Gambar 3 Mikroenkapsulat minyak sawit merah MSM Formula III Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah
Setelah dilakukan produksi mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan menggunakan Formula III, maka dilakukan analisis terhadap mikroenkapsulat
MSM tersebut untuk mengetahui karakteristik kimia dan fisik dari MMSM. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kimia, meliputi kadar air, bilangan
peroksida, bilangan asam lemak bebas, total karoten, kadar minyak tak terkapsulkan; dan analisis fisik, meliputi analisis warna dan kelarutan.
1.
Karakteristik Kimia Mikroenkapsulat MSM
Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air, bilangan peroksida, kadar asam lemak bebas, total karoten, dan kadar minyak tak
terkapsulkan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia dari mikroenkapsulat yang dihasilkan sehingga dapat dipelajari untuk aplikasi
selanjutnya. Analisis total karoten, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida membutuhkan sampel berupa MSM dari mikroenkapsulat sehingga dilakukan
persiapan sampel terlebih dahulu dengan metode Folch et al. 1957 pada Lampiran 2. Dengan metode Folch et al. 1957, MSM yang berada pada
mikroenkapsulat
diekstrak menggunakan
chloroform-metanol, kemudian
dipisahkan dari pelarut sehingga diperoleh MSM dari MMSM. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan perhitungan penentuan total karoten pada
mikroenkapsulat MSM dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 4 Karakteristik kimia mikroenkapsulat minyak sawit merah MSM
Parameter Mutu Nilai
Kadar air b b 1.15 ± 0.04
Kadar minyak tak tersalut g g minyak ditambahkan
12.93 ± 0.10 Total karoten mg karoten kg bubuk
123.42 ± 29.22 Retensi karoten selama proses mikroenkapsulasi
65.00 Kadar asam lemak bebas
0.14 ± 0.01 Bilangan peroksida meq O
2
kg bubuk 11.27 ± 1.00
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa nilai kadar air dari bubuk mikroenkapsulat MSM adalah sebesar 1.15 ± 0.04. Berdasarkan penelitian Dian
et al. 1996 mengenai mikroenkapsulasi red palm olein RPO dan refined, bleached, and deodorized palm stearin RBDPOs dengan penyalut maltodekstrin
dan natrium kaseinat menghasilkan produk dengan kadar air sebesar 2.20-3.00. Pada penelitian Haryanti 2010, produk MMSM memiliki kadar air sebesar
1.45. Berdasarkan hal tersebut, MMSM yang diperoleh pada penelitian berikut memiliki mutu yang baik. Jika dibandingkan dengan mutu kadar air dari produk
pangan bubuk dengan kadar lemak yang tinggi, seperti pada susu bubuk berlemak SNI 01-2970-2006, kadar air maksimum adalah 5, sehingga produk
mikroenkapsulat MSM yang dihasilkan pada penelitian ini masih berada pada kisaran umum kadar air produk kering yang dihasilkan dengan proses spray
drying.
Kadar minyak tak tersalut sebanyak 12.93 ± 0.098, sehingga dari 40 total MSM yang terkandung dalam mikroenkapsulat MSM, ada sekitar 12 yang
tidak tersalut .
Kadar minyak tak tersalut menunjukkan jumlah minyak yang berada di luar kapsul mikroenkapsulat. Semakin tinggi kadar minyak tak tersalut,
maka semakin rendah kemampuan bahan penyalut dalam melindungi minyak. Penelitian Haryanti 2010 memiliki kadar minyak tak tersalut sebesar 40.23.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, mikroenkapsulat MSM yang dihasilkan memiliki kadar minyak tak tersalut lebih rendah, sehingga mutu
enkapsulasi lebih baik dibandingkan penelitian terdahulu. Menurut penelitian Dian et al. 1996 mengenai mikroenkapsulasi MSM dan RBDPO, semakin
banyak minyak yang ditambahkan dalam emulsi, maka kadar minyak tak tersalut semakin tinggi pula.
Hasil penelitian Yudha 2008, kadar minyak tak terkapsul dari mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan penyalut maltodekstrin, pektin, dan
gelatin adalah sebesar 16.5195 dengan jumlah minyak yang ditambahkan adalah sebesar 40. Hasil tersebut menunjukkan bahwa minyak tak tersalut dari
mikroenkapsulat MSM pada penelitian ini lebih baik. Pada presentase penambahan minyak yang sama, yaitu sekitar 40, kadar minyak tak terkapsul
penelitian ini adalah sebesar 12.93 ± 0.098.
Total karoten dari mikroenkapsulat adalah sebesar 123.42 ± 29.22 ppm. Berdasarkan data yang diperoleh, ekstraksi minyak dari bubuk MMSM dengan
metode Folch, et al. 1976 adalah sebesar 34.42. Retensi karoten yang dari proses pembuatan mikroenkapsulat adalah sebesar 65.00. Retensi karoten
diperoleh dari pembagian antara kandungan karoten pada MSM hasil ekstraksi dari dalam mikroenkapsulat MSM dengan kandungan karoten pada MSM bahan
baku. Adanya proses homogenisasi yang menghasilkan panas serta spray drying diduga menurunkan kandungan karoten yang ada pada MSM. Karoten akan rusak
dengan adanya paparan terhadap oksigen, cahaya, dan panas Benade 2013; Dwiyanti et al. 2014. Perhitungan retensi karoten MMSM dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Kadar asam lemak bebas yang terkandung pada mikroenkapsulat MSM sebesar 0.14 ± 0.01. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari
kadar asam lemak bebas dari MSM bahan baku. Bilangan peroksida yang diperoleh pada MSM yang tersalut dalam mikroenkapsulat adalah sebesar 11.27 ±
1.00 meq O
2
kg bubuk. Berdasarkan penelitian Kolanowski et al. 2004 mengenai mikroenkapsulasi minyak ikan dengan menggunakan modified
cellulose, bilangan peroksida perlahan meningkat pada masa penyimpanan.
Bilangan peroksida yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah sebesar 5 meq O
2
kg hingga 65 meq O
2
kg. Bilangan peroksida semakin bertambah semakin lamanya penyimpanan. Bilangan peroksida yang diperoleh dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kerusakan minyak yang terjadi adalah normal.
2. Karakteristik Fisik Mikroenkapsulat MSM
Analisis fisik yang dilakukan meliputi analisis warna dengan chromameter dan kelarutan. Analisis fisik dilakukan untuk mengetahui warna kuning yang
dihasilkan oleh mikroenkapsulat MSM dan juga untuk mengetahui kadar kelarutan mikroenkapsulat. Kelarutan bubuk mikroenkapsulat MSM merupakan
salah satu parameter penting karena mikroenkapsulat MSM bertujuan untuk menggantikan pemakaian tartrazin yang memiliki sifat larut dalam air Himri et
al. 2011.
Berdasarkan analisis kelarutan, mikroenkapsulat MSM memiliki kelarutan sebesar 91.96 ± 0.83. Kelarutan ini lebih tinggi dibandingkan mikroenkapsulat
minyak milik penelitian Haryanti 2010. Pada penelitian Haryanti 2010, kelarutan mikroenkapsulat MSM tidak terfraksinasi sempurna dengan penyalut
maltodekstrin dan natrium kasenat adalah sebesar 67.92. Selain itu, pada penelitian Fashikatun 2010 mengenai penyalutan MSM tak terfraksinasi
sempurna dengan penyalut maltodekstrin dan gum arab memiliki kelarutan sebesar 78.87. Kelarutan produk mikroenkapsulat MSM yang diperoleh dari
penelitian ini memiliki kualitas yang lebih baik daripada kelarutan penelitian sebelumnya. Walaupun memiliki kelarutan yang tinggi, namun masih ditemukan
adanya minyak yang mengambang. Hal ini dapat disebabkan karena adanya minyak yang masih tidak tersalut sempurna dan juga karena emulsi awal yang
kurang bertahan lama.
Warna yang dihasilkan oleh mikroenkapsulat MSM adalah warna kuning. Mikroenkapsulat MSM memiliki nilai L sebesar 86.9233, a sebesar +3.2933, b
sebesar +60.7033.
Aplikasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah pada Mi Instan
Perlakuan konsentrasi mikroenkapsulat MSM yang ditambahkan ke dalam mi instan adalah sebesar 6.5, 13, serta kontrol 0. Pembuatan mi instan
dapat dilihat pada Lampiran 5. Penambahan mikroenkapsulat MSM dalam mi instan berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi 20 kebutuhan vitamin A
orang dewasa. Kebutuhan vitamin A orang dewasa adalah 600 RE per hari, maka 20 dari kebutuhan tersebut adalah sebesar 120 RE. Penentuan konsentrasi
MMSM yang ditambahkan dilakukan dengan percobaan menggunakan penambahan bubuk MMSM sebanyak 7 pada mi instan. Pada percobaan
tersebut dihasilkan vitamin A dalam 70 gram mi instan sebesar 198.4657 RE. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan MMSM pada mi instan terlalu
banyak, sehingga dikurangi hingga 6.5 dan kemudian dilakukan perbandingan dengan penambahan MMSM sebanyak 2 kali lipatnya, yaitu 13. Bahan pangan
yang dapat memenuhi 20 kebutuhan vitamin A orang dewasa dalam satu serving dapat disebut sebagai pangan tinggi vitamin A FDA2013. Kenampakan mi
instan sebelum perebusan dapat dilihat pada Lampiran 6, sedangkan kenampakan mi instan setelah perebusan terdapat pada Lampiran 7.
1. Karakteristik Kimia Mi Instan
Analisis kimia yang dilakukan pada mi instan adalah kadar air dan total karoten. Analisis total karoten membutuhkan sampel berupa MSM yang
terkandung dalam mi instan, sehingga dilakukan persiapan sampel sebelumnya dengan metode Folch et al. 1957. Hasil analisis kimia dapat dilihat pada Tabel 5.
Menurut SNI 2000 tentang mi instan, kadar air maksimum untuk mi instan dengan penggorengan adalah sebesar 10.00. Dari ketiga data di atas, semua
produk memiliki kadar air yang sesuai dengan standar SNI sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Dapat dilihat dari data di atas bahwa mi
instan dengan penambahan mikroenkapsulat MSM memiliki kadar air lebih besar dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 5 Karakteristik kimia mi instan
Parameter Mutu Mi Instan
Kontrol Mi Instan
Konsentrasi 6.5
Mi Instan Konsentrasi 13
Kadar air 1.38 ± 0.54
a
1.95 ± 0.76
ab
2.53 ± 0.12
b
Total karoten dalam mi instan ppm
4.67 ± 0.32
a
10.96 ± 0.61
b
19.10 ± 2.52
c
Total karoten dalam 70 g mi instan ppm
327.06 767.34
1336.65 Vitamin A 70 g mi
RE 54.51
127.89 222.78
Retensi karoten selama proses ppembuatan mi
instan -
85.93 95.21
Retensi karoten selama proses mikroenkapsulasi
dan pembuatan mi instan -
79.53 61.89
Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0.05 menggunakan SPSS 22.0
Namun pada beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa kadar air tidak dipengaruhi oleh perlakuan jenis bahan penyalut dan rasio penyalut
dalam penggunaannya. Penelitian tersebut antara lain penelitian Haryanti 2010, yang mana membandingkan antara mikroenkapsulat MSM dengan berbagai
konsentrasi penyalut maltodekstrin dan natrium kaseinat, kadar air yang diperoleh berkisar dari 1.45-1.84. Sementara itu penelitian Dian et al. 1996 juga
menunjukkan bahwa mikroenkapsulasi MSM dengan RBDPO dengan bahan penyalut maltodekstrin : natrium kaseinat dan maltodekstrin : gum akasia, kadar
airnya berada pada kisaran 2.2-3.0
Total karoten dari MSM yang diekstrak dari mi instan kontrol adalah sebesar 4.67 ± 0.04 mg karoten kg MSM Lampiran 8. Nilai ini berasal dari
minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng mi instan, sehingga menghasilkan sedikit nilai karoten. Pada penelitian Pongweat 2014, mi instan
yang digoreng walau tidak ditambahkan MSM juga memiliki sedikit total karoten. Hal ini dapat disebabkan karena minyak yang digunakan untuk menggoreng
mengandung vitamin A. Menurut SNI 7709-2012 2012 tentang minyak goreng sawit, vitamin A wajib ditambahkan ke dalam minyak goreng komersial di
Indonesia.
Karoten rusak dengan adanya paparan terhadap oksigen, cahaya, dan panas Benade 2013; Dwiyanti et al. 2014. Hal ini dapat terlihat dari nilai retensi
karoten pada mi instan yang rendah. Nilai retensi diperoleh dari total karoten minyak sawit merah seharusnya jika ditambahkan pada mi instan dengan total
karoten yang diperoleh setelah diekstrak. Diperoleh bahwa pada mi instan dengan penambahan mikroenkapsulat sebanyak 6.5 retensi karotennya sebesar 79.53
selama proses mikroenkapsulasi hingga menjadi mi instan, sementara untuk retensi karoten selama proses pembuatan mi instan memiliki retensi karoten
sebesar 85.93. Sedangkan mi instan dengan penambahan mikroenkapsulat sebanyak 13 memiliki retensi karoten selama proses pengolahan mi instan
sebesar 95.21, sedangkan retensi karoten selama proses mikroenkapsulasi dan pembuatan mi instan sebesar 61.89. Perhitungan retensi karoten selama proses
mikroenkapsulasi dan pembuatan mi instan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Terdapat kenaikan pada retensi karoten, hal ini dikarenakan adanya
penambahan jumlah karoten yang terkandung dalam mi instan sehingga ketika tingkat kerusakan yang terjadi sama maka sisa dari karoten yang ada pada mi
instan akan lebih tinggi pada produk yang mengandung karoten lebih banyak.
Dari total karoten yang diperoleh pada mi instan, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan total RE pada masing-masing jenis mi instan. Pada mi instan
kontrol diperoleh vitamin A sebanyak 54.51 RE. Adanya vitamin A pada mi instan kontrol diduga karena adanya residu karoten pada minyak goreng yang
terbawa pada mi instan selama proses penggorengan. Pada mi instan dengan penambahan mikroenkapsulat sebanyak 6.5, diperoleh vitamin A sebanyak
127.89 RE. Sedangkan pada mi instan dengan penambahan mikroenkapsulat sebanyak 13 diperoleh vitamin A sebanyak 222.78 RE. Menurut FDA 2013,
pangan mengandung karoten tinggi harus memenuhi 20 dari Angka Label Gizi ALG vitamin A. ALG vitamin A untuk umum adalah 600 REoranghari
Menkes 2013. Berdasarkan hal tersebut maka pemenuhan 20 dari ALG adalah sebesar 120 RE. Mi instan dengan penambahan 6.5 MMSM telah memenuhi
standar untuk pangan tinggi karoten Lampiran 11.
2. Karakteristik Fisik Mi Instan
Mi instan hasil aplikasi mikroenkapsulat MSM diuji juga dengan berbagai analisis fisik, antara lain analisis warna, analisis kehilangan padatan saat
peperebusanan KPAP, dan analisis elongasi. Analisis tersebut dapat menunjukkan perbedaan kualitas fisik antara mi instan kontrol dan mi instan hasil
aplikasi. Pada beberapa analisis, juga dibandingkan dengan mi instan komersial.
2.1 Kehilangan Padatan Akibat Peperebusanan pada Mi Instan
KPAP Kehilangan Padatan Akibat Peperebusanan merupakan banyaknya padatan mi yang keluar ke dalam air selama proses pemasakan Muhandri 2009.
Hasil data KPAP dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil tersebut dianalisis keragaman menggunakan ANOVA untuk mengetahui signifikansi terhadap masing-masing
nilai KPAP.
Berdasarkan Gambar 4, dapat diketahui bahwa semakin banyak mikroenkapsulat MSM yang ditambahkan, maka makin besar nilai KPAP-nya.
Pada mi instan kontrol, KPAP yang terjadi adalah sebesar 7.83 ± 0.59. Ketika mi instan tersebut ditambahkan mikroenkapsulat MSM sebanyak 6.5, maka
KPAP-nya meningkat hingga 10.53 ± 1.22, dan ketika ditambahkan mikroenkapsulat hingga 13 KPAP juga meningkat menjadi 12.97 ± 2.23. Nilai
KPAP dapat dibandingkan dengan nilai KPAP dari mi instan komersial yang memiliki nilai 10.30 ± 0.24. Uji ANOVA KPAP mi instan dapat dilihat pada
Lampiran 12. Nilai KPAP dari mi instan komersial tidak berbeda nyata dengan nilai KPAP dari mi instan dengan penambahan MMSM sebanyak 6.5,
sedangkan mi instan kontrol dan mi instan dengan penambahan MMSM 13 berbeda nyata dengan sampel lainnya. Peningkatan KPAP ini kemungkinan
disebabkan karena adanya penurunan persentase protein gluten yang berada dalam adonan sehingga menurunkan terjalinnya jaringan kuat pada mi instan. Karena
adanya penambahan MMSM dalam adonan, persentase gluten dalam adonan menurun dan mempengaruhi struktur mi. Menurut penelitian Baik dan Lee 2003,
penurunan jumlah protein pada adonan mi menyebabkan kenaikan KPAP. Hal ini juga terjadi pada mi instan, diduga karena adanya penambahan berbagai
ingredients pada mi instan komersial sehingga terjadi peningkatan KPAP.
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0,05
Gambar 4 KPAP pada mi instan hasil aplikasi mikroenkapsulat MSM
10.30 ± 0.24b
7.83 ± 0.59a
10.53 ± 1.22b
12.97 ± 2.23c
2 4
6 8
10 12
14
Mi komersial Mi kontrol
Mi 6.5 Mi 13
K P
AP
2.2 Warna Mi Instan
Hasil perbandingan warna antara empat jenis mi instan dapat diilihat pada Gambar 5. Berdasarkan data penelitian, diperoleh bahwa warna keempat mi instan
memiliki warna yang cenderung terang. Kesan gelap bertambah seiring dengan adanya penambahan mikroenkapsulat MSM. Melihat nilai a dari berbagai mi
instan, mi instan komersial memiliki sedikit kecenderungan warna hijau, sementara mi instan hasil penelitian cenderung ke warna merah. Nilai b yang
diperoleh dari berbagai mi menunjukkan bahwa keempat jenis mi memiliki kecenderungan berwarna kuning.
Dari data tersebut terlihat bahwa semakin banyak mikroenkapsulat MSM yang ditambahkan maka warna yang dihasilkan semakin kuning dan merah. Jika
dibandingkan dengan mi instan komersial, penambahan mikroenkapsulat MSM sebanyak 6.5 sudah menghasilkan warna yang lebih kuning, lebih merah, dan
lebih gelap. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa MMSM dapat menggantikan tartrazin sebagai pewarna kuning pada mi instan, sehingga dalam
pembuatan mi instan dapat menggunakan pewarna alami yang lebih aman untuk dikonsumsi, selain itu juga dapat menambah asupan vitamin A.
2.3 Elongasi Mi Instan
Elongasi pada mi instan dipengaruhi dari tersebarnya gluten secara merata dan juga proses gelatinisasi dari pati terigu Gavin 2001. Air dibutuhkan untuk
melarutkan dan mendistribusikan gluten yang terbentuk dari terigu, air juga digunakan sebagai media penghantar panas untuk gelatinisasi pati dari adonan mi.
Hasil analisis elongasi mi instan dapat dilihat pada Gambar 6.
Semakin terdistribusinya gluten pada adonan, maka tekstur dari mi instan akan semakin baik dan kokoh. Begitu pula ketika gelatinisasi terjadi merata di
seluruh bagian adonan, maka tekstur dari mi tersebut akan kokoh dan baik. Menurut Hou 2010, kurangnya air pada adonan menyebabkan adonan menjadi
bergaris-garis dan kadang terjadi pengelupasan pada permukaan mi. Hal ini mengakibatkan mi menjadi mudah patah dan ketika telah dimasak, tekstur mi akan
72,08
-2,02 31,71
69,26
1,31 24,32
58,41
4,75 42,05
52,35
8,68 43,06
-10 10
20 30
40 50
60 70
80
L a
b
°H ue
Komersial 6.50
13
Gambar 5 Karakteristik warna mi instan