada money supply M1 dan M2 karena tingkat suku bunga mencerminkan cost of
capital biaya modal, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi yang merupakan komponen dari
permintaan agregat. Hal ini semakin menguatkan bahwa laju inflasi di Indonesia lebih
karena faktor non moneter seperti harga pangan yang bergejolak volatile foods, administered price, kelembaman inersia inflasi ataupun
international driven issue. Namun harga pangan yang bergejolak dan administered price seringkali menjadi penyebab inflasi di negara
berkembang, khususnya Indonesia. Bank Indonesia memang hanya bisa menetapkan core inflation inflasi inti sedangkan volatile foods dan
administered price sulit untuk dikendalikan karena bukan variabel moneter dan banyak faktor yang mempengaruhinya.
b. Defisit anggaran pemerintah tidak mempengaruhi laju inflasi.
Inflation Targetting Framework ITF yang bertujuan untuk mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah sudah cukup berhasil diterapkan,
karena salah satu syarat yaitu tidak adanya dominasi fiskal pemerintah dalam kebijakan moneter Bank Indonesia sudah terpenuhi. Defisit anggaran
yang bersifat netral terhadap inflasi menunjukkan bahwa defisit anggaran pemerintah akan direspon oleh masyarakat dengan langkah antisipatif
terhadap penerbitan surat hutang maupun kenaikan tingkat pajak periode yang akan datang, hal ini sesuai dengan teori Ricardian Equivalence RE. Selain
itu, laju inflasi di Indonesia sering kali terjadi bukan karena base money M0, money supply M1 dan M2 dan defisit anggaran, namun mungkin
lebih kepada faktor non moneter seperti harga pangan yang bergejolak
volatile foods dan administered price.
Berdasarkan hasil estimasi seluruh sistem trivariabel juga dapat dibandingkan dengan teori-teori yang berlaku dalam ekonomi, antara lain
Pertama, hipotesis kaum monetaris orthodoks MH dimana perubahan yang sebanding untuk jumlah nominal dari uang menyebabkan perubahan
yang sebanding juga pada tingkat harga inflasi tidak berlaku di Indonesia karena laju inflasi yang tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan M1 dan M2
money supply. Kedua, defisit anggaran yang tidak mempengaruhi secara
langsung terhadap laju inflasi, membuktikan bahwa fiscal dominance tidak terjadi di Indonesia, sehingga the fiscal theory of the price level FTPL
juga tidak berlaku. Ketiga, teori yang dapat menjelaskan hubungan antara defisit anggaran, pertumbuhan uang M0, M1 dan M2 adalah teori
Ricardian Equivalence RE yang beranggapan bahwa defisit anggaran tidak akan berpengaruh ke variabel makroekonomi dan perekonomian. Hal
tersebut dibuktikan melalui hasil pada penelitian ini yaitu dalam jangka panjang defisit anggaran tidak mempengaruhi pertumbuhan uang M0, M1
dan M2 dan laju inflasi.
4.5. Uji Kausalitas Granger Granger Causality Test