STANDARISASI SIMPLISA DAN EKSTRAK

4.1 STANDARISASI SIMPLISA DAN EKSTRAK

Seperti sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, secara alamiah kualitas senyawa bioaktif dalam tumbuhan hidup ditentukan oleh faktor internal yaitu genetik dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti klimatik, geografi, hama dan penyakit, dan lain – lain. Selain kedua faktor tersebut, waktu panen dan penanganan pasca panen juga dapat berpengaruh terhadap kualitas simplisia. Berdasarkan uraian singkat tentang fenomena metabolit sekunder diatas, kadar senyawa bioaktif dalam tumbuhan atau simplisianya cenderung fluktuatif. Oleh karena itu, sebelum dilakukan formulasi dan manufaktur sediaan obat alami, kadar senyawa bioaktif harus dibakukan atau distandarisasi. Tujuannya adalah untuk memperoleh keseragaman komponen aktif, keamanan, kualitas dan manfaat obat yang dimaksud. Apa itu standarisasi ??? Standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, merevisi standard yang dilaksankan secara tertib dan kerjasama semua pihak menurut SSN 1998 Standard adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, yang disusun berdasarkan konsesus semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamtan, lingkungan, perkembangan IPTEK serta berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Standarisasi obat tradisional perlu dilakukan dari hulu ke hilir. Standarisasi dapat dilakukan melalui penerapna teknologi yang tervalidasi pada proses menyeluruh yang meliputi : penyediaan bibit unggul pre-farm, budidaya tanaman obat on-farm, pemanenan dan pasca panen off-farm, ekstraksi, formulasi, uji preklinik dan uji klinik. Buku Ajar Farmakognosi Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana 23 a. Pre-Farm Teknologi produksi benihbibit unggul tumbuhan obat, secara konvensional ataupun bioteknologis. b. On-Farm Teknologi budidaya tumbuhan obat yang mengacu ”Good Agriculture Practices” c. Off-Farm Teknologi panen yang mempehatikan kandungan senyawa aktif berkhasiat obat maupun parameter kualitas lainnya yang dipersyaratkan d. Teknologi Pasca panenpengolahan yang menghasilkan simplisia yang memenuhi persyaratan. e. Teknologi ekstrak standar, guna mendapatkan ekstrak yang tervalidasi kandungan senyawa katif atau senyawa marker, serta sifat-sifat fisiknya. f. Teknologi pengujian khasiat dan toksisiitas pada tingkat pre klinik yang memenuhi persyaratan validitas Herbal terstandar g. Teknologi pegujian khasiat dan toksisitas pada tingkat klinik yang memenuhi persyaratan validitas Fitofarmaka h. Teknologi produksi obat-obat herbal yang mengacu pada ”Good Manufacturing Practice” STANDARISASI SIMPLISIA Apabila sejak penyediaan bibit sudah diterapkan standarisasi, maka tanaman tersebut akan menghasilkan simplisia dengan kandungan senyawa bioaktif yang tidak fluktuatif. Budidaya yang menrapkan kaidah Good Agricultural Practice GAP akan menghasilkan simplisia yang memenuhi persyaratan kualitas. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah kemurnian simplisia tidak dipalsu atau dicampur simplisia lainnya, tidak mengandung pestisida berbahaya, logam berat dan senyawa toksik lainnya, persyaratan kadar senyawa aktif , maupun persyaratan lain yang ditetapkan oleh farmakope Indonesia, Materia Medica Indonesia atau standar acuan lainnya. Pengembangan bibit unggul tanaman obat dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu melalui selektif breeding dan perbaikan galur baik secara perlakuan atau rangsangan Buku Ajar Farmakognosi Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana 24 kimiawi maupun secara rekayasa genetika guna mendapatkan bibit yang mampu menghasilkan senyawa aktif dengan yield tinggi. STANDARISASI EKSTRAK Awal mula diperkenalkannya produk herbal berbentuk herbal terstandar terjadi di tahun 1992 di Eropa, dengan diberlakukannya Hukum Jaminan Mutu Eropa European Guaranteed Potency Law. Sejak itu, banyak pihak melihat bahwa penetapan standarisasi obat herbal merupakan tonggak penting bagi konsumen maupun pengobat tradisional dengan keyakinan lebih besar akan khasiat obat herbal. Aturan tersebut dibuat dalam upaya memberikan jaminan Bahwa obat herbal tidak hanya cerita empirik tetapi memang ada kandungan khasiat yang dapat dipertanggung jawabkan. Pengertian umum ekstrak terstandar yang dianut di berbagi Negara belum ada keseragaman. Namun demikian yang paling umum berlaku adalah berdasarkan dua jenis acuan yaitu berdasarkan kandungan senyawa aktif dimana prinsip aktivitas biokimianya sudah diketahui dan berdasarkan senyawa penanda, apabila kandungan senyawa aktifnya belum diketahui atau tidak terdeteksi dengan peralatan analisa yang ada, sehingga perlu menggunakan senyawa penanda yang ada dalam tanaman obat tersebut.sebagai tolak ukur terkandungnya senyawa aktif yang memberikan efek atau khasiat sebagai obat. Kegunaan ekstrak oabt herbal yang terstandar anatara lain : mempertahankan konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch yang diproduksi, pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi secara signifikan volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet dan lain-lain. Parameter yang ditetapkan dalam standarisasi ekstrak antara lain : parameter non spesifik susut pengeringan dan bobot jenis, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba dan parameter spesifik identitas, organoleptik, senyawa terlarut pada pelarut polar dan non polar serta profil kromatografi. HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA Herbal terstandar adalah obat tradisional yang ditingkatkan kualitas, manfaat dan keamanannya melalui evaluasi farmakolohgi dengan melakukan uji praklinik pda hewan coba. Sedangkan fitofarmaka adalah obat tradisional yang lulus tahap evaluasi farmakologi khasiat dan keamanannya melalaui uji klinik pad manusia. Saat ini di Indonesia jumlah produk herbal terstandar baru 17 produk dan fitofarmaka 5 produk. Buku Ajar Farmakognosi Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana 25

4.2. PEMERIKSAAN MUTU SIMPLISIA PARAMETER-PARAMETER STANDARISASI