d. Fluoresensi
Bahan-bahan tertentu daapt diperiksa dalam bentuk potongan tipis di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 350-366 nm dan akan memberikan fluoresensi yang spesifik.
Misalnya akar kelembak Rheum officinale berfluoresensi kecoklatan, sedangkan kelembak Rheum rhaponticum berfluoresensi ungu. Uji Fluoresensi ini dapat dilakukan
terhadap ekstrak, atau larutan yang dibuat dari simplisia
e. Kelarutan
Pengujian kelarutan dilakukan terutama untuk simplisia yang berupa eksudat tanaman. Misalnya gom arab seluruhnya larut dalam air dingin.
f. Reaksi Warna, Pengendapan dan reaksi lain
Reaksi warna dapat dilakukan terhadap simplisia yang telah diserbuk atau ekstraknya. Reaksi pengendapan harus dilakukan terhadap ekstrak simplisia dan larutan atau ekstrak
yang diuji harus jernih. Selain rekasi warna warna dan pengendapan terdapat reaksi tau metode lain sejenis yang dapat digunakan untuk standarisasi. Salah satunya
mikrosublimasi yang digunakan untuk memisahkan konstituen mudah menguap dalam bentuk kristal yang selanjutnya dapat diuji titik lebur dan reaksi warnanya.
g. Kromatografi
Kromatografi lapisan tipis KLT merupakan salah satu cara pengujian yang utama dalam standarisasi simplisia. Cara ini mempunyai tingkat kepekaan yangh cukup tinggi, cepat,
sederhana, dan realtif murah sehingga dapat dilakukan oleh berbagai pihak yang memrlukannya. Namun akan lebih baik bagi perusahaan atau instansi yang mampu untuk
melengakapinya dengan kromatografi lainnya KCKT,Gas, dan lain-lain.
h. Penetapan Kadar
Dalam farmakope, pada setiap monografi simplisia penetapan kadar selalu dimaksudkan untuk zat berkhasiat dan untuk mengontrol mutu simplisia dalam hubungannya dengan
khasiat yang dicantumkan. Zat berkhasiat itu sendiri dalam simplisia dapat berupa zat tunggal atau campuran. Syarat untuk dapat diterapkannya pengujian yang berupa zat
berkhasiat ini adalah telah diketahui secara pasti kadar minimal zat berkhasiat yang harus dikandung suatu simplisia.
Buku Ajar Farmakognosi Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana 28
Pemeriksaan mikroskopik, makroskopik dan organoleptik diperlukan untuk permulaan kebenaran
simplisia.
Selain zat berkhasiat terdapat kadar lain yang seringkali dipersyaratkan pada monografi setiap simplisia yaitu kadar sari. Kadar sari ini dipersyaratkan untuk simplisia yang belum
diketahui secara pasti zat berkhasiat yang dikandungnya. Kadar yang lain adalah kadar abu untuk mengontrol jumlah pencemaran benda-benda anorganik seperti tanah dan pasir
yang seringkali terikut dalam simplisia. Untuk menghindari terjadinya reaksi enzimatik, cemaran mikroba dan produk toksiknya serta mencegah pertumbuhan jamur pada
umumnya simplisia nabati dikontrol pula dengan batas kadar airnya.
i. Cemaran mikroba dan aflatoksin
Beberapa penelitian di Indonesia terhadap obat tradisional menunjukkan adanya cemaran mikroba yang kemungkinan dapat terjadi pada proses pembuatannya atau memang telah
terdapat pada simplisia sebagai bahan bakunya. Tetapi jenis yang diketemukan harus dilihat apakah bersifat toksik pada tubuh atau metabolitnya yang toksik. Seperti
Aspergillus flavus merupakan mikroba jenis jamur yang tidak menimbulkan penyakit
toksik tapi metabolitnya aflatoksin dapat menyebabkan keracunan. Cara penetapan
aflatoksin dapat dilihat pada buku-buku standar AOAC
j. Cemaran logam berat